Anda di halaman 1dari 8

BAB 5

THOMAS S. KUHN :
PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN
Muhamad Idris Rauf
94120015
Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma, Depok, Indonesia

1. PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan tidak sekedar data sebagaimana diyakini kaum positivis,
melaikan suatu sistem teori yang harus diuji secara ketat dengan aturan falsifikasi. Ini
menjadi pemikiran klasik dalam filsafat ilmu pengetahuan menurut Popper. Namun,
satu sisi Pooper memprioritaskan pengujian atas teori dengan data, sebaliknya gagasan
falsifikasi sendiri dianggap terlalu naif, karena ilmuwan lebih berminat
mempraktikkan teorinya daripada mengkritik teorinya.
Kemudian hal ini dibantah oleh Michael Polanyi yang mempersoalkan posisi Popper.
Menurutnya falsifikasi seharusnya tidak boleh total demi perkembangan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Keterlibatan personal terhadap teori ilmu pengetahuan
merupakan faktor utama bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga, falsifikasi
tidak dapat dengan mudah menggantikan proses verifikasi.
Serupa dengan Michael Polanyi, Thomas Samuel Kuhn dalam bukunya yang berjudul
Struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan, suatu ensiklopedi yang memperkenalkan ilmu
pengetahuan dalam wacana positivismelogis. Menjelaskan dimensi historis dan sosiologis
dari ilmu pengetahuan. Uraian tersebut menunjukan dengan jelas peran paradigma
dalam ilmu pengetahuan.

2. PROGRAM FILSAFAT THOMAS KHUN


Struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan memiliki keunikan tersendiri. Esai tersebut
menerangkan dua tesis yang saling berhubungan. Pikiran pokok pertama berbunyi :
setiap ilmu pengetahuan selalu memmiliki pandangan dasar atau paradigma, yang
terdiri dari unsur-unsur teori, pengembangan hipotesis ad hoc, serta kerangka
metodologinya, sebagai hasil dari prestasi komunitas ilmiah.
Yang dapat dijelaskan tentang paradigma adalah bahwa kenyataannya setiap
komunitas ilmiah akan selalu memegang teguh suatu paradigma, karena paradigm
tersebut menawarkan kepada ilmuwan apa yang menjadi masalah pokok ilmu dan
bagaimana harus memecahkannya. Paradigma dapat menunjukan kepada kita apa
yang seharusnya menjadi objek penelitian serta dapat menyajikan kerangka penjelasan
teoretis atas data-data yang ada di hadapan ilmuwan.
Pada hal ini, periode dimana paradigm memainkan perannya secara konsisten dalam
praktik ilmu pengetahuan disebut sebagai fase ilmu pengetahuan normal. Kemudian
normalitas itu sendiri ditentukan oleh masyarakat ilmiah dan didukung secara kuat
oleh otoritas ilmiah yang ada dalam masyarakat tersebut.
Tesis kedua dari teori Kuhn, jika komunitas cenderung mempertahankan status quo
dan stabilitas paradigma, maka sejarah dan waktu menunjukan justru mnunjukan
kemungkinan perubahannya. Fase ini sebagai tahap revolusi ilmu pengetahuan, fase yang
sangat menentukan perkembangan ilmu pengetahuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan menurut Kuhn memiliki pola yang kurang lebih
sama. Pertama, ilmu pengetahuan berawal dari situasi anomali. Saat data dan pengamatan
apapun sudah tidak cocok dengan skema teoretis yang ada. Anomali sendiri tidak
dapat diprediksi. Kemudian akan menimbulkan krisis, karena kerangka teoretis yang
lama tidak dapat dipercaya lagi sebagai kerangka penjelasan, sementara kerangka
penjelasan yang lain belum ditemukan.
Ada dua pilihan untuk mengakhiri krisis, pertama dengan runtuhnya bangunan ilmu
tersebut. Kedua dengan munculnya teori-teori baru dan penemuan fakta baru. Pada
kemungkinan kedua justru melahirkan perspektif-perspektif baru dalam ilmu dan
sekaligus mengubah perspektif masyarakat ilmiah terhadap realitas. Proses ini disebut
oleh Kuhn Proses kebebasan ilmu pengetahuan.

3. ILMU PENGETAHUAN NORMAL DAN PARADIGMA


3.1. APA ITU PENGETAHUAN NORMAL?

Secara terperinci, paradigma dapat dilihat sebagai aturan yang mengatur


jalannya penelitian ilmiah. Suatu teori yang kita terima menerangkan fakta, dan
bahkan semacam aturan penerapam sehingga seorang ilmuwan dapat dengan
mudah mempraktikkan hukum-hukum ilmiah dalam situasi yang berbeda-beda.
Seluruh aktivitas ilmu pengetahuan dalam rangka paradigma ini disebut
pengetahuan normal.
Peradigma menjadi semacam sumber dari mana rasionalitas suatu disiplin
dijelaskan dan dimana semua ahli bertemu dalam pandangan yang sama.
Paradigma menjadi semacam metodologi ilmiah yang menentukan struktur
penelitian dan komunikasi ilmiah di antara ilmuwan sebagai anggota dari tradisi
penelitian tersebut.
Dengan demikian ilmu pengetahuan nrmal merupakan fase kematangan sebuah
ilmu pengetahuan. Perubahan dari fase pra-paradigma kepada fase paradigma
merupakan perubahan yang panjang dan melelahkan. Fase paradigma adalah fase
kemajemukan. Tidak ada kesatuan pandangan. Juga tidak ada kesatuan
metodologi, yang terjadi adalah penjelasan yang beranekaragam tentang suatu
masalah.

3.2. TUJUAN DARI ILMU PENGETAHUAN NORMAL

Komunitas memainkan peran penting paling penting untuk menentukan


normalitas sebuah teori. Paradigma ilmu pengetahuan tidak pernah diulang-ulang.
Paradigma boleh dikatakan sebagai dasar bagi penelitian ilmiah, di mana
pengertian dan definisi ilmiah dibentuk dan berkembang, dan di mana seluruh
pemikiran dasar tentang dunia dikembangkan secara dinamis. Konsep paradigma
menunjuk inti dasar ilmu itu sendiri – usaha untuk menjelaskan masalah dengan
pemecahan baru.
Paradigma dapat dilihat dari dua sudut : disatu pihak ia menuntut suatu status,
karena menawarkan pemecahan masalah, yang dapat diterima oleh para ilmuwan,
disisi lain paradigma juga menuntut suatu perluasan penjelasan ; ia menuntut
pengetahuan tentang fakta-fakta baru sebagai realisasi atau artikulasi baru dari
paradigma tersebut.

Pada fase ini, tujuan pokok dari ilmu pengetahuan normal adalah
menghidupkan dan mempertegas fakta dan teori yang sudah ada. Seluruh
penelitian atas fakta menunjuk pada tiga gejala, pertama : seorang ilmuwan harus
berusaha sejauh dapat memperluas pengetahuannya dan ketepatan tentang fakta.
Kedua : dalam rangka mengembangkan paradigma seorang ilmuwan hanya
bergelut dengan fakta yang berhubungan langsung dengan implikasi dari teori atau
paradigma. Fakta baru yang dicari adalah fakta-fakta yang mempertegas teori
yang ada. Ketiga : Setiap ilmuwan dalam fase normal ini dapat menemukan fakta-
fakta baru, tetapi penemuan tersebut tidak lain dari pengungkapan kembali apa
yang sudah ada secara implisit dalam paradigma yang sudah ada.
Selain memperjelas fakta yang sudah ada, seluruh kegiatan ilmu pengetahuan
normal juga mengarahkan diri pada kegiatan mengartikulasi teori yang sudah ada,
sehingga menjadi lebih eksplisit dan jelas.

3.3. PEMECAHAN MASALAH

Ilmu pengetahuan normal menawarkan suatu metode pemecahan masalah


dengan menggunakan instrumen penelitian, konsep-konsep, dan pehitungan
matematis yang sedang diterima masyarakat ilmiah. Bagi Kuhn, setiap masalah
memiliki relevansi tersendiri. Sebelum ilmuwan mencari pemecahan masalah ia
harus terlebih dahulu mengidentifikasi suatu masalah sebagai masalah ilmiah.
Setiap masalah ilmmiah adalah suatu masalah yang memiliki kemungkinan
pemecahan masalah. “Memiliki kemungkinan riil pemecahannya” adalah masalah
yang memiliki hubungannya dengan :

1. Teori tertentu
2. Instrumen tertentu
3. Syarat-syarat quasi metafisik tertentu atau komitmen pada suatu filsafat
alam tertentu.
4. Komitmen metafisik

Pemecahan masalah ilmiah tidak ditentukan oleh aturan logis, melainkan oleh
paradigma itu. Bagi Kuhn, paradigma lebih luas dari aturan. Jika Pooper
mengandalkan falsifikasi sebagai metode solusi ilmiah, Kuhn menunjukan bahwa
tujuan utama dari ilmuwan adalah memodifikasi isi paradigma, sehingga setiap
fenomena atau fakta dapat dijelaskan dalam kerangka paradigma tersebut.
Paradigma menentukan cara pandang, masalah, dan metode yang akan dipakai
untuk menjawab permasalahan ilmmiah tertentu yang muncul dalam komunitas
ilmiah.

3.4. PRIORITAS PARADIGMA

Kuhn dengan tegas memberikan prioritas terhadap paradigma dibandingkan


terhadap logika dan aturan-aturan metodologi ilmiah. Kuhn mencoba menjelaskan
bahwa ilmuwan bekerja menurut suatu kerangka paradigmatik yang sudah dia
peroleh melalui proses pembelajaran dan kegiatan penelitian yang ia lakukan.
Ilmuwan itu sendiri bahkan tidak mampu menjelaskan ciri-ciri dan aturan dari
kegiatannya itu sendiri.
Maka bagi Kuhn, paradigma memiliki prioritas terhadap aturan: paradigma
lebih mengikat dan bahkan lebih lengkap dari aturan. Beberapa argumentasinya
antara lain :

1. Karena dalam kenyataannya menemukan aturan lebih sulit daripada menemukan


paradigma.
2. Dalam kenyataannya, ilmuwan tidak pernah secara abstrak memperlajari konsep,
aturan dan teori. Setiap teori selalu ditemukan saat bersamaan dengan pemakaian
teori tersebut dalam bidang-bidang tertentu.
3. Paradigma itu sendiri memimpin penelitiain secara langsung. Ilmu pengetahuan
berjalan normal sejauh kita berada dalam sebuah paradigma : dalam suatu diskusi
yang luas dan mendalam tentang metode, masalah dan pemecahannya. Ilmu
pengetahuan normal berjalan dalam rambu-rambu suatu paradigma tertentu.
4. Masih ada kemungkinan terjadinya revolusi ilmiah. Hal ini dimungkinkan Karen
ailmu pengetahuan normal bukanlah suatu kegiatan yang monolitis dan tertutup.
Sebaliknya, melalui paradigma (yang melampaui aturan), keanekaragaman
bidang-bidang ilmu pengetahuan akan dengan mudah dipahami.

4. KRISIS DAN PENEMUAN ILMIAH


Hukum-hukum logika seperti yang dikembangkan Pooper dan Hempel tidak
mampu menjelaskan ilmu pengetahuan. Logika hanya penting ketika ilmu menjadi
paradigma.
Sejarah ilmu pengetahuan ditentukan oleh penemuan fakta-fakta baru dan teori
baru yang menjelaskan fakta-fakta baru tersebut.

4.1. ANOMALI DAN FAKTA BARU

Anomali disini adalah situasi dimana ilmu pengetahuan sudah tidak dapat
menjelaskan lagi fakta-fakta dan persoalan-persoalan baru. Semakin penelitian
dilakukan, semakin jelas juga bahwa anomaly tidak dapat dihindarkan.
Dua kemungkinan bisa terjadi menyusul penemuan fakta tersebut.
Kemungkinan pertama, penemuan fakta tersebut dapat mendorong lahirnya suatu
paradigma baru. Setiap penemuan mengandung dua unsur : penemuan bahwa dan
penemuan apa.
Kedua, tidak pernah menjadi paradigma yang berarti. Anomali bisa menjadi
dasar implisit yang menentukan hubungan antara paradigma dan penemuan fakta.
Semakin pasti dan total suatu paradigma, semakin sensitive paradigma tersebut.

4.2. KRISIS DAN PENEMUAN TEORI

Krisis mulai terjadi jika fakta sudah tidak cocok lagi dengan skema atau teori
yang ada. Dua kemungkinan bisa terjadi : mencoba menjelaskan anomali dengan
kerangka paradigmatis yang ada atau mengabaikannya sama sekali.
Namun krisis dapat berkembang lebih lanjut jika anomaly pun berkembang
dalam suatu cara tertentu, sehingga suatu kepercayaan terhadap suatu paradigma
terkuburkan. Faktor psikologis pun dapat memainkan perannya. Disinilah mulai
suatu periode ketidak pastian ilmu pengetahuan.
Ketidakpercayaan muncuk ketika sistem Ptolemeus tidak mampu lagi
menjelaskan pengamatan terbaru yang diberikan oleh Kopernikus bahwa matahari
tidak mengalami perubahan posisi menghadapi bumi dan bulan.

4.3. REAKSI TERHADAP KRISIS

Dua alasan, Pertama Suatu keputusan untuk menolak suatu paradigma pada
saat yang sama berarti penerimaan suatu paradigma baru, dan penilaian yang
menjadi dasar bagi keputusan tersebut selalu mempertimbangkan kelebihan dan
kelemahan dari setiap paradigma untuk menjelaskan alam.
Alasan kedua, setiap penelitian dalam ilmu pengetahuan selalu diikuti juga oleh
contoh-contoh pengamatan yang bertentangan. Dalam ilmu pengetahuan hanya ada
dua kemungkinan.
Krisis mulai ketika suatu paradigma tidak memiliki kemungkinan untuk
dipertahankan lagi. Pengenalan akan krisis merupakan awal dari munculnya teori
baru; bahkan sebelum krisis yang hebat itu suatu teori baru sudah siap muncul.
Dan momen di mana teori baru muncul dapat disebut sebagai revolusi ilmiah.

5. REVOLUSI ILMU
Dengan pengertian revolusi Kuhn menjelaskan bahwa perkembangan ilmmiah
akan terjadi melalui pergantian paradigma: paradigma yang lama diganti, baik secara
menyeluruh maupun sebagian, dengan paradigma yang baru.

5.1. PERLUNYA DAN CIRI-CIRI REVOLUSI ILMU PENGETAHUAN

Tiga unsur utama yaitu : pertama, bertumbuhnya perasaan bahwa institusi atau
paradigma yang ada tidak mampu lagi menjawab persoalan baru. Perasaan dan
bahkan pandangan tentang tidak berfungsinya paradigma merupakan prasyarat
dari suatu revolusi. Kedua, munculnya situasi khaotis: hal ini terutama disebabkan
karena paradigma atau institusi yang lama tidak berfungsi lagi, sementara itu
paradigma baru belum ditemukan. Ketiga, dalam situasi khaotis semacam ini
muncullah gagasan-gagasan baru tetapi bersifat retoris atau masih berkisar sebagai
wacana.
Krisis hanya dapat dijelaskan dengan revolusi dan revolusi ilmiah itu tidak
dapat dijelaskan dengan keniscayaan logis. Jadi jatuhnya teori ilmiah yang lama
dan pergantiannya dengan teori yang baru bersifat niscaya. Ada dua hal, pertama:
paradigma akan berusaha memberikan penjelasan yang adekuat tentang alam.
Kedua: paradigma merupakan sumber semua metode, sumber perumusan
permasalahan dalam ilmu dan norma bagi pemecahan masalah yang akan diterima
oleh masyarakat ilmiah pada waktu tertentu.
Maka dengan mempelajari paradigma seorang ilmuwan mewarisi dirinya
dengan teori, metode, dan norma ilmiah. Dan setiap perubahan paradigma selalu
juga berarti perubahan kriteria pemecahan masalah.

5.2. REVOLUSI ILMIAH DAN PERUBAHAN GAMBARAN DUNIA

Suatu paradigma yang baru mewakili suatu dunia yang baru sama sekali;
paradigma sebagai pandangan umum tentang bagaimana ilmu pengetahuan harus
bekerja kini menjadi suatu pandangan tentang bagaimana realitas berada. Apa yang
dilihat seorang manusia tergantung dari framework pengelihatannya. Dengan bantuan
framework tersebut, seseorang dapat melihat dunia secara keseluruhan, tidak
terfragmentasi dalam data-data saja.
Perubahan paradigma tidak hanya mengakibatkan perubahan cara pandang
kita tentang realitas, melainkan lebih dari itu mendefinisikan realitas secara baru.
Perubahan paradigma bukan perubahan interpretasi tentang dunia, melainkan
perubahan dunia itu sendiri. Setiap teori selalu memaparkan kepada kita sebuah dunia
yang berbeda.

6. RELATIVISME ILMIAH
Pengetahuan kita tentang sejarah ilmu pengetahuan selalu berarti pengetahuan kita
tentang perubahan paradigma, Max Planck pernah berkata bahwa kebenaran ilmiah
yang baru tidak berurusan dengan apa yang ditunjuk oleh lawan, melainkan lebih
berurusan dengan apa hendak diupayakan oleh lawan.
Denga mengatakan bahwa perubahan paradigma tidak dapat dinilai secara adil
hanya dengan pembuktian, para pengkritik Kuhn menilai pandangannya condong
kepada relativisme. Kuhn membangun suatu relativisme. Dalam hal ini Kuhn hanya
berbicara tentang konversi atau pertobatan ilmiah, semata-mata karena paradigma
yang baru memberikan janji yang lebih besar untuk pemecahan masalah serta
menjanjikan kepastiam kuantitatif baru dan ramalan baru, lebih dari yang bisa
diberikan oleh paradigma lama.

Anda mungkin juga menyukai