Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS FRAKTUR RADIUS


DI RUANG NILAM LANTAI III
RSUD DR H. MOCH. ANSARI SALEH
BANJARMASIN

DISUSUN OLEH :

NAMA : Yogi Feby Pebria Bayu Pradana


NIM : 11409719075
TINGKAT : II (DUA)
SEMESTER : III (TIGA)

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
TAHUN AJARAN 2020
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Yogi Feby Pebria Bayu Pradana
NIM : 11409719075
Ruangan : Nilam Lantai III

Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyelesaikan laporan


pendahuluan dengan kasus Fraktur Radius di ruang nilam lantai III, RSUD dr.
H.Moch. Ansari Saleh Banjarmasin

Banjarmasin, 18 Januari 2021

Yogi Feby Pebria Bayu Pradana


Nim : 11409719075

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Mia Marlini, S.,Kep.,Ners M.husni,S.Kep.,Ns.,M.Kep


NIP: 19820520 200801 2 026 NIDN/NUPN :1125039101
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR TEORI


A. Pengertian
Fraktur Radius adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang radius. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Patah tulang
radius terbagi atas :

1. Fraktur Suprakondilar Radius


2. Fraktur Interkondiler Radius
3. Fraktur Batang Radius
4. Fraktur Kolum Radius
(Brunner & Suddart, 2000)

B. Anatomi dan fisiologi


Tulang radius adalah tulang yang lebih pendek dan terletak lebih ke lateral
antara kedua tulang lengan bawah. Ujung proksimal radius terdiri dari
sebuah kepala yang menyerupai cakram, sebuah leher yang pendek, dan
sebuah tuberositas. Ke arah proksimal caput radii berwujud cekung untuk
bersebdi pada capitulum humeri. Collum radii ialah bagian yang menyempit
distal dari caput radii. Tuberositas radii yang terletak tepat distal dari collum
radii, membatasi ujung proksimal radius terhadap corpus radii. Ujung distal
radius me miliki sebuah incisura ulnaris di sebelah medial, sebuah procesuss
styloideus di sebelah lateral, dan sebuah tuberculum dorsale.8 Tulang radius
berfungsi untuk membentuk persendian pergelangan tangan.Ujung proximal
radius membentuk caput radii (capitulum radii),berbentuk roda, letak
melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis (fossa
articularis) yang serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh
facies articularis, yang disebut circumferentia articularis dan berhubungan
dengan incisura radialis ulnae.
C. Etiologi
1. Trauma
a. Langsung (kecelakaan lalulintas)
b. Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang )
2. Patologis : Metastase dari tulang
3. Degenerasi : Osteoporosis
4. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat
(Doenges, 2000)

D. Tanda dan Gejala


a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
b) Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c) Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d) Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
f) Peningkatan temperatur local
g) Pergerakan abnormal
h) Echymosis
i) Kehilangan fungsi
(Mansjoer, Arif. 2000)

E. Patofisiologi dan Pathway


Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai
cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan
persyarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah
pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak.
Keadaan tersebut menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematom dan
jaringan nekrotik. Terjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur
tulang merangsang respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses
penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal
pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami
regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka (Brunner dan Suddart, 2000)
PATHWAY

Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang nyeri

Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang

Pergeseran frag Tlg laserasi kulit: spasme otot tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler

Kerusaka
n
integritas putus vena/arteri peningk tek kapiler reaksi stres klien
kulit

deformitas

perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin

gg. fungsi

protein plasma hilang memobilisai asam lemak

Gg mobilitas kehilangan volume cairan


fisik
edema bergab dg trombosit
Shock
hipivolemik

emboli

penekanan pemb. drh

menyumbat pemb drh

gg.perfusi
jaringan
F. Data penunjang
1) Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2) Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3) Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
(Charless, 2001)

G. Prognosis
Prognosis fraktur radius distal bergantung pada tipe fraktur, usia,
serta terapi yang diberikan. Union biasanya terjadi dalam 6 bulan. Luaran
tergolong kurang baik jika terdapat kriteria berikut:

 Pemendekan radial > 3 mm


 Angulasi dorsal >15 derajat dari posisi netral
 Angulasi palmar > 20 derajat dari posisi netral

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R :
a. Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai
didiagnosa fraktur
b. Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang
c. Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan
d. Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang
secara normal
2. Beberapa intervensi yang diperlukan
1) Intervensi Terapeutik atau konservatif
1) Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur
diatas dan dibawah sisi cidera sebelum
memindahkan pasien. Pembebatan atau
pembidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih
jauh dan mengurangi adanya komplikasi.
2) Immobilitas dilakukan dalam jangka waktu
berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang
dipersatukan dengan pemasangan gips.
3) Memberikan kompres dingin untuk menentukan
perdarahan, edema dan nyeri
4) Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian
cairan untuk mencegah syock.
5) Traksi untuk fraktur tulang panjang sebagai upaya
menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan
dan immobilisasi fragmen tulang.
6) Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips pada
fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan
dengan anestesi umum atau lokal.
2) Pemberian Diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya
anemia.
3) Intervensi farmakologis
1) Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot
atau sedative diberikan untuk membantu klien
selama prosedur reduksi tertutup.
2) Anestesi dapat diberikan
3) Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk
mengontrol nyeri pada pasca operasi
4) ATS diberikan pada pasien tulang complicated
4) Intervensi operatif
a. Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang
b. Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi
manual untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat
dipasang, untuk mengimmobilisasi ekstremitas dan
mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu kontrol
radiology yang diikuti fiksasi interna.

c. Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF


Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan
mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau
pen atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi
bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Fragmen
tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya
digunakan untuk memegang fragmen tulang dalam posisi.
Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila
tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips
untuk stabilisasi dan sokong tambahan.

d. Penggantian endoprostetik
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi
dan digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang
atau pengobatan pilihan adalah penggantian tulang.

(Brunner dan Suddart, 2000)

II. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1) Perawat perlu menentukan : data biografi, riwayat terjadinya trauma
(bila tidak ada riwayat terjadi fraktur patologis) dimana terjadinya
trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma.
2) Obat-obatan yang sering digunakan
3) Kebiasaan minum-minuman keras
4) Nutrisi
5) Pekerjaan atau hobby
b. Pemeriksaan fisik
Head to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan
pasien, integritas kulit, nyeri.

c. Aktivitas atau istirahat


Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung
pada bagian tengah yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak
pada jaringan dan rasa nyeri.

d. Sirkulasi
Ditunjukkan dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang
disebabkan karena respon stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau
menurun lebih kecil pada bagian distal perlukan disebabkan karena
keterlambatan pengikatan pembuluh darah mempengaruhi bagian
jaringan menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan disebabkan
adanya darah ekstravaskuler berada pada daerah perlukaan.

e. Neurosensori
Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot :
kaku atau tak terasa (parestesi), perubahan total, pemendekan,
kekakuan abnormal, terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau cemas.

f. Rasa nyaman
Tiba-tiba nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada jaringan
atau kerusakan tulang saat immobilisasi) nyeri ini disebabkan terputusnya
saraf, otot spasme setelah immobilisasi.

g. Keamanan
Kulit laserasi, perdarahan, perlukaan, lokasi bengkak.

h. Tempat fraktur dan sistem jaringan


1) Edema
2) Perubahan warna
3) Parestesia dengan numbness dan tingling karena ketidakseimbangan
aliran darah dalam pembuluh darah yang menuju berbagai organ atau
peningkatan tekanan jaringan
4) Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan
tertekannya saraf.
5) Kulit terbuka dan tertutup
Kulit terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup
apabila tulang masih berada didalam kulit

6) Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar pada


saat kedua tulang saling bergerak
7) Perdarahan terjadi karena kerusakan pembuluh darah arteri dan vena

i. Sistem yang diperhatikan


1) Pallor atau pucat
Karena perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat oksigen
dalam tubuh berkurang sehingga penurunan O2 di dalam jaringan.

2) Confusion
Perfusi darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O 2
dan mengganggu metabolisme otak yang mengakibatkan
kebingungan.

3) Dyspnea
Terjadi pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum tulang atau
myelum masuk ke aliran darah terbuka sehingga dapat terjadi
embolik dan mengakibatkan sesak napas.

4) Shock
Terjadi saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya
arteri dari perdarahan

5) Diaphoresis atau keringat banyak


Akibat peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan energi
banyak hingga energi akan dipecah menjadi panas dan menimbulkan
banyak keringat.

6) Takut dan cemas karena perubahan status kesehatan


j. Psikososial yang perlu diperhatikan
Konsep diri karena adanya perubahan body image dan kelemahan
mobilitas fisik. (Nanda, 2006)

2. Persiapan Pre Operasi


a. Diet
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi
dengan anestesi umum. Pada pasien dengan anestesi local atau spinal
anestesi makanan ringan diperbolehkan.
b. Persiapan perut
Pemberian leukonol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah
saluran pencernaan atau pelvis daerah peripheral. Untuk pembedahan
pada saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi
hari menjelang operasi.
c. Persiapan kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran
dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur
bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbeba dari daerah kulit yang
akan dioperasi. Luas derah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2.
d. Pemeriksaan penunjang
Meliputi hasil laboratorium, foto rontgen, ECG,USG, dll.
e. Persetujuan operasi/informend consent
Izin tertulis dari pasien atau keluarga harus tersedia. Persetujuan bila
didapat dari keluarga dekat yaitu suami/istri, anak, mertua, orang tua dan
keluarga terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai
wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari
pasien atau keluarga. Setelah dilakukan berbagai cara untuk
mendapatkan kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang
masih mungkin.

3. Diagnosa keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria Hasil : klien mengatakan nyeri berkurang, ekspresi wajah
rileks, skala nyeri 2-3
Intervensi :
a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri
b) Imobilisasi bagian yang sakit
c) Tinggikan dan dukung ekstrimitas yang terkena
d) Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
e) Berikan obat analgesic sesuai indikasi
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, imobilisasi.
Tujuan : mobilisasi fisik tidak terganggu
Kriteria Hasil : meningkatkn/mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi.
Intervensi :
a) Kaji derajat imobilisasi akibat cidera
b) Dorong partisipasi pada aktivitas teraupetik
c) Bantu dalam rentang gerak pasif/aktif
d) Ubah posisi secara periodik
e) Kolaborasi dengan ahli terapis/okupasi atau rehabilitasi medik
3) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan
berhubungan dengan imobilisasi, penurunan sirkulasi, fraktur
terbuka.
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil : klien memperlihatkan integritas kulit tetap baik
Intervensi :
a) Kaji kulit untuk luka terbuka terhadap benda asing, kemerahan,
perdarahan, perubahan warna.
b) Massage kulit, pertahankan tempat tidur kering dan bebas
kerutan
c) Ubah posisi dengan sering
d) Bersihkan kulit dengan air hangat/ NaCl
e) Lakukan perawatan luka dengan steril

4) Anxietas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan


dan hasil akir pembedahan.
Tujuan : cemas berkurang sampai dengan hilang
Krieteria Hasil : menggunakan mekanisme kopping yang efektif
Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, berat, panik)
b) Damping klien
c) Beri support system dan motivasi klien
d) Beri dorongan spiritual
e) Jelaskan jenis prosedur dan tindakan pengobatan
5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan.
Tujuan :tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
Intervensi :
a) Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontiunitas
b) Kaji kulit yang terbuka terhadap peningkatan nyeri, rasa terbakar,
edema, erithema dan drainage/ bau tak sedap
c) Berikan perawatan kulit dengan steril dan antiseptik
d) Tutup dan ganti balutan dengan prinsip steril setiap hari
e) Berikan obat antibiotic sesuai indikasi

b. Post operasi
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan agen injuri
fisik / luka pada jaringan.
Tujuan : Klien dapat mengontrol nyeri setelah dilakukan tindakan
keperawatan

Kriteria hasil :

a) Melaporkan secara verbal nyeri berkurang


b) Ekspresi wajah nampak relaks
c) Skala nyeri berkurang
d) Tidak ada peningktan nadi dan respirasi
Intervensi

a) Observasi nyeri meliputi PQRST


b) Observasi respon non verbal karena ketidaknyamanan
c) Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan pasien merasa tidak
nyaman suhu, penerangan, lingkungan, bising
d) Posisikan klien pada posisi yang nyaman untuk mengurangi nyeri
e) Anjurkan pada klien untuk mengurangi faktor yang menyebabkan
peningkatan nyeri
f) Ajarkan teknik mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi nafas
dalam
g) Ajarkan teknik distraksi, relaksasi.
h) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgenik
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal, cedera jaringan disekitar fraktur.
Tujuan : Kemampuan mobilitas meningkat setelah dilakukan tindakan
keperawatan

Kriteria hasil :

a) Dapat melakukan ROM secara mandiri


b) Klien dapat meningkatkan fungsi tubuh yang sakit
Intervensi

a) Monitor status neurology, monitor kondisi kulit


b) Monitor kemampuan mobilisasi klien
c) Beri peyangga pada ektrimitas yang sakit ketika bergerak
d) Dorong klien untuk melakukan mobilitas secara bertahap
dan periodic
e) Bantu klien untuk latihan rentang gerak pada ektrimitas
yang sakit bila sudah sembuh
f) Pasang restrain
g) Jaga linen tetap bersih, kering
h) Anjurkan klien latihan di bed sesuai keadaan klien
i) Kolaborasi dengan fisioterapi untuk peningkatan latihan
3) Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
Tujuan : Kerusakan jaringan tidak meluas setelah dilakukan tindakan
keperawatan

Kriteria hasil :

a) Tidak ada oedema disekitar luka


b) Kulit disekitar luka tidak nampak kemerahan
c) Luka tidak memproduksi pus
Intervensi
a) Observasi karakteristik luka
b) Catat drainase yang keluar
c) Bersihkan luka dengan anti septic
d) Ajarkan klien atau keluarga membersihkan luka sesuai prosedur
e) Monitor untuk tanda-tanda infeksi
f) Inspeksi kulit dan membrane mokus untuk kemerahan panas atau
drainase
g) Pertahankan tempat tidur yang aman dan nyaman
4) Resiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
mikroorganisme sekunder terhadap prosedur invasive / adanya
luka.
Tujuan : Klien tetap mendapatkan status imun adekuat dan tidak
ada tanda-tanda infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil :

a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada luka (dolor, tumor, kalor,


rubor dan fungsiolaesa)
b) Luka bersih
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal
d) Integritas kulit baik
e) Hasil laboratorium dalam batas normal
Intervensi :

a) Monitor TTV
b) Monitor tanda lokal dari infeksi
c) Anjurkan pada klien untuk tidak memegang bagian yang luka
d) Pertahankan pelaksanaan prosedur dengan teknik aseptik
e) Anjurkan keluarga menjaga kebersihan sekitar alat invasive
f) Laksanakan pemberian antibotik
5) Kurang perawatan diri mandi, toileting dan berpakaian
berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal sekunder
akibat fraktur.
Tujuan : Kemampuan klien dalam perawatan diri mandi, toileting dan
berpakaian meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil : Dapat melakukan ADL secara mandiri

Intervensi

a) Monitor kemampuan mandi klien


b) Fasilitasi kebutuhan gosok gigi klien
c) Monitor kemampuan klien untuk toileting
d) Jaga privasi selama eliminasi
e) Kembalikan posisi klien setelah eliminasi
f) Bantu klien BAB/BAK
g) Monitor kemampuan berpakaian klien
h) Bantu klien dalam mengenakan baju
6) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya
informasi yang ada.
Tujuan : Klien dapat mengetahui tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatannya

Kriteria Hasil : Klien tampak tenang

Intervensi :

a) Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.


b) Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi
fisik.
c) Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerlukan evaluasi medik
(nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)
d) Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila
diperlukan (Suradi, 2001)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC: 2000.

Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC, 2001.

Charless J Meeves, Keperawatan Medika Bedah, Jakarta. Salemba Medika, 2001.

Doenges, Marlyn E. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC,


2000.

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Medika Aesculapius, 2000.

Nanda, Nursing Diagnosis Definition and Classification, 2006.

Suradi, Yuliam Rita, Asuhan Keperawatan. Jakarta, 2001.

Anda mungkin juga menyukai