BANJARMASIN
DISUSUN OLEH :
NIM : 11409719075
TINGKAT : II
SEMESTER : III
BANJARMASIN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN
Menyetujui
Hj.Asmi.S.Kep.Ners M.Husni,S.Kep.,Ns.,M.Kes
NIP : 19821112206042009 NIK : 1125039101
LAPORAN PENDAHULUAN SOPT
I. KONSEP TEORI
A. Latar Belakang
SOPT yaitu suatu kelainan obstruksi yang berhubungan dengan proses TB
dikenal dengan berbagai nama. Cugger 1955 menyebutnya emfisema obstruksi kronik.
Martin dan Hallet menggunakan istilah emfisema obstruksi difus. Bomberg dan Robin
menyebutnya sebagai emfisema obstruksi difus. Lain halnya dengan Vargha dan
Bruckner yang menyebutnya sindrom ventilasi obstruksi. Oleh Tanuwiharja, kelainan
ini disebutnya sindrom obstruksi difus. Di Unit Paru RSUP Persahabatan
Jakarta, kelainan obstruksi pada penderita TB paru didiagnosis sebagai TB paru
dengan sindrom obstruksi, sedangkan kelainan obstruksi pada penderita bekas TB paru
didiagnosis sebagai obstruksi pasca TB (SOPT).
Tuberkulosis paru ini juga meninggalkan gejala sisa yang dinamakan Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT) yang cukup meresahkan. Gejala sisa yang paling
sering ditemukan yaitu gangguan faal paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki
gambaran klinis mirip Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Adapun patogenesis
timbulnya SOPT sangat kompleks, dinyatakan pada penelitian terdahulu bahwa
kemungkinan penyebabnya adalah akibat infeksi TB yang dipengaruhi oleh reaksi imun
seseorang yang menurun sehingga terjadi mekanisme makrofag aktif yang
menimbulkan peradangan nonspesifik yang luas. Peradangan yang berlangsung lama
ini menyebabkan gangguan faal paru berupa adanya sputum, terjadinya perubahan pola
pernapasan, rileksasi menurun, perubahan postur tubuh, berat badan menurun dan
gerak lapang paru menjadi tidak maksimal (Irawati, 2013). Berdasarkan wacana dan
permasalahan yang timbul di atas, penulis berniat untuk mengetahui dan mendalami
manfaat dari pemberian modalitas fisioterapi berupa IR, Breathing Exercise, Coughing
Exercise, dan Mobilisasi Sangkar Toraks pada kondisi Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis (SOPT).
C. Fisiologi
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondoksida. Pada
pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigendipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masukmelalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan eratdengan darah didalam kapiler
pulmonaris. Hanya satu lapisan membran,yaitu membran alveoli kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah.Oksigen menembus membran ini dan dipungut
oleh hemoglobin seldarah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa
didalam arterikesemua bagian tubuh.
D. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui, Menurut Muttaqin Arif (2008), penyebab dari
SOPT adalah:
1. Kebiasaan merokok,
2. Adanya infeksi: Haemophilus influenza dan streptococcus pneumonia.
3. Polusi oleh zat-zat pereduksi.
4. Faktor keturunan
5. Lanjutan dari penyakit tubercholosis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan adanya pemeriksaan sputum juga
dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah dapat diberikan.
Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan dilapangan (puskesmas).
Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak
batuk atau batuk yang non produktiv. Dalam hal ini dianjurkan dalam satu hari sebelum
pemeriksaan sputum dianjurkan minum air sebanyak ±2ltr dan diajarkan melakukan
refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-
pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20 – 30 menit. Bila
masih sulit , sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi di ambil dengan brushing
atau bronchial washing atau BAL ( broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga
di dapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena
mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan di periksa hendaknya sesegar
mungkin.
3. Tes Tuberkulin
I. .Penatalaksanaan
6. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe IIdengan
PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan retensi secret, mucus
berlebih.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan perfusi
ventilasi.
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
6. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
7. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme purulen.
C. Intervensi Keperawatan
Repiratory Monitoring:
1. Monitor frekuensi, ritme, kedalaman
pernafasan.
2. Catat pergerakan dada,
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan dan retraksi otot
intracostal.
3. Monitor suara nafas
4. Monitor pola nafas:bradipena,
takipnea, kurssmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diafragma
(gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan/tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronchi
pada jalan nafas utama
9. Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
3. NOC : NIC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Fever treatment :
selama proses keperawatan 1. monitor suhu sesering mungkin
2. monitor IWL
diharapkan suhu tubuh dalam rentang 3. monitor warnaa dan suhu kulit
normal dengan kriteria hasil : 4. monitor tekanan darah, nadi, dan RR
5. monitor penurunan tingkat
1. suhu tubuh dalam rentang
kesadaran
normal 6. monitor WBC, Hb, dan Hct
2. nadi dan RR dalam rentang 7. monitor intak e dan output
8. berikan antipiretik
normal 9. berikan pengobatan untuk
3. tidak ada perubahan warna kulit mengatasi penyebab demam
10. selimuti pasien
dan tidak ada pusing
11. lakukan tapid sponge
12. kolaborasi pemberian cairan IV
13. kompres pasien pada lipatan paha
dan aksila
14. tingkatkan sirkulasi udara
15. berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation :
1. monitor suhu tiap minimal 2 jam
2. rencanakan monitoring suhu secara
kontinu
3. monitor TD, Nadi, RR
4. monitor warna kulit dan suhu kulit
5. monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
6. tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
8. ajarkan pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
9. berikan antipiretik jika perlu
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal.
2. Monitor adanya penurunan berat
badan.
3. Monitor tipe dan jumlah aktifitas
yang biasa dilakukan.
4. Monitor interaksi anak atau orang
tua selama makan.
5. Monitor lingkungan selama makan.
6. Jadwalkan pengobatandan tindakan
tidak selama jam makan.
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi.
8. Monitor turgor kulit.
9. Monitor kekeringnan, rambut kusam,
dan mudah patah.
10. Monitor mual dan muntah.
11. Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht.
12. Monitor makanan kesukaan.
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.
14. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva.
15. Monitor kalori dan intake nutrisi.
16. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papilla lidah dan cavitas
oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet.
6. NOC : NIC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Terapi aktifitas
selama proses keperawatan 1. menentukan penyebab toleransi
diharapkan aktivitas dapat dilakukan aktifitas (fisik, psikologis atau
dengan keriteria hasil : motivasional)
1. Istirahat dan aktivitas seimbang 2. berikan periode aktivitas selama
2. Tidur siang beraktifitas
3. Mengetahui keterbatasan 3. pantau respon kardiopulmonal
energinya setelah melakukan aktifitas dan
4. Menggunakan teknik konservasi sebelum melakukan aktifitas
energi 4. meminimalkan kerja kardiovaskuler
5. Mengubah gaya hidup seusai dengan memberikan posisi tidur ke
dengan tingkat energi posisi setegah duduk
6. Memelihara nutrisi yang adekuat 5. jika memungkinkan tingkatkan
7. Persediaan ebergi cukup untuk aktofitas secara bertahap (dari
beraktifitas. duduk, jalan, aktifitas maksimal)
6. pastikan perubahan posisi klein
Keterangan penilaian NOC : secara bertahap dan monitor gejaa
1. tidak pernah menunjukan dan intoleran aktivitas
2. jarang menunjukan 7. monitor intake nutrisi untuk
3. kadang menunjukan memastikan kecukupan sumber-
4. sering menunjukan sumber energi
5. selalu menunjukan 8. ajarkan kepada klien bagaimana
mengunakan teknik pernafas ketika
Toleransi aktifitas indicator : melakukan aktifitas
1. saturasi aktifitas bdn dalam respon
sktifitas
2. HR dbn dalam merespon aktifitas
3. RR dbn respon aktifitas
4. TD sistolik dbn dalam respon
aktifitas
5. TD distolik dbm dalam respon
aktifitas
6. Kecepatan berjalan
7. Jarang berjalan
8. ADL telah dilakukan
Keterangan penilaian NOC :
1 tidak pernah dilakukan
2 jarang dilakukan
3 kadang dilakukan
4 sering dilakukan
5 selalu dilakukan
7. NOC : NIC :
Setelah dilakukan tindakan Infection Control (Kontrol Infeksi)
keperawatan selama asuhan 1. bersihkan lingkungan setelah dipakai
keperawatan diharapkan penyebab pasien lain
infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil 2. pertahankan teknik isolasi
: 3. batasi pengunjung bila perlu
1. klien bebas dari tanda dan gejala 4. instruksikan pada pengunjung untuk
infeksi mencuci tangan saat berkunjung dan
2. mendeskripsikan proses penularan setelah berkunjung meninggalkan
penyakit, factor yang pasien
mempengaruhi penularan, serta 5. gunakan sabun anti mikroba untuk
penatalaksanaannya mencuci tangan
3. menunjukan kempampuan untuk 6. cucitangan setiap sebelum dan
mencegah timbulnya infeksi sesudah tindakan keperawatan
4. jumlah leukosit dalam batas 7. gunakan baju, sarung tangan
normal sebagai alat pelindung
5. menunjukan perilaku hidup sehat 8. pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9. ganti letak IV perifer dan line central
dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
10. tingkatkan intake nutrisi
11. berikan terapi antibiotic bila perlu
Infection protection :
1. monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
2. monitor hitung granulosit, WBC
3. monitor kerentanan terhadap infeksi
4. batasi pengunjung
5. saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. pertahankan teknik aseptic pada
pasien yang beresiko
7. pertahankan teknik isolasi k/p
8. berikan perawatan kulit pada area
epidema
9. inspeksi kondisi luka/insisi bedah
10. dorong masukan nutrisi yang cukup
11. dorong masukan cairan
12. dorong istirahat
13. instruksikan pasien untuk minum
antibiotic sesuai resep
14. ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
15. ajarkan cara menghindari infeksi
16. laporkan kecurigaan infeksi
17. laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA
Amril, Y., 2002. Keberhasilan Directly Observed Therapy (DOT) Pada Pengobatan TB SOPT
Kasus Baru di BP4 Surakarta. Tesis. Jakarta : Bagian Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi FKUI Arikunto, S., 2017.
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Proses. Rineka Cipta: Jakarta. Aris, M., 2017.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penularan Tuberkulosis Paru di. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada Bahar, A., 2018. Tuberkulosis Paru.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor Soeparman . jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI hal.
715 - 727 Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta, 2019. Data Kasus TB
Paru 2015-2016. Surakarta: BBKPM