Disusun Oleh:
Lusandy Dianing Pristy 71160891915
Rika Rahma Wati 71160891880
Fenny Amelia 71160891959
Widyawati 71160891859
Chindy Fachriany 71160891855
Vera Yolanda 711608911026
M. Andhika Buana Putra 71160891762
Fitria Sani 71160891848
Ravi Ade Yajid 711608911007
Ezzi Deska Rezzi 71160891782
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
LEMBAR PERSETUJUAN
Diketahui :
a.n. Kepala KKP Kelas 1 Medan Pembimbing
Ketua Tim Diklat,
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa,
akhirnya penulis selesai menyusun makalah ini guna memenuhi persyaratan
Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan
dengan judul “Telaah Penyakit Pes dan Deteksi Dini, Pencegahan, serta
Respon di Pintu Masuk Negara”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Novita
Indriani, M.Kes dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penulisan makalah ini dan semua staf di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I
Medan.
Dalam penulisan tugas makalah ini, penulis mengakui bahwasanya tulisan
ini tidak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun, berkat bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat menyelesaikan tugas ini. Adanya
berbagai buku sebagai referensi sangat membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, sehingga dapat
memperbaiki makalah ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua
pihak. Akhir kata, kami ucapkan Terimakasih.
Penulis
ii
BERITA ACARA
LAPORAN KEGIATAN
Telah Dilakukan Laporan Kegiatan Dengan Judul “Telaah Penyakit Pes dan
Deteksi Dini, Pencegahan serta Respon di Pintu Masuk Negara”.
Laporan kegiatan ini berlangsung dengan baik dengan beberapa catatan dari
penguji dan pembimbing yaitu sebagai berikut:
1. Dari penguji : dr. Rahmat Ramadhan, M.PH
Pertanyaan :
1. Berapa banyak jenis penyakit Plague dan yang paling berbahaya?
Kenapa?
Jawaban:
Halaman 13.
iii
a. Saran :
- Judulnya lebih dikembangkan lagi meliputi 3 aspek yaitu to
Detect, to Prevent and to Respond.
- Undang-undang yang digunakan diganti dengan yang paling
terbaru.
- Tujuan khusus mencakup semua yang termasuk di tinjauan
pustaka.
- Epidemiologi lebih dipersingkat dan sebagian dibahas di bab
pembahasan.
- Pembahasan membahas tabel, pemetaan, dan skema.
iv
DAFTAR KONSUL BIMBINGAN
v
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
BERITA ACARA LAPORAN KEGIATAN......................................................iii
DAFTAR KONSUL BIMBINGAN....................................................................v
DAFTAR ISI........................................................................................................vi
DAFTAR TABEL.................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan......................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4
2.1 Definisi Pes...............................................................................................4
2.2 Etiologi Pes...............................................................................................4
2.3 Epidemiologi Pes......................................................................................4
2.4 Morfologi dan Sensitifitas........................................................................8
2.5 Patofisiologi..............................................................................................10
2.6 Masa Inkubasi dan Manifestasi Klinis.....................................................12
2.7 Penatalaksanaan........................................................................................13
2.8 Diagnosis Banding....................................................................................14
2.9 Prognosa...................................................................................................16
2.10 Komplikasi.............................................................................................16
2.11 Pencegahan.............................................................................................16
2.12 Pemutusan Rantai Penularan Penyakit...................................................19
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................20
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan...............................................................................................30
vi
4.2 Saran.........................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32
vii
DAFTAR TABEL
viii
ix
DAFTAR GAMBAR
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang terinfeksi sangat berpengaruh di beberapa negara termasuk Indonesia.
Sebagai contoh adalah pes, penularan penyakit ini sampai sekarang masih terjadi
dan mungkin akan terjadi wabah lagi di masa yang akan datang, bila tidak
mendapat perhatian yang saksama.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui telaah penyakit Pes dan Deteksi Dini, Pencegahan, serta
Respon di Pintu Masuk Negara.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dan etiologi Penyakit Pes
b. Untuk mengetahui epidemiologi Penyakit Pes
c. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit Pes
d. Untuk mengetahui pencegahan dan pemutusan mata rantai penularan
Penyakit Pes
e. Untuk mengetahui Deteksi Dini, Pencegahan, serta Respon penyakit di
Pintu Masuk Negara.
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Penyakit Pes dan deteksi
dini di Pintu Masuk Negara.
1.3.2 Bagi Masyarakat
Menambah wawasan mengenai Penyakit Pes termasuk dalam melakukan
pencegahan terjadinya Penyakit Pes.
1.3.3 Bagi Kantor Kesehatan dan Pelabuhan
Menambah wawasan dan informasi tentang penyakit pes dan cara deteksi
dini, pencegahan, serta respon di Pintu Masuk Negara, sehingga cegah
tangkal penyakit pes semakin maksimal di Pintu Masuk Negara.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pes (Plague)
2.1.1 Definisi
Pes (Plague) adalah penyakit yang disebabkan oleh infesksi bakteri
Yersinia pestis yang terdapat pada binatang pengerat/rodensia seperti
tikus/bajing dan menular antar binatang pengerat melalui gigitan pinjal dan ke
manusia melalui gigitan pinjal.5
2.1.2 Etiologi
Bakteri Yersinia pestis atau yang juga dikenal dengan nama Pesteurellosis
atau Yersiniosis/Plague merupakan penyebab penyakit pes terutama pada tikus
dan rodent lain dan dapat ditularkan kepada manusia. 6
Y. pestis adalah bakteri yang menyebabkan gangguan. Ini adalah bakteri
Gram-negatif yang dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen (yang disebut
kualitas anaerobic). Keluarga Y. pestis sebelumnya telah diklasifikasikan dalam
keluarga Pasteurellaceae, namun berdasarkan kesamaan dengan Escherichia coli,
maka Yersinia grup reclassified sebagai anggota dari keluarga
Enterobacteriaceae.6
2.1.2 Epidemiologi
Sebuah tim ilmuwan Jerman dan Kanada telah memastikan bakteri
penyebab wabah "Kematian Hitam" (The Black Death) yang terjadi sekitar 600
tahun lalu. Wabah yang menyebabkan sepertiga warga Eropa tewas pada tahun
1348-1353 itu adalah bakteri Yersinia pestis.7
Kematian 75 juta orang Eropa tersebut disebut "Kematian Hitam" karena
kulit korban yang menghitam akibat pendarahan di bawah kulit (subdermal).
Setelah sebelumnya masih diragukan oleh sejumlah kalangan bahwa kematian
disebabkan bakteri Yersinia pestis, ilmuwan dari University of Tubingen Jerman
dan Universitas McMaster Kanada telah mampu mengonfirmasi bahwa Yersinia
3
pestis berada di balik wabah besar yang terkenal dalam sejarah tersebut sebagai
"Great Mortality" atau Mortalitas Besar.8
4
tahun 1800-an (4. Abbott dan Rocke, 2012). Pes juga menyebabkan kematian
yang besar di India dan Vietnam pada abad ke-20. Sampai abad ke-21 ini pes
masih terjadi namun isu pes lebih mengarah kepada kemungkinan pes sebagai
senjata biologis. 9
Saat ini sedang dilakukan pula penelitian dengan pengambilan serum darah
anjing untuk mengevaluasi tingkat cfisiensi serta sensitifitas PES program
kegiatan pengamatan pes di Indonesia yang selama ini dikerjakan dengan metode
Sebelum tahun 1987 daerah fokus Pes di rodent dan flea surveillance.
Pes bukan masalah di Indonesia saja sehingga SEAR0 dan Depkes RI telah
mengadakan kerjasama dalam mengadakan pelatihan pengamatan pes dan
diagnosis laboratorium di Yogyakarta pada tahun 1996. Pelatihan tersebut diikuti
oleh petugas lapangan dan laboratoriurn dari Indonesia. Thailand, Myanmar,
5
Nepal dan Srilanka.8
Sejak dimulainya era globalisasi disegala bidang sehingga transportasi antar
negara bahkan antar benua menjadi mudah, maka penyakit-penyakit yang
berpotensi menimbulkan wabah menjadi masalah di semua negara termasuk
Indonesia. Mobilitas penduduk antar negara maupun antar benua, demikian juga
perdagangan dalam negeri maupun antar negara mengenai hewan dan hasil hewan
yang terinfeksi sangat berpengaruh di beberapa negara termasuk Indonesia.
Sebagai contoh adalah pes, penularan penyakit ini sampai sekarang masih terjadi
dan mungkin akan terjadi wabah lagi di masa yang akan datang, bila tidak
mendapat perhatian yang saksama. 8
6
2.1.4 Morfologi dan Sensitifitas Bakteri Yersinia Pestis
Pasteurella pestis adalah bakteri batang Gram-negatif gemuk yang
menunjukkan pewarnaan bipolar yang mencolok dengan pewarnaan khusus.
Bakteri ini tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh sebagai anaerob fakultatif pada
banyak perbenihan bakteriologi. Pertumbuhan bakteri ini lebih cepat bila berada
dalam perbenihan yang mengandung darah atau cairan jaringan dan tumbuh
paling cepat pada suhu 300C. Dalam biakan agar darah pada suhu 37 0C, dalam 24
jam dapat muncul koloni yang sangat kecil. Suatu inokulum virulen, yang berasal
dari jaringan terinfeksi, menghasilkan koloni abu-abu dan kental, tetapi setelah
dibiak ulang di laboratorium, koloni menjadi tak teratur dan kasar. Organisme ini
tidak banyak memiliki aktivitas biokimia, dan hal ini agak bervariasi.10
Semua pasteurella pestis memiliki lipopolisakarida dengan aktivitas
endotoksik bila dilepaskan. Organisme ini menghasilkan banyak antigen dan
toksin yang bertindak sebagai faktor virulensi. Bakteri ini menghasilkan
koagulase pada suhu 280 C (suhu normal pinjal) tetapi tidak pada suhu 35 0 C
(penularan lewat pinjal akan rendah atau tak pernah terjadi dalam cuaca yang
sangat panas). Pasteurella pestis juga menghasilkan bakteriosin (pestisin); enzim
isositrat liase, yang konon bersifat khusus; dan hasil-hasil lainnya. Beberapa
antigen pasteurella pestis bereaksi silang dengan pasteurella lain. 10
7
Gambar 2.3 Morfologi Bakteri Pasteurella Pestis
Kapsula Pasteurella Pestis terletak pada permukaan luar yang terdiri dari
bagian 1A merupakan kompleks glikoprotein yang disebut antigen F1 dan bagian
1B merupakan protein murni. Antigen F1 merupakan antigen yang dapat
menginduksi secara kuat respon imunitas humoral. Protein F1 P.Pestis isolate
lokal akan sangat bermanfaat untuk pengembangan metode ELISA dalam rangka
menegakkan diagnosis Pes di Indonesia. Dengan menggunakan mencit Balb/c
yang diinjeksi P.Pestis yang dilemahkan sebagai baku emas positif dan mencit
Balb/c yang tidak diinjeksi sebagai sabku emas negative. Pengambilan darah
dilakukan hari ke-7 untuk pengujian IgM dan hari ke-14 untuk pengujian IgG
metode ELISA indirek dan aglutinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
8
antigen F1 P.Pestis isolate lokal yang dimurnikan dengan ammonium sulfat dan
gabungan ammonium sulfat dengan elektroelusi, dan dikarakterisasi
menggunakan elektroforesis pada 17 kDa serta dikenali oleh antibody spesifik anti
F1 P.Pestis melalui imunoglotin. Kinerga IgM dan IgG ELISA indirek dengan
antigen F1 P.Pestis isolate lokal yang dimurnikan dengan ammonium sulfat
didapatkan sensitifitas 73,33%, dan 96,67%, spesifisitas 96,67%. Kinerga IgM
dan IgG ELISA indirek dengan antigen F1 P.Pestis isolate lokal yang dimurnikan
dengan gabungan ammonium sulfat dan elektroelusi didapatkan sensitifitas
93,33% dan 96,67%, spesifisitas 93,33% 11
2.1.5 Patofisiologi14
Y. Pestis masuk tubuh manusia melalui gigitan pinjal, yang kemudian
mengikuti aliran getah bening dan selanjutnya menyebar melalui sirkulasi darah.
Sel-sel mononuclear tidak dapat membunuh kuman tersebut dan bahkan mampu
berkembangbiak membentuk dinding-dinding sel yang merupakan endotoksin. Di
kelenjar getah bening regional timbul reaksi inflamasi dan supurasi, dikelilingi
daerah yang mengalami edema hemoragik (bubo). Dalam perkembangan
selanjutnya terjadi proses nekrosis.
Penyebaran hematogen dapat 9ustul gejala yang jelas pada paru berupa
pneumonia sekunder. Hal ini merupakan penyebab penularan aerogen. Pada kulit
tempat gigitan pinjal dapat timbul papula, 9ustule, karbunkel atau tak
menunjukkan reaksi jaringan setempat sama sekali. Penyebaran di daerah kulit
dapat menimbulkan ptekie, vaskulitis, dan perdarahan yang disebabkan oleh
trombositopenia.
9
Skema Pastofisiologi Pes Bakteri atau kuman
Yersinia Pestis
Masuk melalui
saluran pernafasan Manusia
Paru-paru
Kuman
menghasilkan
Reaksi racun
peradangan
Bersihan jalan nafas KGB
tidak efektif
Gumpalan darah
kecil-kecil
diseluruh tubuh
Nyeri Hipertermi Intoleransi
aktifitas
10
Kelemahan
Skema 2.1 Patofisiologi Pes
2.1.6 Masa Inkubasi dan Manifestasi Klinis14
Waktu inkubasi adalah antara 2-8 hari, jarang sampai melebihi 15 hari. Untuk
sampai tipe pneumonik antara 2-4 hari dan malahan dapat lebih singkat lagi.
Gejala prodromal ditemukan pada sementara kasus yang ditandai dengan adamya
keluhan anoreksia, rasa dingin, palpitasi, nyeri di daerah inguinal. Kadang-kadang
diikuti perubahan mental berupa depresi sampai delirium.
Berdasarkan aspek klinis, sampar dapat dibedakan atas beberapa tipe yaitu
tipe bubonik, septikemik, pneumonik, meningeal dan kutenal.
a. Sampar Tipe Bubonik
Tipe ini merupakan kasus yang terbanyak yaitu ¾ penderita sampar.
Ditandai adanya bubo, yaitu limfadenitis yang tampak besar dengan diameter 2-5
cm disertai adanya edema dan eritema di sekitarnya. Bubo ini 70% terdapat di
daerah inguinal atau femoral, karena gigitan pinjal lebih banyak terjadi di kaki.
Pada anak-anak bubo dapat ditemukan di daerah aksila atau servikal. Bila terjadi
supurasi, eksudat yang mengandung Y. pestis dapat mengalir ke luar secara
spontan setelah 1-2 minggu dan diikuti oleh proses resorbsi.
Febris merupakan gejala awal dan suhu dapat mencapai lebih dari 41 0C,
disertai takikardia, gejala-gejala neurologis seperti konvulsi sampai koma, gejala
gastrointestinal berupa vomitus, konstipasi ataupun diare.
Bakteri Y. pestis mempunyai kemampuan membentuk endotoksin. Hal ini
menimbulkan keadaan toksemia yang bila berat akan mengakibatkan koagulasi
intravascular (KID) dengan ditemukan gejala-gejala perdarahan disaluran napas,
saluran makan, saluran makan, saluran kencing serta dalam rongga-rongga badan.
Walaupun tipe bubonik pada umumnya menunjukkan gejala-gejala berat tetapi
ada juga kasus-kasus yang ringan disebut pestis minor. Komplikasi yang juga
dapat menjadi sebab kematian adalah septikimia dengan gejala-gejala berat,
11
pneumonia sekunder dengan sputum berdarah dan yang jarang ditemukan antara
lain adalah kegagalan faal jantung.
12
1) Untuk tersangka pes
a. Tetracycline 4x250 mg biberikan selama 5 hari berturut-turut
b. Cholamphenicol 4x250 mg diberikan selama 5 hari berturut-turut.
2) Untuk Penderita Pes
Streptomycine dengan dosis 3 gram/hari (IM) selama 2 hari berturut-
turut, kemudian dosis dikurangi menjadi 2 garam/hari selama 5 hari
berturut-turut. Setelah panas hilang, dilanjutkan dengan pemberian:
Tetracycline 4-6 gram/hari selama 2 hari berturut-turut, kemudian
dosis diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut atau
Chloramphenicol 6-8 gram/hari selama 5 hari berturut –turut,
kemudian dosis diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari
berturut-turut.
3) Untuk pencegahan terutama ditujukan pada: Penduduk yang kontak
(serumah) dengan penderita pes bubo dan Seluruh penduduk desa jika
ada penderita pes paru.11
Isolasi
Setiap orang yang diduga menderita penyakit pes harus diisolasi dengan ketat
sampai terbukti bahwa yang bersangkutan bukan menderita pes, terutama tipe
pneumonik yang dapat menularkan melalui udara pernapasan. Penderita biasanya
dapat dikeluarkan dari isolasi setelah 2-4 hari mendapat antibiotic.
Pasien dengan tipe bubonic yang telah mengalami drainase harus dijaga agar pus
yang kering tidak berhamburan karena banyak mengandung kuman. Juga para
petugas perawatan harus mendapat perlindungan terhadap penularan melalui
pernapasan.
13
di seluruh dunia,disebabkan oleh genus Leptospira yang pathogen. Fase
akut atau disebut pula sebagai fase septik dimulai setelah masa inkubasi
yang berkisar antara 2–20 hari. Timbulnya lesi jaringan akibat invasi
langsung leptospira dan toksin yang secara teoritis belum dapat dijelaskan,
menandakan fase akut. Manifestasi klinik akan berkurang bersamaan
dengan berhentinya proliferasi organisme di dalam darah. Fase kedua atau
fase imun ditandai dengan meningkatnya titer antibody dan inflamasi
organ yang terinfeksi. Secara garis besar manifestasi klinis dapat dibagi
menjadi leptospirosis an-ikterik dan ikterik.
1. Leptospirosis an-ikterik.
Fase septik dengan gejala demam, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut,
mual. Dan muntah. Fase imun terdiri dari demam yang tidak begitu
tinggi, nyeri kepla hebat, meningitis aseptik,konjungtiva hiperemis,
uveitis, hepatospenomegali,kelainan paru, dan ruam kulit.
2. Leptospirosis ikterik.
Fase septik sama dengan fase an-ikterik. Manifestasi yang mencolok
terjadi pada fase imun, ditandai dengan disfungsi hepatorenal disertai
diastesis hemoragik.17
b. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru distal
dari bronkiolus terminal yang mencakup bronkious respiratorius, dan
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan pertukaran gas
setempat.
Gejala klinis pneumonia demam, fatique,sakit kepala, mialgia, sesak
nafas, batuk produktif/tidak produktif disertai sputum ataupun darah.15
c. Filiriasis
Filiriasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filiaria yang
dapat menular dengan perantara nyamuk sebagai vector. Filiariasis
14
mempunyai gejala klinis demam berulang 3-5 hari,pembesaran kelenjar
getah bening dilipatan paha, ketiak yang terasa sakit.16
2.1.9 Prognosis
Dengan dipakainya antibiotik prognosis penyakit ini telah banyak berubah.
Semula tipe bubonik angka kematiannya mencapai 50-90%, sedangkan tipe
pneumonik septikemik dan meningeal hampir seluruhnya berakhir dengan
kematian.
Seorang pasien yang terinfeksi oleh Y. pestis dapatmengembangkan
banyak efek samping yang berbeda. Meningitis menyebabkan infeksi dan
pembengkakan otak, syok septik menyebabkan infeksi pada
darah, pembusukan jaringan dan pendarahan dan pembengkakan di sekitar
jantung dan banyak efek yang dapat dimiliki oleh seorang pasien. jika pasien
dirawat, tingkat kematian cukup rendah dengan tingkat kematian 1-15%. jika
wabah berkembang tanpa pengobatan, ia dapat berubah menjadi wabah
septicemi dengan tingkat kematian 40% dan yang lebih maju lagi adalah
wabah pneumonia yang memiliki tingkat kematian 100% jika tidak di!bati dalam
waktu dua puluh empat jam.11
2.1.10 Komplikasi
Pes dapat menyebabkan timbulnya komplikasi, seperti kematian jaringan
akibat terganggunya aliran darah ke jari-jari tangan dan kaki (gangrene) dan
peradangan selaput otak (meningitis). Selain itu, penyakit ini juga dapat
menyebabkan kematian.11
2.1.11 Pencegahan
a. Vaksinasi, Antigen Y.pestis mempunyai struktur yang dapat dibedakan
atas beberapa fraksi, yaitu fraksi I (envelope substance), fraksi II, V, W, L
dan beberapa lagi yang merupakan polisakarida yang spesifik. Tersedia
dalam bentuk inactivated vaccine (Haffkines vaccine). Dosisi untuk orang
dewasa adalah 0,5 ml, subkutan, diteruskan dengan 1 ml setelah 10-28 hari
15
kemudian, dan untuk daerah-daerah endemik dapat diulang lagi 0,5 ml
setiap 6 bulan. Bentuk lain lebih lama. Vaksinasi ini perlu diberikan untuk
penduduk yang tinggal di daerah endemic, petugas laboratorium dan
petugas perawatan.7 Namun berdasarkan data CDC 2018 dinyatakan
bahwa vaksin wabah pes tidak lagi tersedia di Amerika Serikat. Vaksin
wabah baru sedang dikembangkan tetapi belum tersedia secara komersial
dalam waktu dekat.12
b. Pengobatan terhadap penderita pes seperti tersebut di poin a.
c. Perbaikan rumah-rumah penduduk agar tidak mudah menjadi sarang tikus
dengan mengusahakan bantuan bahan-bahan pembangunan.
d. Penyuluhan terhadap penduduk untuk meningkatkan kesadaran terhadap
kesehatan lingkungan.
e. Pengendalian terhadap tikus dan pinjal. Pengendalian hama tikus dengan
jalan: a) mengatur waktu tanam (tanam serempak), b) memperbaiki
sanitasi lingkungan, c) menggunakan gropyokan, fumigasi, trapping, d)
menngunakan rodentisid, e) secara biologis dengan kucing/ anjing, f)
menggunakan alat perekat.
Profilaksis antibiotik
16
Pengobatan pencegahan untuk para petugas dapat dilakukan dengan pemberian
tetrasiklin 250 mg setiap 6 jam selama 1 minggu atau sulfonamide 2 g per hari
selama 1 minggu.7 Menurut CDC 2018, dapat juga diberikan profilaksis paska
pajanan yang diindikasikan pada orang dengan pajanan yang diketahui pajanan,
seperti kontak dekat dengan pasien wabah pneumonik atau kontak langsung
dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi. Durasi profilaksis pasca
pajanan untuk mencegah wabah adalah 7 hari. Regimen antibiotik yang
direkomendasikan untuk PEP adalah sebagai berikut:12
17
yaitu AJE Yersin. Bakteri ini disebarkan oleh sejenis hewan pengerat dan dalam
banyak permukiman di berbagai negara di seluruh dunia. Tikus merupakan jenis
hewan pengerat yang cukup akrab ditemui sebagai penyebab penyakit pes
Yersinia pestisditransmisikan melalui pinjal yang terinfeksi, manusia yang
terinfeksi mampumenularkan pes secara langsung ke manusia yang lain.
Penggunaan antibiotika untuk menangani Y. pestismasih dapat dilakukan. Y.
pestismasih suseptibelterhadap antibiotika, walaupun masih diperlukan
monitoring untuk mengetahui tingkat resistensi terhadapantibiotika. Oleh karena
itu penyakit pes dapat kendalikan dengan melakukan pengendalian pada
vektornya yaitu X. Cheopis.
Pes dapat dihindaridengan menghambat kontak langsung antara tikus dan
pinjal. Pengendalian pada pinjal akan menjadi lebih komplek apabila terjadi
resistensi. Telah dilaporkan di berbagai negara sudah terjadi resistensi terhadap
deltametrin (insektisida yang dipakai untuk mengontrol populasi pinjal). Studi
terbaru pada tes suseptibilitas X. cheopisterhadap deltametrin, menunjukkan
bahwa ada 2 dari 32 populasi berbeda yang suseptibel terhadap deltametrin, 4
populasi toleran, dan 26 populasi resisten. Resistensi penggunaan insektisida pada
X. Cheopisdan mekanisme resistensi insektisida penting untuk diketahui, sehingga
pengendalianpopulasi pinjal dengan menggunakan insektisida sebagai vektor pes
dapat tercapai.
BAB III
PEMBAHASAN
Pes (Plague) adalah penyakit yang disebabkan oleh infesksi bakteri Yersinia
pestis yang terdapat pada binatang pengerat/rodensia seperti tikus/bajing dan
18
menular antar binatang pengerat melalui gigitan pinjal dan ke manusia melalui
gigitan pinjal.
Data WHO pada tahun 2010 menunjukkan bahwa dari tahun 2004 sampai
2009 terdapat kasus pes sebanyak 12.503 kasus dengan kematian 843 orang, data
ini dilaporkan dari 16 Negara di Afrika, Asia dan Amerika dengan CFR 6,7%.
Dari benua Afika terdapat 8 Negara yang melaporkan kasus pes, total kasus
sebanyak 12.209 kasus dengan kematian 814 orang, di Asia total kasus 149 kasus
dengan kematian 23 orang dan di Amerika terdapat 145 kasus dengan kematian 6
orang.7 Dilaporkan bahwa pada tanggal 21 November 2014 terjadi outbreak
(wabah) pes di Madagascar Benua Afrika sebanyak 80 kasus dengan kematian
40 orang.8
19
Pada 19 Agustus 2018, satu kasus diduga pes dilaporkan di Ankazobe, daerah
Analamanga. Selanjutnya kasus diduga pes pneumonik dan bubogenik kembali
dilaporkan di daerah endemik dan non-endemik Madagaskar. Dari 19 Agustus
2018 sampai 20 September 2018, 15 kasus termasuk 5 kasus kematian (CFR :
30%) dilaporkan dari 5 daerah di Negara tersebut.10
Sumber penularan awal pes di Indonesia adalah di Pulau Jawa pada tahun
1910. Mulai tahun 1960 sudah tidak dilaporkan lagi kasus pes di Indonesia,
namun tiba-tiba pada tahun 1968 terjadi kasus pes di Kecamatan Selo dan
Cepogo, Boyolali. Setelah itu pada tahun 1986 terjadi pula kasus pes di
Kabupaten Pasuruan tepatnya di dusun Surorowo, Kayukebek, Kecamatan Tutur
di mana pada saat itu secara klinis ditemukan 24 penderita dengan 21 kematian
(CFR sebesar 83,3%). Pada tahun 1997 kembali terjadi kasus pes di Kabupaten
Pasuruan di mana ditemukan penderita pes sebanyak 13 orang. Pada tahun 2004
terdapat 7 kasus, tahun 2005 11 kasus, tahun 2006 4 kasus, kemudian pada tahun
2007 terjadi KLB pes dengan 82 kasus.8
Di Indonesia sampai pada tahun 1960 telah tercatat kematian sebanyak
245.375 orang. Tahun 1968-1969 masih terjadi wabah di kabupaten Boyolali,
Jawa tengah dengan kematian sebanyak 42 orang dan berulang pada tahun 1970
dengan 2 kematian. Penyakit ini di Indonesia masih dalam pemantauan. Fokus pes
di Indonesia adalah Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), Kabupaten Boyolali (Jawa
Tengah) dan Kabupaten Sleman (Yogyakarta).8 Kasus Pes terakhir di Indonesia
adalah tahun 2007 dimana terjadi Wabah di Desa Sulorowo kabupaten Pasuruan.
Sebanyak 67 kasus di temukan dan 1 diantaranya meninggal. 11 Oleh sebab itu
ditingkatkan upaya pencegahan, pengendalian dan respon penyakit Pes di pintu
masuk negara yang diatur dalam UU No 6. Tahun 2018 tentang kekarantinaan
kesehatan.
Selain itu CDC juga berupaya untuk mempercepat kemajuan menuju dunia
20
yang aman dan terlindung dari ancaman penyakit menular dan untuk
mempromosikan keamanan kesehatan global sebagai prioritas keamanan
internasional, untuk
AS akan bekerja dengan negara-negara mitra pada sembilan tujuan khusus untuk
mencegah, mendeteksi, dan secara efektif merespons ancaman penyakit menular:
Mencegah
Deteksi
21
7. Latih dan gunakan tenaga kerja biosurveillance yang efektif.
Menanggapi
22
Pelaku Perjalanan
Thermal Scan
Demam
Tidak
Iya
Pulang
-Menggunakan masker Diperiksa petugas
puskesmas
23
menggunakan masker, melakukan cuci tangan pakai sabun (CTPS), Perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS), dan apabila sakit segera berobat ke rumah sakit.
24
Skema 3.3 Algoritma Deteksi Dini di Kapal dan Barang
Fase 1
Sebuah kapal yang dicurigai dengan kasus Pes yang sesuai dengan gejala
klinis dan epidemiologi, maka kita harus mengevakuasi orang yang berada di
kapal tersebut dan memulai pengobatan di fasilitas kesehatan untuk dilakukan uji
laboratorium. Jika uji laboratorium menunjukkan hasil positif maka orang tersebut
menderita penyakit Pes, dan jika tidak maka dokter harus mempertimbangkan
diagnosis yang lain.
Fase 2
Orang yang memenuhi kriteria dan telah didagnosis sebagai penderita Pes
dari kapal yang berlabuh, maka akan dilakukan
a. Mulai penelusuran kontak orang tersebut baik dikapal maupun didarat
b. Pemeriksaan kapal yang ditumpangi penderita
Pemeriksaan vector dan lingkungan yang terkontaminasi, pemeriksaan
25
tempat yang didatangi orang yang terkena, memutuskan tindakan
kontaminasi yang akan dipakai di kapal tersebut
c. Pembersihan kapal
Desinfeksi tempat dan objek yang terkontaminasi, pengelolaan
pembuangan, tindakan kesehatan yang lainnya jika diperlukan
d. Mengklasifikasikan orang-orang yang berada di dalam kapal tersebut
berdasarkan paparannya menjadi orang dengan kriteria kontak dan tidak
kontak.
Faktor fisik lingkungan pelabuhan dan alat transportasi merupakan parameter
penting untuk deteksi dini penyakit pes dan pengendalian vector merupakan
program yang diprioritaskan. Sistem kewaspadaan dini pes meliputi pemantauan
kondisi lingkungan pelabuhan, rat fall (tikus mati tanpa sebab yang jelas),
pemantauan kepadatan tikus dan pinjal serta pemantauan tersangka pes (plague
suspect). Sedangkan program pengendalian vector pes diutamakan untuk memutus
rantai penularan yaitu menekan populais tikus dan pinjal sebagai vector pes.
26
Setiap kapal diwajibkan oleh WHO, untuk bebas dari infestasi tikus, yang
ditandai dengan diterbitkannya DEC/DC, yang diterbitkan oleh KKP (Port Health
Office) diseluruh pelabuhan di dunia, dan masa berlakunya selama enam bulan. Di
Indonesia, kapal-kapal yang tidak pernah keluar dari suatu wilayah pelabuhan
tertentu dikecualikan dari kewajiban memiliki DEC/DC, misalkan : kapal tunda,
kapal pandu, tongkang air bersih dan tongkang minyak untuk bunkering kapal di
pelabuhan.
c. Buku Kesehatan Kapal (Health Book)
Khusus di Indonesia, sesuai dengan UU No. 6 tahun 2018 tentang
kekarantinaan kesehatan di Pintu Masuk dan di wilayah dilakukan melalui
kegiatan pengamatan penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat terhadap
alat angkut, orang, barang, dan/atau lingkungan, serta respons terhadap
kedaruratan kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan kekarantinaan
kesehatan.
27
maka perlu diwaspadai apakah kenaikan indeks pinjal tersebut disebabkan
berpindahnya pinjal antar tikus, karena tikus sebagai hostnya telah mati. Seperti
diketahui, pinjal sangat memerlukan darah segar tikus guna makanannya. Apabila
tikus sebagai hostnya mati, maka pinjal akan berp indah ke tikus hidup yang lain
sehingga indeks pinjal akan meningkat. Pengamatan ini bisa dikombinasikan
dengan pola maksimum dan minimum indeks pinjal selama 5 tahun terakhir.
Apabila indeks pinjal bulan berjalan masih dibawah pola maksimum lima
tahunan, maka dapat diprediksikan penularan pes masih relatip aman, namun
apabila indeks pinjal bulan berjalan melewati pola maksimum indeks pinjal lima
tahunan, maka perlu ditingkatkan kewaspadaaan terhadap penularan penyakit pes
baik epizootic plague maupun human plague.17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas dapat ditarik beberapa simpulan sebagai
28
berikut.
- Pes atau yang juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau
Yersiniosis/Plague merupakan penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan
rodent lain dan dapat ditularkan kepada manusia.
- Pes awalnya muncul tahun 1348 di wilayah Eropa yang disebut “Black
Death”. Wabah pes membunuh sekitar 25 juta jiwa atau 1/3 populasi
Eropa. Sejak saat itu pes menyebar hingga ke Asia, Afrika dan Amerika
Selatan.
- Mekanisme penyebaran penyakit pes terjadi melalui kuman-kuman pes
yang terdapat di dalam darah tikus sakit, dapat ditularkan ke hewan lain
atau manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang
mengandung kuman pes tadi, dan kuman-kuman tersebut akan
dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama
yaitu melalui gigitan.
- Upaya dalam menanggulangi wabah penyakit pes ini meliputi upaya
pencegahan yang dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah
terjadinya kontak dengan tikus serta pinjalnya, upaya pengobatan dengan
obat-obatan seperti Tetracycline, Cholamphenicol, Streptomycine yang
diminum sesuai aturan dan dosis, serta upaya rehabilitasi.
- Deteksi dini penyakit pes dilakukan bagi pelaku perjalanan, kapal dan
barang terutama yang datang dari daerah endemik pes yang bisa dideteksi
melalui thermal scan, yang dapat dicegah dengan pemutusan rantai
penularan menggunakan insektisida.
4.2 Saran
a. Bagi Kantor Kesehatan dan Pelabuhan
- Meningkatkan upaya deteksi dini dengan cara meningkatkan
kebersihan lingkungan di bandara dan di pelabuhan.
29
- Meningkatkan pengetahuan untuk mengetahui cirri-ciri penyakit
pes.
- Agar dapat menangani pasien pes sesuai dengan SOP.
- Agar dapat memberikan informasi sebagai tindakan preventif agar
tidak masuk ke Indonesia.
b. Bagi Masyarakat
- Sebagai informasi agar terhindar dari penyakit pes.
- Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit pes agar lebih
memperhatikan CTPS dan PHBS.
- Mampu mengenali penyakit pes sehingga lebih waspada apabila
ada kasus di sekitar masyarakat untuk segera diperiksa ke
puskesmas ataupun rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes R.I 2008. Pedoman Penanggulangan Pes di Indonesia, Ditjen
PPM & PI. Jakarta.
2. Raharjo, R., 2016. Laporan Akhir Penelitian Rekonfirmasi Pes Pada Tikus
Silvatik Di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Jakarta. Kementrian
30
Kesehatan Republik Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Balai Litbang P2B2 Banjar negara
3. WHO. 2006. Communicable Disease Surveillance and Response System:
Guide to Monitoring and Evaluating. Geneva: World Health Organization.
4. WHO. 2014. Plague Fact Sheet. www.who.int. (Sitasi 12 April 2019)
WHO. 2015. Plague outbreaks in Madagaskar. www.who.int. (Sitasi 12
April 2019).
5. Depkes RI. 2015. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015 di https//: www.depkes.go.id
(diakses tanggal 16 April 2019)
6. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Jakarta: Interna Publishing
7. Dinkes Boyolali. 2014. Evaluasi Kegiatan Pes Tahun 2013 dan Rencana
Kegiatan Pes tahun 2014 Kabupaten Boyolali. Boyolali: Bidang P3PL
Dinkes Kabupataen Boyolali.
8. Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
Surabaya. 2014. Laporan Hasil Pengamatan Penyakit Pes di Daerah
Enzootik Pes Pasuruan Provinsi Jawa Timur Bulan Januari-Maret 2014.
Surabaya: BBTKL PP Surabaya.
9. Abbott, R.C. dan Rocke, T.E. 2012. Plague. Virginia: U.S. Geological
Survey Circular.
10. Madagascar : Plague Outbreak. September, 2019. http//: www.
reliefweb.int.com// (diakses 17 April 2019)
11. Ramadhani, Tri. Dkk. 2010. Rekonfirmasi Rattus sp. Sebagai Reservoir
Pes di Kabupaten Boyolali. https://www.repository.litbang.kemkes.go.id
(diakses 18 April 2019 )
12. Butler, Thomas. 2009. Plague in The 21st Century. Clinical Infectious
Disease Oxford Journals. 49 (1): 736-742 5.
31
13. Plague in United States. 2018. http//: www.cdc.gov (diakses tanggal 16
April 2019)
14. Bambang, supriyanta. 2009. Pengembangan Metode ELISA Indirek
menggunakan Antigen F1 Yersinia Pestis Isolat Lokal untuk Diagnosis
Pes. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
15. Aru W. Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III.
Jakarta : EGC.
16. Filiariasis.www.depkes.go.id>infodatin-filiriasis (diakses 17 April 2019)
17. Setiadi, B; Setiawan, A; dkk. 2001. Leptospirosis. http://saripediatri.org>a
rtikel>download (diakses 17 April 2019)
18. Sukendra, D.M. 2015. Resistensi Pinjal Tikus (xhenopsiylla cheopis)
Terhadap Insektisida dalam Penanggulangan Penyakit Pes. SPIRAKEL,
Vol.7 No.1, Juni 2015: 27-37.
19. Depkes RI. 2010. Pedoman penyelenggaraan Karantina Kesehatan pada
Penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang Meresahkan
Dunia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
20. Soejedi, 2005. Pengendalian Rodent, Suatu Tindakan Karantina. Vol 2 No.
1. Jakarta: Jurnal Kesehatan Lingkungan.
32