Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS EXPERTISE

oleh
Sri Rezki Wahdania Jamaluddin (70700119011)
Nurul Rahmadiani Ukfa (70700119022)

Supervisor:

dr. Saraswati W. Hartono, Sp.PK

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2020

i
Lembar Pengesahan
Laporan Kasus dengan judul

HIV pada Anak

Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui


Pada Tanggal ……………………

Oleh :

Supervisor

dr. Suci Aprianti, Sp.PK

Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar

dr. Dewi Setiawati, Sp,OG., M.Kes


(19810621 200604 2 002)

2
DAFTAR ISI

I. DATA PASIEN................................................................................ ............... ……..1


II.KLINIS PASIEN............................................................................................. ……..1
III. DATA HASIL LABORATORIUM........................................................... .. ……..2
IV. INTERPRETASI................................................................................ .......... ……..3
V. DISKUSI................................................................................ ........................ ……..4
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ ....... ……..27
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil pemeriksaan hematologi.............................................................. ……..2


Tabel 2. Hasil pemeriksaan kimia darah..............................................................……..2
Tabel 3. Hasil pemeriksaan elektrolit.............................................................. ... ……..2
Tabel 4. Hasil pemeriksaan imunologi dan mikroskopi................................................3

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1............................................................. ............................................... ……..9
Gambar 2.............................................................. ............................................ ……..10
Gambar 3.............................................................. ............................................ ……..12

3
I. DATA PASIEN:
Nama pasien : An. X
No. Rekam Medik : 356573
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir / Umur : 15 september 2018/ 1 tahun 6 bulan

Berat badan/ Tinggi Badan: 7,9 Kg/80 cm

MRS : 13 Juni 2019

Keluhan Utama : BAB encer dan stomatitis

Keterangan klinis : Diare Kronik dan Stomatitis

II. DATA KLINIS PASIEN

A. Anamnesis:

Seorang anak berusia 1 thaun 6 bulan, masuk RS dengan keluhan BAB encer
dan demam selama 1 bulan tidak terus menerus sebelum masuk RS. Batauk berlendir
dialami sejak 1 tahun terakhir dengan riwayat terapi obat anti tuberkulosis. Keluhan
disertai stomatitis berulang sejak 3 bulan terakhir. Riwayat anak lahir melalui partus
normal dengan berat badan lahir 2800 gr PB 49 cm dengan mendapatkan ASI selama 6
bulan. Riwayat ayah meninggal karena HIV.

B. Pemeriksaan fisik umum dan khusus

Keadaan Umum : Kesan sakit sedang/ Gizi buruk/ GCS 15


Tanda-tanda vital :Tekanan darah = 90/60 mmHg
Pernapasan = 42x/menit
Nadi = 96 x/menit
Suhu = 37,1°C
Kepala : Mata: konjungtiva anemis dan skeraa tidak ikterik

Thorax : Bunyi napas: bronkovesikuler, ronki tidak ada, wheezhing tidak


ada
Bunyi jantung: I/II murni reguler, bising jantung tidak ada
Abdomen : Kesan peristaltik meningkat, hepar teraba 1 cm dibawah arcus
aorta permukaan rata, tepi tajam tidak nyeri tekan

1
Ekstremitas : ditemukan wasting

C. Diagnosis Klinis
- Stomatitis
- TB Paru
- Curiga Human Immunodefesiensi Virus
-

III. DATA HASIL LABORATORIUM

Tabel 1. Hasil pemeriksaan hematologi (13 juni 2019)


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
WBC 3.1 5.6-17.5 103/µl
RBC 3.2 3.4-5.20 106/µl
HGB 8.4 9.4-15.6 g/dl
HCT 31 34-48 %
MCV 79 76-92 fL
MCH 26 23-31 Pg
MCHC 35 32-36 g/dl
PLT 330 150-450 103/µl
NEUT 46.8 22-46 %
LYMPH 31.7 37-73 %
MONO 19.6 2-11 %
EO 1.4 0-5 %
BASO 1.0 0-2 %
Kesan : anemia normositik normokrom, leukositosis, neutrofilia, limfopenia, dan monositosis
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kimia Darah (13 Juni 2019)
Hasil Nilai rujukan Satuan
Glukosa darah sewaktu 73 60-100 mg/dl
Ureum 10 <42 mg/dl
Kreatinin 0.20 0-1 mg/dl
AST (SGOT) 135 <47 U/L
ALT (SGPT) 74 <39 U/L
Albumin 3.9 3-5.2 g/dL
CRP 12.8 <10 mg/L
Prokalsitonin 11 <0.05 ng/mL
Kesan: Peningkatan enzim transaminase, CRP meningkat (ada peradangan), Prokalsitonin
meningkat (ada infeksi)

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Elektrolit (13 Juni 2019)


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Natrium (Na) 121 132-145 mmol/L
Klorida (Cl) 86 96-111 mmol/L
Kaliuam (K) 4,1 3.1-5.1 mmol/L
Kesan: hiponatremi dan hipokloremia

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Imunologi dan Mikroskopik (15 Juni 2019)


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Antibody HIV 19,06/ Reaktif <0.25 COI
Kesan : Antibodi HIV Reaktif

Pemeriksaan Mikroskopik TB 17 Juni 2019 : Negatif

IV. INTERPRETASI
 Anemia normositik normokrom
 Leukositosis
 Neutrofilia
 Limfopenia
 Monositosis
 Peningkatan enzim transaminase (gangguan fungsi hati)
 CRP meningkat (ada peradangan)
 Prokalsitonin meningkat (ada infeksi)
 Penurunan eliktrolit natrium dan klorida
 Antibodi HIV Reaktif
 TB negatif

3
IV. DISKUSI
HIV Pada Anak

A. DEFINISI

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem


kekebalan tubuh manusia. Virus ini menyerang organ-organ vital sistem kekebalan
tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel
T4 CD4+ secara langsung dan tidak langsung, sel T4 CD4+ dibutuhkan agar sistem
kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. AIDS (Aquired Immune Deficiency
Syndrome) merupakan tahap akhir dari infeksi HIV yang berupa kumpulan gejala
atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi
oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).1
B. EPIDEMIOLOGI
Sejak ditemukannya kasus AIDS pertama di Indonesia pada tahun 1987,
perkembangan jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Indonesia datri tahun ke
tahun secara kumulatif cenderung meningkat.5 Pada tahun 2006 Ditjen PP & PL
Depkes RI mengadakan kegiatan estimasi populasi rawan tertular HIV dengan hasil
sebagai berikut5

NO. Kelompok Rawan Terinfeksi HIV Estimasi Jumlah


ODHA
1 Penyalahguna NAPZA suntik (IDU) 90.000
2 Non-IDU partner dari IDU 12.810
3 Wanita Penjaja Seks (WPS) 8.910
4 Pelanggan WPS 28.340
4 Pasangan pelanggan WPS 5.200
5 Laki-laki suka laki-laki 9.160
6 Waria 3.760
7 Pelanggan waria 2.230
8 Warga Binaan Pemasyarakatan 5.190
(WBP)
9 Umum 27.470
10 Total 193.070

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2006


Laporan Kasus HIV dan AIDS Kementerian Kesehatan RI tahun 2011
menunjukkan cara penularan tertinggi terjadi akibat hubungan seksual beresiko,
diikuti penggunaan jarum suntik tidak steril; dengan jumlah pengidap AIDS
terbanyak pada kategori pekerjaan ibu rumah tangga. Hal ini juga terlihat dari
proporsi jumlah kasus HIV pada perempuan meningkat dari 34% (2008) menjadi
44% (2011), selain itu juga terdapat peningkatan HIV dan AIDS yang ditularkan
dari ibu HIV positif ke bayinya. Jumlah kasus HIV pada anak 0-4 tahun
meningkat dari 1,8% (2010) menjadi 2,6% (2011). Prevalensi kasus HIV/AIDS
pada anak yang berusia antara 5-10 tahun sebanyak 26%. 2
Di Indonesia, infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan utama
dan salah satu penyakit menular yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan
anak. Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah ada di Indonesia sejak kasus
pertama ditemukan yaitu pada tahun 1987. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi
HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau Mother To Child
Hiv Transmission (MTCT). Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi
HIV kepada anaknya selama kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui.
Penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya cenderung meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah perempuan HIV positif yang tertular baik
dari pasangan maupun akibat perilaku yang berisiko.Meskipun angka prevalensi
dan penularan HIV dari ibu ke bayi masih terbatas, jumlah ibu hamil yang
terinfeksi HIV cenderung meningkat. 2
C. ETIOLOGI

Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub famili Lentivirinae. Virus
famili ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini
menyebabkan retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan
DNA pejamu untuk membentuk virus DNA. Jadi setiap kali sel yang dimasuki
retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan. 1
Virus HIV terdiri dari 2 sub-tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi
lebih cepat karena replikasi nya lebih cepat. Secara morfologi HIV terdiri atas 2
bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti
berbentuk silindris tersusun atas dua untai RNA, enzim reverse transcriptase dan
beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri dari lipid dan glikoprotein (gp 41

5
dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4). Karena bagian
luar virus merupakan lemak maka, virus ini sensitive terhadap pengaruh lingkungan
seperti air mendidih, sinar matahari, alcohol, tetapi relatif resisten terhadap radiasi
dan sinar ultraviolet. Virus HIV hidup didalam darah, saliva, semen, air mata dan
mudah mati diluar tubuh. 6

D. PATOMEKANISME

HIV masuk kedalam tubuh manusia. RNA virus berubah menjadi DNA
intermediet/DNA pro virus dengan bantuan enzim transkriptase, dan kemudian
bergabung dengan DNA sel yang diserang. Virus HIV akan menyerang Limfosit T
yang mempunyai marker permukaan seperti sel CD4+, yaitu sel yang membantu
mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat antigen target khusus.
Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit T yang menjadi target utama HIV. HIV
menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. HIV yang
mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. Lapisan luar protein HIV
yang disebut sampul gp120 dan anti gp41 berinteraksi dengan CD4+ yang akan
menghambat aktivasi sel dan mempresentasikan.

Setelah HIV mengifeksi seseorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akut


semacam flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu.
Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah
infeksi. Pada masa ini, tidak dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak
sehat dan test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini, tahap ini disebut
juga periode jendela (window periode). Kemudian dimulailah infeksi HIV
asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+
secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun, tetapi
pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/tahun, sehingga tanpa
pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-10 tahun,
dimana jumlah CD4+ akan mencapai <200 sel/μL. Setelah masa tanpa gejala akan
timbul gejala pendahuluan yang kemudian diikuti oleh infeksi oportunistik (IO). IO
adalah infeksi yang mengikuti perjalanan penyakit HIV. Dengan adanya IO maka
perjalanan penyakit HIV telah memasuki stadium AIDS.7
Dalam tubuh ODHA (Orang Dengan HIV AIDS), partikel virus
bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi
HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi
HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50%
berkembang menjadi penderita AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun
hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan
kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran
penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang
juga bertahap. 1
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai
menampakkan gejala akibat infeksi opurtunistik seperti penurunan berat
badan, demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis,
infeksi jamur, herpes, dan lain-lain. Virus HIV ini yang telah berhasil masuk
kedalam tubuh seseorang, juga akan menginfeksi berbagai macam sel,
terutama monosit, makrofag, sel-sel microglia di otak, sel-sel hobfour
plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfa, sel-sel epitel pada usus, dan sel
Langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah
encefalopati dan pada sel epitel usus adalah diare kronis.8
E. CARA PENULARAN

Cara penularan HIV/AIDS yang diketahui adalah melalui 1,2 :


1. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik homoseksual maupun
heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi.
Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina. Risiko penularan
tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis
hubungan seks. Dalam beberapa penelitian menunjukkan risiko

7
serotype untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan
seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering
berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok
berisiko tinggi terinfeksi HIV.
- Homoseksual
Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan
risiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif
menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan
dengan mukosa rectum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami
perlukaan pada saat berhubungan seksual secara anogenital.
- Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggra cara penularan utama melalui hubungan
heteroseksual dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik
pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
2. Transmisi Non Seksual
- Transmisi Parenteral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik)
yang telah terkontaminasi, seperti pengguna narkoba suntik yang menggunakan
jarum suntik tercemar secara bersama-sama.
- Produk Darah
Transmisi melalui transfusi darah karena kelalaian pemeriksaan
pendonor sebelum transfusi mampu meningkatkan prevalensi kejadian
HIV/AIDS
- Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
risiko sebesar 50%. Penularan juga dapat terjadi melalui air susu ibu, namun
tergolong dalam risiko rendah.
F. DIAGNOSIS HIV/AIDS PADA ANAK
1. Gejala
a. Anak dengan tersangka infeksi HIV atau pasti mendapat infeksi HIV
 Gambaran klinis infeksi HIV pada anak sangat bervariasi. Beberapa anak dengan
HIV-positif menunjukkan keluhan dan gejala terkait HIV yang berat pada tahun
pertama kehidupannya. Anak dengan HIV-positif lainnya mungkin tetap tanpa
gejala atau dengan gejala ringan selama lebih dari setahun dan bertahan hidup
sampai beberapa tahun. Disebut Tersangka HIV apabila ditemukan gejala
berikut, yang tidak lazim ditemukan pada anak dengan HIV Infeksi berulang:
tiga atau lebih episode infeksi bakteri yang lebih berat (seperti pneumonia,
meningitis, sepsis, selulitis) pada 12 bulan terakhir.
 Thrush: Eritema pseudomembran putih di langit-langit mulut, gusi dan mukosa
pipi. Pasca masa neonatal, ditemukannya thrush tanpa pengobatan antibiotik,
atau berlangsung lebih dari 30 hari walaupun telah diobati, atau kambuh, atau

meluas melebihi bagian lidah, kemungkinan besar merupakan infeksi HIV. Juga
khas apabila meluas sampai di bagian belakang kerongkongan yang
menunjukkan kandidiasis esophagus

9
 Parotitis kronik: pembengkakan parotid uni atau bilateral selama ≥ 14 hari,
dengan atau tanpa diikuti rasa nyeri atau demam. 4
Gejala yang menunjukkan kemungkinan infeksi HIV :
 Limfadenopati generalisata: terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada dua
atau lebih daerah ekstra inguinal tanpa penyebab jelas yang mendasarinya.

 Hepatomegali tanpa penyebab yang jelas: tanpa adanya infeksi virus yang
bersamaan seperti sitomegalovirus.
 Demam yang menetap dan/atau berulang: demam (> 38° C) berlangsung ≥ 7
hari, atau terjadi lebih dari sekali dalam waktu 7 hari.
 Disfungsi neurologis: kerusakan neurologis yang progresif, mikrosefal,
perkembangan terlambat, hipertonia atau bingung (confusion).
 Herpes zoster.
 Dermatitis HIV: Ruam yang eritematus dan papular. Ruam kulit yang khas
meliputi infeksi jamur yang ekstensif pada kulit, kuku dan kulit kepala, dan
molluscum contagiosum yang ekstensif.
 Penyakit paru supuratif yang kronik (chronic suppurative lung disease). 4
b. Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi juga
lazim ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV adalah :
 Otitis media kronik: keluar cairan/nanah dari telinga dan berlangsung ≥14 hari
 Diare Persisten: berlangsung ≥ 14 hari
 Gizi kurang atau gizi buruk: berkurangnya berat badan atau menurunnya
pertambahan berat badan secara perlahan tetapi pasti dibandingkan dengan
pertumbuhan yang seharusnya, sebagaimana tercantum dalam KMS. Tersangka
HIV terutama pada bayi berumur <6 bulan yang disusui dan gagal tumbuh. 4
c. Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV
positif :
Diduga kuat infeksi HIV jika ditemukan hal berikut ini: pneumocystis
pneumonia (PCP), kandidiasis esofagus, lymphoid interstitial pneumonia
(LIP) atau sarkoma kaposi. Keadaan ini sangat spesifik untuk anak
dengaan infeksi HIV. Fistula rekto- vaginal yang didapat pada anak
perempuan juga sangat spesifik tetapi jarang. 4
2. Pola perjalanan infeksi HIV pada anak
a. Gejala klinis muncul pada umur < 2 tahun. Umumnya penularan terjadi
in utero, dialami oleh 20 – 30% penderita (Rapid Progressor)
b. Gejala klinis muncul pada umur < 6 tahun. Umumnya penularan terjadi
peripartum, dialami oleh 50 – 60% penderita (Typical progressor)
c. Gejala klinis baru dialami setelah berumur > 6 tahun. Bila masih
berumur < 13 tahun, penularan masih disebabkan oleh infeksi vertikal
dari ibu kandung, tetapi > 13 tahun harus dipikirkan penyebab infeksi
seperti pola orang dewasa. Dialami oleh 5 – 25% penderita (Slow
progressor).11

11
3. Jumlah CD4 Pada Anak Menurut Kategori

4. Tes Diagnostik HIV/AIDS Pada Bayi dan Anak


a. Tes antibodi (Ab) HIV (ELISA atau rapid tests)
Uji antibodi HIV mendeteksi adanya antibodi HIV yang diproduksi
sebagai bagian respons imun terhadap infeksi HIV. Pada anak usia >18
bulan, uji antibodi HIV dilakukan dengan cara yang sama seperti
dewasa Uji antibodi HIV dilakukan usia >18 bulan karena antibodi
maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat
terdeteksi sampai umur anak 18 bulan. 3,4
b. Tes virologis
Tes virologis untuk RNA atau DNA yang spesifik HIV merupakan
metode yang paling dipercaya untuk memastikan diagnosis HIV pada
anak dengan usia < 18 bulan, dibutuhkan uji virologi HIV yang dapat
memeriksa virus atau komponennya. Jika bayi muda masih mendapat
ASI dan tes virologis RNA negatif, perlu diulang 6 minggu setelah
anak benar-benar disapih untuk memastikan bahwa anak tidak
terinfeksi HIV.3,4.
CD4+ adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi
yang digunakan bersamaan dengan penilaian klinis. CD4+ dapat
menjadi petunjuk dini progresivitas penyakit karena, nilai CD4+
menurun lebih dahulu dibandingkan kondisi klinis. Pemantauan CD4+
dapat digunakan untuk memulai pemberian ARV atau penggantian
obat. Makin muda umur, makin tinggi nilai CD4+. Untuk anak <5
tahun digunakan persentase CD4+. Bila >5 tahun, persentase CD4+
dan nilai CD4+ absolut dapat digunakan. Ambang batas kadar CD4+
untuk imunodefisiensi berat pada anak > 1 tahun sesuai dengan risiko
mortalitas dalam 12 bulan (5%).
Stadium Klinis WHO untuk bayi dan anak yang terinfeksi HIV 4 :

Stadium klinis 1
 Asimtomatik

 Limfadenopati generalisata persisten


Stadium klinis 2
a
 Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan

 Erupsi pruritik papular

 Infeksi virus wart luas

13
 Angular cheilitis

 Moluskum kontagiosum luas

 Ulserasi oral berulang

 Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan

 Eritema ginggival lineal

 Herpes zoster

 Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media,


otorrhoea, sinusitis, tonsillitis )

 Infeksi kuku oleh fungus

Stadium klinis 3
 Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespons
secara adekuat terhadap terapi standara

 Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih ) a

 Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dari 37.5o C


intermiten atau konstan, > 1 bulan)

 Kandidosis oral persisten (di luar saat 6- 8 minggu pertama


kehidupan)

 Oral hairy leukoplakia

 Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut

 TB kelenjar

 TB Paru

 Pneumonia bakterial yang berat dan berulang

 Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik


 Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik termasuk
bronkiektasis

 Anemia yang tidak dapat dijelaskan (<8g/dl ), neutropenia


(<500/mm3) atau trombositopenia (<50 000/ mm3)
Stadium klinis 4
 Malnutrisi, wasting dan stunting berat yang tidak dapat dijelaskan

dan tidak berespons terhadap terapi standar

 Pneumonia pneumosistis

 Infeksi bakterial berat yang berulang (misalnya empiema,


piomiositis, infeksi tulang dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia)

 Infeksi herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus > 1 bulan


atau viseralis di lokasi manapun)

 TB ekstrapulmonar

 Sarkoma Kaposi

 Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru)

 Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa neonatus)

 Ensefalopati HIV

 Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada


organ lain, dengan onset umur > 1bulan

 Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis

 Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)

 Kriptosporidiosis kronik (dengan diarea)

 Isosporiasis kronik

 Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata

15
 Kardiomiopati atau nefropati yang dihubungkan dengan HIV yang
simtomatik

 Limfoma sel B non-Hodgkin atau limfoma serebral

 Progressive multifocal leukoencephalopathy

Tabel 1. Klasifikasi WHO Imunodefisiensi HIV Menggunakan CD4+. 4

Tabel 2. Klasifikasi Imunodefisiensi WHO Menggunakan TLC ( Total


Lymphocyte Count)4

Hitung limfosit total (TLC) digunakan bila pemeriksaan CD4+ tidak


tersedia untuk kriteria memulai ART (imunodefisiensi berat) pada anak dengan
stadium 2. Hitung TLC tidak dapat digunakan untuk pemantauan terapi ARV.
Perhitungan TLC = % limfosit x hitung total leukosit. 3

16
17

G. TATALAKSANA

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiawan, M.Tatalaksana infeksi HIV/AIDS pada bayi dan anak. Majalah


Kedokteran

2. Menkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.51 Tahun 2013
tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke anak . 2013. 08-10

3. Departemen Kesehatan Repubik Indonesia. Pedoman Tatalaksana dan Anti Terapi


Antiretroviral Pada Anak Indonesia. 2008
4. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah
Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di
Kabupaten/Kota. 2010. 224-245

5. IDAI. 2013. Pedoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak. (cited: 2016, October
17)available from: http://www.idai.or.id/wp-
content/uploads/2015/06/Pedoman-Penerapan-Terapi-HIV-pada-Anak.pdf

6. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 1.


Jakarta.Penerbit EGC. 2009: hal 417-418

7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman tatalaksana infeksi HIV


pada anak dan terapi antiretroviral di Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2006.

8. National Department of Health, South Africa, South African National AIDS


Council. Clinical guidelines: PMTCT. South Africa: National Department of
Health; 2010.

9. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. et al. Sexually transmitted diseases:
human immunodeficiency virus (HIV) infection. Dalam: Williams Obstetrics.
Edisi ke-23. USA: The Mc Graw Hill Companies; 2010. 1246-53.

10. Yogev R, Chadwick EG. Acquired immunodeficiency syndrome (human


immunodeficiency virus). Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. New
York: Elsevier’s; 2007. 1022- 32.

11. Slide Satgas HIV PP IDAI. Anak Dengan Infeksi HIV/AIDS. Makassar 2013
1

Anda mungkin juga menyukai