Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA PASIEN ANEMIA


DI RUANG KEMUNING 1 RSUD Dr.SOETOMO

DISUSUN OLEH
KONITA SHAFIRA
NIM. 132013143077

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Anemia adalah suatu kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal,
berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, dan kehamilan (Fitriany & Saputri, 2018).
Hemoglobin adalah salah satu komponen dalam sel darah merah/eritrosit yang berfungsi
untuk mengikat oksigen dan menghantarkannya ke seluruh sel jaringan
tubuh
Tabel 1. Klasifikasi Anemia menurut Kelompok Usia

Kelompok Usia Hemoglobin


(g/dL)
6 – 59 bulan 11
Anak – anak
5 – 11 tahun 11,5
12 – 14 tahun 12
Wanita > 15 tahun 12
Dewasa
Wanita hamil 11
Laki-laki > 15 tahun 13
Sumber : (Fitriany & Saputri, 2018)

2. KLASIFIKASI
a. Anemia gizi besi
Kekurangan pasokan zat gizi besi (Fe) yang merupakan inti molekul hemoglobin
sebagai unsur utama sel darah merah. Akibat anemia gizi besi terjadi pengecilan
ukuran hemoglobin, kandungan hemoglobin rendah, serta pengurangan jumlah sel
darah merah. Anemia zat besi biasanya ditandai dengan menurunnya kadar Hb total
di bawah nilai normal (hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari
normal (mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu metabolisme energi
yang dapat menurunkan produktivitas.
Serum ferritin merupakan petunjuk kadar cadangan besi dalam tubuh.
Pemeriksaan kadar serum ferritin sudah rutin dikerjakan untuk menentukan diagnosis
defisiensi besi, karena terbukti bahwa kadar serum ferritin sebagai indikator paling
dini menurun pada keadaan bila cadangan besi menurun. Dalam keadaan infeksi
kadarnya dipengaruhi, sehingga dapat mengganggu interpretasi keadaan
sesungguhnya. Pemeriksaan kadar serum feritin terbukti sebagai indikator paling dini,
yaitu menurun pada keadaan cadangan besi tubuh menurun. Pemeriksaannya dapat
dilakukan dengan metode immunoradiometric assay (IRMA) dan enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA). Ambang batas atau cut off kadar feritin sangat
bervariasi bergantung metode cara memeriksa yang digunakan atau ketentuan hasil
penelitian di suatu wilayah tertentu.
b. Anemia gizi vitamin E
Anemia defisiensi vitamin E dapat mengakibatkan integritas dinding sel darah
merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga sangat sensitif terhadap hemolisis
(pecahnya sel darah merah). Karena vitamin E adalah faktor esensial bagi integritas
sel darah merah.
c. Anemia gizi asam folat
Anemia gizi asam folat disebut juga anemia megaloblastik atau makrositik; dalam
hal ini keadaan sel darah merah penderita tidak normal dengan ciri-ciri bentuknya
lebih besar, jumlahnya sedikit dan belum matang. Penyebabnya adalah kekurangan
asam folat dan vitamin B12. Padahal kedua zat itu diperlukan dalam pembentukan
nukleoprotein untuk proses pematangan sel darah merah dalam sumsum tulang.
d. Anemia gizi vitamin B12
Anemia ini disebut juga pernicious, keadaan dan gejalanya mirip dengan anemia
gizi asam folat. Namun, anemia jenis ini disertai gangguan pada sistem alat
pencernaan bagian dalam. Pada jenis yang kronis bisa merusak sel-sel otak dan asam
lemak menjadi tidak normal serta posisinya pada dinding sel jaringan saraf berubah.
Dikhawatirkan, penderita akan mengalami gangguan kejiwaan. Kebutuhan tubuh
terhadap vitamin B12 sama pentingnya dengan mineral besi. Vitamin B12 ini
bersama-sama besi berfungsi sebagai bahan pembentukan darah merah. Bahkan
kekurangan vitamin ini tidak hanya memicu anemia, melainkan dapat mengganggu
sistem saraf. Kekurangan vitamin B12 dapat terjadi karena gangguan dari dalam
tubuh kita sendiri atau sebab luar. Saluran cerna akan menyerap semua unsur gizi
dalam makanan, termasuk vitamin B12.
3. ETIOLOGI
Menurut (Zulaekah, 2009) yaitu:
a. Defisiensi zat besi
a) Kebutuhan besi yang meningkat pada pertumbuhan
b) Rendahnya asupan atau bioaktivitas besi dari makanan
c) Infeksi dan parasite (ex:malaria, HIV, cacingan
b. Perdarahan Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg.
a) Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, ulkus peptikum, karena
obat-obatan (asam asetil salisilat) dan infestasi cacing (Ankylostoma dan
Necator).
b) Perdarahan karena kecacingan dan trauma atau luka yang mengakibatkan
kadar Hb menurun.
c) Perdarahan karena menstruasi yang lama dan berlebihan
c. Hemolitik
a) Perdarahan pada penderita malaria kronis perlu diwaspadai karena terjadi
hemolitik yang mengakibatkan penumpukan zat besi (hemosiderosis) di
organ tubuh, seperti hati dan limpa.
b) Pada penderita Thalasemia, kelainan darah terjadi secara genetik yang
menyebabkan anemia karena sel darah merah/eritrosit cepat pecah,
sehingga mengakibatkan akumulasi zat besi dalam tubuh

4. MANIFESTASI
Menurut (Fitriany & Saputri, 2018) yaitu:
Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan manifestasi
klinis yang luas tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, usia, mekanisme
kompensasi, tingakat aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya
anemia. Secara umum gejala anemia adalah :
a. Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia
b. Penurunan BB, kelemahan
c. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin, palpitasi,
kulit pucat.
d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang buruk (bayi).
e. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang.

5. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah yang menyababkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah
merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil samping proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi
normal, ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1.5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel
darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka
hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin
bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal
kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau
produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar
hitung retikulosit dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah muda dalam
sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsy, dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia.
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang anak – anak.
Bayi cukup bulan yang lahir dan ibu nonanemik dan bergizi baik, memiliki cukup
persediaan zat besi sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya saat
berusia 4 – 6 bulan. Sesudah itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi
kebutuhan anak. Jika asupan zat besi beri makanan tidak mencukupi terjadi anemia
defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi pengenalan makanan padat yang terlalu
dini (sebelum usia 4 – 6 bulan) dihentikannya susu formula bayi yang mengandung zat
besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dab minum susu sapi berlebihan tanpa tambahan
makanan padat kaya besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal
berlebihan atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki
cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia
defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan. Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi
karena kehilangan banyak darah yang kronik. Pada bayi hal ini terjadi karena perdarahan
usus kronik yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Pada
anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1 – 7 ml dari saluran cerna setiap hari
dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada remaja puteri anemia defisiensi zat
besi juga dapat terjadi karena menstruasi. Anemia aplastik diakibatkan oleh karena
rusaknya sumsum tulang. Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi
sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemotopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia
dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system hemotopoetik (eritropoetik,
granulopoetik, dan trombopoetik). Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik
disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik) yang mengenai system trombopoetik
disebut agranulositosis (penyakit Schultz), dan yang mengenai system trombopoetik
disebut amegakariositik trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system
disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik. Kekurangan asam folat
akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk
sintesis DNA dan RNA, yang paling penting sekali untuk metabolisme inti sel dan
pematangan sel.

6. PENATALAKSANAAN
a. Anemia Karena Perdarahan Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada
perdarahan kronik diberikan transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan
penyebab perdarahan. Dalam keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan
cairan infuse apa saja yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah 2).
b. Anemia Defesiensi Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap
sejumlah besi cukup mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro
sederhana (sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang murah dan
memuaskan. Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk yang efektif
dan aman digunakan bila diperhitungkan dosis tepat, sementara itu keluarga harus
diberi edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus dibatasi lebih baik
500 ml/24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah
makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karena intolerasni
protein susu sapi tercegah (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1692). Anemia
defesiensi asam folat, meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapa
dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi asam folat oral 1 mg/hari
(Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran ; 553).
c. Anemia Hemolitik Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan
menggunakan prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup,
transfuse harus diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak efektif
dalam menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam
periode tapperingoff dari prednisone maka dianjurkan untuk dilakukan splektomi.
Apabila keduanya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan menggunakan
berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500
mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin mempunyai efektifitas tinggi daam
mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya sebentar (1 – 3 minggu)
dan sangat mahal harganya. Dengan demikian pengobatan ini hanya digunakan
dalam situasi gawat darurat dan bila pengobatan ini hanya digunakan prednisone
merupakan kontra indikasi (Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552).
Anemia hemolitik karena kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara
terapi yang paling penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk
hiperbillirubenemia pada neonates. Transfuse eritrosit terpapar diperlukan untuk
anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus menerus berat atau jika
diperlukan transfuse yang sering, splektomi harus dikerjakan setelah umur 5 – 6
tahun ( Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1713). Sferositosis herediter. Anemia
dan hiperbilirubenemia yang cukup berat memerlukan fototerapi atau transfuse
tukar, karena sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa, maka
splektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini. Setelah
splenektomi sferosis mungkin lebih banyak, meningkatkan fragilitas osmotic,
tetapi anemia retikalositosis dan hiperbilirubinemia membaik (Behrman E
Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia. Hingga sekarang tidak ada obat yang
dapat menyembuhkannya. Transfuse darah diberikan bila kadar Hb telah rendah
(kurang dari 6%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan atau lemah. Untuk
mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent, yaitu
Desferal secara intramuscular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak
lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda hiperplenome atau hemosiderosis.
Bila kedua tanda itu telah tampak, maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi.
Sesudah splenektomi biasanya frekuensi transfuse darah menjadi jarang.
Diberikan pula bermacam – macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung
besi merupakan indikasi kontra (Keperawatan Medikal Bedah 2).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Diagnostic :
a. Jumlah darah lengkap Hb dan Ht menurun.
a) Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (Aplastik), MCV dan
MCH menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB),
peningkatan (AP), pansitopenia (aplastik).
b) Jumlah retikulosit bervariasi : menurun (AP), meningkat (hemolisis).
c) Penurunan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengidentifikasikan tipe khusus anemia).
d) LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi.
e) Massa hidup SDM : untuk membedakan diagnose anemia.
f) Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
g) SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
b. Jumlah trombosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal / tinggi
(hemolitik).
c. Hb elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb.
d. Bilirubin serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik)
e. Folat serum dan vit. B12 : membantu mendiagnosa anemia.
f. Besi serum : tidak ada (DB), tinggi (hemolitik).
g. TIBC serum : menurun (DB).
h. Masa perdarahan : memejang (aplastik).
i. LDH serum : mungkin meningkat (AP).
j. Tes Schilling : penurunan eksresi vit B12 urin (AP)
k. Guaiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster, menunjukan
perdarahan akut / kronis (DB)
l. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
hidroklorotik bebas (AP).
m. Aspirasi sumsum tulang / pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah
dalam jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia.
8. KOMPLIKASI
a. Gizi buruk (malnutrisi) merupakan penyebab utamanya. Anemia jenis ini
juga berkaitan dengan pengerutan hati (sirosis).
b. Kekurangan vitamin B6 akan mengganggu sintesis (pembentukan) hemoglobin
c. Menurut Sharma (2010), terdapat komplikasi pada anemia dalam kehamilan.
komplikasi tersebut dapat terjadi pada ibu dan bayi.
a) Komplikasi Maternal Anemia ringan tidak terlalu menunjukkan efek pada
kehamilan dan persalinan kecuali ibu yang memiliki simpanan besi yang rendah
dan dapat menjadi anemia sedang sampai berat pada kehamilan selanjutnya.
Anemia sedang menyebabkan meningkatnya kelemahan, kekurangan energy,
kelelahan dan performa kerja yang buruk. Pada anemia berat, berhubungan
dengan keluaran yang buruk. Ibu bisa mengalami palpitasi, takhikardi, sesak
nafas, meningkatkan cardiac output dan mengarah kepada cardiac stress yang
dapat menyebabkan dekompensasi dan gagal jantung yang fatal. Peningkatan
insidensi persalinan preterm (28,2%), preeklampsia (31,2%), dan sepsis bisa
berhubungan dengan anemia.
b) Komplikasi Fetal Terlepas dari simpanan besi maternal, fetus masih mendapatkan
besi dari transferrin ibu, yang terperangkap di plasenta dan yang dimana pada
waktunya, memindahkan dan menranspor besi secara aktif ke fetus. Bertahap,
janin tersebut cenderung memiliki simpanan besi yang menurun karena deplesi
simpanan maternal. Keluaran yang merugikan selanjutnya pada perinatal seperti
kelahiran preterm dan usia gestasi bayi yang kecil, dan peningkatan mortalitas
perinatal telah diobservasi pada neonates dengan ibu yang anemia. Suplemen besi
pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan keluaran perinatal. Berat rata-
rata, skor APGAR, dan level hemoglobin 3 bulan setelah kelahiran akan membaik
secara signifikan pada bayi dalam grup yang diberi suplemen daripada grup yang
diberi placebo.

B. PATHWAY

Defisiensi besi,
Perdarahan masif B12,Asam folat

Kehilangan Kekurangan bahan


banyak darah Hb menurun (<10 g/dl) bauku pembuat sel
darah merah

Tranfusi
darah

MK.Ansietas

Gastrointestinal Kardiovaskuler

Penguragan aliran darah


Gangguan absorbs dan komponennya ke organ
Perubahan nutrisi nutrient yang tubuh yang kurang vital
kurang dari diperlukan untuk (anggota gerak),
kebutuhan tubuh pembentukan sel penambahan aliran darah
darah merah ke otak dan jantung

Perubahan perfusi
Pengiriman oksigen dan
oksigen dan
nutrient ke sel
berkurang
Takikardi, tekanan darah
menurun, pengisian kapiler
lambat, ekstremitas dingin,
Penurunan berat palpitasi, kulit pucat
badan, kelemahan

Intoleransi
aktivitas
C. KEBUTUHAN DASAR
Sekitar tahun 1950, Abraham Maslow seorang psikolog dari Amerika mengembangkan teori
tentang kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hierarki Kebutuhan
Dasar Maslow. Hierarki tersebut meliputi lima kategori kebutuhan dasar, yakni :
a. Kebutuhan fisiologis (Physiologic Needs).
Manusia memiliki delapan macam kebutuhan, yaitu :
) Kebutuhan oksigen dan pertukaran gas
2) Kebutuhan cairan dan elektrolit
3) Kebutuhan makanan
4) Kebutuhan eliminasi urine dan alvi
5) Kebutuhan istirahat dan tidur
6) Kebutuhan aktivitas
7) Kebutuhan kesehatan temperature tubuh
8) Kebutuhan seksual
b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman (Safety and Security Needs).
b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah aman dari
berbagai aspek, baik fisiologis, maupun psikologis. Kebutuhan ini meliputi :
1) Kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan, dan
infeksi.
2) Bebas dari rasa takut dan kecemasan
3) Bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru atau asing
c. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki (Love and Belonging Needs).
Kebutuhan ini meliputi :
1) Memberi dan menerima kasih sayang
2) Perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang lain
3) Kehangatan
4) Persahabatan
5) Mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok, serta
lingkungan social.
d. Kebutuhan harga diri (Self-Esteem Needs). Kebutuhan ini meliputi:
1) Perasaan tidak bergantung pada orang lain
2) Kompeten
3) Penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain
e. Kebutuhan aktualisasi diri (Need for Self Actualization). Kebutuhan ini
meliputi:
1) Dapat mengenal diri sendiri dengan baik (mengenal dan memahami
potensi diri)
2) Belajar memenuhi kebutuhan diri sendiri
3) Tidak emosional
4) Mempunyai dedikasi yang tinggi
5) Kreatif
6) Mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, dan sebagainya
Konsep Hierarki diatas menjelaskan bahwa manusia senantiasa berubah, dan kebutuhannya
pun terus berkembang. Jika seseorang merasakan kepuasan, ia akan menikmati
kesejahteraan dan bebas untuk berkembang menuju potensi yang lebih besar. Sebaliknya,
jika proses pemenuhan kebutuhan itu terganggu, akan timbul suatu kondisi patologis. Dalam
konteks homeostasis, suatu persoalan atau masalah dapat dirumuskan sebagai hal yang
menghalangi tepenuhinya kebutuhan, dan kondisi tersebut lebih lanjut dapat mengancam
homeostasis fisiologis maupun psikologis seseorang. Karenanya, dengan memahaminya
konsep kebutuhan dasar Maslow, akan diperoleh persepsi yang sama bahwa untuk beralih
ke tingkat kebutuhan yang lebih tinggi, kebutuhan dasar dibawahnya harus terpenuhi lebih
dulu.

D. ASKEP KLIEN
Fitriany, J., & Saputri, A. I. (2018). Anemia Defisiensi Besi. AVERROUS: Jurnal Kedokteran
Dan Kesehatan Malikussaleh, 4(2), 1. https://doi.org/10.29103/averrous.v4i2.1033
Zulaekah, S. (2009). Peran pendidikan gizi komprehensif untuk mengatasi masalah anemia di
indonesia. Jurnal Kesehatan, 2(2), 169–178.

Anda mungkin juga menyukai