Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

BERPIKIR KRITIS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

KOHERENSI, KOHESI, MAKNA, DAN KONTEKS

Dosen pembimbing

Nispi Yulyana, M.Keb.

Disusun Oleh Kelompok 5 :

1. Hikmarika Apriani P05140420004


2. Indah Muthara P05140420005
3. Lia Agustina P05140420006

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah
mengenai “Koherensi, kohesi, makna, dan konteks”

Makalah ini merupakan suatu bentuk kegiatan tugas wajib diikuti oleh
mahasiswa pendidikan profesi bidan. Kami menyadari sepenuhnya penyusunan
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami mohon maaf dan selalu
menerima kritik serta saran yang bersifat membangun dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua . Terima kasih

Bengkulu, Agustus 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar Belakang........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah...................................................................................... 1

C. Tujuan........................................................................................................ 1

BAB 2. PEMBAHASAN ............................................................................. 2

A. Koherensi................................................................................................... 2

B. Kohesi........................................................................................................ 6

C. Makna........................................................................................................ 13

D. Konteks...................................................................................................... 15

BAB 3. PENUTUP........................................................................................ 17

A. Kesimpulan................................................................................................ 17
B. Saran ......................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berpikir kritis adalah menggunakan pikiran untuk menarik kesimpulan


ataupun membuat suatu keputusan dari informasi yang akurat, maupun dari
pengalaman. Seorang bidan yang berpikir kritis tentunya harus dapat
berkomunikasi dengan baik agar klien mau memberikan informasi
kesehatannya. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik antara si pendengar
informasi dan penerima informasi, yaitu antara bidan dan klien, maka seorang
bidan harus mengetahui apa itu proses berpikir kritis dalam menggunakan
bahasa dalam kebidanan yang berupa komunikasi.

Dalam proses perawatan pasien juga digunakan suatu komunikasi, yaitu


komunikasi terapeutik. Semua komunikasi yang dilakukan tentunya harus di
pikirkan seorang bidan yang berpikir kritis agar terjadi respon yang baik dari
klien. Apabila komunikasi berjalan dengan baik maka pelayanan kebidanan
pun akan berjalan dengan lancar, dan klien merasa senang dengan hasil asuhan
kebidanan dari bidan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penjelasan tentang koherensi?

2. Bagaimana penjelasan tentang kohesi?


3. Bagaimana penjelasan tentang makna ?
4. Bagaimana penjelasan tentang konteks ?

C. Tujuan

Untuk mengetahui tentang koherensi, kohesi, makna, dan konteks.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Koherensi
1. Pengertian Koherensi
Koherensi adalah keterkaitan antara bagian yang satu dengan
bagian yang lainnya, sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh.
Contoh:
a. Buah Apel ( Apple ) adalah salah satu buah yang sangat tidak diragukan
kelezatan rasanya.
b. Menurut beberapa penelitian dibalik kelezatan dari rasa buah apel
ternyata juga mengandung banyak zat-zat yang bermanfaat bagi
kesehatan tubuh kita.
c. Untuk itu sangatlah penting untuk mengkonsumsi buah    apel.
d. Buah Apel memiliki kandungan vitamin, mineral dan unsur lain seperti
serat, fitokimian, baron, tanin, asam tartar, dan lain sebagainya.
e. Dengan kandungan zat-zat tersebut buah apel memiliki manfaat yang
dapat mencegah dan menanggulangi berbagai penyakit.
f. Berikut ini adalah beberapa manfaat buah apel bagi kesehatan yang
berhasil dihimpun dari berbagai sumber  yaitu buah apel dapat
mencegah penyakit asma, dapat mengurangi berat badan,  melindungi
tulang, menurunkan kadar kolesterol, mencegah kanker hati, kanker
paru-paru, kanker payudara, kanker usus, mengontrol diabetes,
membersihkan dan menyegarkan mulut.
Bagian-bagian pada wacana di atas saling mempunyai kaitan secara
maknawi, kalimat di atas menjelaskan secara rinci zat-zat dan manfaat yang
terkandung dalam buah apel. Wacana itu termasuk wacana padu karena
hampir setiap kalimat berhubungan padu secara maknawi dengan bagian
lain. Selain itu, wacana itu juga kohesif. Ada beberapa kata yang diulang
(buah apel pada setiap kalimat). Jadi, wacana itu harus kohesif dan dan
koherensif. Bahkan keterpaduanlah (koherensi) yang harus diutamakan.

2
2. Usur-unsur Koherensi
Yang termasuk unsur-unsur koherensi meliputi:
a. Penambahan
Sarana penghubung yang berupa penambahan itu antara lain: dan,
juga, lagi pula, selanjutnya.
contoh : Laki-laki dan perempuan, tua dan muda, juga para tamu
turut bekerja bergotong-royong menumpas hama tikus di sawah-sawah
di desa kami. Selain daripada menyelamatkan tanaman, juga upaya itu
akan meningkatkan hasil panen. Selanjutnya upaya itu akan
meningkatkan pendapatan masyarakat. Lagi pula upaya ini telah lama
dianjurkan oleh pemerintah kita.
b. Repetisi
Penggunaan repetisi atau pengulangan kata sebagai sarana
koherensi wacana.
Contoh : Dia mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada
dalam jiwa dan raga sang ibu. Saya menerima kebenaran ucapan itu.
Betapa tidak. Kasih sayang pertama saya peroleh dari ibu saya. Ibu
melahirkan saya. Ibu  mengasuh saya. Ibu  menyusui saya. Ibu 
memandikan saya.  Ibu  menyuapi saya.  Saya tidak bisa melupakan jasa
dan kasih sayang  Ibu  saya seumur hidup. Semoga  Ibu  panjang umur
dan dilindungi Tuhan.
c. Pronomin
Sarana penghubung yang berupa kata ganti orang.
Comtoh: Rumah Lani dan rumah Mina di
seberang sana. Mereka bertetangga. Lani membeli rumah itu dengan
harga lima juta rupiah. Harganya agak murah. Dia  memang bernasib
baik.
d. Sinonimi
Pada contoh berikut ini terlihat penggunaan sarana koherensi
wacana yang berupa sinonimi atau padanan kata (pengulangan makna).
Memang dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo. 

3
e. Totalitas Bagian
Kadang-kadang, pembicaraan kita mulai dari keseluruhan, baru
kemudian kita beralih atau memperkenalkan bagian-bagiannya.
Penggunaan sarana koherensif seperti yang dimaksudkan, terlihat pada
contoh berikut ini. Totalitas bagian bisa diartikan pernyataan yang
berpola umum-khusus.
Contoh : Saya membeli buku baru. Buku itu terdiri dari tujuh bab.
Setiap bab terdiri pula dari sejumlah pasal. Setiap pasal tersusun dari
beberapa paragraf. Seterusnya setiap paragraf terdiri dari beberapa
kalimat.
f. Komparasi
Komparasi atau perbandingan pun dapat menambah serta
meningkatkan kekoherensifan wacana. Komparasi digunakan untuk
membandingkan dua hal yang berbeda, seperti dalam contoh berikut ini.
Contoh : Sama halnya dengan Paman Lukas, kita pun harus segera
mendirikan rumah di atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang rumah
Paman Lukas itu hampir selesai. Mengapa kita tidak membuat hal yang
serupa selekas mungkin? Kita juga sanggup berbuat hal yang sama,
takkan lebih dari itu.
g. Penekanan
Dengan sarana penekanan pun kita dapat pula menambah tingkat
kekoherensifan wacana. Penekanan digunakan untuk menekankan yang
dianggap penting, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Contoh : Bekerja bergotong-royong itu bukan pekerjaan sia-
sia. Nyatalah kini hasilnya. Jembatan sepanjang tujuh kilometer yang
menghubungkan kampung kita ini dengan kampung di seberang ini telah
selesai kita kerjakan. Jelaslah hubungan antara kedua kampung,
berjalan lebih lancar. 
h. Kontras

4
Juga dengan kontras atau pertentangan para penulis dapat
menambah kekoherensifan karyanya. Contoh penggunaan sarana seperti
ini terlihat pada berikut ini.
Aneh tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia
rajin sekali belajar, tetapi setiap ujian selalu tidak lulus. Namun
demikian, dia tidak pernah putus asa. Dia tenang saja. Tidak pernah
mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin rajin belajar. 
i. Simpulan
Dengan kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan pun,
kita dapat juga meningkatkan kekoherensifan wacana. Penggunaan
sarana seperti itu dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Contoh Pepohonan telah menghijau di setiap pekarangan rumah
dan ruangan kuliah di kampus kami. Burung-burung beterbangan dari
dahan ke dahan sambil bernyanyi-nyanyi. Udara segar dan sejuk
nyaman. Jadi penghijauan di kampus itu telah
berhasil. Demikianlah kini keadaan kampus kami, berbeda dengan
beberapa tahun yang lalu. Oleh karena itu, para sivitas akademika
merasa bangga atas kampus itu.
j. Paralelisme
Pada contoh berikut ini terlihat penggunaan kesejajaran atau
paralelisme klausa sebagai sarana kekoherensifan wacana. Kesejajaran
tersebut dinyatakan dalam satu kalimat. Kesejajaran tersebut bisa berupa
subjek predikat, subjek predikat objek, atau yang lain.
Waktu dia datang, memang saya sedang asik membaca, saya
sedang tekun mempelajari buku baru mengenai wacana. Karena
asiknya, saya tidak mengetahui, saya tidak mendengar bahwa dia telah
duduk di kursi mengamati saya.
k. Waktu
Kata-kata yang mengacu pada tempat dan waktu pun dapat
meningkatkan kekoherensifan wacana.

5
Contoh : Sementara itu tamu-tamu sudah mulai berdatangan. Ruangan
terasa kian sempit. Tidak lama kemudian, anak saya mengangkat barang
itu dan menaruhnya di atas lemari.

B. Kohesi
1. Pengertian Kohesi
Kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang ditandai
penggunaan unsur bahasa. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada
hubungan bentuk, artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang
digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara
padu dan utuh (Mulyana, 2005: 26).
Contoh kohesi adalah sebagai berikut.
Listrik mempunyai banyak kegunaan. Orang tuaku berlangganan
listrik dari PLN. Baru-baru ini tarif pemakaian listrik naik 25%, sehingga
banyak masyarakat yang mengeluh. Akibatnya, banyak pelanggan listrik
yang melakukan penghematan. Jumlah peralatan yang menggunakan
listrik sekarang meningkat. Alat yang banyak menyedot listrik adalah AC
atau alat penyejuk udara. Di kantor-kantor sekarang penggunaan alat
penyejuk udara itu sudah biasa saja, bukan barang mewah.
Contoh wacana di atas dikatakan kohesif, karena menggunakan alat
kohesi pengulangan, misalnya listrik yang diulang beberapa kali. Namun,
paragraf tersebut tidak padu karena bagian-bagian paragraf itu tidak
mempunyai kepaduan secara maknawi.

2. Piranti Kohesi
Menurut Halliday dan Hassan (1976), unsur kohesi terbagi atas dua
macam, yaitu unsur leksikal dan unsur gramatikal. Piranti kohesi
gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan
penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa. Piranti kohesi leksikal adalah
kepaduan bentuk sesuai dengan kata.
a. Piranti Kohesi Gramatikal

6
Pada umumnya, dalam bahasa Indonesia ragam tulis, digunakan
piranti kohesi gramatikal seperti berikut.
1) Referensi
Referensi berarti hubungan antara kata dengan benda. Kata
pena misalnya mempunyai referensi sebuah benda yang memiliki
tinta digunakan untuk menulis.
Di lihat dari acuannya, referensi terbagi menjadi dua macam,
yaitu eksoforis dan endoforis.
a) Referensi eksoforis adalah pengacuan satuan lingual yang
terdapat di luar teks wacana.
Contoh: Itu matahari. Kata itu pada tuturan tersebut mengacu
pada sesuatu di luar teks, yaitu ‘benda yang berpijar yang
menerangi alam ini.’
b) Referensi endofora adalah pengacuan satuan satuan lingual yang
terdapat di dalam teks wacana.
Referensi endofora terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
 Referensi anafora yaitu satuan lingual yang disebut lebih
dahulu atau ada pada kalimat yang lebih dahulu, mengacu
pada kalimat awal atau yang sebelah kiri. Contoh:
(a) Hati Adi terasa berbunga-bunga.
(b) Dia yakin  Janah menerima lamarannya.
Kata Dia pada kalimat (b) mengacu pada kata Adi.
Pola penunjukkan inilah yang menyebabkan kedua kalimat
tersebut berkaitan secara padu dan saling berhubungan.
 Referensi katafora yaitu satuan lingual yang disebutkan
setelahnya, mengacu pada kalimat yang sebelah kanan.
Karena bajunya kotor, Gani pulang ke rumah.
Di lihat dari klasifikasinya, referensi terbagi menjadi :
a) Referensi persona yaitu pengacuan satual lingual berupa
pronomina atau kata ganti orang. Dalam bahasa Indonesia,
Referensi persona diperinci sebagai berikut.

   Tunggal Jamak

7
Persona pertama Aku, saya Kami, kita
Persona kedua Kamu, engkau, anda Kalian, kami sekalian
Persona ketiga Dia, ia, beliau Mereka
Contoh:
 Ida, kamu harus belajar.
 Kita sedang senam sekarang
b) Referensi demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang
dipakai untuk menunjuk. Biasanya menggunakan kata: ini, itu,
kini, sekarang, saat ini, saat itu, disini, disitu, disana dan
sebagainya. Contoh:  
 Di sini saya dilahirkan.
 Pohon-pohon kelapa itu, tumbuh di tanah lereng diantara
pepohonan lain yang rapat dan rimbun. 
c) Referensi interogatif yaitu pengacuan satuan lingual berupa kata
tanya. Contoh :
 Kamu mau kemana?
d) Referensi komparatif adalah pengacuan satual lingual yang
dipakai untuk membandingkan satual lingual lain. Kata-kata
yang termasuk kategori Referensi komparatif antara lain: sama,
persis, identik, serupa, segitu serupa, selain, berbeda, tidak beda
jauh, dan sebagainya. Contoh:
 Dani mirip dengan Ali karena mereka bersaudara.
 Tidak berbeda jauh dengan ibunya, Nita orangnya cantik,
ramah, dan lemah lembut.
2) Substitusi (penggantian)
Penggantian adalah penyulihan suatu unsur wacana dengan
unsur yang lain yang acuannya tetap sama, dalam hubungan
antarbentuk kata, atau bentuk lain yang lebih besar daripada kata,
seperti frasa atau klausa (Halliday dan Hassan, 1979: 88; Quirk,
1985: 863).
Secara umum, penggantian itu dapat berupa kata ganti
orang, kata ganti tempat, dan kata ganti sesuatu hal.

8
a) Kata ganti orang merupakan kata yang dapat menggantikan nama
orang atau beberapa orang.
Contoh: Nurul mengikuti olimpiade matematika. Ia mewakili
Kalimantan Selatan.
b) Kata ganti tempat adalah kata yang dapat menggantikan kata
yang menunjuk pada tempat tertentu.
Contoh: Kabupaten Paser merupakan penghasil minyak terbesar
di Kalimantan Timur. Di sana banyak terdapat pabrik sawit
sebagai alat untuk mengolah buah sawit menjadi minyak mentah.
c) Dalam pemakaian Bahasa untuk mempersingkat suatu ujaran
yang panjang yang digunakan lagi, dapat dilakukan dengan
menggunakan kata ganti hal. Sesuatu yang diuraikan dengan
panjang lebar dapat digantikan dengan sebuah atau beberapa
buah kata.
Contoh: Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa
Pancasila adalah dasar negara. Dengan demikian, Pancasila
merupakan nilai dasar yang normatif terhadap seluruh
penyelenggaraan negara Repubublik Indonesia.
Kata demikian pada contoh di atas merupakan kata ganti hal
yang menggantikan seluruh preposisi yang disebutkan
sebelumnya.
3) Elipsis (penghilangan/ pelepasan
Elipsis adalah proses penghilangan kata atau satuan-satuan
kebahasaan lain. Elipsis juga merupakan penggantian unsur kosong
(zero), yaitu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan
atau disembunyikan.
Contoh: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya
menghadapi saat- saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi
ini. (Saya mengucapkan) terima kasih Tuhan.
4) Piranti Konjungsi (kata sambung)

9
Konjungsi termasuk salah satu jenis kata yang digunakan untuk
menghubungkan kalimat. Konjungsi dalam bahasa Indonesia
dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut.
a) Sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi
menunjukkan penyebab terjadinya suatu kondisi tertentu yang
merupakan akibat atau sebaliknya. Konjungsi yang digunakan
antara lain: karena, sebab, makanya, sehingga, oleh karena itu,
dengan demikian dan sebagainya. Contoh: Adik
sakit sehingga tidak masuk sekolah.
b)Pertentangan (Kontras)
Digunakan untuk menghubungkan proposisi yang
bertentangan atau kontras dengan bagian lain. Piranti yang biasa
digunakan misalnya (akan) tetapi, sebaliknya, namun, dsb.
Contoh: Perkembangan kognitif anak sudah baik. Namun, harus
tetap berlatih agar tidak terjadi penurunan. Diky sangat nakal,
tetapi ia pintar.
c) Kelebihan atau  eksesif
Hubungan eksesif digunakan untuk menyatakan kelebihan,
ditandai dengan konjungsi malah.
Contoh: Karena tadi malam kurang istirahat, dia tertidur di
dalam kelas. Malah tugasnya belum dikerjakan pula.
d) Perkecualian atau eksepsif
Hubungan eksepsif digunakan untuk menyatakan
pengecualian, ditandai dengan konjungsi kecuali.
Contoh: Anda tidak boleh mengkonsumsi obat
tersebut kecuali dengan persetujuan dokter.
e) Tujuan
Hubungan tujuan terjadi sebagai pewujudan untuk
menyatakan tujuan yang ingin dicapai. Konjungsi yang
digunakan yaitu: agar dan sehingga.
Contoh: Agar naik kelas, kamu harus rajin belajar.

10
f) Tambahan (Aditif)
Tambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang
bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya digunakan
untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Piranti konjungsi
tambahan antara lain: pula, juga, selanjutnya, dan, di samping
itu, tambahan lagi, dan selain itu.
Contoh: Masukkan kentang dan wortel, selanjutnya beri
garam dan gula secukupnya. Selain itu, kita juga bisa
menambahkan brokoli dan jagung       manis.
g) Urutan
Proposisi-proposisi yang menunjukkan tahapan-tahapan
seperti awal, pelaksanaan, dan penyelesaian dapat disusun
dengan menggunakan urutan waktu. Berikut ini beberapa
konjungsi urutan waktu. Setelah itu, sebelum itu, sesudah itu,
lalu, kemudian, akhirnya, waktu itu, sejak itu dan ketika itu.
Contoh: Ani memberikan sambutan di Kantor Walikota
Balikpapan. Setelah itu dia akan berkunjung ke Pulau Kumala.
h) Pilihan
Untuk menyatakan dua proposisi berurutan yang
menunjukan hubungan pilihan.
Contoh: Pergi ke Pasar Lama atau ke Pasar Baru.
i) Alahan
Hubungan alahan antara dua proposisi dihubungkan dengan
frasa-frasa seperti meski(pun) demikian, meski(pun) begitu,
kedati(pun) demikian, kedatipun begitu, biarpun demikian, dan
biarpun begitu.
Contoh: Rumi tetap pergi ke Kampus, meskipun hujan.
j) Perbandingan (Komparatif)
Piranti ini digunakan untuk menunjukkan dua proposisi yang
menunjukkan perbandingan. Untuk mengatakan hubungan secara
eksplisit sering digunakan kata penghubung antara lain: sama

11
halnya, berbeda dengan itu, seperti, dalam hal seperti itu,
serupa dengan itu, dan sejalan dengan itu.
Contoh: Pantun, puisi asli Indonesia, berbeda dengan syair.
Pantun mempunyai dua bagian setiap bait, yaitu bagian sampiran
dan isi. Sampiran terdapat dua baris pertama, sedangkan isinya
terkandung pada dua baris terakhir.

k) Harapan (Optatif)
Hubungan optatif terjadi apabila ada ide atau proposisi
yang mengandung suatu harapan atau doa.
Contoh: (1) Mudah-mudahan kejadian seperti itu tidak terulang
kembali. (2) Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca.
l) Keragu-raguan (Dubitatif)
Piranti tersebut digunakan untuk mengantarkan bagian yang
masih menimbulkan keraguan. Kata yang digunakan adalah
jangan-jangan, barangkali, mungkin, kemungkinan besar, dan
sebagainya.
Contoh: Mungkin dia sedang sedih.
b. Piranti Kohesi Leksikal
Secara umum, piranti kohesi leksikal berupa kata atau frasa
bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat
mendahului atau mengikuti. Menurut Rentel (1986: 268-289), piranti
kohesi leksikal terdiri atas dua macam yaitu:
1) Reiterasi (pengulangan)
Reiterasi merupakan cara untuk menciptakan hubungan yang
kohesif. Jenis-jenis reiterasi itu meliputi:
Repetisi atau ulangan merupakan salah satu cara untuk
mempertahankan hubungan kohesif antarkaliamat. Macam-macam
ulangan atau repetisi berdasarkan data pemakaian bahasa Indonesia
seperti berikut.
 Ulangan Penuh

12
Ulangan penuh berarti mengulang satu fungsi dalam kalimat
secara penuh, tanpa pengurangan dan perubahan bentuk.
Contoh: Buah Apel adalah salah satu buah yang sangat tidak
diragukan kelezatan rasanya. Buah Apel memiliki kandungan
vitamin, mineral dan unsur lain seperti serat, fitokimian,
baron, tanin, asam tartar, dan lain sebagainya.
 Ulangan dengan bentuk lain
Terjadi apabila sebuah kata diulang dengan konstruksi atau
bentuk kata lain yang masih mempunyai bentuk dasar yang
sama.
Contoh: Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu,
kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan fisafat dimulai
dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui
apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu.
 Ulangan dengan Penggantian
Pengulangan dapat dilakukan dengan mengganti bentuk lain
seperti dengan kata ganti.
Contoh: Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan
seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-
bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya.
 Ulangan dengan hiponim
Contoh: Bila musim kemarau tiba, tanaman di halaman
rumah mulai mongering. Bunga tidak mekar seperti biasanya.
2) Kolokasi
Suatu hal yang selalu berdekatan atau berdampingan dengan
yang lain, biasanya diasosiasikan sebagai kesatuan.
Contoh:
UUD 1945 dan Pancasila.
Ada ikan ada air.
C. Makna
1. Pengertian

13
Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi
makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu
kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan
tertentu maka kita tidak bisa memperoleh makna dari kata itu.
Kata-kata yang bersal dari dasar yang sama sering menjadi sumber
kesulitan atau kesalahan berbahasa, maka pilihan dan penggunaannya
harus sesuai dengan makna yang terkandung dalam sebuah kata. Agar
bahasa yang dipergunakan mudah dipahami, dimengerti, dan tidak salah
penafsirannya, dari segi makna yang dapat menumbuhkan resksi dalam
pikiran pembaca atau pendengar karena rangsangan aspek bentuk kata
tertentu.
2. Jenis-jenis makna
Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan pengertian makna
kata, yakni makna donatif, makna konotatif, makna leksikal, makna
gramatikal.
a. Makna Denotatif
Sebuah kata mengandung kata denotatif, bila kata itu mengacu atau
menunjukan pengertian atau makna yang sebenarnya. Kata yang
mengandung makna denotative digunakan dalam bahasa ilmiah, karena
itu dalam bahasa ilmiah seseorang ingin menyampaikan gagasannya.
Agar gagasan yang disampaikan tidak menimbulkan tafsiran ganda, ia
harus menyampaikan gagasannya dengan kata-kata yang mengandung
makna denotative.
makna denotative adalah makna yang sebenarnya, umum, apa
adanya, tidak mencampuri nilai rasa, dan tidak berupa kiasan. Apabila
seseorang mengatakan tangan kanannya sakit, maka yang
dimaksudkan adalah tangannya yang sebelah kanan sakit.
b. Makna Konotatif
Sebuah kata mengandung makna konotatif, bila kata-kata itu
mengandung nilai-nilai emosi tertentu. Dalam berbahasa orang tidak
hanya mengungkap gagasan, pendapat atau isi pikiran. Tetapi juga
mengungkapakan emosi-emosi tertentu. Mungkin saja kata-kata yang

14
dipakai sama, akan tetapi karena adanya kandungan emosi yang
dimuatnya menyebabkan kata-kata yang diucapkan mengandung
makna konotatif disamping mkna denotatif.
Makna konotatif adalah makna yang berupa kiasan atau yang
disertai nilai rasa, tambahan-tambahan sikap sosial, sikap pribadi sikap
dari suatu zaman, dan criteria-kriteria tambahan yang dikenakan pada
sebuah makna konseptual. Seperti kata kursi, kursi disini bukan lagi
tempat duduk, melaikan suatu jabatan atau kedudukan yang ditempati
oleh seseorang. Kursi diartikan sebagai tempat duduk mengandung
makna lugas atau makna denotatif. Kursi yang diartikan suatu jabatan
atau kedudukan yang diperoleh seseorang mengandung makna kiasan
atau makna konotatif.

c. Makna Leksikal
Makna Leksikal ialah makna kata seperti yang terdapat dalam
kamus, istilah leksikal berasal dari leksikon yang berarti kamus.
Makna kata yang sesuai dengan kamus inilah kata yang bermakna
leksikal. Misalnya : Batin (hati), Belai (usap), Cela (cacat).

d. Makna Gramatikal 
Makna gramatikal adalah makna kata yang diperoleh dari hasil
perstiwa tata bahasa, istilah gramatikal dari kata grammar yang artinya
tata bahasa. Makna gramatikal sebagau hasil peristiwa tata bahasa ini
sering disebut juga nosi. Misalnya : Nosi-an pada kata gantungan
adalah alat.

e. Makna asosiatif
Makna asosiatif mencakup keseluruhan hubungan makna dengan
nalar diluar bahasa. Ia berhubungan dengan masyarakat pemakai
bahasa, pribadi memakai bahasa, perasaan pemakai bahasa, nilai-nilai
masyarakat pemakai bahasa dan perkembangan kata sesuai kehendak
pemakai bahasa

D. Konteks

15
1. Pengertian
- bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau
menambah kejelasan makna

- situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian


contoh: orang itu harus dilihat sebagai manusia yang utuh dalam
konteks kehidupan pribadi dan masyarakatnya

2. jenis-jenis konteks
a. Konteks fisik yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa
dalam suatu komunikasi.
b. Konteks epistemis, latar belakang pengetahuan yang sama-sama
diketahui oleh penutur dan mitra tuturnya.
c. Konteks linguistik yang terdiri atas kalimat-kalimat atau ujaran-ujaran
yang mendahului dan mengikuti ujaran tertentu dalam suatu peristiwa
komunikasi, konteks linguistik ini disebut juga dengan istilah konteks.
d. Konteks sosial, relasi sosio-kultural yang melengkapi hubungan
antarpelaku atau partisipan dalam komunikasi

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bidan sebagai salah satu dari pemberi layanan kesehatan, yaitu
memberikan asuhan kebidanan akan selalu di tuntut untuk dapat berpikir
kritis dalam berbagai tindakan dan situasi apapun, salah satunya adalah
dengan mengolah informasi dan komunikasi dalam pelayanan kebidanan.
Begitu juga dengan komunikasi dalam kebidanan memiliki faktor yang paling
penting, yang digunakan untuk menetapkan hubungan terapetik antara bidan
dan klien.
Untuk menjadi seorang bidan yang professional, bidan di haruskan dapat
berpikir kritis dalam melakukan pelayanan kebidanan dan juga keterampilan
berkomunikasi yang baik dalam mengolah informasi yang ingin di sampaikan
kepada klien, agar klien akan merasa senang apabila kinerja layanan
kesehatan yang diterimanya sesuai atau bahkan melebihi harapannya

B. Saran.
Dalam melakukan suatu pelayanan kebidanan, seharusnya seorang bidan
dapat berpikir kritis dalam situasi apapun. Begitu juga dengan melakukan
komunikasi mengenai suatu informasi yang didapat, baik kepada klien
maupun keluarga klien.

17
18
DAFTAR PUSTAKA

Aflahah. (2012). Kohesi dan koherensi dalam wacana. OKARA, Vol. I, Tahun 7,
Mei 2012 Beaugrande, R. De dan W. Dessler. 1981. Introductian top Text
Linguistic.
Bell, Roger T. (1991). Translation and translating. London: Longman Catford,
C.J. (1978). A Linguistic Theory of Translation. Fifth Impression. Oxford:
Oxford University Press.

Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2010

Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.

Halliday, M. A. K & Ruqaiya Hasan. (1992). Bahasa, konteks dan teks: Aspek-
aspek bahasa dalam pandangan semiotic sosial. (Terjemahan Asrudin Barori
Tou). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. (Buku asli diterbitkan
tahun 1985 )
Harimurti Kridalaksana. (2011). Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka London: Longman

Lubis, A. Hamid Hasan. 2011. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Mulyana, 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana


Munday, Jeremy. (2008). Introducing translation studies theories and application.
(4th ed). London & New York: Routledge Taylor & Francis Group
Rani dkk (2004). Analisis wacana. Malang: Bayumedia Publishing
Rani, Abdul. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam
Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Simatupang, Maurits D.S. (2000). Pengantar Teori Terjemahan. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departement Pendidikan Nasional.

19

Anda mungkin juga menyukai