Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat

Keperawatan gawat darurat (Emergency Nursing) merupakan pelayanan keperawatan

yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang mengancam

kehidupan. Sebagai seorang spesialis, perawat gawat darurat menghubungkan pengetahuan

dan keterampilan untuk menangani respon pasien pada resusitasi, syok, trauma,

ketidakstabilan multisistem, keracunan dan kegawatan yang mengancam jiwa lainnya (

Kristanty, 2009).

Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesional keperawatan yang di berikan

pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik kedaruratan sering di

gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Kemudian filosofi tentang keperawatan gawat

darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di

pertimbangkan sebagai kedaruratan (Yulis, 2011).

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Peraturan Gubernur No. 144 tahun 2010

menetapkan Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta (AGD

DINKES) sebagai Badan Layanan Umum di harapkan dapat meningkatkan kinerja yang

selama ini yang telah berjalan menjadi optimal dan lebih dapat dipertanggung jawabkan yang

pada akhirnya dapat meningkatkan pelayanan gawat darurat pra rumah sakit.

6
7

Pelayanan AGD Dinkes berorientasi kepada pelayanan pra rumah sakit, evakuasi medis

dari lokasi kejadian (kecelakaan lalu lintas, kebakaran, bencana dan kejadian–kejadian luarbiasa

lainnya) ke rumah sakit maupun dari rumah sakit serta menangani pasien keluarga miskin

(GAKIN) dan (SKTM). Dengan terbentuknya AGD Dinkes akan memberi jawaban atas kasus–

kasus yang terjadi pada saat ini sehingga berdampak menurunnya angka kesakitan, kematian dan

kecacatan akibat kasus kegawatdaruratan pra rumah sakit untuk masarakat di wilayah Provinsi

DKI Jakarta dan sekitarnya.

Transportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian ke rumah sakit sampai

sekarang masih dilakukan dengan bermacam-macam kendaraan, hanya sebagian kecil saja

dilakukan dengan ambulan. Tujuan dari transportasi ini adalah memindahkan penderita dengan

cepat tetapi aman, sehingga tidak menimbulkan perlukaan tambahan ataupun syok pada

penderita. Semua kendaraan yang membawa penderita gawat darurat harus berjalan perlahan-

lahan dan mentaati semua peraturan lalu lintas.

Bagi petugas ambulan gawat darurat berlaku beberapa ketentuan, diantaranya adalah :

a. Waktu berangkat mengambil penderita, ambulan berjalan dengan kecepatan

60km/jam. Lampu merah (rorator) dinyalakan, sirine jika perlu dibunyikan.

b. Waktu kembali dengan kecepatan maksimum 40km/jam. Lampu merah (rorator)

dinyalakan dan sirine tidak boleh dibunyikan.


8

c. Mentaati semua peraturan lalu lintas. Dalam proses evakuasi pasien gawat darurat,

diharapkan petugas ambulan tetap berhati-hati dan mematuhi peraturan lalu lintas

yang berlaku.

Jumlah petugas di dalam ambulan gawat darurat maksimal 2 orang dalam critical

care nursing (CCN). Di DKI Jakarta ambulan telah tersebar di beberapa titik yang

diharapkan dapat melakukan resusitasi dengan baik.

Sistem pelayanan kegawatdaruratan bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis

lainnya harus memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi

dalam memberikan pertolongan kedaruratan kepada pasien.Tujuan penanggulangan gawat

darurat adalah mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat hingga dapat hidup dan

berfungsi kembali dalam masyarakat. Diharapkan dengan adanya pelayanan ambulan gawat

darurat, dapat meminimalisir tingkat korban terhadap pasien gawat darurat serta dapat merujuk

pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang memadai.

Ambulan gawat darurat juga berperan sebagai salah satu bagian dari tim evakuasi bencana.

Dengan keterlibatan petugas ambulan gawat darurat dalam proses evakuasi korban bencana,

diharapkan dapat membantu meminimalisir korban.

Sistem penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) merupakan sistem dimana

koordinasi merupakan unsur utama yang bersifat multisektor dan harus ada dukungan dari

berbagai profesi bersifat multidisiplin dan multiprofesi untuk melaksanakan dan

penyelenggaraan suatu bentuk layanan terpadu bagi penderita gawat darurat, baik dalam keadaan

sehari – hari maupun dalam keadaan bencana dan kondisi kejadian luarbiasa.
9

Prinsip dari SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat di mana

tujuannya untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Terdapat tiga fase pelayanan

kesehatan yaitu sistem pelayanan pra rumah sakit adalah kejadian kasus kegawatdaruratan

sehari-hari yang sering di temukan seperti korban kecelakaan, bencana alam, dan kejadian luar

biasa, maka yang perlu dilakukan pemerintah adalah, membentuk atau mendirikan pusat

pelayanan yang bersifat umum dan bersifat emergency di mana bentuk nya merupakan suatu unit

kerja yang disebut publik safety center (PSC). PSC ini merupakan suatu unit kerja yang

memberikan pelayanan umum yang bersifat emergency, bisa merupakan UPT Dinas kesehatan

kabupaten maupun kota yang sehari–harinya secara operasional dipimpin seorang direktur.

Pelayanan ambulan merupakan kegiatan pelayanan terpadu di dalam satu koordinasi

Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinkes Provinsi DKI jakarta dibagi menjadi 2 macam yaitu 1)

Ambulans Besik adalah ambulan yang mempunyai kemampuan menanggulangi gangguan

airway, breathing, circulation dan di lengkapi dengan alat-alat ekstrikasi, fiksasi, stabilisasi dan

transportasi 2) Ambulans advance adalah ambulan yang mempunyai kemampuan menanggulangi

gangguan airway, brething, circulation dan disability serta tindakan invasif dan di lengkapi

dengan alat-alat ekstrikasi, fiksasi, stabilisasi, dan transportasi.

Bentuk pelayanan ambulan yaitu pasien dari rumah ke rumah sakit, dari rumah sakit ke

rumah, antar rumahsakit, dengan kasus-kasus, pasien, serangan jantung, stroke homaragig, dan

korban kecelakaan lalu lintas, multipel trauma, pada kasus multipel trauma, ada beberapa hal

yang harus di perhatiakan


10

1. Airway (jalan nafas) jika ada ganguan pada airway, maka harus ditangani segera karena

airway merupakan pembunuh tercepat, pada kasus multipel trauma, jika jalan napas tertutup

yang mengakibatkan tidak adanya oksigenasi yang akan mengantarkan makanan ke otak dan

organ vital lainnya yang akan mengalami hipoksemia dalam sel. Untuk mencegah hal tersebut

maka petugas emergency harus segera membuka airway dan memberikan tambahan ventilasi.

Jalan napas yang baik tidak menjamim ventilasi yang baik pertukaran gas yang terjadi pada saat

bernapas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.

Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.

2. Breathing adalah pernapasan. Normal pernapasan pada dewasa: 12-kali/ menit (20x). Pada

anak-anak: 15-30 kali/menit (30x) Bayi baru lahir: 30-50 kali/menit. Pada orang dewasa

abnormal bila pernafasan >30 atau <10 kali/menit.

3.Circulation adalah volume darah dan curah jantung atau cardiac output. Perdarahan

merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang mungkin dapat diatasi dengan terapi yang

tepat dan cepat di rumah sakit. Ada tiga observasi yang hitungan detik dapat memberikan

informasi mengenai kedaan hemodynamic ini yakni tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi.

Pada kasus trauma dikenal adanya perdarahan luar (eksternal) dan perdarah dalam (internal).

Perdarahan luar adalah perdarahan yang terlihat biasanya tidak begitu parah tergantung luas dan

dalamnya perlukaan, sedangkan perdarahan dalam adalah perdarahan yang tidak kelihatan dan

seringkali membahayakan penderita. Adapun perdarahan dalam yang dapat menyebabkan shock

antara lain rongga dada, rongga abdomen, rongga pelvis, tulang panjang, retroperitoneal.

4. Disability. Langkah selanjutnya setelah sirkulasi adalah disability atau dievaluasi keadaan

neurologi secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat kesadaran menggunakan GCS, reaksi pupil

serta motoric dari masin-masing anggota gerak.


11

5. Bantuan hidup dasar atau Basic Life Support adalah bantuan dasar untuk menyelamatkan

hidup setelah terjadi henti jantung dan henti napas atau usaha yang di lakukan untuk

mempertahankan kehidupan pada saat penderita atau korban mengalami keadaan yang

mengancam jiwa, Komunikasi di dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kasus gawat darurat

sehari hari memerlukan sebuah sistem komunikasi dimana sifatnya adalah pembentukan jejaring

pelayanan gawat darurat sehingga seluruh kegiatan dapat berlangsung dalam satu sitem yang

terpadu dan terkoordinasi menjadi satu kesatuan kegiatan.

Pelayanan dalam keadaan yang menyebabkan korban massal memerlukan hal-hal khusus

yang harus di lakukan, yaitu, 1) Koordinasi dan komando, Dalam keadaan bencana di perlukan

pola kegiatan yang melibatkan unit-unit kegiatan lintas sektoral yang mana kegiatan akan

menjadi efektif dan efisien bila berada dalam satu komando dan koordinasi yang sudah di

sepakati oleh semua unsur yang terlibat, 2), Eskalasi dan Mobilisasi Sumber Daya. Kegiatan ini

merupakan penanganan bencana yang mengakibatkan korban masal yang mengharuskan di

lakukan eskalasi atau berbagai peningkatan. Ini dapat dilakukan dengan melaksanakan mobilisasi

sumber daya manusia (SDM). Mobilisasi fasilitas dan sarana, serta mobilisasi semua pendukung

pelayanan kesehatan bagi korban bencana. 3) Simulasi, dalam penyelenggaraan kegiatan di

perlukan ketentuan-ketentuan yang harus ada, yaitu prosedur tetap petunjuk pelaksana, petunjuk

teknis oprasional yang harus dilaksanakan oleh petugas yang merupakan setandar pelayanan.

Ketentuan tersebut perlu diuji melalui simulasi agar dapat di ketahui apakah semua sistem dapat

diimplementasikan pada kenyataan di lapangan. 4) pelaporan monitoring dan evaluasi seluruh

kegiatan penanganan bencana harus dilakukan pendokumentasian dalam bentuk pelaporan, baik

yang bersifat manual maupun digital dan diakumulasi menjadi satu data yang di gunakan untuk
12

melakukan monitoring maupun evaluasi apakah yang bersifat keberhasialan ataupun kegagalan

sehingga kegiatan selanjutnya akan lebih baik.

Dalam penyelanggaraan sistem pelayanan medik di rumah sakit yang harus di perhatikan

adalah penyediaan sarana, prasarana yang harus ada di Unit Gawat Darurat (UGD), Intensive

Care Unit (ICU), kamar jenazah, unit-unit pemeriksaan penunjang seperti radiologi, laboratarium

klinik,farmasi, gizi, ruang rawat inap dan lain-lain.

2.2 Sistem Pelayanan Medik Antar Rumah Sakit

Sistem pelayanan medik antar rumah sakit harus berbentuk jejaring rujukan yang di buat

berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan, baik dari segi kualitas

maupun kuantitas untuk menerima pasien dan ini sangat berhubungan dengan kemampuan SDM,

ketersediaan fasilitas medis di dalam sistem ambulan dan pelayanan evakuasi dapat diartikan

sebagai upaya memindahkan korban ke pusat pelayanan kesehatan atau tempat rujukan lainnya

agar korban mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih lanjut. Upaya dalam situasi ini dan

keadaan tertentu sangat penting, misalnya saat evakuasi korban gawat darurat, ketika korban

harus mendapatkan perawatan dan pengobatan di rumah sakit sehingga evakuasi korban harus

dilakukan secara cepat dan waspada serta diusahakan tidak memperburuk keadaan korban atau

menambah cidera baru.

Evakuasi dapat juga diartikan sebagai kegiatan memindahkan korban dari lokasi kecelakaan

ke tempat lain yang lebih aman dengan cara-cara sederhana, dilakukan di daerah-daerah sulit
13

dijangkau setelah keadaan darurat. Penolong harus melakukan evakuasi dan perawatan darurat

selama perjalanan (lilinrosyanti.wordpress.com, 2015).

(a) Pasien akan di evakuasi bila sudah dalam keadaan baik atau setabil dan sudah

memungkinkan bisa di pindahkan, khususnya pada pasien-pasien patah tulang.

Komunikasi merupakana bagian penting baik dalam proses penanganan bencana maupun

pertolongan pada klien dengan gawat darurat.

(b) Evakuasi dapat berupa 1) evakuasi darurat, dimana korban harus cepat dipidahkan

dikarenakan lingkungan yang membahayakan, keadaan yang mengancam jiwa yang

membutuhkan pertolongan segera maupun bila terdapat sejumlah pasien dengan

ancaman jiwa yang memerlukan pertolongan, 2) evakuasi segera, dimana korban harus

segera di lakukan penanganan karna adanya ancaman bagi jiwanya dan tidak biasa di

lakukan di lapangan, misalnya, pasien syok, pasien stress di lingkungan kejadian dll, 3)

evakuasi biasa, di mana korban biasanya tidak mengalami ancaman jiwa, tetapi perlu

pertolongan di rumah sakit.

Syarat-syarat evakuasi antara lain korban berada dalam keadaan stabil dan memungkinkan

untuk dievakuasi, korban telah disiapkan atau diberi peralatan yang memadai untuk trasportasi,

fasilitas kesehatan penerima telah di beri tahu dan siap menerima korban, kendaraan dan

pengawalan yang dipergunakan merupakan yang paling layak tersedia, untuk mempasilitasi

pengamanan evakuasi, maka harus dilakukan kontrol lalu lintas oleh kepolisian. Hal ini untuk

memastikan kelancaran jalur lalu lintas antar rumah sakit dan pos medis maupun pos komando.
14

Pos medis dapat menyampaikan pada pos komando agar penderita dapat dilakukan evakuasi bila

sudah dalam keadaan stabil.

2.3 Prinsip pelayanan

Respon time merupakan waktu tanggap yang di lakukan kepada pasien saat pasien tiba

sampai mendapat tanggapan atau respon dari petugas Instalasi Gawat Darurat dengan waktu

pelayanan yaitu waktu yang di perlukan pasien sampai selesai. Response time merupakan salah

satu indikator dari mutu pelayanan yang mempengaruhi kepuasan pasien. Sasaran mutu

Ambulan Gawat Darurat DKI Jakarta adalah kepuasan pelangan minimal 90%, keluhan

pelanggan 1x24 Jam, respon time maksimal 45 Menit.

Kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat di selesaikan dalam waktu yang

telah di tentukan oleh unit penyelenggara pelayanan ( Kepmen: Nomor: 63/KEP/M.

PAN/7/2003). Kecepatan pelayanan dalam hal ini adalah pelaksanaan tindakan atau

pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kuarang dari 5 menit dari pertama kedatangan

pasien di IGD.

Pada kasus-kasus tertentu misalnya pada kasus serangan jantung, memiliki Golden Period

atau periode emas 1 jam pertama, (Prof Dr dr Teguh Santoso. SpPD, kkv, SpJp, FIHA, FACC).

Pada kasus serangan stroke, golden period atau periode emas 1,5-2 Jam (Dr dr Antonia Anna

Lukito SpJp (k), FIHA, FSCAI). Hambatan pencapaian respon time adalah kemacetan lalu lintas,

akses yang sulit di jangkau dengan kendaraan dan kepadatan lalulintas.


15

2.4 Kemacetan Lalu Lintas

Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalulintas yang lewat pada ruas jalan yang di tinjau

melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan kecepatan bebas ruas jalan

tersebut mendekati atau melebihi 0 km / jam sehingga menyebabkan terjadi nya antrian. Pada

saat terjadianya kemacetan,nilai derajat kejenuhan pada ruas jalan akan di tinjau dimana

kemacetan akan terjadi bila nilai derajad kejenuhan mencapai lebih dari 0,5 ( MKJI. 1997 ).

Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi. Kemacetan semakin

meningkat apabila arus begitu besarnya sehigga kendaraan sangat berdekatan satu sama lain.

Kemacetan total terjadi apabila kendaraan harus berhenti atau bergerak sangat lambat (Ofyar Z

Tamin, 2000).

Transportasi mempunyai fungsi yang sangat strategis yaitu sebagai fasilitas penunjang dan

pendorong pembangunan. Sasaran utamanya adalah meningkatkan kelancaran arus lalu lintas,

angkutan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Kelancaran transportasi berarti

mampu mengatasi hambatan, kepadatan dan kemacetan lalu lintas angkutan ( Nasution, 1996).

Kemacetan lalu lintas, terutama yang terjadi didaerah perkotaan merupakan pertistiwa

umum yang dialami, yang menimbulkan dampak negatif (eksternalitas negatif). Kemacetan lalu

lintas tidak mungkin dielakkan dalam setiap hari kerja di kota-kota besar. Eksternalitas negatif

lainnya adalah pencemaran (polusi) udara dan kebisingan suara kendaraan bermotor.

Salah satu penyebab kemacetan lalu lintas adalah terdapatnya persimpangan jalan. Pada

umumnya kemacetan lalu lintas kendaraan bermotor di daerah perkotaan disebabkan karena
16

jumlah kendaraan bermotor (mobil dan sepeda motor) meningkat dari tahun ke tahun dengan

tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi ( Adisasmita, 2011).

Kemacetan menjadi permasalahan utama di ibukota Jakarta salah satunya di wilayah

Jakarta Utara yang menjadi akses keluar masuknya kendaraan berkapasitas besar yang

membawa barang-barang ekspor dan impor menuju pelabuhan tanjung priok. Antrian kendaraan

berkapasitas besar yang panjang berdampak terhadap kemacetan yang dikeluhkan masyarakat.

Dampak dari kemacetan lalulintas akan menyebabkan, keterlambatan tiba di lokasi kejadian

atau kediaman pasien, sehingga akan berdampak negatif pada pasien dan petugas medis di

lapangan.

Proses evakuasi pasien dengan kondisi jalan raya macet pernah Penulis alami. Pada waktu itu

direncanakan proses evakuasi dari rumah ke rumah sakit. Kondisi pasien yang akan Penulis

temui adalah pasien dengan kondisi kesadaran pasien menurun, keluhan sesak napas >

24x/menit, nyeri dada dan keringat dingin dan pasien memiliki riwayat jantung. Diperkirakan

dengan melihat jarak dari lokasi pos ambulan gawat darurat ke kediaman pasien dapat ditempuh

dalam waktu 5-7 menit. Namun dikarenakan kondisi jalan macet dan sulit mendapatkan akses

jalan, sehingga waktu tempuh mobil ambulan petugas ke rumah pasien ditempuh selama 30

menit. Sesampainya dirumah pasien, kondisi pasien sudah tidak sadarkan diri, dan setelah

dilakukan pengecekan kesadaran terhadap pasien, didapati pasien sudah meninggal sebelum

sempat dilakukan proses CPR Dan evakuasi ke rumah sakit.


17

Dari pengalaman penulis diatas dapat di simpulkan, dampak negatif dari kemacetan lalu lintas di

jalan raya, sangat luar bisa, baik dari segi waktu tempuh yang lebih panjang, dan berdampak

langsung terhadap respon time petugas untuk tiba di lokasi kejadian, yang menyebabkan tidak

tertolongnya nyawa pasien.

Anda mungkin juga menyukai