Anda di halaman 1dari 27

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan invansi organisme patogen hidup seperti

bakteri, virus, jamur, protozoa dan cacing (Sylvia & Lorrain, 2006). Salah satu

penyebab penyakit infeksi adalah bakteri. Bakteri merupakan organisme prokariot

yang memiliki kromosom tunggal dan tidak memiliki nukleus (Gillespie et al,

2007). Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara

sporadik maupun endemik, seperti bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia

coli dan Pseudomonas aeruginosa (Djide & Sartini, 2008).

Bakteri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif yang

berbentuk batang. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan

kadang-kadang membentuk rantai yang pendek, tidak mempunyai spora, tidak

mempunyai selubung serta mempunyai flagel (Mayasari, 2005). Flagel tunggal

yang bersifat polar terdiri atas 2-3 flagel. Pseudomonas aeruginosa dapat

menularkan penyakit secara nosokomial pada manusia yaitu infeksi pada kulit,

mata, telinga, saluran nafas bagian bawah, saluran kemih dan organ lain (Radji,

2011).

Penggunaan antibiotika adalah salah satu cara yang dilakukan oleh

manusia untuk mengobati penyakit akibat infeksi bakteri. Akan tetapi penggunaan

antibiotika yang berlebihan dan pemberian dalam jangka waktu yang lama dapat

menyebabkan terjadinya resistensi pada bakteri (Maryuni, 2008). Hal tersebut

dapat menyebabkan bahan antibiotika sintesis menjadi tidak efektif lagi dan

1
bahkan terkadang memberikan efek samping dalam penggunaanya (Nwinyi et al.,

2009).

Oleh karena itu, salah satu pilihan alternatif untuk mengobati penyakit

akibat infeksi bakteri adalah dengan menggunakan tanaman sebagai obat

tradisional pengganti antibiotik sintesis. Menurut Viswanad et al, (2011)

penggunaan tanaman dalam terapi penyakit memiliki berbagai keuntungan

diantaranya mengenai keamanan dan keefektifannya. Sudewo (2005)

membuktikan bahwa efek samping dari penggunaan obat herbal yang relatif lebih

kecil dibanding penggunaan obat-obat kimia.

Berbagai hasil penelitian yang mengkaji tentang penggunaan tanaman

sebagai bahan obat telah banyak dilaporkan termasuk diantaranya sebagai

antibakteri. Antibakteri merupakan substansi yang dihasilkan oleh suatu

organisme, yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan

ataupun membunuh mikroorganisme lain. Aiyegoro dan Okoh (2009), melaporkan

adanya kandungan antimikroba dalam berbagai minyak atsiri. Minyak atsiri

berperan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu proses terbentuknya

membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk atau tidak terbentuk sempurna.

Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya mengandung gugus

fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil (Partawa, 2008).

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil metabolisme sekunder yang

dihasilkan oleh tanaman, bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai

rasa getir, serta berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya

(Sudaryanti & Sugiharti, 1990).

2
Pada industri farmasi, minyak atsiri dimanfaatkan karena berkhasiat

sebagai karminatif, anestesi lokal dan analgesik. Sedangkan dalam industri

makanan dan minuman, minyak atsiri digunakan untuk memberikan rasa dan

aroma yang khas (Yuliani, 2006). Minyak atsiri beberapa tanaman juga terbukti

bersifat aktif sebagai antibakteri (Inouye et al., 2001; Chandarana et al., 2005).

Salah satu tanaman yang diduga memiliki kandungan minyak atsiri adalah

Polygala paniculata L. yang merupakan tanaman asli Amerika tropis (Wang et al,

2008). Polygala paniculata L. merupakan tanaman semusim yaitu dari biji lalu

tumbuh dan akan mati setelah mencapai dewasa selama 4-5 bulan. Beberapa hasil

penelitian terhadap tanaman Poligala paniculata L. terbukti memiliki potensi

dalam bidang kefarmasian seperti sitotoksik atau antikanker, antibakteri, dan

antimikotik karena memiliki kandungan metabolit sekunder seperti alkaloid,

flavanoid, tanin, saponin, dan steroid. Keragaman metabolit sekunder tersebut

menggambarkan kemungkinan masih memiliki potensi kefarmasian lainnya

(Rijai, 2013).

Sejauh ini belum ada penelitian mengenai potensi antibakteri dari minyak

atsiri akar tanaman Poligala paniculata L., oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian potensi antibakteri dari minyak atsiri akar tanaman Polygala paniculata

L. terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan menggunakan Karbenisilin

sebagai antibiotik pembanding.

1.2 Rumusan Masalah

Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dalam

kehidupan manusia. Salah satu penyebab infeksi adalah bakteri Pseudomonas

3
aeruginosa. Minyak atsiri akar tanaman Poligala paniculata L. merupakan

alternatif pengobatan yang dilakukan dalam penanggulangan penyakit infeksi.

Akar dari tanaman ini diduga memiliki kandungan minyak atsiri yang berpotensi

di bidang kefarmasian. Oleh karena itu dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini antar lain :

1. Apakah minyak atsiri dari akar tanaman Poligala paniculata L. memiliki

potensi antibakteri terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa?

2. Bagaimana sifat fisika minyak atsiri akar Poligala paniculata L. ?

1.3 TujuanPenelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi minyak atsiri akar

tanaman Polygala paniculata L. terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa.

1.4 Hipotesa Penelitian

Minyak atsiri akar tanaman Polygala paniculata L. memiliki potensi

antibakteri.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk pengembangan ilmu

pengetahuan dibidang biologi farmasi, memberikan informasi tentang potensi

antibakteri yang terdapat dari minyak atsiri akar tanaman Polygala paniculata L.

dan dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga bermanfaat dibidang farmasi dan

kesehatan.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani

2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi tanaman Polygala paniculata L. adalah :

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Polygales

Family : Polygalaceae

Genus : Polygala

Species : Polygala paniculata L

Tumbuhan ini memiliki nama P. Variabilis Hassk. Di Indonesia dikenal

beberapa nama daerah dari tumbuhan ini, diantaranya Akar Wangi, Jukut Rindik,

Jukut Tekukur, Katumpang Lemah, Ki Kawat, Ki Cenceng, Sapuan, Sasabuan,

dan Totombe (Soerjani et al., 1987).

2.1.2 Morfologi Tumbuhan Polygala paniculata L.

Polygala paniculata L. merupakan tumbuhan herba. Tumbuhan ini

memiliki batang yang tegak dengan panjang 10-30 cm dan bercabang banyak.

Tangkainya berbentuk silinder, berwarna hijau, dan keungu-unguan. Akarnya

berwarna kekuning-kuningan dan berbau khas. Daunya banyak, berwarna hijau,

berbentuk memanjang (oblongatus), berulir (whorl), permukaan daun halus dan

5
licin, ujung daun lancip, memiliki satu pertualangan daun, tangkai daun (peticole)

pendek (0,5 mm), panjang daun 1-2,5 cm, lebar daun 0,1-0,4 cm, bunganya

biseksual, berwarna putih dan keunguan terletak dibagian ujung dan tangkai daun,

tangkai bunganya ramping, berjumlah (2-10) dan kelopak daun memiliki panjang

2 mm. Bawahnya berbentuk tumpul (optuse) dan memanjang (oblong) serta

berukuran 1,5-2,5 x 0,8 mm. Bijinya memanjang dan menyempit berwarna hitam

dan tidak mengkilap, panjang 0,5-2 mm dan permukaanya licin (Soerjani et al.,

1987).

2.1.3 Penyebaran dan Habitat

Polygala paniculata L. merupakan tanaman asli Amerika tropis. Di

Indonesia, tumbuhan ini pertama kali ditemukan di Jawa pada tahun 1845. Selain

itu tumbuhan ini juga tersebar luas di beberapa wilayah di Indonesia, seperti

Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Tumbuhan Polygala paniculata L. hidup di

daerah pantropical yaitu di daerah yang lembab , agak panas dan memiliki

ketinggian 2000 m dari permukaan laut, seperti di daerah pinggiran perkebunan,

daerah rerumputan, daerah persawahan yang terdapat di pinggir pegunungan

(Soerjani et al., 1987).

2.1.4 Kandungan Kimia Polygala paniculata L.

Dari penelusuran literatur diketahui bahwa dari Polygala paniculata L. ini

telah diisolasi 3 jenis senyawa metabolit sekunder yaitu xanthon, kumarin, dan

flavonol. Senyawa xanthon yang telah diisolasi adalah 1-hidroksi-5-metoksi-2-3-

metilendioksixanthon, 1,5-dihidroksi-2,3-dimetilxanthon, dan 1-hidroksi-2,3,5-

6
trimetoksixanthon. Senyawa kumarin berupa piranokumarin diester dan

muraginin, serta senyawa flavonol berupa rutin. Selain itu pada akar tumbuhan ini

juga mengandung senyawa metil salisilat (Soerjani et al., 1987).

II.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan mengandung

aroma atau wangi yang khas (Sastroamidjojo, 1988). Minyak atsiri (essential

oil/volatile oil) atau essences merupakan senyawa mudah menguap yang berasal

dari tanaman aromatic, tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik.

Sifat toksik alami minyak atsiri berguna dalam pengobatan dan minyak atsiri telah

lama dikenal sebagai sumber terapi yang penting, misalnya sebagai senyawa anti

mikroba (Guenther, 2006).

Minyak atsiri pada dasarnya mengandung campuran senyawa kimia dan

biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Beberapa tipe senyawa organik

mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksida,

ester, aldehida, dan eter. Sangat sedikit sekali yang mengandung satu jenis

komponen kimia yang persentasenya sangat tinggi. Yang menentukan aroma

minyak atsiri biasanya komponen yang persentasenya tinggi. Walaupun begitu,

kehilangan satu komponen yang persentasenya kecilpun dapat memungkinkan

terjadinya perubahan aroma minyak atsiri tersebut (Agusta, 2000).

Minyak atsiri banyak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Minyak

atsiri banyak digunakan sebagai obat-obatan. Untuk memenuhi kebutuhan itu,

sebagian besar minyak atsiri diambil dari berbagai jenis tanaman penghasil

minyak atsiri (Rumondang, 2004).

7
Minyak atsiri secara umum terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen

(H), dan oksigen (O), kadang-kadang juga terdiri dari nitrogen (N) dan belerang

(S). Dalam minyak atsiri terdapat senyawa-senyawa golongan monoterpen,

seskuiterpen, fenol, alcohol, eter/ ester, dan kumarin. Sebagian besar minyak atsiri

termasuk dalam golongan senyawa organik terpen dan terpenoid yang bersifat

larut dalam minyak/ lipofil. Klassifikasi dari terpen didasarkan atas jumlah satuan

isopren yang terdapat dalam molekulnya yaitu : monoterpen, seskuiterpen,

diterpen, triterpen, tetraterpen dan politerpen yang masing-masing terdiri dari

2,3,4,6,8 dan n satuan isopren (Finar, 1959).

Monoterpen terdapat dalam sebagian besar minyak atsiri terutama dalam

minyak jeruk. Merupakan minyak yang tidak berwarna, sangat stabil disimpan

pada suhu yang dingin dan berfungsi sebagai antiseptik, contoh minyak atsiri

adalah limonen (dalam minyak lemon), pinen (dalam pinus) dan camphor (dalam

kapur barus). Sedangkan seskuiterpen merupakan terpen yang tidak mudah

berubah seperti monoterpen. Seskuiterpen memiliki efek antiinflamasi dan

antiinfeksi (Finar, 1959).

II.3 Metode Isolasi Minyak Atsiri

Destilasi adalah proses pemisahan yang paling sering digunakan dalam

kehidupan sehari-hari. Destilasi sangat baik untuk memisahkan bahan-bahan alam

yang berupa zat cair atau untuk memurnikan cairan yang mengandung pengotor

(Wonorahardjo, 2013). Secara prinsip destilasi adalah metode pemisahan yang

didasarkan karena adanya perbedaan titik didih antara komponen-komponen yang

akan di pisahkan. Bila perbedaan titik didih antar komponen makin besar maka

8
pemisahan akan semakin baik. Destilasi digunakan untuk menarik senyawa

organik yang titik didihnya di bawah 2500 C (Ibrahim & Marham, 2013).

Beberapa macam-macam destilasi :

a. Destilasi Uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan minyak atsiri dari

bahan segar atau simplisia dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial

senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kotinu sampai

sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran senyawa kandungan

menguap ikut terdestilasi menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang

memisah sempurna atau memisah sebagian (Departemen Kesehatan RI, 2000).

b. Destilasi Air

Pada sistem destilasi air, simplisia yang akan didestilasi langsung kontak

dengan air mendidih. Simplisia yang telah dipotong-potong sesuai ukuran

dididihkan dengan air, uap air dialirkan melalui pendingin dan destilat berupa

campuran air dan minyak ditampung. Keuntungannya adalah baik untuk

menyuling bahan berbentuk akar dan bunga-bunga yang mudah menggumpal jika

kena panas (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).

c. Destilasi uap dan air

Destilasi dengan cara ini memakai alat semacam dandang. Simplisia

diletakkan diatas bagian yang berlobang sedangkan air di lapisan bawah. Uap

dialirkan melalui pendingin dan destilat yang merupakan campuran air dan

minyak ditampung. Cara ini baik untuk simplisia basah atau kering yang rusak

akibat pendidihan (Departemen Kesehatan RI, 1985).

9
II.4 Bakteri Uji

2.4.1 Klasifikasi Pseudomonas aeruginosa (Salle, 1961)

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria

Order : Pseudomonadales

Family : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas

Species : Pseudomonas aeruginosa

2.4.2 Morfologi Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri berbentuk batang, yang

bersifat Gram negatif, aerob, motil, dan familinya adalah pseudomonadaceae.

Bakteri Gram negatif memiliki struktur permungkaan yang rumit. Lapisan

tersebut terdiri dari outer membrane, ruang periplasma yang mengandung lapisan

tipis peptidoglikan dan membran sitoplasma. Hal inilah yang membedakan bakteri

Gram negatif dengan Gram positif ( Brooks, 2010).

Gambar 1. Brook, 2010. Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology

10
Bakteri ini bersifat oksidase positif dan tidak merugikan karbohidrat.

Tetapi banyak strain yang mengoksidasi glukosa. Pengenalan biasanya

berdasarkan morfologi, sifat oksidase positif, adanya pigmen yang khas dan

pertumbuhan pada suhu 42° C. Untuk membedakan Pseudomonas aeruginosa dari

Pseudomonas yang lain berdasarkan pada aktivitas biokimiawinya yang

membutuhkan berbagai substrat. Pseudomonas aeruginosa lebih resisten terhadap

disinfektan dari pada kuman lain. Kebanyakan antibiotik dan antimikroba tidak

efektif terhadap kuman ini (Syahrurachman et al., 1994).

Bakteri Pseudomonas aeruginosa dapat tumbuh di berbagai media, salah

satunya nutrient agar dan tumbuh subur pada suhu 37-400 C. Bakteri

Pseudomonas aeruginosa pada umumnya menghasilkan pigmen saat dikultur di

media. Bakteri ini menghasilkan salah satu dari empat pigmen yaitu, pyocyanin,

pyomelanin, pyoverdin dan pyorubin. Pigmen pyocyanin merupakan pigmen yang

cukup sering dihasilkan oleh bakteri ini. Pyocyanin memberi warna kebiruan non

fluorescent yang berdifusi pada media kultur. Pigmen pyoverdin memberi warna

kehijauan pada agar. Srtain lain dari bakteri ini menghasilkan pyorubin yang

berwarna merah atau pyomelanin yang berwarna hitam (Jawetz, 2007).

Bakteri Pseudomonas aeruginosa juga dapat membentuk berbagai tipe

koloni. Perbedaan tipe koloni kemungkinan juga dapat mempengaruhi aktivitas

biokimia dan enzimatik, tetap masih belum jelas apakah perbedaan tipe koloni

merupakan representasi dari perbedaan strain atau variasi dari strain yang sama

(Jawetz, 2007).

11
2.4.3 Patogenesis Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa menjadi bakteri patogen hanya jika bakteri ini

melekat pada tempat yang kurang perlindungan dari infeksi patogen seperti luka

bakar, kulit yang mengalami kerusakan langsung, dan membran mukosa. Selain

itu, bakteri Pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan infeksi pada orang yang

mengalami immunocompromised atau fungsi protektif dari bakteri flora normal.

Faktor lain terjadinya infeksi karena Pseudomonas aeruginosa adalah intubasi

endotrakea, pemasangan kateter urin, pemakaian obat intravena, AIDS, kanker,

diabetes melitus, pemakaian steroid, dan pemakaian antibiotik broad-spektrum

(Jawetz, 2007 ).

2.5 Metoda Pengujian Antibakteri

Metoda pengujian aktivitas antibakteri terdiri dari metode difusi, dilusi dan

bioautografi (Volk, 1990) :

a. Metoda difusi

Metoda difusi menggunakan pencadangan (reservoir) baik berupa cakram

kertas, baja tahan karat atau plat silinder yang mengandung sejumlah tertentu

sampel uji yang diletakkan pada permukaan media padat yang telah diinokulasi

dengan mikroba uji. Setelah inkubasi dapat diketahui diameter daerah hambat dari

sampel uji pada konsentrasi tertentu terhadap mikroba uji yang digunakan.

b. Metoda dilusi

Pada metoda dilusi, zat uji dicampur dengan media pertumbuhan bakteri

berupa media cair. Media tersebut sebelumnya telah diinokulasi dengan mikroba

uji. Setelah diinkubasi, pertumbuhan mikroorganisme diamati secara visual atau

12
dengan mengukur kekeruhan (transmitan) menggunakan spektrofotometer.

Metoda dilusi ini bertujuan untuk mengamati sifat zat dalam menghambat

pertumbuhan atau untuk mematikan mikroba uji.

c. Metoda bioautografi

Metoda bioautografi adalah suatu metoda untuk melokalisasi aktivitas

antimikroba pada kromatogram. Prosedur umumnya berdasarkan teknik difusi

dari sampel pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) atau kromatografi kertas ke

plat agar. Pada KLT disemprotkan suspensi mikroba, kemudian diinkubasi selama

beberapa hari. Daerah hambatan kemudian dilihat dengan penampakan noda yang

cocok, seperti garam tetrazolium.

2.6 Media Pembiakan Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat makanan yang di

perlukan untuk menumbuhkan suatu mikroorganisme dalam rangka isolasi

memperbanyak perhitungan dan pengujian sifat fisiologik suatu mikroorganisme.

Media ini digunakan dengan tujuan menumbuhkan jenis kuman yang dicari dan

menghambat pertumbuhan bakteri lain (Anonim, 2004).

Menurut isi media di bagi menjadi 2 yaitu :

a. Media basal

Media ini digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat media lain yang

lebih komplek. Media basal dibedakan menjadi 2, yaitu :

 Media basal padat : kaldu agar, TSA (Tryptone Soya Agar).

13
 Media basal cair : air peton, kaldu pepton, NA (Nutrien Agar). Komposisi

dari nutrien agar adalah ekstrak beef, pepton, agar, NaCl, air desitilat dan

berada pada PH 6,8 – 7,0.

b. Media campuran

Media selain media basal juga ditambahkan berbagai macam zat, baik

organik maupun anorganik sesuai dengan kebutuhan bakteri.

2.7 Antibiotik Pembanding Karbenisilin (Farmakope Indonesia IV, 1995)

Dalam pengujian aktifitas antimikroba senyawa hasil isolasi biasanya

digunakan senyawa antibiotik lain yang diketahui aktivitasnya. Tujuan

penggunaan pembanding ini adalah untuk mengetahui kepekaan dari mikroba uji.

Senyawa antibiotik yang digunakan biasanya berspektrum luas atau dapat bekerja

sekelompok mikroba uji (Febrianto, 2014).

Antibiotik pada umumnya tidak efektif lagi terhadap bakteri Pseudomonas

aeruginosa kecuali beberapa antibiotik seperti amikasin, gentamisin, karbenisilin

dan tikarsilin. Karbenisilin merupakan salah satu antibiotik sintetk turunan

penisilin yang mempunyai potensipenghambat bakteri, dimana aktif terhadap

bakteri gram positif dan gram negatif (Nikaido, 2001).

Struktur kimia karbenisilin

O H COOH

CH CO NH S

COOH H H

14
III. METODE PENELITIAN

III.1 Waktu dan Tempat

Penelitian akan dilaksanakan dari bulan September sampai Oktober 2016

di Laboratorium Kimia Bahan Alam Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang dan

Laboratorium Mikrobiologi Kopertis Wilayah X Padang.

III.2 Alat dan Bahan

III.2.1 Alat

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pinset, pipet

tetes, jarum ose, tabung reaksi (Pyrex®), cawan petri (Pyrex®), corong pisah

(Pyrex®), pipet volumetrik, lemari aseptik, timbangan analitik (Precisa®), kapas

steril (Promedik®), kain kasa (Promedik®), gunting, lampu spiritus, erlemeyer

(Pyrex®), hotplate (Cimarec®), beaker glass (Pyrex®), gelas ukur (Pyrex®),

inkubator (Memmert®), magnetic stirrer (Spinbar®), destilasi uap, laminar air

flow cabinet, autoklaf (Model 25x-2 wisconsis aluminium foundry co,.inc®),

vortex mixer (Model VM-1000), rotary shaker incuator (Model VRN-400),

colony counter, refraktometer, piknometer, kertas cakram (Whatman No.42),

pelobang kertas, plastic wrap (Total®) dan kamera (Cannon).

III.2.2 Bahan

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sampel akar

Polygala paniculata L., aquadest, etanol 70% (Brataco®), spritus (Brataco®),

15
natrium klorida 0,9 % (Otsuka®), natrium klorida p.a, media nutrien agar (NA)

(Merck®), suspensi bakteri uji Pseudomonas aeruginosa dan Karbenisilin.

c.3 Cara Kerja

3.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel akar Polygala poniculata .L diambil disekitar Fakultas Biologi

Universitas Andalas (UNAND) Limau Manis, Padang, Sumatera Barat. Sampel

akar diambil sebanyak ± 1 kg, dicuci bersih dengan air mengalir, dipotong kecil-

kecil sesuai ukuran kemudian dikeringkan dengan cara pemanasan dengan

matahari langsung, dimasukkan dalam wadah plastik bersih dan dibawa ke

laboratorium untuk dilakukan penelitian.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan dilakukan di Herbarium ANDA, Jurusan Biologi,

Fakultas MIPA, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.

3.3.3 Isolasi Minyak Atsiri

Akar Polygala poniculata .L didestilasi sebanyak ± 1 kg . Akar yang telah

dipotong kecil-kecil kemudian didestilasi air dengan 500 ml aquadest. Panci yang

digunakan dilengkapi dengan kondensor, kemudian dipanaskan selama kurang

lebih 4-5 jam. Hasil dari destilasi air, minyak yang diperoleh terpisah dari air,

namun minyak perlu dibebaskan lagi dari sisa-sisa air. Destilat yang diperoleh

merupakan campuran minyak dengan air yang selanjutnya dipisahkan dalam

corong pisah. Untuk pemisahan sempurna, destilat ditambahkan natrium klorida

16
(NaCl) agar minyak yang teremulsi terpisah. Fase air ditampung dengan

erlemayer, untuk dipisahkan lagi karena kemungkinan masih mengandung sedikit

minyak yang teremulsi. Fase air ini ditambahkan dengan pelarut natrium klorida

dan dilakukan pengocokan, kemudian didiamkan hingga terbentuk dua lapisan.

Lapisan atas (natrium klorida) ditampung dan lapisan bawah (air) dibuang.

Ekstrak natrium klorida yang diperoleh kemudian diuapkan menggunakan alat

rotari vakum evaporator hingga diperoleh minyak yang tersisa (Guenther, 2006).

3.3.4 Penetapan Sifat Fisika Minyak Atsiri

3.3.4.1 Penetaapan Bobot Jenis

Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan bobot zat terhadap air suling.

Piknometer kosong ditimbang dalam keadaan bersih, kemudian diisi dengan

aquades hingga penuh lalu direndam dalam bejana yang berisi air es hingga suhu

mencapai 25° C (hindari gelembung udara), tutup piknometer ambil dari bejana,

kemudian piknometer dibersihkan dengan tissu hingga kering, timbang

piknometer yang berisi aquadest. Piknometer kosong diisi minyak atsiri sampai

penuh, kemudian piknometer yang berisi minyak atsiri direndam dalam bejana,

setelah itu amati suhu yang tertera pada thermometer, jika suhu menunjukan 25° C

ditutup piknometer dan ambil dari bejana. Lalu, bersihkan dengan tissu sampai

kering dan timbang (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).

3.3.4.2 Penetapan indeks bias

Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa

udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Air dialirkan melalui alat

17
refraktometer pada suhu pembacaan yang akan dilakukan. Suhu tidak boleh

berbeda lebih dari 2° C dari suhu referensi dan harus dipertahankan dengan

toleransi ± 0,2° C. Sebelum minyak atsiri dialirkan di dalam alat, minyak harus

berada pada suhu yang sama dengan suhu pengukuran yang akan dilakukan.

Pembacaan hanya ndilakukan bila suhu sudah stabil (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 1985).

3.3.5 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat-alat yang akan dipakai disterilkan terlebih dahulu dengan cara dicuci

bersih dan dikeringkan, cawan petri dibungkus dengan kertas perkamen. Alat-alat

gelas seperti tabung reaksi, gelas ukur dan labu erlenmeyer yang ditutup mulutnya

dengan kapas steril yang dibalut dengan kain kasa steril lalu dibungkus dengan

kertas perkamen, kemudian disterilkan semuanya dalam autoklaf pada suhu 121°

C, tekanan 15 lbs selama 15 menit. Pinset, jarum ose, dan kaca objek disterilkan

dengan cara flambir. Laminar air flow disterilkan dengan menyalakan lampu UV

selama 5 menit. Lemari aseptis dibersihkan dari debu lalu disemprot dengan

alkohol 70%, dibiarkan selama 15 menit (Bonang et al., 2002).

3.3.6 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Medium nutrien agar terdiri dari ekstrak daging 3 g, agar 12 g dan pepton

5 g. Sebanyak 20 g nutrient agar dilarutkan dengan 1 liter aquadest dalam

erlemeyer dan dipanaskan diatas hotplate sambil diaduk dengan batang pengaduk

menggunakan magnetic stirrer sampai terbentuk larutan jernih. Kemudian

18
disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121° C tekanan 2 atm selama 15 menit

(Atlas, 2010).

3.3.7 Pembiakan Bakteri

Pembiakan dilakukan dengan cara menuangkan 1 ml hasil tiap

pengenceran ke dalam cawan petri steril kemudian ditambahkan kira-kira 10 ml

nutrient agar pada cawan petri kira-kira suhu 50° C. Media ditunggu sampai

mengeras, lalu biakan dalam cawan petri diinkubasi pada suhu 37° C selama 24

jam (Michael et al., 2010).

3.3.8 Peremajaan Mikroba Uji

Diambil satu koloni bakteri dengan menggunakan jarum ose steril lalu

ditanamkan pada media agar miring nutrient agar (NA) dengan cara menggores,

setelah itu diinkubasi pada inkubator pada suhu 37° C selama 24 jam.

3.3.9 Pembuatan Suspensi Mikroba Uji

Koloni mikroba uji diambil dari agar miring 1-2 ose lalu disuspensikan

dalam natrium klorida (NaCl) fisiologis steril dalam tabung reaksi steril.

Kemudian dihomogenkan dengan vortex. Konsentrasi atau kekeruhan

dibandingkan dengan 0,5% Mc Farland (Sinaga et al., 2009).

3.3.10 Pembuatan Antibiotik Pembanding

Antibiotik yang digunakan yaitu Karbenisilin murni. Selanjutnya

ditimbang sebanyak 0,6 mg dilarutkan dalam 2 ml aquadest.

19
3.3.11 Uji Potensi Minyak Atsiri

Uji daya hambat antibakteri ini diawali dengan penyiapan permukaan

media padat yang dilapisi bakteri yang dilakukan dengan cara memipet 0,5 mL

suspensi bakteri ke dalam cawan petri steril, selanjutnya dituangi dengan media

agar (dicairkan pada temperatur 400 °C) yang sudah menjadi dingin tapi belum

memadat. Cawan petri ini kemudian digoyangkan untuk memperoleh suspensi

bakteri yang homogen pada permukaan media agar. Setelah itu cakram kertas

saring yang telah disiapkan diinjeksi sebanyak 100 μL larutan uji minyak atsiri

sebelum difraksinasi, pelarut yang digunakan. Cakram kemudian diletakkan diatas

media pembenihan, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada temperatur 37° C.

Pada uji ini hasil (+) ditandai dengan terbentuknya daerah bening yang merupakan

daerah hambat pertumbuhan bakteri (Entjang, 2001).

3.3.12 Uji Potensi Antibakteri

Minyak atsiri akar tanaman Polygala paniculata L. diuji potensi

antibakterinya dengan melihat nilai KHM dan KBM menggunakan metode

mikrodilusi. Bakteri uji yang digunakan adalah Pseudomonas aeruginosa.

Konsentrasi larutan induk zat uji yang disiapkan adalah 50% v/v dengan DMSO

sebagai pelarut. Setelah inkubasi selama 24 jam, diamati endapan pada dasar plat

mikrodilusiyang menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri uji. KHM ditentukan

dari konsentrasi terendah dimana tidak terbentuknya endapan. KBM ditentukan

dengan memindahkan medium (100 μL) dari setiap sumur pencadang (well) pada

plat mikrodilusi yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan dan disubkultur

pada cawan petri yang berisi Nutrient Agar. Cawan petri kemudian diinkubasi

20
pada suhu 37° C selama 24 jam. Pertumbuhan ditandai dengan adanya zona keruh.

Konsentrasi zat uji dimana tidak terdapat pertumbuhan menunjukkan nilai KBM

(Sabrina et al., 2011).

Untuk menilai efektifitas suatu zat antibakteri dapat diklasifikasikan

sebagai berikut.

Tabel 1. Klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri (Greenwood, 2000).

Diameter Zona Hambat Respon Hambatan Pertumbuhan


>20 mm Kuat
16-20 mm Sedang
10-15 mm Lemah
<10 mm Tidak ada

3.3.13 Parameter Pengamatan

1. Bobot Jenis

Bobot jenis minyak atsiri diukur dengan menggunakan alat pknometer

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).

2. Indeks Bias

Indek bias minyak atsiri diukur dengan menggunakan alat refraktometer

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).

3. Uji Potensi Bakteri

Untuk mengetahui zona hambatan sampel terhadap pertumbuhan bakteri

uji dilakukan pengukuran diameter zona bening disekitar cakram. Semakin besar

zona hambat makin besatr pula kemampuan minyak atsiri akar Polygala

paniculata L. untuk menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa

(Chusniati et al., 2010).

21
3.3.14 Analisa Data

Adapun beberapa data yang dihasilkan dari penelitian ini dianataranya

pada tahap isolasi sampel dengan menggunakan metoda destilasi air akan

diperoleh minyak atsiri. Pengamatan dilakukan selama 24 jam masa inkubasi.

Zona bening sekitar cakram merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap bahan

antibakteri yang digunakan sebagai bahan uji dan dinyatakan dengan luas zona

hambat. Zona hambat yamg terbentuk disekitar kertas cakram diukur diameter

vertikal dan diameter horizontalnya dengan satuan mm menggunakan jangka

sorong.

Dv

Dc
Dh

1. Diameter zona hambat diukur dengan rumus :

( Dv−Dc )+(Dh−Dc)
2

Keterangan :

Dv : Diameter vertikal

Dh : Diameter horizontal

Dc : Diameter cakaram

2. Bobot jenis

22
Berat pikno berisi minyak atsiri−berat pikno kosong( g)
Bj =
Volume pikno

3. Indeks bias

c
n=
v

n : indeks bias

c : laju cahaya dalam ruang hampa (3x108)

v : kecepatan laju cahaya

23
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2004).Petunjuk Praktikum Mikrobiologi, Edisi kedua. Surakarta:


Fakultas Farmasi, UMS.

Agusta, (2000). Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Institut


Teknologi Bandung.

Brooks GF, Carroll KC, Brutal JS, Morse SA, editors. Jawets, Melnick &
Adelberg’s, (2010). Medical Microbioligy. 25th ed: The McGraw Hill
Company.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar Umum


Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Djide & Sartini. (2008). Mikrobiologi Dasar Farmasi. Makasar: Universitas


Hasanuddin.

Entjang, I., (2001). Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan.


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Guenther, E. (2006). Minyak Atsiri. Jilid III. Jakarta: Universitas Indonesia.

Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Inouye, S., Takizawa, T., dan Yamaguchi, H., (2001). Antibacterial activity of
essential oil and their major constituents against respiratory by gaseous
contact. Journal of Antimicrobial Chemoterapy, 47:565-573.

Ibrahim, Sanusi, dkk. (2013). Teknik Laboratorium Kimia Organik. Yogyakarta:


Graha.

Jawetz, Melnick, & Adelberg. (2007). Mikrobiologi Kedokteran, (Edisi 23).


Penerjemah : Hartanto, H., Rachman, C., Dimanti., & Diani, A. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ketaren, (1987). Minyak Atsiri, UI Press, terjemahan: Guenther. E., 1947.
Essential Oils, Vol 1, John Willey and Sons, New York.

24
Mayasari, (2005). Pseudomonas aeruginosa: Karakteristik, Infeksi dan
Penanganan. Medan: Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

Pratiwi, S. T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah


Mada.
Padmawinata, K., dan Sudiro, I., (1987). Metode Fitokimia: Penuntun Cara
Modern Menganalisis Tumbuhan, ITB. Bandung, Terjemahan:
Phytochemical Methods, Harborne, J.B., 1973. Chapman and Hall 1 td,
London.

Salle, A., (1961). Fundamental Principle of Bacteriology, 5 th Ed, Mc Graw Hill


Book Company, Inc, New York.
Satrohamidjojo, H, (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Soerjani, M., Kostermans, A.J.G.H. Tjitrosoepomo, G., (1987). Weed of Rice


Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Sudaryanti, T dan Sugiharti, E., (1990). Budidaya dan Penyulingan Nilam.
Jakarta. Penebar Swadaya.

Syahruracman, Chatim, Soebandrio, Karuniawati, Santosa, dan Harun, (1994).


Kokus Positif Gram dan Batang Negatif Gram. Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran, Edisi Revisi, 103-111, 163-165, Jakarta: Penerbit Bina
Aksara.

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Jakarta: EGC.

Wonorahardjo & Surjani. (2013). Metode-Metode Pemisahan Kimia. Jakarta:


Akademia Permata.

Yuliani, S dan Mulyono, M., (2006). Pemanfaatan Minyak Atsiri Untuk


Aromaterapi. Prosiding Minyak Atsiri (2006).

25
Lampiran 1. Skema Destilasi Sampel

Sampel akar
- Simplisia ditimbang ± 1 kg

Sampel di destilasi air

- Sampel yang telah ditimbang ± 1 kg


didestilasi air selama 5 jam dengan suhu
140-200° C
- Sampel didapat minyak atsiri dan air

Destilat berupa campuran fase air


dan fase minyak

Dipisahkan dengan
corong pisah

Fase air Fase minyak

Destilat ditambahkan Minyak Atsiri


Nacl p.a dan dikocok
kuat

26
Lampiran 2. Uji potensi antibakteri

Pembiakan Bakteri
Pseudomonas aeruginosa

Peremajaan Mikroba Uji

- Menggunakan jarum ose steril lalu ditanamkan


pada media agar miring nutrient agar (NA)
dengan cara menggores.
- Diinkubasi pada inkubator pada suhu 37° C
selama 24 jam.

Pembuatan Suspensi
Mikroba Uji

- Lalu disuspensikan dalam natrium klorida


- Dihomogenkan dengan vortex.
- Konsentrasi atau kekeruhan dibandingkan
dengan 0,5% Mc Farland.

Uji Potensi Minyak Atsiri

- Pipet 0,5 mL suspensi bakteri ke dalam cawan


petri steril.
- Dituangi dengan media agar (dicairkan pada
temperatur 400 °C) yang sudah menjadi dingin
tapi belum memadat.
- Cakram kertas saring yang telah disiapkan
diinjeksi sebanyak 100 μL larutan uji minyak
atsiri.
- Cakram kemudian diletakkan diatas media
pembenihan, kemudian diinkubasi selama 24
jam pada temperatur 370 °C.

27

Anda mungkin juga menyukai