A. Capaian Pembelajaran
Praktikan mengetahui macam-macam teknik pematahan dormasi biiji.
B. Capaian Pembelajaran Mingguan
1 Praktikan dapat terampil melakukan teknik pematahan dormasi secara fisik.
2 Praktikan dapat terampil melakukan teknik pematahan dormasi secara fisik.
3 Praktikan dapat menjelaskan teknik pematahan dormansi pada biji yang digunkan.
C. Dasar Teori
D. AlatdanBahan
1. Alat
a. Nampan plastik c. Amplas
b. Cawan plastik d. kamera
2. Bahan
a. H2SO4 5M
b. Biji yang kulit bijinya keras (biji sawo, biji saga, biji srikaya, biji sirsak dll).
c. Air
d. Kertas label
E. Cara Kerja
Tabel 1. Hasil pengamatan dormansi biji Tamarindus indica dengan berbagai perlakuan
Fisik Kimia (H2SO4) Kontrol
Hari (Diamplas)
10 Menit 20 Menit 30 Menit
1 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0
11 0 0 0 0 0
12 0 0 0 0 0
13 0 0 1 2 0
14 0 1 2 2 0
Total 0 1 3 4 0
Pembahasan
Dormansi benih merupakan suatu keadaan benih tidak memiliki
kemampuan untuk berkecambah dalam jangkawaktu tertentu meskipun pada
lingkungan yang memenuhi syarat perkecambahan (Baskin & Baskin 2004).
Penyebab dormansi yang sangat meluas adalah pada beberapa jenis tanaman benih
yang memiliki organ tambahan berupa struktur penutup benih berkulit keras.
Percobaan pematahan dormansi pada biji keras ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui jumlah biji yang berkecambah pada perlakuan fisik biji daimplas,
untuk mengetahui jumlah biji yang berkecmbah terbanyak pada perlakuan biji
direndam dengan larutan Kimia (H2SO4), dan untuk mengetahui jumlah biji
yanng berkecambah pada perlakuan kontrol.
Perlakuan skarifikasi yaitu dengan cara pelukaan kulit benih
mengakibatkan faktor penghambat fisiologis kulit benih menjadi berkurang
sehingga air dan oksigen dapat dengan lebih mudah berimbibisi kedalam benih,
sehingga dapat mempercepat proses perkecambahan dan meningkatkan daya
perkecambahan (Uyatmi, Yesi.,dkk. 2016). Penyerapan air merupakan proses yang
pertama kali terjadi pada perkecambahan benih, diikuti dengan pelunakan kulit
benih, dan pengembangan benih. Penyerapan air ini dilakukan oleh kulit benih
melalui peristiwa imbibisi dan osmosis yang prosesnya tidak memerlukan energi.
Penyerapan air oleh embrio dan endosperm menyebabkan pembengkakkan dari
kedua struktur, sehingga mendesak kulit benih yang sudah lunak sampai pecah dan
memberikan ruang untuk keluarnya akar (Schmidt, 2002).
Adapun alat dan bahan yang diguanakn antara lain adalah cawan plastik
digunakan untuk tempat perendaman biji, amplas digunakan untuk mengamplas
kulit biji yang keras, nampan plastik digunakan sebagai tempat biji untuk
pengamatan, kamera digunakan untuk dokumentasi. Bahan yang digunakan dalam
percobaan ini adalah biji asam jawa karena memiliki kulit biji yang sangat keras
sehingga cocok untuk dijadikan bahan dalam percobaan kali ini, larutan H2SO4
5M, dan air biasa. Perlakuan perendaman benih memungkinkan proses
perkecambahan berlangsung lebih cepat sehingga kecambah lebih panjang
dibandingkan dengan tanpa perendaman (Hanegave et al., 2011).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka didapatkan hasil bahwa
setelah selama 14 hari pada perlakuan fisik (diamplas) didapatkan biji yang
berecmbah adalah sebanyak 0 biji, pada perlakuan biji yang direndam dengan
larutan H2SO4 pada lama waktu 10 menit adalah sebanyak 0 biji, pada perlakuan
biji yang direndam dengan larutan H2SO4 pada lama waktu 20 menit adalah
sebanyak 1 biji dihari ke 13, 2 biji di hari ke 14, pada perlakuan biji yang
direndam dengan larutan H2SO4 pada lama waktu 30 menit adalah sebanyak 2 biji
pada hari ke 13 dan 2 biji pada hari ke 14, pada perlakuan kontrol yaitu biji tanpa
diamplas dan hanya direndam dengan air biasa selama 14 hari tidak ada yang
berkecambah. Pemecahan dormansi pada biji asam tanpa pengamplasan yang
direndam dalam H2SO4 menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman
dengan larutan H2SO4 maka semakin tinggi pula jumlah biji yang berkecambah,
panjang hipokotil dan panjang radikula. Penelitian yang dilakukan oleh suyaatmi
mendapatkan informasi bahwa perendaman dengan H2SO4 juga dapat dilakukan
untuk pemecahan dormansi, menurut Suyatmi, et al., (2011), perendaman biji jati
dengan H2 SO4 pada konsentrasi 70% dan 90% selama 20, 30, dan 40 menit
menghasilkan persentase perkecambahan yang lebih tinggi dari kontrol. Menurut
El-Siddig et. al., (2001) cit. A. Rahnama (2007) pemberian H2SO4 pada
konsentrasi 80% mampu menurunkan efek penghambatan dari kulit biji dan
pelunakan kulit biji oleh H2SO4 sehingga mempercepat terjadinya penyerapan air
dapat lebih cepat dan mengakibatkan perkembangan dan perkecambahan lebih
cepat.
Chart Title
2.5
1.5
0.5
0
Amplas H2So4 10 menit H2SO4 20 menit H2SO4 30 menit Kontrol
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pembahasan
Berdasarkan hasil yang didapat, maka dibuat kedalam grafik. Dapat dilihat bahwa
perlakuan yang menghasilkan biji yang berkecambah selama pengamatan adalah pada
perlakuan dengan rendaman larutan kimia H2SO4 selama 10-30 menit. Lamanya
perlakuan perendaman dalam larutan kimia juga menjadi faktor penentu dalam
perkecambahan benih. Lamanya perendaman harus memperhatikan 2 hal yaitu: 1) kulit
biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi, 2) larutan asam
tidak mengenai embrio (Lakitan, 2007). Dapat dilihat bahwa semakin lama perendaman
maka biji yang berkecambah maka akan semakin banak, seperti diagramnya yang
menarik.
Pematahan dormansi paling opimal adalah pada perlakuan biji yang diberi dengan
larutan kimia dengan waktu perendaman selama 30 menit. Semakin lama waktu
perendaman ma asemakin banyak biji yang berkecambah karena kulit yang keras akan
semakin terkikis sehingga bii dengan mudah melakukan imbibisi. Hal ini disebabkan
perendaman benih dalam larutan kimia menyebabkan kulit benih menjadi lunak, air dan
gas dapat berdifusi masuk dan senyawa-senyawa inhibtor perkecambahan seperti fluoride
dan kaumarin larut kedalam larutan kimia selama proses perendaman (Salisbury dan
Ross, 1995 dalam Suyatmi, 2008). Seain itu Hal ini disebabkan perendaman benih dalam
larutan kimia menyebabkan kulit benih menjadi lunak, air dan gas dapat berdifusi masuk
dan senyawa-senyawa inhibtor perkecambahan seperti fluoride dan kaumarin larut
kedalam larutan kimia selama proses perendaman (Salisbury dan Ross, 1995 dalam
Suyatmi, 2008).
Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka seperti gambar diatas dapat
dilihat bahwa pada hari ke – 0 biji dengan perakuan yang diamplas masih belum
terkelupas kulit kerasnya ditandai dengan airnya yang masih jernih, sedangkan pada
hari ke – 14 airna sudah berubah keruh dan kulit bijinya ada yang mengelupas. Hal ini
dikarenakan kullit biji asam yang keras sudah diamplas sehingga kulitnya terkikis dan
airnya dapat dengan mudah masuk kedalam biji sehingga masa dormansi biji dapat
terpatahkan. Berbeda dengan biji yang tidak diamplas, biji tersebut memiliki ukuran
ang tetap karena tidak dapat menerap air terhalang oleh kulit bij yang sangat keras.
Pertumbuhan kecambah dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor eksternal/lingkungan
dan faktor internal. Faktor eksternal/ lingkungan merupakan faktor luar yang erat
sekali hubungannya dengan proses pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa faktor
eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan tersebut adalah air dan mineral,
kelembaba, suhu dan cahaya. Faktor internal, faktor yang melibatkan hormon dan gen
yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tersebut (Zamal,
2010).
G. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan terhadap dormansi biji saga maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Perkecambahan biji asam jawa yang pada perlakuan fisik biji diamplas
adalah sebanyak 0 biji
2. Perlakuan biji direndam dengan larutan kimia (H2SO4 5M) menghasilkan
biji berkecambah terbanyak pada perlakuan 30 menit dengan banyak
kecambah 4 biji
3. Tidak ada biji asam yang berkecambah pada perlakuan kontrol
H. Daftar Pustaka