Anda di halaman 1dari 18

Petita, Volume 2, Nomor 1, April 2017 http://jurnal.ar.raniry.ac.id/index.

php/petita/index
ISSN-P: 2502-8006 ISSN-E: 2549-8274

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI


JUAL BELI ONLINE

NURMASYITHAHZIAUDDIN
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry
Email: masyithah966@gmail.com

Abstrak: Bagaimana perlindungan konsumen pada transaksi jual beli online menurut undang-
undang dan tinjauan hukum islam terhadap perlindungan konsumen pada transaksi jual beli
online. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa perundang-undangan yang dapat
dijadikan sebagai dasar hukum perlindungan konsumen pada transaksi jual beli online adalah
UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dilengkapi dengan PP No. 82
tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan UU No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen. Bentuk perlindungan konsumen pada jual beli online
menurut undang-undang diantaranya berupa kepastian hukum bagi konsumen dan pelaku
usaha jual beli online, memberikan sanksi pidana kepada pelaku usaha yang merugikan
konsumen, dan melindungi hak dan kewajiban konsumen. Bentuk perlindungan hukum jual beli
online menurut hukum Islam adalah berupa larangan dalam al-Quran dan hadis tentang jual
beli gharar, praktik penipuan dan larangan berbuat curang. Pembatalan jual beli online dan
ganti rugi serta penerapan hak khiyar dalam jual beli online juga merupakan bentuk dari
perlindungan konsumen jual beli online.

Kata kunci: hukum Islam, perlindungan konsumen dan transaksi jual beli online.

Abstract:This paper purpose to find out how the consumer protection of online transactions
according to positive law and review of Islamic law about consumer protection in online
transactions. Based on resultof study found that the legislation can be used as the basis of
consumer protection law in onlinetransactions areUU/11/2008 about Information and
Electronic Transactions, supplemented by PP/82/2012 about the Implementation of Electronic
Transaction System and Transactions, and UU/8/1999 about Consumer Protection. Forms of
consumer protection in online transaction according to positive law such as legal certainty for
consumers and businessmen of online shop, provide criminal sanctions to businessmen who
inflict a financial loss on consumers, and also protect the rights and obligations of consumers.
The form of consumer protection in online transactionaccording to Islamic law is interdiction in
al-Quran and hadith about gharar, fraudulent practices and prohibition of cheating. The
cancellation of online trading, compensation and application of khiyar are also a form of
consumer protection in online transaction.

Keywords: Islamic law, consumer protection and online transactions.

1. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi yang didukung dengan teknologi komputer yang
semakin canggih saat ini menjadi penunjang bagi penyebaran informasi hampir keseluruh
dunia. Jaringan komunikasi global dengan fasilitas teknologi komputer tersebut dikenal
sebagai internet. Pada saat ini teknologi sangat memengaruhi corak kegiatan perdagangan,
salah satunya yaitu terciptanya perdagangan berbasis internet. Aktivitas bisnis dengan
teknologi internet disebut sebagai ElectronicCommerce (e-commerce), dalam pengertian

106
107

bahasa Indonesia telah dikenal dengan istilah ”perniagaan elektronik”1 Salah satu bentuk
perniagaan elektronik ini adalah jual beli secara online atau jual beli yang menggunakan
jaringan internet baik melalui komputer ataupun smartphone.
Perjanjian jual beli melalui internet pada dasarnya tidak berbeda dengan perdagangan
atau jual beli yang dilakukan menurut hukum perdata. Dalam ajaran Islam jual beli dasar
hukumnya boleh atau mubah selama perbuatan tersebut tidak dilarang oleh al-Quran dan
Sunnah.2 Transaksi jual beli online juga harus berasaskan sukarela antara kedua belah pihak
yaitu tanpa adanya unsur paksaan dan dinyatakan sah secara hukum.
Menurut hukum Islam, pelaksanaan transaksi jual beli online sama dengan transaksi
bai’ al-salam dalam hal pembayaran dan penyerahan barang. Maka untuk mengetahui apakah
transaksi jual beli online sejalan dengan prinsip-prinsip hukum Islam dapat ditinjau kembali
melalui rukun dan syarat-syarat sah bai’ al-salam. Pelaksanaan bai’ al-salam dalam Islam yang
terjadi biasanya antara pelaku transaksi jual beli saling bertemu, penyerahan uang dimuka,
dan penyerahan barang ditangguhkan pada masa tertentu. Namun, pada jual beli online pelaku
transaksi jual beli tidak saling bertemu dan penyerahan barang dilakukan melalui jasa
pengiriman barang seperti via JNE (Jalur Nugraha Ekakurir) dan Pos.
Selain dalam hukum Islam, undang-undang juga mengatur tentang transaksi
elektronik ini. Menurut UU No. 11 tahun 2008 yang dimaksud dengan transaksi elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer,
dan/ atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli online juga termasuk kepada salah satu
transaksi elektronik, karena transaksi ini dilakukan dengan menggunakan jaringan komputer.
Pada kegiatan ekonomi atau bisnis diperlukan adanya seperangkat aturan hukum
untuk melindungi atau memberdayakan konsumen.3 Adapun yang dimaksud dengan
konsumen adalah pengguna akhir (end user) dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.4 Oleh karena itu,
diperlukan adanya campur tangan negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum
terhadap konsumen.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka telah disahkan undang-undang No. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Menurut UU No 8 tahun 1999, perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen. Namun, pelaku usaha adalah setiap orang atau badan usaha,

____________
1 Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia(Ed. 5; Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 208.
2Ibid., hlm. 218.
3Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus(Ed. 4; Jakarta:

Kencana,2005), hlm. 190.


4Ibid., hlm. 191.
108

baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi.
Pada prinsipnya pelaku usaha dan konsumen saling membutuhkan dalam berbagai
kegiatan bisnis yang dilakukan baik dalam transaksi jual beli secara langsung maupun secara
online. Pelaku usaha dapat memperoleh keuntungan atau laba dari transaksi bisnis yang
dilakukan dengan konsumen. Akan tetapi, konsumen memperoleh kepuasan terhadap barang
atau jasa yang diperoleh dari pelaku usaha.Namun, dalampraktik sehari-hari konsumen
menjadi korban kecurangan dari pelaku usaha yang tidak jujur dan hanya mementingkan
keuntungan semata.
Pada transaksi jual beli online masih banyak terjadi penipuan dan kelalaian baik dari
konsumen maupun pelaku usaha itu sendiri. Beberapa bentuk kecurangan yang terjadi banyak
merugikan konsumen. Kecurangan yang terjadi diantaranya tidak terpenuhi syarat-syarat sah
jual beli, seperti barang yang diterima konsumen cacat, barang tidak sesuai dengan kualitas
dan kuantitas yang disebutkan, barang yang dipesan tidak dikirim dan penipuan. Terkait
dengan masalah ini, konsumen tidak dapat mengembalikan barang yang rusak atau cacat
setelah diterima sehingga sangat merugikan konsumen, padahal dalam hukum Islam dikenal
adanya hak khiyar.
Jual beli online yang dilakukan di Indonesia masih banyak terjadinya penipuan dan
pelanggaran hak-hak konsumen yang seharusnya dilindungi oleh negara. Hal ini berbeda
dengan jual beli online yang terjadi di luar negeri. Di luar negeri jual beli online sudah sangat
berkembang dan konsumen sangat dilindungi oleh negara. Apabila ada perusahaan bisnis
online yang terdapat penipuan, maka pemerintah akan langsung memblacklist perusahaan
tersebut. Penipuan yang dialami oleh konsumen misalnya, konsumen memesan barang pada
salah satu online-shop yang belum ia kenal melalui BBM (Blackberry Messenger). Setelah
sepakat ingin membeli barang, lalu konsumen mengirimkan sejumlah uang ke rekening pelaku
usaha sesuai dengan kesepakatan. Pada perjanjian awal, barang akan dikirim sehari setelah
uang ditransfer ke rekening pelaku usaha. Namun, setelah tiga hari bahkan seminggu barang
pesanan konsumen tidak kunjung sampai tujuan. Konsumen tersebut mencoba menghubungi
kembali pihak yang bersangkutan namun tidak ada kontak yang dapat dihubungi.
Selain itu pada situs jual beli online yang terkenal di Indonesia seperti Kaskus.co.id,
Bukalapak.com, Tokopedia.com, dan OLX.co.id, juga masih rentan terjadi penipuan. Contoh
penipuan yang terjadi pada OLX.co.id yang merugikan konsumen adalah banyaknya pelaku
usaha yang tidak jujur dan bertanggung jawab. Seperti kasus yang terjadi beberapa waktu lalu
di sekitar Banda Aceh, seorang konsumen menggunakan jasa agen yang mengiklankan rumah
109

sewa di OLX. Setelah berkomunikasi dan melihat secara langsung rumah yang disewakan
mereka telah sepakat melakukan transaksi. Namun, setelah kesepakatan tersebut terjadi
ternyata rumah yang disewakan harganya jauh dari harga dasar yang ditawarkan oleh pemilik
rumah. Kemudian agen tersebut juga meminta upah kepada pemilik rumah karena telah
mengiklankan jasa penyewaan rumah. Pada kasus ini terlihat jelas bahwa konsumen dirugikan
akibat ulah pelaku usaha (dalam kasus ini adalah agen) yang tidak bertanggung jawab dan
hanya mementingkan keuntungan saja.
Berdasarkan kasus tersebut membuktikan bahwa jual beli secara online yang biasa
dilakukan sehari-hari sangat rentan terjadi resiko atau kerugian pada konsumen. Hal ini
disebabkan oleh tidak diterapkan ketentuan-ketentuan syari’at Islam yang harus dipenuhi
dalam bertransaksi. Seharusnya pada era globalisasi saat ini jual beli online menjadi sarana
yang bermanfaat dan memudahkan konsumen dalam kegiatan perdagangan. Hal ini juga bisa
terjadi akibat dari tidak ada fasilitas khiyar yang disediakan pada transaksi jual beli online.
Khiyar adalah memilih apakah akan meneruskan jual beli atau akan membatalkannya.5
Padahal dalam hukum Islam diatur tentang hak khiyar tersebut untuk melindungi hak-hak
yang ada pada konsumen.
Islam memandang transaksi jual beli secara online boleh dilakukan selama tidak
bertentangan dengan ketentuan syari’at Islam. Kemudian bagaimana Islam memandang
terhadap perlindungan konsumen pada transaksi jual beli secara online yang banyak terjadi
pelanggaran hak-hak dan kewajiban konsumen. Permasalahan ini harusnya menjadi prioritas
dan kepedulian pemerintah agar konsumen jual beli onlineterlindungi.

2. PENGERTIAN JUAL BELI ONLINE


Menurut UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE)
yang dimaksud dengan transaksi eletronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/ atau media elektronik lainnya.Aktivitas
bisnis dengan teknologi internet disebut sebagai ElectronicCommerce (e-commerce), dalam
pengertian bahasa Indonesia telah dikenal dengan istilah ”perniagaan elektronik”.E-Commerce
adalah singkatan dari Electronic Commercedidefinisikan sebagai mekanisme transaksi jual dan
beli dengan menggunakan fasilitas internet sebagai media komunikasi.6
Menurut Loudon (1998) E-Commerce ialah suatu proses yang dilakukan konsumen
dalam membeli dan menjual berbagai produk secara elektronik dari perusahaan ke
perusahaan lain dengan menggunakan komputer sebagai perantara transaksi bisnis yang
____________
5Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 83.
6www.pengertianahli.com.pengertian e-commerce, diakses pada situs:
http://www.pengertianahli.com/2015/07/pengertian-e-commerce-dan-contoh-e.html , tanggal 20
Desember 2016.
110

dilakukan.7 Menurut Dadang Munandar, (2011) dalam bukunya yang berjudul E-business
menjelaskan bahwa e-commerce lebih condong untuk menekankan pada proses membeli dan
menjual ataupun bertukar produk, jasa atau informasi melalui komputer.8
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa e-commerce adalah segala bentuk
kegiatan bisnis yang melibatkan konsumen dan produsen dengan menggunakan jaringan
komputer yaitu melalui media internet. Ada yang menggunakan internet sebagai media
kegiatan perdagangan mulai dari proses produksi, iklan, penjualan, pembayaran, pengiriman,
dan pencatatan. Namun, ada juga yang hanya menggunakan internet sebagai media pada
sebagian proses perdagangan.

3. DASAR HUKUM JUAL BELI ONLINE


Perundang-undangan yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum dalam setiap transaksi
jual beli online adalah sebagai berikut:

1. UU ITE (UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik).
2. UUPK (UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).
3. PP No. 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Selain perundang-undangan diatas, berikut dasar hukum jual beli online menurut
hukum Islam:
1. Al-Quran
Firman Allah (QS. Al-baqarah: 275):

Artinya:“...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”


2. Hadis
Ibnu Abbas berkata, “saya bersaksi bahwa akad salaf (salam) yang ditanggung hingga
tempo tertentu telah dihalalkan dan dibolehkan oleh Allah dalam kitab-Nya.” Lalu ia membaca
QS. Al-Baqarah (282):

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya;...”

3. Ijma’

Berdasarkan ijma’ Ulama, Ibnu Mundzir berkata, :9


____________
7www.seputarpengetahuan.com, pengertian e-commerce menurut para ahli, diakses melalui situs:

http://www.seputarpengetahuan.com/2015/12/pengertian-e-commerce-menurut-para-ahli-
terlengkap.html , tanggal 20 Desember 2016.
8 Elvira Yolanda, “Perancangan Aplikasi E-Commerce Berbasis Web Pada Pempek Rendy” (Skripsi)

Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia, 2013.


111

“Para Ulama yang kami ketahui brijma’ bahwa akad salam adalah boleh karena
masyarakat memerlukannya. Para pemilik tanaman, buah-buahan dan barang
dagangan membutuhkan nafkah untuk keperluan mereka atau untuk tanamannya dan
sejenisnya hingga tanaman itu matang, sehingga akad salam ini dibolehkan bagi mereka
guna memenuhi kebutuhan tersebut.”

4. PENGERTIAN PERLINDUNGAN KONSUMEN


Pengertian Perlindungan konsumen menurut UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 1 yang
berbunyi “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Rumusan pengertian perlindungan
konsumen yang terdapat dalam pasal tersebut, cukup memadai. Kalimat yang menyatakan
“Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk
meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk
kepentingan perlindungan konsumen, begitu pula sebaliknya menjamin kepastian hukum bagi
konsumen.10
Pengertian perlindungan konsumen di kemukakan oleh oleh Az. Nasution,
perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-
kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan
konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-
kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain
yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup.
Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok
bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk
barang atau jasa tertentu. Keadaan universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya
kelemahan pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”.
Oleh karena itu, secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang
sifatnya universal juga. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya
dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal misalnya
dari segi ekonomi maupun pengetahuan mengingat produsen lah yang memperoduksi barang
sedangkan konsumen hanya membeli produk yang telah tersedia dipasaran maka
pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji
ulang serta masalah perlindungan konsumen ini terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
Perlindugan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formiil makin
terasa sangat penting mengingat makin majunnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa
____________
9SayyidSabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta: al-I’tishom, 2008), hlm. 325.
10Ahamadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm. 1.
112

yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan
mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, maka konsumenlah
yang pada umumnya merasakan dampaknya.
Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai
terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak, untuk
segera dicari solusinya, terutama di Indonesia. Mengingat sedemikian kompleksnya
permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era
perdagangan bebas yang akan datang guna melindungi hak-hak konsumen yang sering
diabaikan produsen yang hanya memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas untuk
melindungi produsen yang jujur.

5. DASAR HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN


Berikut ini dasar hukum perlindungan konsumen:
1) UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2) PP No. 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen
3) PP No. 59 tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat.

6. BENTUK PERLINDUNGAN KONSUMEN JUAL BELI ONLINEMENURUT UNDANG-


UNDANG

Adapun bentuk perlindungan konsumen pada jual beli online menurut undang-undang
sebagai berikut:
1. Memberikan kepastian hukum bagi konsumen dan pelaku usaha pada jual beli online.
UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memiliki jangkauan
yurisdiksi (wilayah hukum) tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di
Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar yurisdiksi
(wilayah hukum) Indonesia.11 Hal ini mengingat bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi
dapat dilakukan lintas wilayah Indonesia maupun antarnegara.
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan
Informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk
yang ditawarkan.12 Dalam hal ini yang dimaksud dengan informasi yang lengkap dan benar
meliputi: Pertama, informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan
kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara. Kedua,

____________
11 Pasal 2 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
12 Pasal 9 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
113

informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta
menjelaskan barang atau jasa yang ditawarkan seperti nama, alamat dan deskripsi
barang/jasa.
Bagi pelaku Transaksi Elektronik Internasional memiliki kewenangan untuk memilih
hukum yang berlaku bagi mereka. Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul akibat transaksi elektronik internasional tersebut,
hukum yang berlaku bagi mereka didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan
yang berada di lingkungan peradilan umum. Penyelesaian sengketa ini dapat ditempuh
melalui pengadilan atau luar pengaadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang
bersengketa.
Pada ketentuan PP No. 82 tahun 2012 pada Bab IV tentang Penyelenggaraan Transaksi
Elektronik, pada Pasal 49 disebutkan bahwa:
(1)Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronikwajib menyediakan
informasi yanglengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk
yang ditawarkan.
(2)Pelaku usahawajib memberikan kejelasan informasi tentang penawaran kontrak atau iklan.
(3)Pelaku usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan
barang yangdikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian atau terdapat cacat
tersembunyi.
(4) Pelaku usaha wajib menyampaikan informasi mengenai barang yang telah dikirim.
(5) Pelaku usaha tidak dapat membebani konsumen mengenai kewajiban membayar barang
yang dikirim tanpa dasar kontrak.

2. Memberikan sanki kepada pelaku usaha yang merugikan konumen.


Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi
elektronik diatur pada Pasal 21 ayat (2), namun ketentuan tersebut tidak berlaku apabila
dapat dibuktikan terjadinya, keadaan memaksa, kesalahan, atau kelalaian pihak pengguna
sistem elektronik (konsumen). Adapun isi dari Pasal 21 ayat (2) adalah sebagai berikut:
a. Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. Jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. Jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
d. Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik
akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat
hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
e. Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik
akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung
jawab pengguna jasa layanan.
114

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dapat
dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 45 butir (2) UU No. 11 tahun 2008
yaitu, berupa pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi yang dimaksud berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang
waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Apabila pelaku usaha melanggar ketentuan
tersebut maka badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang memberikan sanksi
administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
Dalam penyelenggaraan transaksi elektronik, para pihak wajib menjamin pemberian
data dan informasi yang benar, dan ketersediaan sarana dan layanan serta penyelesaian
pengaduan. Apabila melanggar hal tersebut maka dapat dikenakan sanksi administratif
berupa teguran tertulis, denda administratif, penghentian sementara dan/atau dikeluarkan
dari daftar.
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui pesanan dilarang untuk
tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan dan tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi. Bagi pelaku usaha
yang melanggar ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Melindungi Hak dan Kewajiban Konsumen


Bentuk perlindungan konsumen pada UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen diatur pada Bab III mengenai hak dan kewajiban bagi konsumen dan pelaku usaha,
Bab IV mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, Bab VI mengenai tanggung
jawab pelaku usaha, Bab X mengenai penyelesaian sengketa dan Bab IX mengenai Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu:
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right of safety);
2. Hak untuk mendapatkan infomasi (the right to be infomed);
3. Hak untuk memilih (the right to be choose);
115

4. Hak unuk didengar (the right to be heard).

Selain empat hak yang disebutkan diatas, The International Organization of Consumers
Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak, seperti hak mendapatkan pendidikan
konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat.13
Adapun hak dan kewajiban komsumen yang diatur dalam Undang-undang
perlindungan konsumen, adalah berikut ini:
a) Hakataskenyamanan,keamanan,dankeselamatandalam mengkonsumsi
barangdan/atau jasa.
b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasatersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barangdan/atau jasa.
d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yangdigunakan.
e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketaperlindungan konsumen secara patut.
f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g) Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barangdan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimanamestinya.
i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Selain hak yang telah disebutkan diatas, konsumen juga memiliki beberapa kewajiban
yang harus dilakukan. Hal ini berguna sebagai bentuk kehati-hatian dalam melakukan
transaksi supaya tidak mengakibatkan kerugian pada diri sendiri. Kewajiban tersebut adalah
sebagai berikut:14
a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatanbarang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.

____________
13Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2004), hlm. 20.
14Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
116

7. TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA


TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE

Berdasarkan landasan hukum jual beli online yang telah diuraikan sebelumnya pada
bab dua, maka bentuk perlindungan konsumen pada jual beli online dapat dibagi kepada
beberapa bagian. Berikut bentuk-bentuk perlindungan konsumen pada transaksi jual beli
online dalam hukum Islam:
1. Larangan praktik penipuan, berbuat curang, dan unsur gharar.
Berdasarkan firman Allah SWT dalam al-Quran surat Al-Muthaffifin,
Artinya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) Orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka
menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang
itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang
besar. (yaitu) Hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam”

Pada ayat tersebut menerangkan bahwa dalam perdagangan atau bisnis baik itu secara
tradisional maupun modern tidak boleh adanya unsur kecurangan dan penipuan yang dapat
merugikan salah satu pihak. Maksud dari orang-orang yang curang di sini ialah orang-orang
yang curang dalam menakar dan menimbang.
Pada sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, yang berbunyi:

(‫اهلل ﻋَﻠَ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ َّ َﲅ ﻋ َْﻦ ﺑ َ ْﻴﻊ ِ اﻟْ َﺤ َﺼﺎ ِة َوﻋ َْﻦ ﺑ َ ْﻴﻊ ِ اﻟْﻐَ َﺮرِ ) َر َوا ُﻩ ﻣ ُْﺴ ِ ٌﲅ‬ ِ َّ ‫ﻋ َْﻦ َٔا ِﰊ ﻫ َُﺮﻳْ َﺮ َة ﻗَﺎ َل ﳖَ َـﻰ َر ُﺳﻮ ُل‬
ُ َّ ‫اهلل َﺻ َّﲆ‬
Artinya : “Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, "Rasulullah melarang jual-beli dengan cara
melempar batu dan jual beli gharar (yang belum jelas harga, barang, waktu dan
tempatnya)."

Berdasarkan hadis diatas dapat dipahami bahwa jual beli yang mengandung unsur
gharar (tidak jelas) itu sangat dilarang oleh Rasulullah. Karena jual beli seperti ini merugikan
salah satu pihak, baik dari segi penjual ataupun pembeli. Jual beli gharar ini tidak sejalan
dengan prinsip-prinsip hukum Islam dan asas-asas hukum Islam. Oleh sebab itu pula pada jual
beli online dilarang adanya unsur-unsur gharar untuk melindungi hak-hak para pihak yang
terkait jual beli.
Secara metodologi ushul fiqh, pelaksanaan jual beli barang yang belum dimiliki seperti
jual beli online atau belum ada seperti halnya pada jual beli pesanan (salam) yang
dipraktikkan pada masa Rasulullah SAW dilarang karena hal tersebut mengandung unsur
gharar (tidak jelas karena barangnya belum ada).

(‫اﻟﺴ ْﻮ قِ ﻓَﻘَﺎ َل " َﻻ ﺗَ ِﺒ ْﻊ َﻣﺎ ﻟَﻴ َْﺲ ِﻋ ْﻨﺪَ كَ ) َر َوا ُﻩ اَﺑ ُ ْﻮ د َُاود‬
ُّ ‫ ﻳَﺎْٔ ِﺗﻴ ِْﲏ َّاﻟﺮ ُﺟ ُﻞ ﻓَ ُ ِﲑ ﻳْﺪُ ِﻣ ِ ّﲏ اﻟ َﺒ ْﻴ َﻊ ﻟَﻴ َْﺲ ِﻋ ْﻨ ِﺪ ى َٔا ﻓَﺎَٔ ﺑْﺘَﺎ ﻋُ ُﻪ َ ُهل ِﻣ َﻦ‬Jِ ‫ َاي َر ُﺳ ْﻮ َل ا‬: ‫ﻋ َْﻦ َﺣ ِﻜ ْ ِﲓ ﺑْ ِﻦ ِﺣ َﺬا ِم ﻗَﺎ َل‬

Artinya: “dari Hakim bin Hizam, beliau berkata: aku berkata, “wahai Rasulullah, ada seseorang
yang mendatangiku, kemudian dia ingin aku melakukan jual beli barang yang belum aku
miliki. Bolehkah aku membelikan untuknya barang yang dia inginkan di pasar?”
kemudian Nabi bersabda: “janganlah kau menjual barang yang belum kau miliki.” (HR.
117

Abu Daud, An-Nasa’i, At-Tirmizi, Ibnu Majah, Malik, Ahmad, Ath-Tharani, Al-Baihaqi
dengan lafaz dari Abu Daud)

Pendapat mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah, jual beli
dengan sistem uang muka tidak sah, hal ini hampir sama dengan sistem jual beli pesanan.
Pada jual beli pesanan (as-salam) pembayaran dilakukan di muka dan barang ditunda hingga
waktu yang telah disepakati.
Al-Khothobi menyatakan, para ulama berselisih pendapat tentang kebolehan jual beli
ini, yang menyatakan ketidaksahannya, karena adanya hadits dan karena terdapat syarat
fasaddan al-gharar juga hal ini termasuk pada kategori memakan harta orang lain dengan
bathil.15 Beberapa argumentasi mereka diantaranya:
1. Hadits Amru bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa ia berkata: yang artinya:
“Rasulullah SAW melarang jual beli dengan sistem uang muka. Imam malik menyatakan,
“dan menurut yang kita lihat –wallahu a’alam- (jual beli) ini adalah seorang membeli
budak atau menyewa hewan kendaraan kemudian menyatakan, “Saya berikan kepadanya
satu dinar dengan ketentuan apabila saya gagal beli atau gagal menyewa maka uang yang
telah saya berikan itu menjadi milikkmu.”

2. Jenis jual beli semacam itu termasuk jual beli perjudian, gharar, spekulatif, dan memakan
harta orang lain dengan bathil tanpa pengganti atau hadiah pemberian dan memakan
harta orang lain dengan cara bathil, karena disyaratkan bagi si penjual tanpa ada
kompensasinya dan memakan harta orang lain hukumnya haram. Sebagaimana firman
Allah:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 4: 29)16

3. Karena dalam jual beli itu ada dua syarat bathil, yaitu syarat memberikan uang panjar dan
syarat mengembalikan barang transaksi dengan perkiraan salah satu pihak tidak ridha,
padahal dalam hadis disebutkan bahwa:
ْ َ ‫ﷲ ﻋَﻠَ ْﻴ ِﻪ َو َﺳ َّ َﲅ ﻋ َْﻦ َﺳﻠَ ِﻒ َوﺑ َ ْﻴﻊ ِ َوﻋ َْﻦ‬
‫ ) َر َوا ُﻩ‬.‫ﴍ َﻃ ْ ِﲔ ِﰲ ﺑ َ ْﻴﻊ ٍ َوﻋ َْﻦ رِﺑْ ِﺢ َﻣﺎﻟ َ ْﻢ ﻳُﻀْ َﻤ ْﻦ‬ ِ ‫َاﺧ َ َْﱪانَ ﻳَ ِﺰﻳْﺪُ ﺑْ ِﻦ ﻫ َُﺎر ْو َن ﻋ َْﻦ ُﺣ َﺴ ْ ِﲔ اﻟْ ُﻤ َﻌ ِ ّ ِﲅ ﻋ َْﻦ َ ْﲻ ُﺮو ﺑْ ِﻦ ﺷُ َﻌ ْﻴ ٍﺐ ﻋ َْﻦ َا ِﺑ ْﻴ ِﻪ ﻋ َْﻦ َﺟ ِّﺪ ِﻩ ﻗَﺎ َل ﳖَ َـﻰ َر ُﺳ ْﻮ ُل‬
ُ ‫ﷲ َﺻ َّﲆ‬
(‫اﻟْ َﺨ ْﻤ َﺴ ُﺔ‬
Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Yazid bin Harun dari Husain al-Mu’allim dari ‘Amru
bin Syu’aib dari Ayahnya dari Kakeknya, ia berkata: Rasulullah SAW melarang jual beli
dengan syarat diberi hutang, serta dua syarat dalam jual beli dan menjual barang yang
tidak ada terjamin.”(HR. Al-Khamsah).17
____________
15SyaikhMuwafiquddin Ibnu Qudamah, dkk, Al-Mughni, (Dar Alamul Kutub, 1997), hlm. 331.
16 Abu Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, Jilid 4, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011),
hlm. 441.
17Ibid.
118

Jual beli salam pada dasarnya tidak dibolehkan berdasarkan hadis yang telah
disebutkan diatas. Namun secara istihsan jual beli seperti ini dibolehkan berdasarkan dalil
ijma’, karena jual beli pesanan (salam) merupakan salah satu contoh dari istihsan bil ijma’.
Jual beli online menjadi furu’ (cabang/masalah baru) yang banyak dilakukan oleh
masyarakat saat ini. Ashl (masalah lama) dari jual beli online yaitu jual beli as-salam. Hukum
ashl dari masalah ini adalah boleh berdasarkan hadis dan Ijma’.

‫ َﻣ ْﻦ‬: ِ‫ َوﻟِﻠْ ُﺒﺨَﺎر‬.‫ ِا َﱃ َٔا َﺟﻞٍ َﻣ ْﻌﻠُ ْﻮ ٍم‬، ‫ َو َوزْ ٍن َﻣ ْﻌﻠُ ْﻮ ٍم‬، ‫ َﻣ ْﻦ اَ ْﺳﻠ َ َﻒ ِﰲ ﺗَ ْﻤ ٍﺮ ﻓَﻠْﻴ ُْﺴ ِﻠ ْﻒ ِﰲ َﻛ ْﻴﻞٍ َﻣ ْﻌﻠُ ْﻮ ٍم‬:‫ ﻓَﻘَﺎ َل‬، ‫اﻟْ َﻤ ِﺪﻳﻨَ َﺔ َو ُ ْﱒ ﻳ ُْﺴ ِﻠ ُﻔ ْﻮ َن ِﰲ اﻟ ِﺜ ّ َﻤﺎ ِر اﻟ َّﺴـﻨَ َﺔ واﻟ َّﺴـﻨَﺘ َ ْ ِﲔ‬ ‫ ﻗَ ِﺪ َم اﻟﻨَّ ِ ُﱯ‬: ‫ﻋ َْﻦ اﺑْ ُﻦ َﻋﺒَّﺎ ٍس ﻗَﺎ َل‬
( ‫َٔا ْﺳﻠَ َﻒ ِﰲ َﳽ ٍء )رواﻩ ﻣﺘّﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ‬

Artinya: “Ibnu Abbas berkata, Nabi SAW datang ke Madinah dan penduduknya biasa
meminjamkan (melakukan akad salaf) untuk buah-buahan selama setahun dan dua
tahun. Lalu beliau bersabda, “Barang siapa melakukan salaf, maka hendaknya ia
melakukannya dalam takaran yang diketahui, timbangan yang diketahui, dan sampai
masa yang diketahui.” (Muttafaq ‘Alaih) Menurut riwayat Bukhari, “Barang siapa
meminjamkan (melakukan salaf) sesuatu.”

Berdasarkan ijma’ Ulama, Ibnu Mundzir berkata, “Para Ulama yang kami ketahui brijma’
bahwa akad salam adalah boleh karena masyarakat memerlukannya. Para pemilik
tanaman, buah-buahan dan barang dagangan membutuhkan nafkah untuk keperluan
mereka atau untuk tanamannya dan sejenisnya hingga tanaman itu matang, sehingga
akad salam ini dibolehkan bagi mereka guna memenuhi kebutuhan tersebut.”

Akad salam ini merupakan pengecualian dari kaidah umum yang tidak
memperbolehkan menjual sesuatu yang tidak diketahui, karena akad tersebut dapat
memenuhi keperluan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, akad salam adalah bentuk
keringanan (rukhsah) bagi masyarakat dan untuk memudahkan mereka.18
Adapun ‘illat dari masalah ini adalah keduanya sama-sama jual beli pesanan, yang
membedakannya adalah sistem penawaran dan pemasaran yang digunakan. Pada jual beli
online sistem penawaran dan pemasarannya menggunakan media internet yang dapat
digunakan secara praktis dan mudah bagi pelaku usaha dan konsumen.

2. Bentuk Jual Beli yang Batal


Jika dilihat dari segi subjek (pelaku akad), jual beli online termasuk pada jual beli
dengan perantara. Pada jual beli online pelaku transaksi jual beli tidak saling bertemu dan
penyerahan barang dilakukan melalui jasa pengiriman barang seperti via JNE (Jalur Nugraha
Ekakurir) dan Pos.

____________
18Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa AdillatuhuJilid 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 240.
119

Pada jual beli dengan perantara, penyampaian akad jual beli melaui utusan, perantara,
tulisan, atau surat-menyurat sama halnya dengan ijab kabul dengan ucapan misalnya via Pos
dan Giro.19 Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu
majelis akad, tetapi melalui Pos dan Giro, jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara’.20
Bentuk transaksi jual beli seperti ini sama halnya dengan jual beli online (elektronik).
Persetujuan akad terjadi melalui media internet, sistem pembayaran melalui media online
atau perbankan dan selanjutnya penyerahan barang dilakukan via Pos, JNE, dan Giro.
Menurut hukum Islam jual beli ada yang dibolehkan dan ada pula yang dilarang dalam
Islam. Pada jual beli yang dilarang juga ada yang batal hukumnya dan ada pula yang dilarang
tapi sah. Pada transaksi jual beli online yang mengandung unsur seperti cacat pada barang,
barang tidak dikirim, dan barang tidak sesuai dengan perjanjian termasuk kepada jual beli
yang dilarang dan batal hukumnya. Jual beli seperti ini dikatakan batal karena salah satu
rukun dan syaratnya tidak terpenuhi.
Selanjutnya pada kajian fiqh muamalah ada pula beberapa jual beli yang dilarang
tetapi sah hukumnya, namun yang melakukannya mendapat dosa. Seperti jual beli dengan
cara najasyi. Adapun jual beli online yang terjadi penipuan, pemaksaan, dan pemalsuan juga
termasuk kepada jual beli yang dilarang tapi sah hukumnya. Jual beli seperti ini dikatakan sah
karena terpenuhi syarat dan rukunnya namun merugikan salah satu pihak sehingga jual beli
ini dilarang.

3. Hak khiyar
Jual beli secara online yang biasa dilakukan sehari-hari sangat rentan terjadi resiko
atau kerugian pada konsumen. Hal ini disebabkan oleh tidak diterapkan ketentuan-ketentuan
syari’at Islam yang harus dipenuhi dalam bertransaksi. Seharusnya pada era globalisasi saat
ini jual beli online menjadi sarana yang bermanfaat dan memudahkan konsumen dalam
kegiatan perdagangan. Hal ini juga bisa terjadi akibat dari tidak ada fasilitas khiyar yang
disediakan pada transaksi jual beli online. Padahal dalam hukum Islam diatur tentang hak
khiyar tersebut untuk melindungi hak-hak yang ada pada konsumen.
Menurut hukum Islam dalam jual beli dibolehkan memilih, apakah akan meneruskan
jual beli atau akan membatalkannya.21 Namun, apabila dalam jual beli terjadi perselisihan
maka yang dibenarkan adalah kata-kata yang punya barang (penjual) bila keduanya tidak ada
saksi dan bukti lainnya. Rasulullah SAW bersabda:

ّ ِ ‫ ِٕا َذاا ْﺧﺘَﻠَ َﻒ اﻟْ ُﻤﺘَ َﺒﺎ ِﻳ َﻌ ِﺎن ﻟَﻴ َْﺲ ﺑَﻴْﳯَ ُ َﻤﺎ ﺑ َ ِﻴ ّﻨَ ٌﺔ ﻓَﺎﻟْﻘَ ْﻮ ُل َﻣﺎ ﻳَﻘُ ْﻮ ُل َر ُّب‬:‫ﷲ ﺻﲆ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﲅ ﻳ َ ُﻘ ْﻮ ُل‬
َّ َ ‫اﻟﺴﻠْ َﻌ ِﺔ َا ْو ﻳَﺘَﺘَ َﺎر َﰷ ِن ) َر َوا ُﻩ اﻟْ َﺨ ْﻤ َﺴ ُﺔ َو‬
(ُ‫ﲱ َﺤ ُﻪ اﻟْ َﺤ ِﺎﰼ‬ ِ ‫ َ ِﲰ ْﻌ ُﺖ َر ُﺳ ْﻮ َل‬:‫ﷲ َﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َل‬ َ ِ ‫ﻋ َِﻦ اﺑْﻦ َﻣ ْﺴ ُﻌ ْﻮ ٍد َر‬
ُ ‫ﴈ‬
____________
19 Hendi suhendi, Fiqh Muamalah..., hlm. 77.
20Ibid.
21 Hendi suhendi, Fiqh Muamalah..., hlm, 83.
120

Artinya: Ibnu Mas’ud R.A berkata: “aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Apabila dua
orang yang berjual-beli berselisih, sedang diantara mereka tidak ada keterangan yang
jelas, maka perkataan yang benar ialah apa yang dikatakan oleh pemilik barang atau
mereka membatalkan transaksi.” (HR. Imam Lima Hadits, ini shahih menurut al-Hakim)

Apabila hak khiyar ini diterapkan dalam jual beli online tentu akan dapat melindungi
hak-hak subjek (pelaku usaka dan konsumen) dalam transaksi tersebut. Hanya saja pada jual
beli online tidak ada hak khiyar, tetapi konsumen dapat meminta ganti rugi apabila barang
yang dipesan cacat ataupuntidak sesuai dengan yang diperjanjikan pada awal akad.22

Adapun khiyar dibagi kepada tiga macam, yaitu:


1. Khiyar Majelis
Apabila pembeli dan penjual sudah selesai melakukan ijab dan qabul yang berarti
transaksi sudah sempurna, keduanya masi memiliki hak untuk meneruskan akad atau
membatalkannya selama mereka masih berada di tempat transaksi dan belum berpisah, atau
selama mereka tidak bersepakat menggugurkan hak khiyar mereka.23
Pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW
bersabda:

‫ﲁ َوا ِﺣ ٍﺪ ِﻣﳯْ ُ َﻤﺎ ِابﻟْ ِﺨ َﻴﺎرِ َﻣﺎ ﻟ َ ْﻢ ﻳَﺘَﻔ ََّﺮﻗَﺎ َو َﰷ َن َ ِﲨ ْﻴ ًﻌﺎ َٔا ْو ُﳜ ِ ّ َُﲑ َٔا َﺣﺪُ ُ َﳘﺎ ْاﻻٓﺧ ََﺮ ﻓَﺎ ْن ﺧ َّ ََّﲑ َٔا َﺣﺪُ ُ َﳘﺎ ْاﻻٓﺧ ََﺮ ﻓَﺘَ َﺒﺎﻳ َ َﻌﺎ ﻋ َ َﲆ َذ ِ َكل ﻓَﻘَﺪْ َو َﺟ َﺐ‬ ُّ ُ َ‫ ا َذا ﺗَ َﺒﺎﻳ َ َﻊ َّاﻟﺮ ُﺟ َﻼ ِن ﻓ‬:‫ﷲ ﻗَﺎ َل‬ ِ ‫ﻋ َِﻦ ْا ِﺑﻦ ُ َﲻ َﺮ رﴈ ﷲ ﻋﻨﻪ ﻋ َْﻦ َر ُﺳ ْﻮ ُل‬
ِٕ ِٕ
(‫اﻟْ َﺒ ْﻴ ُﻊ َوا ْن ﺗَﻔَّ َّﺮﻗَﺎ ﺑ َ ْﻌ َﺪ َٔا ْن ﺗَ َﺒﺎﻳ َ َﻌﺎ َوﻟ َ ْﻢ ﻳ َ ْﱰُكْ َوا ِﺣ ٌﺪ ِﻣﳯْ ُ َﻤﺎ اﻟْ َﺒ ْﻴ َﻊ ﻓَﻘَﺪْ َو َﺟ َﺐ اﻟْ َﺒ ْﻴ َﻊ ) ُﻣﺘَّﻔ ٌَﻖ ﻋَﻠَ ْﻴ ِﻪ َواﻟﻠ َّ ْﻔﻆُ ِﻟ ُﻤ ْﺴ ِ ٍﲅ‬
ِٕ

Artinya: Dari Ibnu Umar, R.A. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila dua orang melakukan
jual beli, masing-masing orang mempunyai hak khiyar (memilih antara membatalkan
atau meneruskan jual beli) selama mereka belum berpisah dan masih bersama, atau
selama salah seorang diantara keduanya tidak menentukan khiyar pada yang lain, lalu
mereka berjual beli atas dasar itu, maka jadilah jual beli itu. Jika mereka berpisah
setelah melakukan jual beli dan masing-masing orang tidak mengurungkan jual beli,
maka jadilah jual beli itu.”(Muttafaqun ‘Alaih dengan lafazh Muslim)

Pada jual beli online tidak berlaku hak khiyar ini, karena keduanya tidak berada pada
satu majelis (tempat). Jual beli online menggunakan media internet, baik melalui komputer
maupun alat elektronik lainnya.
2. Khiyar Syarath
Khiyar syarath adalah khiyar yang disyaratkan oleh salah satu penjual atau pembeli
setelah akad selama masa yang ditentukan, walaupun sangat lama. Apabila ia berkehendak
maka ia bisa melanjutkan transaksi atau membatalkannya selama waktu tersebut. Ini adalah
pendapat dari Imam Ahmad.24 Abu Hanifah dan Syafi’i menyatakan bahwa masa khiyar

____________
22 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., hlm, 115.
23Sayyid sabiq, fiqh sunnah..., hlm, 315.
24Ibid., hlm. 316.
121

Syarath hanyalah tiga hari. Menurut Imam Malik masa yang ditentukan sesuai dengan
kebutuhan.
Hadist yang diriwayatkan juga oleh Ibnu Umar r.a tentang khiyar syarath adalah
sebagai berikut, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Masing-masing penjual dan
pembeli, belum terjadi jual beli diantara keduanya sebelum mereka berpisah, kecuali jual beli
dengan khiyar.”
َ َ‫اﻟْ َﺒﺎ ِﺋ ُﻊ َواﻟْ ُﻤ ْﺒﺘَﺎ ُع ِابﻟْ ِﺨ َﻴﺎرِ َﺣ َّﱴ ﻳَﺘَﻔ ََّﺮﻗَﺎ َِّاﻻ َا ْن ﺗَ ُﻜ ْﻮ َن َﺻ ْﻔﻘَ َﺔ ِﺧﻴ‬:‫ﻋ َْﻦ َ ْﲻﺮو ﺑْ ِﻦ ﺷُ َﻌ ْﻴ ٍﺐ ﻋ َْﻦ َا ِﺑ ْﻴ ِﻪ ﻋ َْﻦ َﺟ ِّﺪ ِﻩ أ َّ َّن اﻟﻨَّ ِ َّﱮ ﺻﲆ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﲅ ﻗَﺎ َل‬
‫ﺎرٍو َﻻ َ ِﳛ ُّﻞ َ ُهل َا ْن ﻳ ُ ًﻔﺎرِﻗَ ُﻪ َﺧ ْﺸـ َﻴ َﺔ اَ ْن ﻳ َ ْﺴـﺘَ ِﻘ ْﻴ َ ُهل ) َر َوا ُﻩ اﻟْ َﺨ ْﻤ َﺴ ُﺔ ِا َّﻻ‬
(‫اﺑْ َﻦ َﻣﺎ َﺟ ٍﺔ َوادل ََّارﻗُ ْﻄ ِ ُّﲎ َواﺑْ َﻦ ﺧ َُﺰﻳْ َﻤ َﺔ َواﺑْ ُﻦ ْاﳉ َﺎ ُر ْو ِد‬
Artinya: Dari Amar bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya r.a bahwa Nabi SAW bersabda,
“penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar sebelum keduanya berpisah, kecuali telah
ditetapkan khiyar dan masing-masing pihak tidak diperbolehkan pergi karena takut jual
beli dibatalkan.” (HR. Imam Lima, kecuali Ibnu Majah, ad-Daruquthni, Ibnu Khuzaimah
dan Ibnu Jarud)

Pada jual beli online, hak khiyar syarath seperti ini dapat berlaku. Namun secara
praktik khiyar syarath hanya ada pada online shop tertentu. Kebanyakan toko online tidak
memberikan hak khiyar kepada konsumennya. Hal ini lah yang membuat konsumen
dirugikan. Ada juga beberapa toko online yang memberikan hak khiyar syarath pada
konsumennya, seperti tokopedia.
Beberapa toko yang ada pada Tokopedia memberikan hak kepada konsumennya untuk
menukarkan barang apabila barang yang diterima oleh konsumen tidak sesuai dengan
perjanjian pada awal akad. Ketika pembeli menemukan cacat pada barang, pembeli tersebut
harus mengirim kembali kepada pelaku usaha untuk ditukarkan dengan barang yang sesuai.
Biaya pengiriman kembali barang ditanggung oleh pembeli (konsumen).
3. Khiyar Aib (karena ada cacat)
Khiyar aib adalah hak untuk memilih antara membatalkan atau meneruskan akad jual
beli apabila ditemukan kecacatan (aib) pada objek (barang) yang diperjualbelikan, sedangkan
pembeli tidak mengetahui adanya kecacatan pada saat akad berlangsung. Dengan kata lain,
jika seseorang membeli barang yang mengandung kecacatan dan ia tidak mengetahuinya
sampai ia berpisah dengan penjual, maka ketika ia mengetahui hal tersebut ia berhak untuk
meminta ganti rugi atas kecacatan barang yang diterimanya dari penjual.
Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Uqbah bin ‘Amir, Rasulullah SAW
bersabda:

‫اﻟْ ُﻤ ْﺴ ِ ُﲅ َٔاﺧ ُْﻮ اﻟْ ُﻤ ْﺴ ِ ِﲅ َو َﻻ َ ِﳛ ُّﻞ ِﻟ ُﻤ ْﺴ ِ ِﲅ َابع َ ِﻣ ْﻦ َٔا ِﺧ ْﻴ ِﻪ ﺑ َ ْﻴ ًﻌﺎ ِﻓ ْﻴ ِﻪ َﻋ ْﻴ ٌﺐ ا َّﻻ ﺑَﻴَّﻨَ ُﻪ َ ُهل‬
ِٕ

Artinya:“sesama Muslim adalah bersaudara. Tidak halal bagi seorang Muslim untuk menjual
barang yang memiliki aib kepada saudaranya, kecuali apabila ia menjelaskan aib
122

tersebut kepada saudaranya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Daruquthni, Hakim dan
Tabrani)
Dalam sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Adda’ bin Khalid, mengenai khiyar aib
beliau bercerita:

‫ ﺑ َ ْﻴ َﻊ اﻟْ ُﻤ ْﺴ ِ ِﲅ ِﻣ َﻦ اﻟْ ُﻤ ْﺴ ِ ِﲅ‬،‫ َو َﻻ ﻏَﺎﺋِ َ َةل‬،‫ َو َﻻ ِﺧ ْﺒﺜَ َﺔ‬،‫ َﻻ َد َاء‬،‫ ِا ْﺷ َﱰَى ِﻣﻨْ ُﻪ َﻋ ْﺒﺪً ا‬،‫َﺎدل ِﻣ ْﻦ ﶊﺪ َر ُﺳ ْﻮ ُل ﷲ ﺻﲆ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﲅ‬
ٍ ِ ‫ َﻫ َﺬا َﻣﺎ ْاﺷ َﱰَا ُﻩ اﻟْ َﻌﺪَّاء ُﺑْ ُﻦ ﺧ‬: ‫َﻛﺘَ َﺐ ِ ْﱄ اﻟﻨَّ ِ ِ ّﱯ ﺻﲆ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﲅ‬

Artinya: “Nabi SAW menulis surat kepadaku, ‘ini adalah barang yang dibeli ‘Adda’ bin Khalid bin
Hudzah dari Muhammad utusan Allah. Ia membeli seorang budak darinya, bukan sebuah
penyakit, kerusakan, atau barang yang menjijikkan. Transaksi seorang Muslim dengan
Muslim yang lain.”

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa larangan jual beli gharar,
penipuan dan bentuk jual beli lainnya yang batal seperti jual beli barang yang cacat
merupakan bentuk perlindungan konsumen dalam hukum Islam. Kemudian hak khiyar yang
diatur dalam hukum Islam juga dapat melindungi konsumen pada jual beli online. Hak khiyar
yang dapat diterapkan pada jual beli online ialah khiyar syarath dan khiyar aib.

8. PENUTUP
Pemerintah diharapkan mampu mensosialisasikan undang-undang tersebut kepada
masyarakat supaya masyarakat tahu dan dapat melakukan transaksi jual beli online dengan
baik tanpa merasa khawatir.Bagi para pelaku usaha diharapkan mampu menjalankan bisnis
sesuai dengan ketentuan syari’at yang berlaku sehingga dapat melindungi hak-hak dan
kewajiban para pihak dalam perdagangan.Kepada masyarakat selaku konsumen dari jual beli
online diharapkan lebih teliti dan bijak dalam melakukan jual beli online dan selalu
memperhatikan segala resiko yang mungkin dialami pada saat melakukan transaksi.
123

DAFTAR PUSTAKA

Abu Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim. 2011. Shahih Fiqih Sunnah. Jakarta: Pustaka Azzam.

Abdul R. Saliman. 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus. Jakarta:
Kencana.

Ahamadi Miru dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Elvira Yolanda. 2013. Perancangan Aplikasi E-Commerce Berbasis Web Pada Pempek Rendy.
(Skripsi) Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia.

Gemala Dewi, dkk. 2005. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Hendi Suhendi. 2013. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers.

Muhammad Siddiq Armia, Studi Epistemologi Perundang-Undangan, Banda Aceh: Teratai


Publisher, 2011.

Muhammad Siddiq Armia, Perkembangan Pemikiran Teori Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya
Paramita, 2009.

Nasrun Haroen. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Sayyid Sabiq. 2008. Fiqh Sunna. Jakarta: al-I’tishom.

Shidarta. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo.

Syaikh Muwafiquddin Ibnu Qudamah, dkk. 1997. Al-Mughni. Dar Alamul Kutub.

UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Wahbah Az-Zuhaili. 2011. Fiqih Islam Wa AdillatuhuJilid 5. Jakarta: Gema Insani.

www.pengertianahli.com, pengertian e-commerce, diakses pada situs:


http://www.pengertianahli.com/2015/07/pengertian-e-commerce-dan-contoh-
e.html , tanggal 20 Desember 2016.

www.seputarpengetahuan.com, pengertian e-commerce menurut para ahli, diakses melalui


situs: http://www.seputarpengetahuan.com/2015/12/pengertian-e-commerce-
menurut-para-ahli-terlengkap.html , tanggal 20 Desember 2016.

Anda mungkin juga menyukai