Anda di halaman 1dari 3

Rasio solvabilitas

Merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan
total aktiva. Dengan kata lain seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh Utang atau seberapa
besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva dari hasil pengukuran, apabila
rasionya tinggi memiliki arti pendanaan dengan utang semakin banyak, maka semakin sulit
perusahaan untuk mendapatkan pinjaman karena khawatir perusahaan tidak mampu membayar
hutang dengan aktiva yang dimilikinya Sebaliknya apabila rasio rendah maka semakin kecil
perusahaan dibayari dengan utang. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa di tahun 2017
rasionya adalah 76,76% berarti 76,76% pendanaan perusahaan dibiayai dengan utang Artinya bahwa
setiap Rp100 pendanaan perusahaan, Rp.76 dibiayai dengan utang dan Rp 24 disediakan oleh
pemegang saham. Kemudian di tahun 2018 rasio menunjukkan 77% yang artinya 77% pendanaan
perusahaan dibiayai oleh Utang dan setiap Rp100 pendanaan perusahaan sebesar Rp 77 dibiayai
utang dan rp23 dibiayai oleh pemegang saham. Pada tahun 2019 rasio perusahaan menunjukkan
angka 76% yang mana artinya pendanaan sebesar 76% berasal dari utang. Yang mana memiliki arti
bahwa Rp100 dari pendanaan perusahaan rp76 dibiayai utang dan Rp 24 disediakan oleh pemegang
saham

Merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas rasio ini dicari dengan
membandingkan seluruh utang dengan seluruh ekuitas rasio ini digunakan untuk mengetahui jumlah
dana yang disediakan peminjam dengan pemilik perusahaan dengan kata lain rasio ini berfungsi
untuk mengetahui setiap rupiah Modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. Bagi bank atau
peminjam semakin besar rasio ini, akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar
Resiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan tersebut Namun, bagi
perusahaan justru semakin besar akan semakin baik bagi perusahaan. Begitu juga sebaliknya bagi
peminjam atau bank semakin kecil rasio akan semakin bagus tetapi bagi perusahaan itu akan
semakin kurang baik.

Pada tahun 2017 menunjukkan bahwa rasio sebesar 330%, yang mana artinya rp330 untuk setiap
Rp100 yang disediakan pemegang saham atau dengan kata lain perusahaan dibiayai oleh peminjam
sebesar 330%. Kemudian pada tahun 2018 rasio menunjukkan 331% yang mana artinya rp331 dari
Rp100 yang disediakan pemegang saham berarti Rp 331 pendanaan perusahaan dari peminjam.
Tidak berbeda jauh dengan tahun 2019 rasio menunjukkan 321% yang mana artinya rp321 dibiayai
oleh peminjam dari Rp 100 yang disediakan pemegang saham. Artinya rp321 pembiayaan disediakan
oleh peminjam

Merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan model sendiri. Rasio ini memiliki tujuan untuk
mengukur berapa bagian dari setiap rupiah Modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka
panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang
disediakan oleh perusahaan.

Pada tahun 2017 rasio menunjukkan 100%, yang mana artinya perusahaan menjamin setiap Rp1
modal yang dimiliki untuk melakukan pinjaman jangka panjang perusahaan. Besaran hutang berkisar
satu dari total modal yang dimiliki titik artinya semua modal yang dimiliki berbanding lurus dengan
jumlah hutangnya. Pada tahun 2018 rasio sebesar 134% yang memiliki arti Perusahaan menjamin
modal yang dimiliki untuk melakukan pinjaman jangka panjang perusahaan. Besar hutang berkisar
1,34 dari modal yang dimiliki artinya lebih besar hutang daripada modalnya. Begitu juga pada tahun
2019 rasio menunjukkan 166%, yang berarti besar hutang bernilai 1,66 dari modal yang dimiliki.
Rasio aktivitas

Rasio ini digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam sediaan ini dalam satu
periode. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa perputaran sediaan merupakan rasio yang
menunjukkan berapa kali jumlah barang persediaan diganti dalam satu tahun. Apabila rasio yang
diperoleh tinggi menunjukkan bahwa perusahaan bekerja secara efisien. Begitu pulas baliknya
apabila rasio yang diperoleh rendah maka perusahaan bekerja secara tidak efisien.

Dari perhitungan dapat diketahui bahwa rasio pada 2017 yaitu sebesar 14,0 yang artinya dalam satu
tahun sediaan berputar sebanyak 14 kali. Tahun 2018 rasio menunjukkan 9,6 dibulatkan menjadi 10
berarti dalam satu tahun sediaan berputar sebanyak 10 kali. Tahun 2019 nilai rasio adalah 7,0 yang
artinya dalam satu tahun persediaan berputar sebanyak 7 Kali.

Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam aktiva tetap
berputar dalam satu periode. Artinya untuk mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan
kapasitas aktiva tetap sepenuhnya atau belum. Untuk mencari rasio ini dengan cara membandingkan
penjualan dengan aktiva tetap dalam satu periode.

Tahun 2017 rasio menunjukkan 0,9 kali yang artinya setiap Rp 1,00 aktiva tetap dapat menghasilkan
Rp 0,9 penjualan. Tahun 2018 rasio menunjukkan perputaran 0,7 kali yang artinya setiap Rp 1,00
aktiva tetap dapat menghasilkan Rp 0, 7 penjualan. Tahun 2019 rasio menunjukkan perputaran 0, 6
kali artinya setiap Rp 1,00 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp 0, 6 penjualan.

Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan
mengukur Berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva. Rasio ini dicari dengan
membandingkan penjualan dengan total aktiva yang dimiliki.

Pada tahun 2017 rasio sebesar 0,5 kali. Artinya setiap Rp 1,00 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp
0,5 penjualan. Tahun 2018 rasio sebesar 0,4 kali. Artinya setiap rp1,00 aktiva tetap dapat
menghasilkan penjualan sebesar Rp 0, 4 . Tahun 2019 rasio sebesar 0,3 kali. Memiliki arti bahwa
setiap Rp 1,00 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp 0,3 penjualan.

Rasio Profitabilitas

Adalah rasio yang menunjukkan hasil atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan dan juga
merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengolah investasinya. Selain itu hal
ini menunjukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan baik modal pinjaman atau Modal
sendiri. Semakin rendah rasio ini semakin kurang baik, sebaliknya apabila rasio tinggi maka
perusahaan dinilai baik dilihat dari efektivitas dan keseluruhan operasi perusahaan.

Di tahun 2017 rasio menunjukkan 4% dan dan tahun 2018 nilainya sama, kemudian menurun di
tahun 2019 sebanyak 3% yang artinya rasio hanya sebesar 1%.

Merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan
efisiensi penggunaan modal sendiri semakin tinggi rasio ini semakin baik begitu juga sebaliknya.
Artinya, apabila rasio tinggi maka posisi pemilik perusahaan semakin kuat.

Tahun 2017 rasio sebesar 18% kemudian menurun di tahun 2018 sebesar 2% sehingga nilai rasio
menjadi 16%. Kemudian pada tahun 2019 rasio mengalami penurunan yang cukup drastis yaitu
sebesar 12% sehingga nilai rasio menjadi 4%.
Rasio ini digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan. Makin laba bersih merupakan
ukuran keuntungan dengan membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dengan penjualan.

Pada tahun 2017 rasio sebesar 9% dan tidak ada perubahan di tahun 2018. Kemudian Mengalami
penurunan yang cukup signifikan di tahun 2019 yaitu sebesar 6%, sehingga rasio menjadi 3%. Hal ini
bisa disebabkan karena harga barang perusahaan ini relatif rendah atau biaya relatif tinggi atau
keduanya.

Anda mungkin juga menyukai