Anda di halaman 1dari 5

Rasio Perusahaan PT Ciputra Development Tbk.

Rasio Utang
Rasio utang terhadap modal adalah perhitungan yang digunakan untuk mengukur struktur
modal dalam bisnis. Secara sederhana, ini berarti cara mengkaji yang dilakukan untuk
mengetahui bagaimana sebuah perusahaan menggunakan berbagai sumber daya yang berbeda
untuk mendanai biaya operasional.
DAR (Debt to Assets Ratio)
Total Liabilitas
DAR=
Total Aset
Debt to Assets Ratio atau yang biasa disingkat dengan DAR dibutuhkan perusahaan
dalam mengukur kesehatan keuangan perusahaan khususnya dalam menanggung hutang yang
dimilikinya. Debt to Assets Ratio menggunakan perbandingan total liabilitas atau kewajiban
dengan total aset yang dimiliki sebuah perusahaan.
Penilaian DAR dapat dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Jika rasio utang perusahaan jumlahnya kurang dari 0,5 kali, maka sebagian besar aset
perusahaan adalah hasil dari biaya ekuitas.
2. Apabila rasio hutang lebih besar dari 0,5 kali, maka sebagian besar aset perusahaan
adalah hasil pembiyaan dari utang.
3. Nilai normal rasio DAR adalah 0,6-0,7 kali. Namun tetap melihat penilaian spesifik
dari tiap industri. Sebab, tiap industri memiliki penilaian yang spesifik dan berbeda
satu dengan lainnya.
Jika kita lihat dari nilai rasio DAR yang dimiliki perusahaan ini pada tahun 2018, yaitu
0.52, dapat dimpulkan bahwa artinya sebagian besar aset perusahaan ini adalah hasil
pembiayaan dari hutang. Nilai rasio dari perusahaan ini tidak mengalami kenaikan maupun
penurunan yang signifikan sehingga dapat dikatakan bahwa kesehatan keuangan perusahaan
ini masih cukup baik.
Semakin rendah nilai rasio DAR sebuah perusahaan, maka kinerja keuangannya akan
semakin baik. Jika semakin tinggi, maka berbanding lurus dengan risiko yang dimiliki
perusahaan tersebut. Namun jika diketahui bahwa perusahaan dengan utang banyak selama
tidak melebihi batas normalnya juga memiliki peluang melakukan ekspansi serta inovasi
produk yang akhirnya dapat meningkatkan nilai laba bersih perusahaan.

DER (Debt to Equity Ratio)


Total Kewajiban
DER=
Total Ekuitas
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang dipakai untuk mengukur utang
dengan ekuitas. Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan antara seluruh utang,
termasuk utang lancar, dengan seluruh ekuitas perusahaan.
Perusahaan memiliki rasio utang terhadap ekuitas yang lebih dari 1, yaitu 1,10.
Artinya perusahaan tersebut memiliki lebih banyak utang daripada ekuitas. Hal ini terjadi
karena bunga utang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak perusahaan.
Nilai DER untuk tahun 2014 ke 2015 mengalami penurunan dari 1,04 menjadi 1,01.
Kemudian terjadi perubahan lagi pada tahun 2015 ke 2016, yaitu DER meningkat dari 1,01
menjadi 1,03. Begitu pula pada tahun berikutnya, DER juga mengalami peningkatan sebesar
0,02, menjadi 1,05. Pada tahun 2018, terjadi peningkatan yang lebih besar dari sebelumnya.
Yaitu dari 1,05 menjadi 1,10.

Rasio Profitabilitas
EPS (Earning Per Share)
Laba Bersih
EPS=
Jumlah Lembar Saham Beredar
Earning Per Share atau Laba Bersih Per Saham adalah pembagian laba bersih yang
didapatkan perusahaan pada periode tertentu dengan jumlah saham yang beredar
(outstanding shares). Rasio ini mempermudah para pemegang saham untuk mengetahui
berapa keuntungan dari setiap lembar saham yang dimilikinya. Sebagai contoh, EPS pada
tahun 2018 sebesar Rp35.41 yang berarti laba bersih yang diperoleh oleh pemegang saham
adalah Rp35.41/lembar saham.
Rasio EPS perusahaan ini mengalami kenaikan pada tahun 2014 ke tahun 2015 (dari
Rp118.30 menjadi Rp122.96). Namun dari tahun 2015 ke 2016, 2016 ke 2017, dan 2017 ke
2018 nilai rasio EPS perusahaan ini terus mengalami penurunan. Rasio EPS pada tahun 2018
sebesar Rp35.41 dan jika dibandingkan dengan rasio di tahun 2015, yaitu Rp122.96, rasio
EPS perusahaan ini mengalami penurunan hampir 4 kali lipat.
ROA (Return on Total Assets)
Laba Bersih
ROA=
Total Aset
ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari
penggunaan seluruh sumber daya atau aset yang dimilikinya. Sederhananya, return on asset
adalah rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari
penggunaan seluruh sumber daya atau asetnya. Semakin tinggi atau baik rasio ROA sebuah
perusahaan, maka semakin baik kinerja perusahaan tersebut dalam menghasilkan laba bersih.
Pada perusahaan ini, nilai ROA terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2014, nilai ROA perusahaan ini adalah 7,71%. Tahun selanjutnya nilai tersebut
menurun menjadi 7,18%. Di tahun 2016, nilai ROA mengalami penurunan yang cukup besar
menjadi 4,03%. Pada tahun 2017, menjadi 3,21%. Dan yang terakhir untuk tahun 2018 yaitu
sebesar 1,96%.

ROE (Return on Equity)


Laba Bersih
ROE=
Total Ekuitas
Return on Equity atau biasa disebut ROE merupakan rasio yang berguna untuk
menghasilkan keuntungan bagi investor. ROE ini termasuk dalam rasio profitabilitas jika
dilihat dalam neraca. ROE digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba bersih dengan menggunakan modal sendiri dan menghasilkan laba bersih
yang tersedia bagi pemilik atau investor.
Nilai ROE pada perusahaan ini juga terus mengalami penurunan. Dari tahun 2014 ke
2015, ROE mengalami penurunan sebesar 1,27% (dari 15,71% menjadi 14,44%). Pada tahun
berikutnya, tahun 2015 ke tahun 2016, mengalami penurunan yang cukup besar yaitu 6,25%
(dari 14,44% menjadi 8,19%). Untuk tahun 2016 ke tahun 2017, terjadi penurunan sebesar
1,6% (dari 8,19% menjadi 6,59%). Yang terakhir, dari tahun 2017 ke 2018, perusahaan ini
mengalami penurunan pada nilai ROE sebesar 2,48% (dari 6,59% menjadi 4,11%).

GPM (Gross Profit Margin)


Laba Kotor
GPM=
Pendapatan
GPM merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya persentase laba
kotor atas penjualan bersih. Laba kotor sendiri dihitung sebagai hasil pengurangan antara
penjualan bersih dengan harga pokok penjualan.
Perusahaan ini mengalami kenaikan dan penurunan nilai GPM dari tahun 2014-2018.
Untuk tahun 2014 ke tahun 2015, terjadi penurunan nilai GPM dari 52,55% menjadi 49,62%.
Beberapa tahun berikutnya kembali mengalami penurunan. Pada tahun 2015 ke tahun 2016,
nilai GPM menurun dari 49,62% menjadi 48,81%. Pada tahun 2016 ke 2017, nilai GPM
kembali menurun dari 48,81% menjadi 46,87%. Pada tahun 2017 ke 2018 GPM perusahaan
ini mengalami peningkatan, dari 46,87% menjadi 48,81%.
Semakin tinggi laba marjin laba kotornya, maka semakin baik keadaan operasi
perusahaannya. Sebaliknya, gross profit margin yang rendah mengindikasikan bahwa
perusahaan kurang mampu mengendalikan biaya produksi dan harga pokok penjualannya,
sehingga semakin keadaan operasi perusahaan akan semakin menurun.

OPM (Operating Profit Margin)


Laba Operasi
OPM=
Pendapatan
OPM secara khusus menilai tinggi rendahnya marjin laba perusahaan terkait operasi
bisnis utama yang dijalani perusahaan. Dalam OPM, investor dapat mengetahui besar
kemampuan perusahaan yang tidak terkait dengan operasional.
Nilai OPM perusahaan ini mengalami penurunan dan peningkatan dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2014 ke 2015, terjadi penurunan dari 35,43% menjadi 32,14%. Pada tahun
2015 ke 2016, terjadi penurunan dari 32,14% menjadi 27,47%. Pada tahun 2016 ke 2017,
terjadi penurunan dari 27,41% menjadi 25,18%. Pada tahun 2017 ke 2018, baru lah nilai
OPM perusahaan ini mengalami peningkatan dari 25,18% menjadi 26,65%

NPM (Net Profit Margin)


Laba Bersih
NPM=
Pendapatan
Net Profit Margin (NPM), dalam bahasa Indonesia biasanya disebut Marjin Laba
Bersih. Rasio profitabilitas ini digunakan untuk mengukur persentase laba bersih suatu
perusahaan terhadap penjualan bersihnya. Bagi investor, marjin laba bersih ini biasa
digunakan untuk mengukur seberapa efisien manajemen mengelola perusahaan dan juga
memperkirakan profitabilitas di masa depan berdasarkan peramalan yang dibuat oleh
manajemennya.
Pada tahun 2014 ke tahun 2015, nilai NPM perusahaan ini mengalami penurunan.
Penurunan yang terjadi yaitu sebesar 3,19%, dari 28,28% menjadi 25,09%. Untuk tahun 2015
ke 2016, terjadi penurunan yang cukup besar yaitu 7,72%, dari 25,09% menjadi 17,37%.
Penurunan yang terjadi pada tahun 2016 ke 2017 adalah sebesar 1,56% dari 17,37% menjadi
15,81%. Yang terakhir yaitu tahun 2017 ke 2018, terjadi penurunan sebesar 1,8% yaitu dari
15,81% menjadi 14,01%.
Tujuan dari dilakukannya perhitungan terhadap NPM yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan adalah untuk menentukan tingkat keberhasilan dari keseluruhan bisnis yang
dijalankan oleh suatu perusahaan. NPM yang nilainya tinggi, maka dapat dikatakan bahwa
perusahaan tersebut telah menetapkan harga produknya dengan benar dan biaya yang
digunakan terkontrol dengan baik.
Rasio Likuiditas
Net Working Capital (Modal Kerja Langsung)
Net Working Capital= Aset Lancar−Kewajiban Lancar
Perusahaan memiliki kelebihan aktiva lancar di atas utang lancar yaitu sebesar
Rp7.086.827 yang berarti perusahaan mampu menjamin pembayaran utang lancar.

Current Ratio
Aset Lancar
Current Ratio=
Kewajiban Lancar
Pada tahun 2018, nilai current ratio perusahaan ini adalah 1,84. Hal ini berarti setiap
Rp1 utang lancar, dijamin dengan Rp1,84 aset lancar. Perusahaan tersebut dianggap sehat
dengan artian bahwa aktiva lancar dapat menutupi semua utang lancar dan perusahaan
mampu membayar utang jangka pendeknya dengan baik.
Acid Test Ratio
Aset Lancar−Persediaan
Acid Test Ratio=
Kewajiban Lancar
Acid test ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar
utang lancar dengan aktiva yang lebih likuid. Pada tahun 2018, nilai dari acid test ratio
perusahaan ini adalah 1,36. Artinya setiap utang lancar perusahaan sebesar Rp1, perusahaan
mampu menjamin utang tersebut dengan Rp1,36 aktiva yang lebih likuid.
Dari perhitungan Current Ratio dan Acid Test Ratio, maka perusahaan ini dapat
digolongkan sebagai perusahaan dengan rasio berskala tinggi. Karena perusahaan memiliki
kemampuan yang tinggi untuk membayar liabilitas lancar yang akan jatuh tempo dalam satu
tahun.

Rasio Aktivitas

Anda mungkin juga menyukai