Rasio Profitabilitas
Lyn dan Aileen (2008) menyatakan rasio GPM merupakan margin laba kotor. Margin
laba kotor memperlihatkan hubungan antara penjualan dan beban pokok
penjualan.
OPM merupakan rasio yang menggambarkan pure profit yang diterima atas setiap
rupiah dari penjualan yang dilakukan (Syamsuddin, 2009).
Pada rasio OPM, angka laba operasi yang digunakan dalam perhitungan berasal dari
kegiatan-kegiatan usaha pokok perusahaan (Prastowo, 2007).
NPM merupakan rasio antara laba bersih (net profit) yaitu penjualan sesudah
dikurangi dengan seluruh pajak, kemudian dibandingkan dengan penjualan
(Sangkala, 2013).
Rasio NPM mengukur rupiah laba yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah penjualan.
Rasio ini memberi gambaran tentang laba untuk para pemegang saham sebagai
persentase dari penjualan (Joel dan Jae, 2007).
TAT penting bagi para kreditur dan pemilik perusahaan, tetapi lebih penting bagi
manajemen perusahaan karena hal ini akan menunjukkan efisien tidaknya
penggunaan seluruh aktiva di dalam perusahaan (Sundjaja dan Barlian, 2003).
Rasio ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan
pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan (Fahmi, 2012).
ROE merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi
para pemilik perusahaan atas modal yang diinvestasikan di dalam perusahaan
(Syamsuddin, 2009).
Rasio ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu perusahaan dalam
mempergunakan sumber daya yangdimiliki agar mampu memberikan laba atas
ekuitas (Fahmi, 2012).
Analisis Rasio Profitabilitas di bawah ini sekadar contoh dan hasil perhitungan
masing-masing rasio disederhanakan dalam bentuk tabel berikut :
Tabel perhitungan rasio profitabilitas di atas menunjukkan bahwa nilai GPM pada
Perusahaan X pada tahun 2010, 2011, dan 2012 secara berturut-turut sebesar
4,52%; 3,55%; 3,23% dengan nilai rata-rata sebesar 3,77%, artinya dari volume
penjualan atau setiap Rp. 100 dari penjualan bersih akan menghasilkan laba kotor
sebesar Rp. 4,52; Rp.3,55; dan Rp. 3,23.
Nilai GPM tersebut berada di bawah standar industri yaitu sebesar 26,6%. Nilai GPM
cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan penurunan terbesar
terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 3,23%. Hal ini dikarenakan terjadi penurunan
penjualan sehingga laba kotor yang dihasilkan menjadi rendah. Nilai GPM turun
setiap tahunnya menunjukkan bahwa Perusahaan X mempunyai kemampuan yang
kurang baik dalam menghasilkan laba kotor. Penurunan tersebut terjadi karena
penjualan yang diikuti dengan harga pokok penjualan sehingga laba kotor yang
dihasilkan cukup rendah.
Tabel rasio profitabilitas tersebut menunjukkan nilai OPM pada Perusahaan X untuk
tahun 2010, 2011, dan 2012 berturut-turut adalah sebesar 4,65%; 4,55%; 4,05%
dengan nilai rata-rata sebesar 4,42%, artinya laba operasi yang dihasilkan
Perusahaan X sebesar 4,65%; 4,55%; dan 4,05% dari volume penjualan atau setiap
Rp. 100 dari penjualan bersih akan menghasilkan laba operasi sebesar Rp. 4,65;
Rp.4,55; dan Rp. 4,05.
Nilai rata-rata OPM yang diperoleh Perusahaan X jika dibandingkan dengan standar
industri yang nilainya sebesar 4,6% sudah hampir memenuhi nilai standar industri,
hal tersebut menandakan bahwa kemampuan menghasilkan keuntungan dari
kegiatan operasional yang dilakukan sudah cukup baik. Nilai OPM dapat
ditingkatkan jika Perusahaan X mampu mengelola penggunaan biaya operasional
dengan baik serta adanya peningkatan penjualan, sehingga laba operasional dapat
diperoleh secara maksimal.
Tabel rasio profitabilitas di atas menunjukkan nilai NPM pada Perusahaan X untuk
tahun 2010, 2011, dan 2012 berturut-turut adalah sebesar 4,07%; 3,20%; 2,90%
dengan nilai rata-rata sebesar 3,39%. Berdasarkan analisis NPM, maka dapat
diketahui bahwa nilai NPM pada tahun 2010 sebesar 4,07%, yang artinya bahwa
setiap Rp. 100, penjualan akan menghasilkan keuntungan neto Rp. 4,07. Pada
tahun 2011 terjadi penurunan yaitu sebesar 3,20%, yang artinya bahwa setiap Rp.
100, penjualan akan menghasilkan keuntungan neto sebesar Rp. 3,20. Pada tahun
2012 terjadi penurunan kembali yaitu sebesar 2,90%, yang artinya berarti bahwa
setiap Rp. 100, penjualan akan menghasilkan keuntungan neto sebesar Rp. 2,90.
Hasil perhitungan NPM dapat diperoleh gambaran tentang berapa besar keuntungan
yang diperoleh Perusahaan X. Tingkat NPM yang dicapai Perusahaan X selama tiga
tahun terakhir cenderung menurun dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena
tingkat penjualan atau pendapatan jasa tidak mengalami peningkatan yang begitu
besar.
Nilai TAT pada Perusahaan X untuk tahun 2010, 2011, dan 2012 berturut-turut
adalah sebesar 5,96 kali; 5,36 kali; 5,51 kali dengan nilai rata-rata sebesar 5,61
kali, artinya penjualan yang dihasilkan sebesar 5,96 kali; 5,36 kali; 5,51 kali dari
total aktiva. Rata-rata nilai TAT pada Perusahaan X berada di atas standar industri
yaitu sebesar 1,8 kali.
Nilai TAT setiap tahun mengalami fluktuasi dan cenderung menurun. Penurunan
nilai TAT dari tahun ke tahun ini menunjukkan bahwa kurangnya efisiensi
penggunaan seluruh modal yang dimiliki dalam menghasilkan penjualan. Penurunan
TAT dari tahun ke tahun disebabkan karena adanya prosentase kenaikan penjualan
atau pendapatan jasa yang lebih kecil dibandingkan dengan prosentase kenaikan
aktiva. Kinerja keuangan Perusahaan X dilihat TAT sangat baik karena semakin
tingginya rasio TAT berarti semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva di
dalam menghasilkan tingkat penjualan yang tinggi.
Dari tabel di atas menunjukkan dari hasil perhitungan didapatkan hasil bahwa nilai
ROI pada Perusahaan X tahun 2010 sebesar 24,24%, pada tahun 2011 menurun
menjadi 17,14%, dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan menjadi 15,99%,
sedangkan rata-ratanya sebesar 19,12%, Dalam setiap penjualan Rp. 100, total
aktiva yang digunakan memberikan keuntungan sebesar Rp. 24,24; Rp. 17,14; Rp.
15,99. Kondisi naik turunnya nilai ROI pada tahun 2010 sampai 2012 tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan aktiva perusahaan belum efisien dan rendahnya
tingkat laba yang dihasilkan oleh keseluruhan penggunaan aktiva. Kenaikan nilai
ROI menunjukkan perusahaan sudah mampu mengelola aktiva yang tersedia secara
maksimal untuk menghasilkan keuntungan yang optimal. ROI dapat ditingkatkan
dengan cara menekan biaya operasional atau harga pokok penjualan sehingga laba
yang diperoleh lebih tinggi.
Hasil perhitungan pada tabel menunjukkan nilai ROE dari tahun 2010 sampai 2012
secara berturut-turut adalah sebesar 42,12%; 21,91%; 19,38%, dengan rata-rata
27,80%, yang artinya tingkat penghasilan yang diperoleh suatu usaha atas modal
sendiri yang diinvestasikan adalah sebesar 27,80% atau dalam setiap Rp. 100,
modal sendiri yang diinvestasikan memberikan keuntungan sebesar Rp. 27,80. Nilai
ROE pada Perusahaan X berada di atas standar industri yaitu sebesar 14,04%. Dari
hasil perhitungan ROE dapat diketahui bahwa nilai ROE menurun dari tahun 2010,
2011, dan 2012. Penurunan ini disebabkan karena tingginya biaya-biaya operasi,
membuat laba yang dicapai tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan,
sehingga kemampuan modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan netto
menurun dari tahun ke tahun.
Rasio yang sering disingkat ROC atau ROIC (Return on Invested Capital) ini pada dasarnya
masuk dalam rasio profitabilitas / rentabilitas karena ditujukan untuk mengukur sejauh
mana laba yang bisa dihasilkan perusahaan dari modal yang ia investasikan.
Jika anda ingin menabung saham atau pun belajar bermain saham online maka rasio ini
bisa juga Anda pelajari untuk melakukan analisa lanjutan.
Laba yang dimaksud di sini bisa beragam, tergantung rumus versi mana yang Anda ikuti.
Kalau versi pertama dari rumus di bawah maka yang dimaksud adalah laba ditahan-nya
(Retained Earning) pada periode tersebut. Ya, karena kalau Investopedia, laba yang diambil
adalah laba bersih yang telah dikurangi dividen, yang mana itu artinya retained earning di
periode tersebut (bukan total akumulasi RE yang ditampilkan dalam laporan aset
perusahaan).
Adapun yang lainnya, maka laba yang dihitung adalah NOPAT nya atau laba usaha yang
telah dikurangi pajak (tapi dengan rumus tersendiri).
Dan ada satu lagi, salah seorang ahli bernama Joel Greenblatt, malah langsung menggunakan
laba usaha atau EBIT yang dijadikan pembilangnya. Jadi tanpa harus dikurangi dengan pajak
lagi.
Sebagaimana sudah disinggung di atas bahwa pada dasarnya ada 3 versi rumus terkait dengan
rasio pengembalian modal ini, yaitu:
Net Income adalah laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk, sedang
Total Capital = Liabilitas + Ekuitas
EBIT dalam laporan keuangan sama dengan Laba Usaha atau Laba Operasi.
Dan Book Value of Invested Capital rumusnya = (Liabilitas + Ekuitas) – Liabilitas atau
Hutang Jangka Pendek
Adapun, oleh Joel Greenblatt dalam bukunya berjudul “Little Books That Beats The Market”
yang memperkenalkan istilah “Magic Formula”, yaitu suatu cara sederhana menganalisa
saham yang dibuat oleh dirinya sendiri , memberikan formula lain soal rasio ROIC ini.
Adapun modifikasi yang dilakukan oleh beliau pada formula ROC/ROIC ini adalah sebagai
berikut:
Jadi bedanya, kalau yang di atas menggunakan NOPAT, maka pada modifikasi rumus Joel
Greenblatt hanya menggunkan EBIT sebagai pembilangnya.
Dan untuk memperoleh jumlah dari Net Working Capital maka rumusnya cukup dengan
mengurangi Current Assets dengan Current Liabilities (Aset Lancar – Utang Lancar).
Net Fixed Assets atau aset tetap sendiri berada dalam bagian Aset Tidak Lancar di halaman
laporan aset perusahaan.
Jadi itu dia rumusnya, saya tidak merekomendasikan mana yang sebaiknya dipilih, karena
semua kembali pada karakter investasi Anda. Jika senang menghitung laba sebelum dikurangi
pajak maka mungkin memilih yang ketiga.
Dan asal tau saja, pakar bernama Joel Greenblatt yang penulis sebutkan di atas, yakni pemilik
dari hedge fund bernama Gotham Capital, telah terbukti berhasil membukukan keuntungan
investasi rata-rata 30,08% selama kurun wkatu 1988 hingga tahun 2004 salah satunya dengan
menerapkan rasio di atas.
Tapi, ya… semua kembali pada bagaimana Anda memilih aliran investasi dalam bermain
saham. Apakah value investing atau growth investing.
Contoh Return On Invested Capital
Untuk melengkapi contoh rasio ROC/ROIC ini maka penulis akan merujuk pada laporan
keuangan tahunan atau kuartal IV 2017 dari WSKT, salah satu perusahaan BUMN yang
bergerak dalam bidang konstruksi. Dan juga merupakan induk perusahaan dari WSBP.
Dan berikut data dari laporan keuangannya yang telah penulis catat:
Sekarang mari kita menghitung ke-3 versi rumus yang sudah disebutkan di atas:
= 3.367.733.732.320 / 97.895.760.838.624
Jadi, untuk pola perhitungan ini maka diketahui bahwa ROC WSKT hanya sebesar 2,64%
saja. Atau dari 97,8 persen lebih total capital-nya hanya dapat dihasilkan laba ditahan sebesar
3,3 milyar lebih saja.
= Net Operating Profit After Taxes (NOPAT) / Book Value of Invested Capital
= (6.526.601.124.814*(1-(419.073.663.951/4.620.646.154.705))) / ((75.140.936.029.129 +
22.754.824.809.495)-52.309.197.858.063)
= 5.934.665.158.513 / 45.586.562.980.561
Dengan demikian, dapat kita katakan kalau return on invested capital dari WSKT adalah
sebesar 13,02% saja. Atau bisa juga kita katakan bahwa setiap Rp1 total capital dari WSKT
hanya bisa dihasilkan Rp0,06 NOPAT saja.
= 6.526.601.124.814 / 4.860.107.631.918
Dengan demikian, kali ini untuk rasio return on capital atau ROC WSKT adalah sebesar
134,29%. Cukup jauh perbedaannya dengan 2 perhitungan sebelumnya.
Tentu, ini karena yang diperbandingkan adalah EBIT atau laba operasi langsung tanpa
pengurangan sama sekali, demikian juga pada pembaginya dimana menggunakan modal kerja
yang ditambah aset tetap, bukan dari total capital.
Malas membuat ke-3 rumus ROC di atas, solusinya: Download Kalkulator Saham Excel
Sebenarnya judul sub bab ini hanya untuk menjawab banyak pertanyaan di Google. Tapi
maksudnya sebenarnya tujuan dari rasio yang kita bahas sekaran ini.
Mungkin ada di antara Anda yang sedang meyusun makalah return on invested capital ini dan
bertanya apa fungsi dari rasio ROC/ROIC?
Jadi, tujuan dari analisis suatu emiten dengan rasio profitabilitas ini adalah untuk mengukur
sejauh mana efektifitas suatu perusahaan dalam memberdayakan modalnya (maksudnya total
asetnya) menjadi laba atau profit.
Sederhananya, dari rasio rentabilitas ini kita ingin tau dari tiap Rp1 (satu rupiah) modal yang
diinvestasikan perusahaan, berapa rupiahkan laba yang bisa dihasilkannya.
Perusahaan A total capital-nya Rp1 milyar, sedang net income – dividen nya jumlahnya
Rp100 juta, maka jika hasil rasionya adalah 0,1 atau 10%, maka itu artinya setiap Rp1 total
capitalnya mampu dihasilkan Rp0,1 laba.
Dengan demikian, dari hasil perhitungan tersebut kita bisa memahami bahwa tingkat profit
sesungguhnya perusahaan tersebut adaah 10%.
Semakin tinggi nilai rasio ROC ini maka akan semakin baik kinerja perusahaan dan semakin
baik pula manajemen dalam mengelola perusahaannya.
Menghitung pengembalian modal paling efektif ketika digunakan untuk menghitung laba
yang dihasilkan secara eksklusif oleh operasi bisnis itu sendiri, bukan hasil jangka pendek
dalam satu peristiwa saja.
Di samping itu, perhatikan bahwa untuk beberapa perusahaan, laba bersih mungkin bukan
ukuran profitabilitas terbaik untuk digunakan sebagai perbandingan. Mungkin itu salah satu
alasan mengapa Joel Greenblatt memilih menggunakan EBIT tanpa pengurangan pajak atau
pun dari RE seperti rumus pertama di atas.