Anda di halaman 1dari 6

Nama : Febrilian Naufal Shafly

Nim : 18430100022
Prodi : S1 Manajemen
Mata Kuliah : Analisa Laporan Keuangan
Waktu : Rabu, 19 Januari 2022 11:00:00

1. Rasio Profitabilitas/ Rentabilitas


A. Gross Profit Margin (GPM)
Digunakan untuk menilai seberapa efisien, diukur dari penjualannya, sebuah
perusahaan memanfaatkan manufakturnya (bahan baku, tenaga kerja, mesin, dan hal-hal
terkait lainnya dalam suatu proses produksi) untuk menghasilkan profit.
Untuk mengetahui seberapa baikkah perusahaan dalam mengefisienkan beban
atau harga pokok penjualan untuk kemudian menghasilkan laba bruto yang lebih besar
dari penjualan yang ia lakukan. Semakin kecil nilai COGS atau COGM maka akan
semakin tinggi pula angka laba kotor yang dihasilkan.

GPM = Laba Kotor / Penjualan (Pendapatan) Bersih

Semakin tinggi nilai GPM maka semakin baik indikator keuntungannya di mata investor.

B. Operation Profit Margin (OPM)


Adalah rasio yang mengukur tingkat margin laba operasi perusahaan berdasarkan
perbandingannya dengan pendapatan atau penjualan bersih yang dihasilkan.
Margin ini digunakan mengukur tingkat keuntungan perusahaan dari kegiatan operasi
utamanya.

OPM = Laba operasi / pendapatan (penjualan)

Semakin tinggi nilai OPM maka ini akan semakin baik.

C. Return On Assets (ROA)


Adalah rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam menghasilkan laba secara
keseluruhan dengan cara membandingkan antar laba sebelum pajak dengan total asset.
Tingkat Pengembalian Aset ini dihitung dengan cara membagi laba bersih perusahaan
(biasanya pendapatan tahunan) dengan total asetnya dan ditampilkan dalam bentuk
persentase (%).

ROA =(laba sebelum pajak)/(rata-rata aktiva produktif) ×100%


Semakin tinggi ROA maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisinya dari penggunaan asset.
Semakin rendah ROA maka mengindikasikan kurangnya kemampuan manajemen bank
dalam hal mengelola aktiva untuk meningkatkan pendapatan dan atau menekan biaya.

D. Return On Equity (ROE)

Merupakan perhitungan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam


menghasilkan laba bersih dengan menggunakan modal sendiri dan menghasilkan laba
bersih yang tersedia bagi pemilik atau investor.
ROE sangat bergantung pada besar-kecilnya perusahaan, misalnya untuk perusahaan
kecil tentu memiliki modal yang relatif kecil, sehingga ROE yang dihasilkanpun kecil,
begitu pula sebaliknya untuk perusahaan besar.

ROE = laba bersih / ekuitas

Semakin tinggi rasio ROE maka semakin tinggi pula nilai perusahaan, hal ini tentunya
merupakan daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya diperusahaan tersebut.

2. Rasio Likuiditas.
A. Rasio Kas (cash ratio)
Current ratio merupakan cara menghitung rasio likuiditas yang paling sederhana
dibanding cara lainnya. Penghitungan ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva
perusahaan yang likuid pada saat ini atau aktiva lancar (current asset). Jenis aktiva ini
adalah aktiva yang dapat ditukarkan dengan kas dalam jangka waktu satu tahun. Rumus
perhitungan current ratio adalah sebagai berikut:

Aktiva lancar (current assets) : hutang Lancar (current liabilities)

Jika angka rasio lancar suatu perusahaan lebih dari 1,0 kali, maka perusahaan tersebut
punya kemampuan yang baik dalam melunasi kewajibannya.

B. Rasio Cepat (quick ratio)


Quick ratio merupakan penjelasan lebih lanjut dari current ratio. Penghitungan quick ratio
hanya menggunakan aktiva lancar yang paling likuid untuk dibandingkan dengan
kewajiban lancar. Inventaris tidak termasuk ke dalam perhitungan quick ratio karena sulit
untuk ditukar dengan kas, sehingga quick ratio jauh lebih ketat dari current ratio. Cara
menghitung quick ratio yaitu dengan rumus likuiditas:
Quick ratio = (aktiva lancar – persediaan) : utang lancar

Hasil penghitungan quick ratio jika lebih dari 1,0 maka menunjukkan kemampuan
perusahaan yang baik dalam memenuhi kewajibannya.

C. Rasio Lancar (current ratio)


Cash ratio adalah cara menghitung likuiditas yang melibatkan kas perusahaan.
Manfaatnya mirip dengan current ratio dan quick ratio yaitu untuk mengetahui
kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan menjadikan
kas sebagai acuan. Berikut adalah cara menghitung rasio likuiditas jenis kas:

Cash ratio = (kas + surat berharga) : utang lancar

Rasio kas jarang digunakan oleh perusahaan karena kurang realistis dan tidak mudah
dipertahankan nilainya.

3. Rasio Pengungkit/ Leverage/ Solvabilitas


A. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt / hutang dalam manajemen keuangan bertujuan untuk “membantu” kinerja
keuangan perusahaan. Jika perusahaan hanya mengandalkan modal atau ekuitasnya saja,
tentunya perusahaan akan sulit melakukan ekspansi bisnis yang membutuhkan modal
tambahan.
Namun jika jumlah hutang sudah melebih jumlah ekuitas yang dimiliki maka resiko
perusahaan dari sisi likuiditas keuangan juga semakin tinggi.
DER adalah rasio yang membandingkan jumlah Hutang terhadap ekuitas, rasio ini sering
digunakan para analis dan para investor untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan
jika dibandingkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham.

DER = Total Hutang / Total Ekuitas

Semakin tinggi DER maka diasumsikan perusahaan memiliki resiko yang semakin tinggi
terhadap likuiditas perusahaannya.

B. Debt to Total Assets Ratio (DAR)


Adalah sebuah rasio untuk mengukur jumlah aset yang dibiayai oleh hutang.
Rasio ini juga sangat penting untuk melihat solvabilitas perusahaan. Solvabilitas adalah
kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan segala kewajiban jangka panjangnya.

DAR = Total Hutang / Total Aset x 100%


Semakin tinggi nilai DAR Mengindikasikan :
Semakin besar jumlah aset yang dibiayai oleh hutang.
Semakin kecil jumlah aset yang dibiayai oleh modal.
Semakin tinggi resiko perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka panjang.
Semakin tinggi beban bunga hutang yang harus ditanggung perusahaan

C. Times Interest Earned Ratio


Times Interest Earned Ratio adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar atau membayar kembali biaya bunga di masa depan. Rasio ini biasanya
diklasifikasikan sebagai salah satu rasio keuangan dalam rasio solvabilitas, karena
“Times Interest Earned Ratio ” adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
dalam membayar bunga dan hutang. Oleh karena itu, "Times Interest Earned Ratio "
biasanya disebut sebagai " Interest Coverage Ratio ".

4. Rasio Aktivitas
A. Rasio Nilai Pasar
 PER (Price Earning Ratio)
Adalah tools untuk mengitung rasio harga saham suatu perusahaan
dibandingkan dengan pendapatan perusahaan. Formula untuk menghitung
PER adalah :
PER = Harga Saham / Earning Per Share
 Devidend Yield
Dividen yield adalah metode yang digunakan untuk mengukur jumlah arus kas
yang Anda peroleh untuk setiap uang yang Anda investasikan dalam posisi
ekuitas. Dengan kata lain, ini adalah ukuran berapa banyak keuntungan yang
Anda peroleh dari dividen. Dividen yield pada dasarnya adalah pengembalian
investasi untuk saham tanpa capital gain. Misalkan saham perusahaan ABC
diperdagangkan pada $ 20 dan membayar dividen tahunan sebesar $ 1 per
saham kepada pemegang sahamnya.
 Devideng Payout Ratio
DPR atau Dividend Payout Ratio adalah persentase pendapatan yang
diberikan oleh perusahaan kepada para pemilik atau pemegang saham. Setiap
uang yang tidak dibayarkan kepada pemegang saham biasanya akan
digunakan untuk membayar utang atau berinvestasi kembali dalam beberapa
operasional penting perusahaan. Jadi, DPR saja tidak bisa digunakan sebagai
patokan seberapa baik kesehatan suatu perusahaan. Meski demikian, DPR bisa
menjadi indikasi seberapa banyak perusahaan memberikan keuntungan
kepada pemegang saham. Begitu juga, seberapa banyak pendapatan disimpan
untuk diinvestasikan kembali untuk pertumbuhan perusahaan, pelunasan
hutang, atau sebagai simpanan kas.
 PBV (Price to Book Value)
Adalah perbandingan nilai pasar suatu saham terhadap nilai bukunya sendiri
(perusahaan) sehingga kita dapat mengukur tingkat harga saham apakah
overvalued atau undervalued.
PBV = kapitalisasi pasar / nilai buku.
B. Rasio Efesiensi/ Perputaran
 Rasio Perputaran Persediaan
Inventory turnover ratio atau rasio perputaran persediaan adalah salah satu
cara untuk mengukur berapa kali persediaan terjual dalam satu periode. Hal
ini nantinya akan memberikan hasil seberapa efektif persediaan barang yang
dikelola. Rasio turnover yang rendah umumnya menyiratkan penjualan yang
lemah sehingga terjadi overstocking. Sebaliknya, rasio turnover yang tinggi
menandakan terjadinya penjualan yang kuat.
 Perputaran Aktiva Tetap
Rasio perputaran aktiva tetap digunakan oleh manajemen perusahaan untuk
mengukur efisiensi penggunaan aktiva tetap dalam menunjang kegiatan
penjualan perusahaan. Perputaran aktiva tetap merupakan ukuran tentang
sampai seberapa jauh aktiva tetap ini telah dipergunakan didalam kegiatan
perusahaan atau menunjukan berapa kali Operating Assets berputar dalam
suatu periode tertentu.
 Total Asset Turnover.
Total Asset Turn Over adalah rasio yang menggambarkan perputaran aktiva
diukur dari volume penjualan. Jadi semakin besar rasio ini semakin baik yang
berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba dan
menunjukkan semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva dalam
menghasilkan penjualan. Dengan kata lain jumlah asset yang sama dapat
memperbesar volume penjualan apabila assets turnover-nya ditingkatkan atau
diperbesar.

5. Price to Book Value (PBV)


Adalah perbandingan nilai pasar suatu saham terhadap nilai bukunya sendiri
(perusahaan) sehingga kita dapat mengukur tingkat harga saham apakah
overvalued atau undervalued.

PBV = kapitalisasi pasar / nilai buku.

Semakin tinggi nilai PBV, suatu saham mengindikasikan persepsi pasar yang
berlebihan terhadap nilai perusahaan
Semakin rendah PBV, suatu saham maka diartikan sebagai sinyal good
investment opportunity dalam jangka panjang.
Untuk beberapa sektor, rasio PBV ini menjadi kurang tepat karena kendala
mendasar terkait akuntansi tradisional untuk perusahaan berbasis teknologi
tinggi. Aset utama perusahaan jenis ini adalah ”intellectual property” yang
merupakan ”great value” yang sulit dicatatkan dalam akuntansi keuangan
biasa.

Price to Earning Ratio (PER)


Adalah tools untuk mengitung rasio harga saham suatu perusahaan
dibandingkan dengan pendapatan perusahaan. Formula untuk menghitung
PER adalah :

PER = Harga Saham / Earning Per Share


Contoh:
Perusahaan A Perusahaan B
Harga Saham Rp. 5000 Rp. 4000
EPS Rp. 1000 Rp. 2000
PER 5 20

Mengapa PER penting?


Dengan mengamati PER, investor dapat lebih akurat membandingkan nilai
dari dua perussahaan.
Pada contoh di atas, sekilas P/E Ratio pada perusahaan A (5) dan perusahaan
B (20) menunjukkan bahwa saham perusahaan A secara jelas adalah pilihan
pembelian yang lebih baik

Anda mungkin juga menyukai