Anda di halaman 1dari 26

ROA = return on Assets ROE = return on Equities DER = Debt Equity Ratio.

. Secara definisi, istilah di atas sudah sangat lazim di kalangan value investors. Namun secara fungsional and relasional, mungkin hanya 10% pengguna ROE dan ROA bener2 menguasai arti angka2 dibalik rasio2 ini. Mari kita mulai dengan contoh2 sederhana: Asumsi tidak ada extraordinary items, pajak, & depresiasi. Kasus 1: Bunga 15%, ROA 20% Assets Equity Debt Sales OP.profit Intst(15%) Net profit ROA ROE INF = infinity (besar sekali, bisa diartikan tanda modal bisa cetak profit 1a 1b 1c

10 10M 10M M 10 5M M 0 5M 0 10M 5M 2M

5M 5M 2M 2M 0 2M

750jt 1.5M 1.25 0.5M M

20 20% 20% % 20 25% INF* %

kasus di atas adalah dimana ROA = 20% dan lebih besar daripada bunga pinjaman = 15%. Dalam hal ini semakin besar menggunakan hutang, semakin besar ROE kita. Kalau istilah roberti kiyosaki ini disebut good debt.

Kasus 2: Bunga 15%, ROA 10% Assets Equity Debt Sales OP.profit Intst(15%) Net profit ROA ROE minus: rugi biaya bunga lebih besar drpd pendapatan operasional

2a 2b

2c

10 10M 10M M 10 5M M 0 5M 1M 9M 5M 1M

5M 5M 1M 1M 0 1M

750jt 1.35M 0.25 M 0.35M

10 10% 10% % 10 5% % -35%

Kalau ROA (10%) lebih kecil bunga pinjaman 15%, semakin banyak kita berhutang ROE akan semakin kecil bahkan negatif karena bunga pinjaman yang gede. Kalau istilah Robert Kiyosaki ini disebut bad debt. Kasus 3: Bunga 15%, ROA 15% 3a Assets Equity Debt Sales OP.profit Intst(15%) 3b 3c 10M 1M 9M 5M 1.5M 1.35M

10M 10M 10M 5M 0 5M 5M 5M

1.5M 1.5M 0 750jt

Net profit ROA ROE

1.5M 0.75M 0.15M 15% 15% 15% 15% 15% 15%

Kalau ROA (15%) sama dengan bunga pinjaman 15%, keputusan untuk berhutang atau tidak tidak akan mempengaruhi ROE, artinya mau hutang mau nggak nggak jadi masalah. Kesimpulan: 1. Jika ROA > bunga pinjaman, secara teori berhutang lah sebanyak mungkin. Namun perlu diingat bahwa hutang akan menambah resiko financial. Jadi secara teori biasanya ada cap untuk perbandingan antara hutang dan modal. 2. Jika ROA < bunga pinjaman. Berhutang untuk menutupi kerugian atau kekurangan dana capex akan semakin menjerumuskan perusahaan ke lubang yang lebih dalam. 3. Jika ROA = bunga pinjaman, mau hutang boleh, mau nggak juga boleh. Tidak akan mempengaruhi profitabilitas modal investor. Biasanya orang menjadikan bunga pinjaman sebagai batas bawah ROA. Dalam hal ini saya sebenarnya kurang setuju, mengingat suku bunga pinjaman biasanya naik turun. Contohnya jika bunga pinjaman naik menjadi 17%, bukankah ROA menjadi lebih kecil daripada bunga pinjaman? Saya lebih suka menambah margin of safety (mungkin 5%). Jadi batas bawah ROA saya menjadi 20%. Kalau pun bunga pinjaman naik dari 15% menjadi 19%, saya masih bisa tidur nyenyak. Pada saat ini, sepertinya suku bunga pinjaman perusahaan2 di IDX berkisar dari 15%-20%. SO, hati2 memilih perusahaan dengan ROA dibawah 20%. DER = total liabilities (debt) / total equities. harusnya emang namanya LER (liabilities menggunakan hutang) equities ratios). kasus 1a, 2a, dan 3a: Asset 100% berasal dari ekuitas. DER=0 atau tidak

kasus 1b,2b, dan 3b: assets berasal dari 50% ekuitas dan 50% hutang. DER=1.0 atau porsi hutang dan ekuitas sama besar. kasus 1c,2c,dan 3c: assets berasal dari 10% ekuitas dan 90% hutang. der = 9.0 atau penggunaan hutang yang sangat tinggi. pada kasus 1 dimana ROA > bunga hutang, terlihat protfolio dengan menggunakan hutang yang besar (DER gede), ROE menjadi semakin besar. pada kasus 2 dimana ROA < bunga hutang, semakin banyak kita berhutang (DER semakin besar), maka profit akan semakin terbakan biaya bunga dan ROE semakin mengecil. Dalam hal ini, pada saat ROA < bunga pinjaman keputusan berhutang adalah tindakan sangat fatal. (nb: coba lihat berapa banyak perusahaan di IDX yang ROAnya < 15% dan mempunyai DER sangat gede) pada kasus 3 dimana ROA = bunga pinjaman, maka tidak masalah apakah pembiayaan assets melalui modal atau hutang, hasilnya rOE akan tetap sama Pada artikel minggu lalu yang berjudul Indospring alias INDS, seorang teman menanyakan pertanyaan yang kalau menurut penulis, sangat bagus. Pertanyaannya begini: Di laporan keuangannya, total utang INDS cukup besar yaitu sekitar dua kali lipat modalnya. Terus kenapa kok sahamnya masih dianggap bagus? Bukannya kita sebaiknya memilih saham yang perusahaannya tidak memiliki utang terlalu besar? Okay, here we go! Dalam menentukan apakah sebuah perusahaan memiliki utang yang besar atau kecil, cara yang paling umum digunakan adalah dengan membandingkannya dengan modalnya. Contohnya, jika A tercatat memiliki total utang hingga Rp10 trilyun, tapi modalnya masih lebih besar lagi yaitu Rp20 trilyun, maka A belum bisa dikatakan memiliki utang yang besar. Sementara jika B memiliki utang Rp10 milyar saja, tapi modalnya lebih kecil yaitu Rp5 milyar, maka utang B sudah cukup banyak sehingga sahamnya menjadi kurang ideal secara fundamental. Dalam perhitungan analisis fundamental, perbandingan antara utang (debt) dengan modal (equity) dikenal dengan istilah debt to equity ratio (DER). Cara menghitungnya gampang yaitu total utang dibagi total modal, lalu dikali 100%. Ada juga yang membaliknya menjadi equity to debt ratio (EDR), sehingga cara menghitungnya menjadi total modal dibagi total utang, lalu dikali 100%. Kalau DER

atau EDR ini menunjukkan bahwa jumlah utang sebuah perusahaan masih wajar, maka sahamnya mungkin masih ideal, jika poin-poin fundamental lainnya juga mendukung. Utang yang wajar tersebut tentunya jika jumlahnya lebih kecil dari modalnya, alias DER-nya dibawah 100% (kalau pake EDR maka berlaku kebalikannya yaitu EDR-nya diatas 100%). Namun itu bukan berarti perusahaan yang utangnya lebih besar dari modalnya, maka utangnya tersebut sudah pasti tidak wajar, dengan catatan utangutang tersebut bukan merupakan utang-utang yang berbahaya, melainkan utang yang memang mendukung perusahaan untuk berkembang. Yang dimaksud dengan utang yang berbahaya adalah utang yang mengharuskan perusahaan untuk membayar bunga, atau denda jika terlambat membayar. Utang seperti itu misalnya utang bank dan utang obligasi. Utang seperti itu simpelnya bisa kita sebut sebagai utang finansial. Kenapa berbahaya? karena bunga tersebut bisa menggerogoti laba bersih perusahaan. Sementara utang yang tidak berbahaya adalah utang operasional, seperti utang usaha, beban yang masih harus dibayar, uang pelanggan yang diterima dimuka, dan seterusnya. Utang-utang tersebut biasanya tidak mengandung bunga atau denda, sehingga tidak akan berpengaruh terhadap perolehan laba bersih perusahaan. Namun, utang bank pun belum tentu berbahaya, dengan catatan beban bunga yang harus dibayar perusahaan sepadan dengan keuntungan yang bisa dihasilkan perusahaan, jika perusahaan memperoleh tambahan modal usaha untuk berekspansi dari utang tersebut. Sehingga tidak selamanya yang namanya berhutang ke bank bersifat negatif, melainkan justru bisa menguntungkan perusahaan. Contohnya, anda seorang pengusaha meubel dan anda sedang menerima banyak pesanan, yang jika anda bisa memenuhi semuanya, maka anda akan meraup untung bersih Rp1 milyar hanya dalam 2 atau 3 bulan. Namun untuk bisa memenuhi semua pesanan tersebut, anda butuh modal Rp5 milyar, yang sayangnya anda kebetulan lagi nggak punya duit sebanyak itu. Kalau anda memutuskan untuk menabung dulu sampai terkumpul 5 milyar tadi, bisa-bisa para pelanggan kabur duluan karena capek menunggu, dan alhasil anda nggak dapet apa-apa. Nah, kalau ceritanya seperti itu, maka anda memiliki opsi untuk meminjam ke bank, untuk modal usaha meubel. Katakanlah bank kemudian ngasih anda 5 milyar, dengan bunga 16% per tahun, alias 1.3% per bulan (sebenarnya bunga segitu agak

kegedean, tapi kita asumsikan saja). Setelah bekerja untuk memenuhi pesanan selama 3 bulan, anda kemudian bisa membayar lunas pinjaman bank tersebut, dan memperoleh laba bersih 1 milyar. Laba bersih 1 milyar tersebut kemudian dikurangi bunga pinjaman, sebesar 1.3% x 3 bulan x 5 milyar = Rp200 juta, sehingga laba bersih yang benar-benar anda dapatkan adalah Rp800 juta. Well, lumayan bukan? Tanpa pinjaman ke bank, maka anda tidak akan memperoleh 800 juta tersebut, karena anda gak punya modal. Jadi yang menjadi concern dalam hal ini adalah, berapa nilai bunga yang harus dibayar perusahaan ke bank? Apakah cukup besar hingga berpengaruh negatif terhadap laba bersih, atau tidak? Kalau bunganya 20% per tahun, misalnya, maka beban bunga yang harus anda bayar dalam tiga bulan adalah 5% x 5 milyar = Rp250 juta. Berarti laba bersih anda menjadi lebih kecil yaitu Rp750 juta. Kalau ternyata perolehan laba bersih anda gak nyampe 1 milyar, melainkan jauh lebih kecil yaitu katakanlah cuma 200 juta, maka anda akan tekor 50 juta, alias rugi. Selain bunga, yang juga penting untuk diperhatikan adalah jangka waktu pelunasan hutang, dimana semakin pendek waktunya maka itu semakin baik. Kalau kita pakai contoh diatas, dimana jika anda membutuhkan waktu 1 tahun untuk melunasi utang sebesar 5 milyar dengan bunga 16%, maka anda harus mengeluarkan 800 juta untuk membayar bunganya. Tapi jika anda bisa melunasinya dalam waktu 3 bulan saja, maka anda hanya perlu membayar 200 juta. Karena itulah, perusahaan yang bagus adalah perusahaan yang bisa menemukan alternatif pembiayaan yang murah, dengan bunga yang rendah, dan jangka waktu pembayaran yang fleksibel, sehingga utang tersebut menjadi menguntungkan bagi perusahaan, bukan malah merugikannya. Biasanya para perusahaan terutama perusahaan besar bisa bernegosiasi dengan bank mengenai dua hal tersebut (bunga dan deadline pelunasan). Semakin besar nilai pinjaman, maka biasanya semakin kecil bunganya. Selain ngajuin utang ke bank, penerbitan obligasi bisa menjadi alternatif, terutama untuk pinjaman jangka panjang, katakanlah 5 tahun, karena biasanya bunganya lebih rendah yaitu 8 12% per tahun, sehingga tidak jadi masalah meskipun deadline pelunasannya lama. Kembali ke contoh INDS. Pada laporan keuangannya (periode kuartal I 2011), INDS mencatat total utang Rp561 milyar. Sementara modal INDS tercatat lebih kecil yaitu Rp263 milyar, sehingga DER-nya 213%. Meski DER-nya cukup besar, namun utang

yang mengandung bunga (utang bank dan lainnya) totalnya hanya 416 milyar, dimana 304 milyar diantaranya merupakan utang jangka pendek, yang akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun (jadi yang merupakan utang jangka panjangnya hanya 94 milyar). Bunganya? Untuk pinjaman jangka pendek sebesar 10% per tahun (ke Bank Mandiri), dan itu relatif murah. Sementara untuk jangka panjang sekitar 3% dan 6.5% per tahun, dan waktu jatuh temponya nggak terlalu lama yaitu akhir tahun 2013, jadi tetap murah. Kenapa kok bank mau ngasih pinjaman dengan bunga relatif rendah? Mungkin itu karena mereka menganggap resiko gagal bayarnya rendah, karena INDS bermain di industri yang prospektif yaitu suku cadang kendaraan bermotor. Oke, lalu bagaimana dengan efek pembayaran bunga tersebut kepada perolehan laba bersih INDS? Pada kuartal I 2011, INDS mengeluarkan total 9 milyar untuk membayar bunga-bunga tersebut, sementara laba operasionalnya cukup besar 49 milyar. Setelah dikurangi beban bunga dan beban-beban non operasional lainnya, diperolehlah laba bersih komprehensif 35 milyar, masih tetap cukup besar. Jadi beban bunga sebesar 9 milyar tadi tidak berpengaruh terhadap perolehan laba bersih INDS, dan alhasil, sahamnya tetap bagus meski DER-nya besar, karena poinpoin fundamental lainnya juga bagus. Meskipun utang-utang yang dimiliki sebuah perusahaan tidak masuk kategori berbahaya, namun biar bagaimanapun tentunya tetap ada batas maksimalnya. Pada buku The Investing Policy (TIP), penulis mengatakan bahwa batas kewajaran utang sebuah perusahaan adalah maksimal tiga kali modalnya, atau DER-nya 300%, dengan catatan utang-utang tersebut bukan merupakan utang yang berbahaya, seperti yang sudah dijelaskan diatas. Batasan tersebut didasarkan pada kebijakan bank lokal, yang rata-rata hanya mau memberikan pinjaman kepada perusahaan dengan catatan utang atau kewajiban yang tidak lebih besar dari 2.0 hingga 2.5 kali modalnya (DER-nya maksimal 250%). Sementara beberapa bank asing ada yang mau memberikan pinjaman kepada perusahaan dengan DER 350% atau bahkan 400%. Kalau kita pukul rata, maka diperolehlah batas maksimal DER 300%. Jadi kalau ada perusahaan yang utangnya lebih besar dari tiga kali modalnya, maka meskipun utang-utangnya termasuk utang yang sehat, namun tetap saja sahamnya tidak ideal lagi. Tapi memang, ini cuma pendapat penulis. Pendapat pengamat yang lain mungkin berbeda.

Anda bisa membeli buku TIP tersebut disini. Btw, penulis saat ini mulai sibuk menganalisis laporan keuangan emiten untuk periode kuartal II 2011, jadi ada kemungkinan minggu depan penulis akan absen nulis dulu. Selamat berpuasa bagi anda yang menjalankannya :) Price Book Value(PBV) Rasio PBV ini di definisikan sebagai perbandingan nilai pasar suatu saham terhadap nilai bukunya sendiri. Debt to Equity Ratio(DER) Rasio DER (Diah Andarini, 2007:20) dipergunakan untuk mengukur tingkat

penggunaan utang terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan. Earning per Share(EPS) Rasio Earning per Share digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi para pemilik perusahaan. Merupakan rasio yang menunjukkan berapa besarkeuntungan (laba) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar sahamnya.Di dalam perhitungan EPS, terdapat dua jenis EPS, yaitu :1. EPS HistorisEPS yang dihitung berdasarkan kinerja perusahaan pada tahun buku yang telah lampau. EPShistoris merupakan nilai yang telah terjadi pada masa lampau.2. EPS Proyektif EPS yang diperkirakan akan terjadi dengan asumsi sesuai dengan proyeksi kinerja emiten.Laba per lembar saham dapat dihitung dengan rumus : Laba setelah pajak EPS = Jumlah saham yg beredar Dividen Per Share (DPS) dividen merupakan pembagian sisa laba perusahaan yang didistribusikan kepada pemegangsaham, atas persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). DPS bisa didapat dari rumus : Jumlah deviden yg dibayarkanDPS = Jumlah lembar saham Financial Leverage (FL)

mengetahui beberapa jumlah uang yang sesungguhnya tersedia bagi pemegang saham biasa setelah bunga dan dividen untuk saham preferen dibayarkan. Financial Leveragetampak dengan rumus : Total hutang FL = Total Asset Deviden Payout Ratio (DPR) Menurut Warsono (2003:275),Deviden Payout Ratio merupakan rasio hasil perbandingan antaradeviden dengan laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa. Return On Assets (ROA) Rasio ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih setelah pajak daritotal aset yang digunakan untuk operasional perusahaan.

Analisis Perbandingan DEBT Equity Ratio, Earning per share dan Net profit margin berdasarkan Harga saham pada perusahan emiten farmasi di BEI periode 2003-2007

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Jika kita memiliki saham suatu perusahaan tertentu, maka kita mengharapkan akan memperoleh keuntungan dari saham tersebut. Keuntungan yang diharapkan dari pemilik suatu saham ada dua macam, yakni pendapatan deviden (deviden earning) dan capital gain (napa J. awat,1995) meskipun jika kita berinvestasi dalam bentuk saham kita harus menanggung resiko pada tingkat tertentu. Investasi dalam bentuk saham memungkin kan Investor untuk mendapatkan return atau keuntungan yang lebih besar lagi dalam waktu relatif singkat (high return) meskipun saham juga memiliki sifat high risk yaitu resiko yang sangat tinggi dimana harga saham dapat merosot dengan cepat. Dalam proses investasi dalam bentuk saham, penilaian atas saham merupakan kegiatan yang sangat penting. Sehubungan dengan hal itu, adanya pertimbangan tentang prospek perusahaan pada masa yang akan datang antara lain dengan mempertimbangkan laba perusahaan, pertumbuhan penjualan dan aktiva selama kurun waktu tertentu. Harapan investor tentang kinerja perusahaan dimasa yang akan datang akan mempengaruhi nilai invesstasinya. Perkembangan harga suatu perusahaan, mencerminkan nilai saham perusahaan tersebut, sehingga kemakmuran dari pemegang saham dapat dicerminkan dari harga pasar sahamnya. Saham sebagai surat yang berharga yang ditransasikan di pasar modal, harganya selalu mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu. Fluktuasi dari harga saham ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal perusahaan. Faktor eksternal yang mempengaruhi fluktuasi tersebut antara lain kondisi perekonomian, kebijaksanaan pemerintah, laju inflasi, dan lain-lain. Sedangkan faktor internal perusahaan diantaranya kondisi fundamental perusahaan, kebijaksanaan direksi dan lain-lain. Kinerja perusahaan dapat dilihat dengan analisis fundamental yang bisa diamati dari laporan keunangan yang dikeluarkan secara periodik. Analisis fundamental berkaitan dengan kinerja perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya. Untuk menganalisis perusahaan dapat digunakan rasio keuangan yang terbagi dalam 4 kelompok, yaitu

rasio likuiditas, aktifitas, hutang dan profitabilitas. Dengan analisis tersebut, maka banyak investor mencoba memperkirakan harga saham dimasa yang akan datang dengan mengestimasi nilai dari faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dimasa yang akan datang dan menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Oleh karena itu kinerja keuangan perusahaan dapat digunakan sebagai input untuk mengukur perubahan harga saham. Dengan berbagai dasar dan latar belakang diatas, maka penulis akan menguraikan masalah tentang "Perbandingan DEBT Equity Ratio, Earning Per Share dan Net Profit Margin Berdasarkan Harga Saham Pada Perusahaan Emiten Farmasi di BEI Priode 2003-2007" 1.2 Batasan Masalah Adapun untuk mempermudah penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, penulis juga membatasi penelitiaannya yaitu dengan mengambil hanya 3 variabel bebas yaitu DER, EPS dan NPM pada 8 emiten yang termasuk dalam sektor farmasi di BEI yang tercatat mulai tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. 1.3 Perumusan Masalah a. Apakah terdapat perbedaan DER rata-rata perusahaan emiten farmasi tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 ? b. Apakah terdapat perbedaan EPS rata-rata perusahaan emiten farmasi tahun 2003 sampai dengan tahun 2007? c. Apakah terdapat perbedaan NPM rata-rata perusahaan emiten farmasi tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. 1.4 Tujuan Penelitian Untuk menganalisis perbandingan DER, EPS, NPM, yang didasarkan pada harga saham perusahaan emiten farmasi yang terdapat pada Bursa Efek Indonesia pada tahun 2003-2007. 1.5 Manfaat penelitian setelah menyelesaikan penelitian ini, maka diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Memberikan informasi tambahan untuk umum dalam melihat bagaimanakah

kinerja keuangan perusahaan farmasi yang go public yang ada di indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. 2. Menambahkan Referensi penelitian atau dijadikan acuan untuk membantu penelitian selanjutnya bagi pihak-pihak yang membutuhkan. 3. Menambah pengetahuan masyarakat atau investor mengenai kondisi kinerja suatu perusahaan yang nantinya dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi.

1.6 Hipotensis penelitian H1 : dept equity ratio (DER) rata-rata perusahaan emiten farmasi tahun 2003-2007 berbeda H2 : earning per share (EPS) rata-rata perusahaan emiten farmasi tahun 2003-2007 berbeda H3 : net profit margin (NPM) rata-rata perusahaan emiten farmasi tahun 2003-2007 berbeda

BAB 2 TELAAH PUSTAKA

2.1 Saham 2.1.1 Pengetian Saham Saham adalah penyertaan modal pada perseroan terbatas seperti yang telah diketahui bahwa tujuan pemodal membeli saham adalah untuk memperoleh penghasilan dari saham tersebut. masyarakat pemodal itu di ketegorikan sebagai investor dan spekulator. Investor disini adalah masyarakat yang membeli saham untuk memiliki perusahaan dengan harapan mendapatkan deviden dan capital gain dalam jangka panjang. sedangkan spekulator adalah masyarakat yang membeli saham untuk segera dijual kembali bila situasi kurs dianggap paling menguntungkan seperti yang telah diketahui bahwa saham memberikan 2 macam penghasilan yaitu deviden 2.1.2 Jenis saham saham merupakan suatu hak kepemilikan dari perusahaan yang diperjual belikan. Saham dibagi menjadi 2 yaitu Saham biasa dan saham preferen. a. saham biasa. kelebihan investasi saham biasa adalah kemampuaannya memberikan dan capital gain.

keuntungan yang tidak terhingga. pengertian tidak terhingga ini bukan berarti keuntungan investasi saham biasa sangat besar dalam rupiahnya. Akan tetapi, tidak terhingga dalam arti, tergantung pada perkembangan perusahaan penerbitnya. apabila perusahaan penerbit mampu menghasilkan laba yang besar, maka ada kemungkinan para pemegang sahamnya akan menikmati keuntungsn ysng besarn juga.Karna dengan laba yang besar itu, bisa diharapkan tersedia dana yang besar untuk dibayarkan sebagai deviden. Penentuan besarnya dana yang dialokasikan untuk pembayaran deviden ini tidak ada yang membatasi, namun ini tergantung pada rapat umum pemegang saham, Apakah laba yang besar itu akan dialokasikan untuk pembagiana deviden atau untuk laba ditahan.

penentuan rate of return dan nilai saham biasa lebih sukar dibandingkan dengan obligasi atau saham preferen karna :

forecasting dari pandapatan, deviden dan harga saham diwaktu mendatang adalah sukar. tidak seperti hal nya dengan bunga tabungan dan deviden saham preferen, pendapatan dan deviden saham biasa diharapkan meningkat setiap tahunnya.

b. Saham preferen Saham preferen sebenarnya merupakan gabungan antara obligasi dan saham biasa. Artinya disamping memiliki karakteristik seperti obligasi, saham preferen jug memiliki karakteristik saham biasa. karakteristik obligasi misalnya, saham preferen bisa mendatangkan hasil yang tetap, seperti bunga obligasi. karena, biasanya saham preferen memberikan pilihan tertentu atas hak pembagian deviden. Ada investor yang menghendaki penerimaan deviden yang besarnya tetap setiap tahun, adapula yang menghendaki pendahuluan pembagian deviden sebelum investor lain dan lain sebagainya.memiliki karakteristik saham biasa, sebab tidak selamanya saham preferen bisa memberikan penghasilan seperti yang dikehendaki investor. Jika suatu ketika emiten mengalami kerugian, maka pemegang saham preferen, bisa tidak menerima pembayaran deviden yang sudah ditetapkan sebelumnya. Perbedaan utama antara saham preferen dan obligasi adalah terletak pada besar kecilnya wewenang investor dalam mengeksekusi emiten. Bagi pemegang obligasi, pembayaran atas bunga obligasi oleh emiten adalah wajib hukumnya. Apabila emiten tidak membayar bunga obligasi ini, maka investor bisa menyatakan bahwa emiten dalam keadaan pailit di muka pengadilan. Dengan demikian, maka emiten akan dilikuidasi. Proses selanjutnya, asset yang ada dibagikan kepada semua yang berhak dengan urutan sesuai denga ketentuan yang berlaku disuatu negara. Sebaliknya, pemegang saham preferen tidak berhak menuntut emiten di pengadilan untuk dinyatakan pailit, apabila suatu saat emiten tidak bisa memenuhi kewajibannya membayar deviden yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan obligasi, saham preferen memiliki risiko yang lebih besar. Ada dua alasan mengapa bisa terjadi demikian.

pertama, dalam situasi dimana emiten dinyatakan pailit dan harus melakukan likuidasi, maka hak pemegang saham preferen dalam pembayaran hasil likuidasi urutanya berada dibawah pemegang obligasi. Kedua, pemegang obligasi lebih terjamin dalam hal penerimaan penghasilan. sebab, dalam keadaan bagaimana pun emiten harus membayar bunga obligasi. sebaliknya, jika emiten sedang mengalami kesulitan, pembayaran deviden saham preferen bisa ditunda.

2.1.3 Harga saham Pada dasarnya harga saham ditentukan oleh interaksi antar permintaan dan penawaran. Jika terjadi perubahan persepsi investor secara menyeluruh, kurva permintaan akan bergeser keatas atau kebawah. Pergeseran semacam itu bisa terjadi karna tingkat keuntungan yang diharapkan meningkat atau karna penurunan tingkat risiko. kurva permintaan tidak akan mengalami perubahan apabila terjadi peningkatan permintaan. kenaiakan permintaan akan mengakibatkan harga naik tetapi masi pada kurva yang sama. pasar modal yang kompetitif tercipta karna adanya kekuatan permintaan dan penawaran secara kontinu sehingga harga pasar saham menyesuaikan secar cepat dengan setiap perubahan informasi. Tidak ada investor yang secara individu mampu mempengaruhi harga saham pasar, sehingga investor tidak dapat memperoleh keuntungan secara konsisten ( Agus Sartono,2001:40). 2.1.4 faktor yang mempengaruhi harga saham Meskipun perubahan harga pasar saham terjadi setiap saat, sehingga menjadi hal yang biasa, namun mengapa kita perlu terkejut apabila harga saham yang kita pegang menurun drastis. selanjutnya, kita akan terpancing untuk menelusuri apa yang menjadi penyebab harga saham tersebut menurun. Kalau kita bisa menemukan penyebab itu, tentu saja kita bisa melakukan antisipasi sebelum terjadi hal yang tidak kita ingin kan. faktor utama yang menyebabkan harga saham pasar berubah adalah adanya persepsi yang berbeda dari masing-masing investor, sesuai dengan informasi yang

dimiliki. persepsi tersebut dicerminkan melalui rate of return. Apabila sebagian besar investor suatu saham mempunyai persepsi bahwa rate of return saham tersebut tidak memadai lagi, maka mereka akan mengambil keputusan untuk menjualnya. kalau ini terjadi, maka harga saham akan menurun. Sebab, kemungkinan akan terjadi over supply. Ada 3 faktor yang mempengaruhi rate of return, yaitu : 1. Tingkat pengembaliaan modal tanpa risiko Adalah apabila kita menginvestasikan modal kita ke instrumen investasi yang dianggap tidak memiliki risiko. diindonesia, sarana investasi yang dianggap tidak memiliki risiko biasanya adalah deposito dan tabungan. 2. Premi resiko ini menunjukan seberapa besar kerugian investor apabila dia menanamkan modalnya untuk pembeliaan saham biasa. Premi risiko ini perlu ditambahkan kepada tingkat pengembalian tanpa risiko. sebab, investasi saham biasa akan menanggung risiko berupa ; kemungkinan masuknya pesaing baru, permasalahan perburuhan, dan lainnya. dengan menambahkan premi risiko kedalam tingkat pengembaliaan tanpa risiko, berarti investor telah berusaha meminimumkan risiko yang harus ditunggungnya dalam investasi saham biasa. yaitu dengan menuntut tingkat pengebalian yang lebih tinggi dari tingkat pengembaliaan tanpa risiko. 3. Indeks Beta menunjukan sensitifitas suatu saham terhadap keseluruhan harga saham. oleh karna itu, rate of return juga dipengaruhi indeks beta ini.Apabila kita menginginkan Rate of return yang tinggi, tentu saja kita bisa memilih saham yang memiliki indeks beta tinggi

2.2 Ratio Keuangan Analisis keuangan yang mencakup analisis ratio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan dibidang financial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya dimasa datang. Ratio tersebut dapat memberikan indikasi apakah perusahaan memiliki kas yang cukup rational, efisiensi manajemen, perencanaan pengeluaran investasi yang baik, dan stuktur modal yang sehat sehingga tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat

dicapai. untuk melakukan analisis ini dapat dengan cara membandingkan prestasi satu priode dengan satu priode sebelumnya sehingga diketahui adanya kecendrungan selama priode tertentu. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan perusahaan sejenis dalam industri itu sehingga dapat diketahui bagaimana posisi perusahaan dalam industri. Penggunaan analisis ratio keuangan ini sangat bervariasi dan tergantung oleh pihak yang memerlukan. disamping itu juga perlu disadari bahwa analisis ratio keuangan ini hanya memberikan gambaran satu sisi saja, oleh sebab itu masih diperlukan lagi tambahan data agar dapat lebih baik. Akhirnya analisis ratio keuangan ini hanya bermanfaat apabila dibandingkan dengan standar yang jelas, seperti standar industri, kecendrungan atau standar tertentu sebagai tujuan manajemen. selain itu perlu diperhatikan apabila membandingkan ratio satu perusahaan dengan perusahaan yang lain adalah menyangkut sistem akuntansi yang dipergunakan. 2.2.1 Pembagian analisis ratio karna perbedaan tujuan dan harapan yang ingin dicapai, maka analisis keuangan juga beragam. Misalkan supplier akan menekan kan segi jaminan yang diberikan yang ditunjukan dengan besarnya aktiva lancar perusahaan. pemegang saham preferen dan obligasi akan lebih menitik beratkan pada aliran kas dalam jangka panjang. Sementara pemilik( pemegang saham) dan calon investor akan melihat dari segi profitabilitas dan risiko, karna kesetabilan harga saham sangat tergantung dengan tingkat keuntungan yang diperoleh dah deviden dimasa akan datang. bagi manajemen akan lebih memperhatikan semua aspek analisis keuangan apakah sifatnya jangka pendek atau jangka panjang, karna tanggung jawabnya untuk mengelola operasi perusahaan setia hari dan memperoleh laba yang kompetitip. menurut Agus Sartono(2001;114) , tidak ada satu analisis ratio yang dapat menjawab semua kepentingan tersebut, dengan demikian untuk menjawabnya dikembangkan 4 kelompok ratio keuangan:

ratio likuiditas, yang menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban financial yang berjangka pendek tepat pada waktunya. Ratio aktifitas, menunjukan sejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan asset untuk memperoleh penjualan.

financial leverage ratio, menunjukan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang Ratio profitabilitas, dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, asset maupun laba bagi modal sendiri.

2.3 Pengertian DER,EPS, dan NPM 2.3.1 Dept equity ratio (DER) Ratio ini dipergunakan untuk mengukur tingkat penggunaan utang terhadap total modal sendiri. semakin tinggi nilai DER semakin menunjukan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan juga semakin berat. selain itu semakin tinggi nilai DER maka akan mempengaruhi minat investor terhadap saham perusahaan tertentu, karna investor pasti lebih tertarik pada saham yang tidak menanggung terlalu banyak beban utang dengan kata lain, DER berpengaruh terhadap kinerja perusahaan Rumus DER = Total kewajiban / Total equitas 2.3.2 Earning Per Share (EPS) Merupakan ratio yang menunjukan berapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar saham. Variabel EPS diharapkan dapat memberikan gambaran bagi investor mengenai bagian keuntungan yang dapat diperoleh dari suatu priode tertentu dengan memiliki suatu saham seorang investor membeli dan mempertahan kan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh deviden atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar penentu pembayaran deviden dan kenaikan nilai saham dimasa mendatang. oleh karna itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaaan. rumus EPS = Laba setelah pajak / Jumlah saham yang beredar 2.3.3 Net profit margin (NPM) net profit margin menunjukan kemampuan memperoleh laba dari setiap penjualan yang diciptakan oleh perusahaan. Rumus NPM = Laba bersih / penjualan bersih

2.4 Kajian penelitian sejenis Noer sasongko dan Nila wulandari (2006) dalam penelitiannya yang berjudul "PENGARUH EVA dan Ratio-ratio profitabilitas terhadap harga saham" meneliti apakah ada pengeruh antara EVA dan ratio profitabilita (ROA,ROE,ROS,EPS, dan BEP) terhadap harga saham. penelitian ini menganalisis EVA dan Ratio profitabilitas terhadap harga saham dengan 45 perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur pada tahun 2001-2002. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dengan menggunakan software SPSS linear 6 variabel bebas (EVA,ROA,ROE,ROS,EPS,dan BEP) dan satu varibel terikat (harga saham). dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa diantara 6 variabel bebas tersebut, hanya EPS yang secara parsial berpengaruh terhadap harga saham. sedangkan EVA dan Ratio profitabilitas lainnya tidak berpengaruh terhadap harga saham. penelitian lain nya dilakukan oleh Njo anastasia, yanny widyastuti, dan Imelda wijianti (2003) dengan judul "Analisis Faktor fundamental dan Risiko Sistematik terhadap Harga saham Properti di BEJ". penelitian ini menganalisis faktor fundamental dan risiko sistematik terhadap harga saham dengan 13 perusahaan yang bergerak dibidang properti pada tahun 1996-2001. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda dengan menggunakan SPSS dengan 7 variabel bebas (ROA, ROE, BV, DPR, r, dan beta) dan satu variabel terikat harga saham. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa diantara 7 variabel bebas tersebut, hanya faktor fundamental book value (BV) yang mempengaruhi harga saham secara parsial. sedangkan faktor fundamental lainnya tidak berpengaruh. dan berdasarakan uji sacara simultan, faktor fundamental dan risiko sistematik secara positif berpengaruh terhadap harga saham perusahaan property.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Objek penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi populasi objek penelitian adalah seluruh laporan keuangan perusahaan sektor farmasi yang go public atau listing di bursa efek indinesia (BEI) tahun 2003-2007. data laporan keuangan tersebut berupa annual report berserta ringkasan kinerja perusahaan yang diteliti dan harga saham tahun 2003-2007. sedangkan sampel penelitian adalah 8 perusahaan sektor farmasi yang diambil dengan metode purposiv sampling yaitu perusahaan yang dijadikan objek penelitian adalah perusahaan yang memenuhi keriteria yang disebutkan pada batasan penelitian. 3.2 Sumber dan jenis data Pada penelitian ini jenis data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder, yaitu data yang sudah diolah dan bersifat kuantitatif yaitu merupakan data yang berupa angka,yang didapat dari bursa efek indonesia (BEI) yang beralamat di jalan . Jend Sudirman Kav 52-53 jakarta 12190- Indonesia dibagian Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM). dimana data tersebut berupa laporan keuangan perusahaan farmasi yang telah terdaftar di bursa efek Indonesia(BEI) dan go public dari tahun 20032007. selain itu penulis juga memperoleh data sekunder tersebut dari situs bursa efek Indonesia (BEI) dengan alamat www.idx.co.id. 3.3 Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan yang dilakukan penulis adalah study pustaka(librari research) yang merupakan study dengan mencari data skunder yang diperoleh dari buku untuk mendapatkan referensi yang dibutuhkan sebagai landasan teori yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, mengenai pengertian-pengertian, istilah-istilah, rumus pemecahan dan hal-hal lain yang menyangkut permasalahan dalam penelitian. dilakukan dengan cara membaca, memahami, dan menelaah berbagai jurnal, dan tulisan ilmiah yang berhubungan dengan penelitian. 3.4 Variabel-variabel yang diteliti

Dalam penelitian ini , variabel-variabel yang digunakan adalah DER (dept equity ratio), EPS( earning per share) dan NPM (net profit margin).

3.5 Analisis Didalam test). 3.6 teknik pengolahon data Data-data yang diperoleh akan diolah dengan SPSS (statistikal prodak end servis solution) versi 14 for windows yaitu menggunakan alat uji t sampel independen. memecahkan permasalah yang ada penulis menggunakan teknik

pengolahan data statistik dengan uji t sampel independen (independen sampel t

ROE RASIO RASIO KEUANGAN PERUSAHAAN Untuk dapat memproleh gambaran tentang perkembangan finansial suatu

perusahaan, perlu mengadakan analisa atau interprestasi terhadap data finansial dari perusahaan bersangkutan, dimana data finansial itu tercermin didalam laporan keuangan. Ukuran yang sering digunakan dalam analisa finansial adalah ratio. Laporan Keuangan dibuat agar dapat digunakan suatu kegunaan yang penting adalah dalam menganalisis kesehatan ekonomi perusahaan. Menurut Kown (2004 ; 107) : Hasil dari menganalisis laporan keuangan adalah rasio keuangan berupa angka-angka dan rasio keuangan harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan. analisa Laporan Keuangan menyangkut pemeriksaaan keterkaitan angkaangka dalam laporan keuangan dan trend angka angka dalam beberapa periode, satu tujuan dari analisis laporan keuangan menggunakan kinerja perusahaan yang lalu untuk memperkirakan bagaimana akan terjadi dimasa yang akan datang. Menurut Van Horne (2005 : 234) : Rasio keuangan adalah alat yang digunakan untuk menganalisis kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Kita menghitung berbagai rasio karena dengan cara ini kita bisa mendapat perbandingan yang mungkin akan berguna daripada berbagai angka mentahnya sendiri. Meskipun analisis rasio mampu memberikan informasi yang bermanfaat sehubungan dengan keadaan operasi dan kondisi keuangan perusahaan, terdapat juga unsur keterbatasan informasi yang membutuhkan terdapat kehati dalam hatian dalam tersebut. mempertimbangkan masalah yang perusahaan

Menurut Kown (2004: 108) : Rasio keuangan setidaknya dapat memberikan jawaban atas empat pertanyaan yaitu : 1. Bagaimana Likuiditas Perusahaan 2. Apakah Manajemen efektif menghasilkan laba operasi atas aktiva 3. Bagaimana perusahaan didanai 4. Apakah pemegang saham biasa mendapatkan tingkat pengembalian yang cukup.

Hal ini disebabkan sulitnya mendapatkan rata rata pembanding yang tepat bagi perusahaan yang mengoperasikan beberapa divisi yang berbeda pada industri yang berlainan. Sebagai salah satu bentuk informasi yang relevan dan kegunaanya yang efektif dalam menganalisa rasio dalam pengambilan keputusan. Dalam melakukan analisa, penganalisa dapat menggunakan dua macam perbandingan, yaitu : 1. Membandingkan rasio sekarang dengan rasio rasio yang lalu atau dengan rasio rasio yang diperkirakan untuk waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama. 2. Membandingkan rasio perusahaan dengan rasio rasio yang sejenis dengan perusahaan lain yang sejenis, dan pada waktu yang sama. Menurut Sumber datanya Van Horne (2005 : 234) : Angka rasio dapat dibedakan atas : 1. Rasio rasio neraca (Balance Sheet Ratio), yaitu ratio ratio yang disusun dari data yang berasal dari neraca, misalnya current ratio, acid test ratio, current asset to total asset ratio, current liabilities to total asset ratio dan lain sebagainya. 2. Rasio rasio Laporan Laba Rugi (Income Statement Ratio), ialah data yang disusun dari data yang berasal dari income statement, misalnya gross profit, net margin, operating margin, operating ratio dan sebagainya. 3. Rasio rasio antar Laporan Keuangan (Intern Statement Ratio), ialah ratio ratio yang disusun dari data yang berasal dari neraca dan data lainya berasal dari income statement, misalnya asset turnover, Inventory turnover, receivable turnover, dan lain sebagainya. Rasio keuangan dapat dibagi kedalam tiga bentuk umum yang sering dipergunakan yaitu : Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas (Leverage), dan Rasio Rentabilitas. 1. Ratio Likuiditas (Liquidity Ratio) Merupakan Ratio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajian financial jangka pendek yang berupa hutang hutang jangka pendek (short time debt) Menurut Van Horne :Sistem Pembelanjaan yang baik Current ratio harus berada pada batas 200% dan Quick Ratio berada pada 100%. Adapun yang tergabung dalam rasio ini adalah : a. Current Ratio (Rasio Lancar)

Merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki, Current Ratio dapat dihitung dengan rumus :

Current Ratio = Aktiva Lancar/ Hutang Lancar Contoh : Current Ratio Pada PT XYZ Medan adalah sebagai berikut (dalam Rupiah) : Tahun 2005 : = 1,04 Tahun 2006 : = 1,05 Ini berarti bahwa kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar, untuk tahun 2005 adalah setiap Rp. 1 hutang lancar dijamin oleh Aktiva lancar Rp. 1,04. untuk tahun 2006 adalah setiap hutang lancar Rp. 1 dijamin oleh Rp.1,05 aktiva lancar. b. Quick Ratio (Rasio Cepat) Merupakan rasio yang digunaka untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid . Quick Ratio dapat dihitung dengan rumus yaitu : Quick Ratio = Aktiva Lancar Persediaan / Hutang Lancar c. Cash Ratio (Rasio Lambat) Merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dan yang disimpan diBank. Cash Ratio dapat dihitung dengan Rumus yaitu : Cash Ratio = Cash + Efek / Hutang Lancar 2. Ratio Solvabilitas Rasio ini disebut juga Ratio leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang rasio ini menunjukkan indikasi tingkat keamanan

dari para pemberi pinjaman (Bank). Adapun Rasio yang tergabung dalam Rasio Leverage adalah : a. Total Debt to Equity Ratio (Rasio Hutang terhadap Ekuitas) Merupakan pendanaan perusahaan Perbandingan perusahaan untuk antara dan hutang hutang dan ekuitas modal dalam sendiri, . menunjukkan kemampuan

memenuhi

seluruh

kewajibanya

Rasio ini dapat dihitung denga rumus yaitu : Total Debt to equity Ratio = Total Hutang / Ekuitas Pemegang Saham

b. Total Debt to Total Asset Ratio (Rasio Hutang terhadap Total Aktiva) Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang lancar dan hutang jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva diketahui. Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai oleh hutang. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu : Total Debt to Total Asset Ratio = Total Hutang / Total Aktiva 3. Ratio Rentabilitas Rasio ini disebut juga sebagai Ratio Profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan, profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Yang termasuk dalam ratio ini adalah : a. Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor) Merupakan perandingan antar penjualan bersih dikurangi dengan Harga Pokok penjualan dengan tingkat penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu : Gross Profit Margin = Laba kotor / Penjualan Bersih b. Net Profit Margin (Margin Laba Bersih) Merupakan rasio yang digunaka nuntuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan Rumus yaitu :

Net Profit Margin = Laba Setelah Pajak / Penjualan Bersih c. Earning Power of Total investment Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan netto. . Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu : Earning Power of Total investment = Laba Sebelum Pajak / Total aktiva

d. Return on Equity (Pengembalian atas Ekuitas) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu : Return on Equity = Laba Setelah Pajak / Ekuitas Pemegang Saham

Anda mungkin juga menyukai