Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM PERTANIAN TANPA TANAH

PEMBUATAN BIBIT F0

Disusun Oleh:

KELOMPOK 4

TANTRIATI : 12011025

ARUM SARI : 12011014

SANTI ARIANTI : 12011001

KASNO : 12011041

HENI RUSSI F. : 12011021

HELMI ADI S. : 12011005

PETRUS HERYANTO : 12011010

HARIS : 100110

PROGRAM KEAHLIAN AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jamur atau cendawan adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil


sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya
terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk anyaman
bercabang-cabang yang disebutmiselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara
vegetatif ada juga dengan cara generatif. Jamur menyerap zat organik dari lingkungan
melalui hifa dan miseliumnya untuk memperoleh makanannya. Setelah itu,
menyimpannya dalam bentuk glikogen. Jamur merupakan konsumen, maka dari itu
jamur bergantung pada substrat yang menyediakankarbohidrat, protein, vitamin, dan
senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk
heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit.

Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang
hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain juga menghasilkan zat
tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman
dapat dilihat pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan
atau pada liken. Jamur berhabitat pada bermacammacam lingkungan dan berasosiasi
dengan banyak organisme. Meskipun kebanyakan hidup di darat, beberapa jamur ada
yang hidup di air dan berasosiasi dengan organisme air. Jamur yang hidup di air biasanya
bersifat parasit atau saprofit, dan kebanyakan dari kelas Oomycetes.

B. Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa dapat membuat dan membiakkan bibit F0 jamur melalui kultur jaringan
dan spora.

2. Mahasiswa mampu membedakan biakan dengan kultur jaringan dan spora.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi Jamur Tiram :

Kerajaan :Fungi

Filum :Basidiomycota

Kelas :Homobasidiomycetes

Ordo :Agaricales

Famili :Tricholomataceae

Genus :Pleurotus

Spesies :Pleurotus ostreatus

B. Pembuatan bibit F0 jamur tiram

Pembuatan bibit PDA yang dimaksud di sini adalah pembiakan kultur murni atau
biakan murni dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Yang dimaksud dengan kultur
jaringan adalah mengambil bagian dari jamur untuk ditumbuhkan pada media PDA agar
dapat berkembang dan memperbanyak diri. Sel-sel spora jamur tiram diharapkan dapat
berkembang menjadi individu baru secara sempurna pada media yang sesuai dalam hal ini
media PDA. Teknik kultur jaringan dengan media PDA (Potato Dextrosa Agar) ini sangat
penting untuk dikuasai oleh pembudidaya jamur karena dari sinilah semua proses
multiplikasi atau pengembangan jamur tiram berlangsung.

PDA adalah singkatan dari Potato Dextrosa Agar merupakan campuran media
dari larutan 200 gram kentang ditamba 20 gram Dextrosa dan 20 gram bubuk agar-agar.
Dalam media agar-agar PDA inilah dikembang biakan murni dari spora jamur tiram.
Kultur jaringan bila diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut Gewebe kulturatau
tissue culture (Inggris) atau weefsel kweek atau weefsel cultuur (Belanda). Kultur jaringan
atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media
buatanyang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga
bagian-bagian tersebut dapat memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang
lengkap.

Dasar teori yang digunakan adalah teori totipotensi yang ditulis oleh
SCHLEIDEN dan SCHWANN, Suryowinoto (1977) menyatakan bahwa teori totipotensi
adalah bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, kalau dibudidayakan di dalam
media yang sesuai, akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna,
artinya dapat bereproduksi, berkembang biak secara normal melalui biji atau spora (Daisy
P. Sriyanti dan Ari Wijaya, 1994).

Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaannya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana pendukung
terciptanya kondisi aseptik terkendali dan fasilitas dasar seperti, air, listrik dan bahan
bakar. Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan juga perangkat lunak yang memenuhi
syarat. Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan, pelaksanaan harus mempunyai latar
belakang ilmu-ilmu dasar tertentu yaitu botani, fisiologi tumbuhan ZPT, kimia dan fisika
yang memadai.

Pelaksana akan berkecimpung dalam pekerjaan yang berhubungan erat dengan


ilmu-ilmu dasar tersebut. Pelaksana akan banyak berhubungan dengan berbagai macam
bahan kimia, proses fisiologi tanaman (biokimia dan fisika) dan berbagai macam
pekerjaan analitik (Yusnita, 2003).

Kadang-kadang latar belakang pengetahuan tentang mikrobiologi, sitologi dan


histologi. Pelaksana juga dituntut dalam hal keterampilan kerja, ketekunan dan kesabaran
yang tinggi serta harus bekerja intensif. Pekerjaan kultur jaringan meliputi : persiapan
media, isolasi bahan tanam (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi
dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapangan. Pelaksana harus bekerja
dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan
tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri (Yusnita, 2003).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum Pertanian Tanpa Tanah pada acara pembuatan F0 jamur ini dilakuakan
di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta pada hari Jum’at,
2014 pukul 08.00 WIB s/d selesai.

B. Alat dan Bahan


a. Alat
1. Botol Pipih
2. Autoclaf
3. Kapas
4. Karet
5. Alumunium Foil
6. Cutter
7. Pinset
8. Bunzen
9. Alkohol
10. Gelas ukur
11. Kotak pembibita
b. Bahan
1. Kentang 200 gr
2. Dextrosa 20 gr
3. Agar 20 gr
4. Air steril / air destilasi 1 liter
5. Induk jamur
C. Cara kerja

a. Langkah pembuatan cairan PDA :


1. Cuci Kentang dengan air bersih.
2. Rebus kecambah dengan air sebanyak 1ltr selama -+ 15-20 mnt atau sampai lunak
kira-kira air menjadi 500 ml dari 1ltr tadi
3. Ambil cairan hasil rebusan kedalam gelas ukur dengan takaran 450ml-500ml
4. Masukan Dextrosa dan Agar- agar masing-masing 7gr seperti keterangan di atas
5. Aduk sampai larut dan merata kemudian masukan cairan tadi kedalam botol (tabung
reaksi tergantung keinginan) masing-masing 10ml
6. Kemudian tutup botol /tabung dengan kapas dan lapisi dengan kertas email
kemudian ikat dengan karet bila perlu.
7. Sterilkan botol yang berisi cairan PDA tersebut dalam Autoclave selama kurang
lebih 30-45menit dalam suhu 121°c, tekanan 1,5 - 2 atm. Pertahankan kondisi ini
selama kurang lebih 45 menit.
8. Biarkan mendingin hingga suhu kurang lebih 37°c
9. Keluarkan botol-botol tadi dan letakkan dalam posisi miring/tidur agar cairan bisa
melebar dengan tujuan memperbanyak area media. Jangan sampai cairan mencapai
mulut botol. Jika cairan PDA agar tadi sudah mengeras, barulah siap untuk di
Inokulasikan bibit yang didapat dari jamur langsung.

Catatan : Sebelumnya botol dibersihkan dan disteril dengan merebus botol dengan air
mendidih selama kurang lebih 10 menit. Memang dalam membuat bibit PDA, kebersihan,
sterilisasi tempat, alat dan bahan adalah syarat utama dalam menunjang keberhasilannya.

b. Dengan kultur jaringan :


1. Menuang/ memasukkan media PDA yang sudah dibuat dari Erlenmeyer ke dalam
petridish, memasukkan media tersebut dalam keaadaan masih agak panas agar
belum membentuk jel/mulai memadat dan di dekat lampu Bunsen yang sudah
dinyalakan.
2. Sambil menunggu media padat menyiapakan alat-alat yang akan digunakan, alat-
alat tersebut sudah dalam keadaan steril (pinset, blade, petidish), LAFC dibersihkan
menggunakan alkohol dan di UV terlebih dahulu 20-30 menit, setelah akan
digunakan LAFC blower dan lampu dihidupkan.
3. Mencuci jamur tiram (Pleurotus ostreatus) yang akan digunakan untuk bahan bibit
dengan kultur jaringan.
4. Setelah media padat, media tersebut dimasukkan kedalam laminar yang sebelumnya
disemprotmenggunakan alkohol, selain media yang dimasukkan alat-alat yang lain
yaitu petridish, scapel, blade, lampu bunsen dan jamur, semua disemprot alkohol
terlebih dahulu.
5. Setelah semua alat dan bahan siap, bisa langsung dilakukan inokulasi eksplan
dengan cara:
 Memasang blade pada scapel
 Menyalakan lampu Bunsen
 Mensterilkan pinset dan scapel diatas bara lampu bunsen yang sebelumnya
dicelupkan kedalam alcohol
 Membelah jamur merang menjadi 2 bagian diatas permukaan petridish, didalam
belahan tersebut terdapat seperti tankai itu di potong menjadi beberapa bagian
 Potongan-potongan bagian tubuh jamur tersebut dimasukkan kedalam media,
masing-masing media dalam petridish diisi 3 potongan
 Setelah digunakan scapel dan blade kembali disterilkan
6. Setelah inokulasi selesai diberi label dan disimpan dalam ruangan gelap dan steril
7. Melakukan pengamatan secara berkala, bila terjadi kontaminasi segera dipisahkan
dan dibersihkan.
8. Setelah miselium memenuhi petridish maka sudah siap digunakan untuk membuat
bibit F1.

c. Dengan spora :
1. Menuang/ memasukkan media PDA yang sudah dibuat dari Erlenmeyer ke dalam
petridish, memesukkan media tersebut dalam keaadaan masih agak panas agar
belum membentuk jel/mulai memadat dan di dekat lampu Bunsen yang sudah
dinyalakan.
2. Sambil menunggu media padat menyiapakan alat-alat yang akan digunakan, alat-alat
tersebut sudah dalam keadaan steril (pinset, blade, petidish, tissue), LAFC
dibersihkan menggunakan alkohol dan di UV terlebih dahulu 20-30 menit, setelah
akan digunakan LAFC blower dan lampu dihidupkan.
3. Mencuci jamur merang (Volvariella volvaceae) yang akan digunakan untuk bahan
bibit dengan kultur jaringan.
4. Setelah media padat, media tersebut dimasukkan kedalam laminar yang sebelumnya
disemprot menggunakan alkohol, selain media yang dimasukkan alat-alat yang lain
yaitu petridish, scapel, blade, lampu bunsen dan jamur, semua disemprot alkohol
terlebih dahulu.
5. Setelah semua alat dan bahan siap, bisa langsung dilakukan inokulasi eksplan
dengan cara:
 Memasang blade pada scapel
 Menyalakan lampu Bunsen
 Mensterilkan pinset dan scapel diatas bara lampu bunsen yang sebelumnya
dicelupkan kedalam alcohol
 Memotong tangkai jamur mengguankan scapel dan pinset. Bagian yang
digunakan adalah bagian tudungnya
 Mengambil tissue dan ditaruh di pemukaan petridish, kemudian pegang tudung
jamur menggunakan pinset dan bagian lamela diketuk-ketukkan kedalam tissue
agar spora dalam jamur tersebut jatuh ke dalam tissue
 Spora yang ada pada tissue tersebut dimasukkan ke dalam media PDA dengan
cara hati-hati.
 Setelah inokulasi selesai diberi label dan disimpan dalam ruangan gelap dan steril
 Melakukan pengamatan secara berkala, bila terjadi kontaminasi segera dipisahkan
dan dibersihkan.
 Setelah miselium memenuhi petridish maka sudah siap digunakan untuk
membuat bibit F1.
BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Setelah melakukan praktikum atau percobaan pembuatan bibit F0 dengan media
PDA dilakukan denan dua teknik atau cara yaitu dengan cara pengambilan tubuh buah
jamur dan dengan cara spora jamur, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Tubuh buah jamur
petri 1, media jatuh, tidak beraturan, dan terjadi kontaminasi
petri 2, terjadi kontaminasi
petri 3, tidak terkontaminasi, jamur jadi, akan tetapi tidak tumbuh misellium
2. Teknik subkultur
Petri 1, terjadi kontaminasi & tidak tumbuh
Petri 2, terjadi kontaminasi

B. Pembahasan
Praktikum yang dilakaukan dalam pembuatan bibit F0 jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
menggunakan 2 teknik yaitu dengan menggunakan eksplan yang berasal dari jaringan
tubuh buah jamur (teknik F0 dari jaringan) dan menggunakan eksplan yang berasal dari
subkultur F1 (Teknik F0 dari subkultur).. pada pembuatan bibit F0 yang menggunakan
jaringan dalam praktiknya praktikan membuat sebanyak 3 petridisk. Sedangkan pada
teknik subkultur praktikan membuatnya sebanyak 2 petridisk.

Bedasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, bahwa dari 3 petridisk yang
di isi media PDA dari ekstrak kentang dan ditanami eksplan jamur tiram yang berasal dari
jaringan batang tubuh jamur hanya tidak ada yang berhasil tumbuh, namun ada satu yang
sudah hampir jadi akan tetapi tidak tumbuh miselium.
Pengamatan dilakukan ± 1 minggu setelah inokulasi eksplan. Dengan variabel
pengamatan adalah presentase kontaminan, pertumbuhan jamur, dan saat pemenuhan
dalam petri. Diketahui bahwa pada saat pengamatan ada satu media ada yang rusak, tidak
beraturan, menempel pada bagian atas dan bawah petridisk sehingga tidak ada
pertumbuhan jamur eksplan yang nampak. Selain itu media yang semula bening menjadi
agak kecoklatan. Pada petridisk yang kedua terlihat presentase kontaminan mencapai 50%.
Ditandai dengan adanya jamur kontaminan yang menyelimuti sebagian dari media
sehingga berwarna agak keputihan yang juga tumbuh di sekitar eksplan bibit F0 yang
diinokulasi. Jamur yang tumbuh banyak didominasi oleh jamur kontaminan bukan bibit F0
yng diharapkan. Hasil yang berbeda didapatkan pada pengamatan petridisk yang ke’3.
Dimana tidak terlihat adanya kontaminasi pada media dan eksplan yang diinokulasi. Akan
tetapi bibit F0 yang sudah jadi tidak tumbuh misellium bahkan tidak menunjukkan tanda-
tanda keluarnya misellium.

Pada hasil pengamatan petridisk yang pertama yang menyebabkan media ekstrak
kentang tidak beraturan yaitu rusak dan menempel pada bagian atas dan bawah PDA
adalah karena pada saat proses penuangan media, media yang dituang belum benar-benar
memadat sehingga saat dibalik media jatuh. Apabila media agar yang dituang pada
petridisk sudah dalam kondisi memadat dan ditunggu beberapa saat sebelum dibalik
hasilnya media akan berada pada posisi normal yaitu tidak jatuh meskipun dibalik possisi
petridisknya. Sebenarnya pembalikan posisi petridisk apabila tidak dilakukan tidak akan
memberikan pengaruh yang sangat nyata pada pertumbuhan bibit F0. Akan tetapi hal itu
dilakukan untuk mengantisipasi adanya uap yang berasal dari media saat pada kondisi
panas.

Kegagalan pertumbuhan jamur yang didominasi oleh jamur atau bakteri


kontaminan seperti yang terjadi pada petridisk kedua diakibatkan oleh beberapa hal.
Diantaranya:

1. Kurang sterilnya ruangan LAF

Hal yang sangat penting diperhatikan pada pembuatan bibit F0 ada sterilitas.
Ruangan LAF adalah tempat yang sangat penting karena segala aktifitas sterilisasi dan
inokulasi dilakukan di LAF. Jadi, sterilitas LAF memegang pengaruh yang cukup besar
bagi tumbuh-tidaknya eksplan. Ada indikasi yang menyebabkan tumbuh suburnya
kontaminan pada media bahwa pada saat melakukan proses pembuatan bibit F0
ruangan belum steril sehingga kontaminasi rata. Kehadiran kontaminan dapat menjadi
pesaing dalam mendapatkan nutrient pada substrat, yang menyebabkan kegagalan
pertumbuhan bibit F0.

2. Bahan jamur yang disterilkan alcohol masih mengandung air


Bahan berupa eksplan dari jaringan batang tubuh jamur tiram yang digunakan pada
praktikum sebelumnya disterilkan terlebih dahulu dengan dimasukkan dan direndam
beberapa waktu kedalam alcohol.pada saat proses inokulasi, jamur masih mengandung
cairan alkalcoholtika ditanam pada media agar (ekstrak kentang) sehingga air menyebar
kesana-kemari menyebar ke berbagai permukaan media sehingga menyebabkan
kontaminasi.
3. Peralatan yang disterilisasi hanya setengah dan tidak menyeluruh
Peralatan yang tidak steril akan menyebabkan bakteri atau jamur penyebabkan
kontaminan cepat tumbuh. Sebenarnya pada praktikum ini sudah dilakukan sterilisasi
pada peralatan yang digunakan akan tetapi belum maksimal. Pada saat sterilisasi scalpel
yang digunakan pada saat pemotongan eksplan hanya disterilisasi sebagian saja yaitu
bagian yang digunakan untuk memotong. Sedangkan pada bagian yang digunakan
sebagai pegangan saat pemotongan tidak disterilkan atau tidak disemprot alkohol. Hal
ini menyebabkan saat pemotongan bagian tubuh yang akan dijadikan sebagai eksplan
bagian ujung tidak steril.

Untuk kodisi yang terjadi pada petridisk ketiga, yaitu eksplan tidak
terkontaminasi dan sudah jadi. Namun tidak mengeluarkan misellium. Ada beberapa
kemungkinan yang mengindikasikan peristiwa tersebut. Kemungkinan terbesar
dikarenakan pada saat proses sterilisasi eksplan dengan pembakaran, dilakukan terlalu
lama. Akibatnya jaringan jamur menjadi tidak hidup dan tidak dapat tumbuh dan
berkembang dengan normal yang dampaknya berakibat pada tidak tumbuhnya misellium.

Pada pengamatan hasil bibit F0 dari subkultur F1, kegagalan pertumbuhan jamur
dikarenakan ketidakmahiran kelompok dalam melakukan setiap mekanisme proses dan
beberapa aspek yang kurang diperhatikan pada saat proses inokulasi. Sebenarnya ada
tanda-tanda kemungkunan bibit akan tumbuh, akan tetapi karena keterlambatan
pengamatan menyebabkan akhirnya bibit terkontaminasi juga.

Sebenarnya secara teknis cara pembuatan bibit F0 menggunakan subkultur lebih


mudah disbanding dari jaringan tubuh buah. Teknik subkultur relative tidak terlalu
menuntut kondisi lingkungan yang sangat steril dan tidak harus berada pada LAF.
Prosedur yang dilakukanpun relative lebih sederhana. Akan tetapi meskipun seperti itu
setiap alat dan bahan yang akan dipergunakan tetap harus disterilkan untuk menyokong
keberhasilan pertumbuhan bibit F0.

BAB V

KESIMPULAN

Setelah melakukan praktikum atau percobaan pembuatan bibit jamur f0 , maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :

1. Bibit jamur tiram F0 adalah bibit jamur indukan dengan media agar-agar (PDA) yang
berasal dari ekstrak kentang.
2. Pembuatan bibit induk F0 pada jamur pangan (edible mushroom) dapat dibuat dengan
2 cara yaitu menggunakan jaringan dan subkultur.
3. Kultur jaringan adalah mengambil bagian dari jamur untuk ditumbuhkan pada media
PDA agar dapat berkembang dan memperbanyak diri.
4. Kegagalan sebagian besar bibit F0 diakibatkan adanya kontaminasi baik dari metode
subkultur atau jaringan.
5. Misellium yang tumbuh meskipun bibit F0 sudah jadi, diakibatkan oleh matinya
jaringan jamur akibat proses pembakaran ekslplan.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyana,Y. A., Muchrodji, dan M. Bakrun. 1999. Pembibitan, Pembudidayaan dan Analisis
Jamur Tiram. Bogor. Penebar Swadaya. 63 hlm.

Daisy P. Sriyanti dan Ari Wijaya. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta : Kanisius.

Dewi, I. K. 2009. Efektivitas Pemberian Blotong Kering Terhadap Pertumbuhan Jamur


Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada Media Serbuk Kayu. Skripsi. Universitas
Muhamadiah. Surakarta. 70 hlm.

Sinaga, M. S. 2000. Jamur Merang dan Budidayanya. Jakarta. Penebar swadaya. 65 hlm.

Suriawiria. 2006. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius. Yogyakarta. 55 hlm.

Suryowinoto, S. M., dan SuryowinotoM., 1977. Perbanyakan Vegetatif Pada Anggrek,


Yayasan Kanisius, hal. 70.

Yusnita, 2003, Kultur Jaringan, Agromedia, Pustaka, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai