Anda di halaman 1dari 30

V.

PENGEMBANGAN PEWARISAN MENDEL

V.1. Semidominansi (Dominansi Tidak penuh)

Pada semidominansi (dominansi tidak penuh) memperlihatkan adanya


sifat intermedier yang ditentukan oleh genotip heterozigot, sehingga apabila
individu-individu heterozigot saling disilangkan, maka akan didapatkan
perbandingan fenotip yang menyimpang dari perbandingan fenotip yang
diperoleh dari pewarisan Mendel. Untuk lebih jelasnya persilangan
semidominansi dapat dilihat pada skema dan gambar di bawah ini:

Gambar V.1. Semidominansi pada persilangan tanaman snapdragon


V.2. Gen Letal

Yang dimaksud dengan gen letal yaitu apbila gen dalam keadaan
homozigotik (baik homozigot dominant maupun homozigot resesif) individunya
letal, sehingga perbandingan genotip dan fenotipnya akan menyimpang dari
perbandingan Mendel. Gen letal ini ada dua macam yaitu :
1. Gen dominan letal
Yaitu apabila suatu individu mempunyai genotip homozigot dominan akan
letal (mati)
Contoh : a. Lalat Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap
melengkung (curly)
b. Tikus kuning
c. Ikan Tilapia aurea dengan bentuk bagian
dorsal tidak normal (saddleback)
d. Ayam redep (creeper)
Contoh-contoh di atas merupakan sifat yang ditentukan genotip
heterozigot, sedangkan sifat yang ditentukan oleh genotip homozigot
dominan individunya letal dan sifat yang ditentukan oleh genotip
homozigot resesif individunya normal
2. Gen resesif letal
Yaitu apabila suatu individu mempunyai genotip homozigot resesif akan
letal (mati)
Contoh : a. Kelainan genetik Ichtyosis congenita pada manusia
b. Tanaman jagung berdaun putih
Contoh-contoh di atas merupakan sifat yang ditentukan oleh genotip
homozigot resesif dan individunya letal

V.2.1. Pewarisan gen dominan letal

Beberapa contoh pewarisan gen dominan letal dapat dilihat pada


persilangan-persilangan di bawah ini :
a. Lalat Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap melengkung
(curly)

P  Cc X  Cc
(curly) (curly)

F1 1 CC → letal
2 Cc = sayap curly
1 cc = sayap normal
Perbandingan genotip = 2 Cc : 1 cc
Perbandingan fenotip = 2 sayap curly : 1 sayap normal

Adapun gambar lalat Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap normal dan
sayap curly dapat dilihat pada gambar V.1. dan V.2.

Gambar V.1. Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap melengkung


(curly)
 
Gambar V.2. Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap normal

b. Ikan Tilapia aurea dengan bentuk bagian dorsal tidak normal


(saddleback)

P  Ss X  Ss
(saddleback) (saddleback)
F1 1 SS → letal
2 Ss = saddleback
1 ss = normal
Perbandingan genotip = 2 Ss : 1 ss
Perbandingan fenotip = 2 Saddleback : 1 normal

Adapun gambar ikan Tilapia aurea normal dapat dilihat pada gambar V.3. di
bawah ini :

Gambar V.3. Ikan Tilapia aurea dengan bagian dorsal normal


c. Tikus kuning
Pada skema persilangan tikus di bawah ini gen Ay menunjukkan
gen dominan yang menentukan rambut tikus agouti, sedangkan alelnya
resesif yang diberi simbol A menentukan rambut tikus berwarna kuning.
Adapun yang memperlihatkan pewarisan gen dominant letal adalah pada
bagian Cross B

Gambar V.4. Pewarisan gen letal dominan pada tikus kuning


V.2.2. Pewarisan gen resesif letal

Contoh pewarisan gen resesif letal dapat dilihat pada diagram perkawinan
di bawah ini :

P  Ii X  Ii
(normal) (normal)

F1 1 II = normal
2 Ii = normal
1 ii = Ichthyosis congenita → letal

Perbandingan genotip = 1 II : 2 Ii
Perbandingan fenotip = semua normal

Penderita Ichthyosis congenital memiliki kulit yang kering dan bertanduk. Pada
permukaan tubuhnya terdapat bender-bendar berdarah. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada web site : www.indianpediatrics.net/dec2001/dec-1428.htm

V.3. Alel Ganda

Maksudnya alel ganda adalah apabila sebuah lokus dalam sebuah


kromosom ditempati oleh beberapa atau suatu seri alel. Banyaknya
kemungkinan kombinasi genotip dapat dicari jika banyaknya alel ganda dalam
satu seri diketahui. Rumusnya adalah sebagai berikut :

n ( n+1)
2
Keterangan n = banyaknya alel
V.3.1. Alel ganda pada kelinci

Pada kelinci terdapat beberapa seri alel meliputi :

C+ = alel yang menyebabkan kelinci berwarna kelabu


C ch = alel yang menyebabkan kelinci berwarna kelabu muda yang
biasanya disebut kelinci chinchilla
Ch = alel yang menyebabkan kelinci berwarna putih dengan ujung
hidung, telinga, kaki, dan ekor berwarna hitam yang biasanya
disebut kelinci himalaya
C = alel yang tidak membentuk pigmen sama sekali, sehingga kelinci
berwarna putih yang biasanya disebut kelinci albino

Adapun kemungkinan fenotip dan kemungkinan genotip dari masing-masing


kelinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel V.1. Fenotip dan kemungkinan genotip kelinci

Fenotip Kemungkinan genotip

Kelabu (normal) C+C+, C+Cch, C+Ch, C+C

Chinchilla CchCch, CchCh, CchC

Himalaya ChCh, ChC

Albino CC

Dari tabel di atas dominansi yang terjadi adalah sebagai berikut :


C+ > Cch > Ch > C

Adapun masing-masing fenotip kelinci dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar V.5. Fenotip kelinci kelabu normal

Gambar V.6. Fenotip kelinci chinchilla


Gambar V. 7. Fenotip kelinci himalaya

Gambar V.8. Fenotip kelinci albino


Perkawinan antara kelinci kelabu normal homozigotik (C+C+) dengan kelinci
albino (CC) akan menghasilkan kelinci-kelinci F1 kelabu normal (C+C). Apabila
kelinci-kelinci F1 dibiarkan saling kawin dengan sesamanya akan didapatkan
kelinci-kelinci F2 yang memperlihatkan perbandingan kira-kira 3 kelabu normal :
1 albino. Untuk lebih jelasnya diagram perkawinan tersebut dapat dilihat seperti
di bawah ini :

P  CchCch X  C+C+
Chinchilla kelabu

F1 C+Cch
Kelabu

F2 C+C+ = kelabu
C+Cch = kelabu
C+Cch = kelabu
CchCch = chinchilla

Perbandingan fenotip = 3 kelabu : 1 chinchilla

V.3.2. Alel ganda pada manusia

V.3.2.1. Anemia sel sabit (Sickle Cell Anemia)

Pada manusia terdapat suatu kelainan genetik pada darah yaitu kelainan
pada bentuk eritrosit. Pada darah terdapat gen Hb berfungsi membentuk
haemoglobin, namun seri alelnya menentukan pembentukan macam
haemoglobinnya. Alel HbA merupakan alel yang berfungsi membentuk
haemoglobin A, sehingga sel darah merah (eritrosit ) mempunyai bentuk normal.
Dengan demikian individu yang mempunyai genotip HbAHbA merupakan individu
normal. Adapun alel HbS merupakan alel yang berfungsi membentuk
haemoglobin S, sehingga sel darah merah berbentuk abnormal yaitu berbentuk
bulan sabit. Oleh karena itu individu yang mempunyai genotip HbsHbs akan
menderita anemia sel sabit. Adapun individu yang mempunyai genotip HbAHbs
mempunyai dua macam bentuk sel darah merah yaitu normal dan bulan sabit.
Individu ini masih normal hanya kadang-kadang menderita anemia tergantung
dari banyaknya bentuk sel darah merah yang bulan sabit. Genotip HbAHbs
merupakan kodominan yang artinya masing-masing alel menentukan suatu
fenotip dan antara kedua alel tersebut tidak ada dominansi. Untuk lebih jelasnya
bentuk-bentuk sel darah merah baik yang normal maupun bulan sabit dapat
diamati pada gambar V.9. di bawah ini.

A. Eritrosit bentuk bulan sabit B. Eritrosit bentuk normal

Gambar V.9. Bentuk-bentuk sel darah merah (eritrosit) yang ditentukan oleh alel
ganda
Adapun gambar apus darah dari penderita anemia sel sabit dapat dilihat pada
gambar V.10. di bawah ini :

Gambar V.10. Preparat sel darah merah penderita anemia sel sabit

V.3.2.2. Sistem Golongan Darah ABO, MN, dan Rhesus (Rh)

Landsteiner membagi sistem golongan darah ABO menjadi tiga golongan


yaitu golongan darah A, B, dan O berdasarkan adanya agglutinogen (antigen)
yang terdapat pada eritrosit dan agglutinin (antibodi) yang terdapat pada serum
darah. Untuk lebih jelasnya hubungan antara golongan darah seseorang dengan
macam antigen dan antibodi dalam golongan darah orang dapat dilihat pada
tabel V.2.
Tabel V.2. Antigen dan antibodi dalam golongan darah ABO orang

Golongan darah Antigen dalam eritrosit Antibodi dalam serum


(fenotip)

A A Anti-B

B B Anti-A

AB A dan B -

O - Anti A dan Anti B

Dari tabel di atas tampak bahwa individu yang memiliki antigen A tidak memiliki
anti-A melainkan mempunyai anti-B di dalam serum. Individu yang demikian
mempunyai golongan darah A. Individu yang mempunyai golongan darah B
mempunyai antigen B dan anti-A. Apabila antigen A bertemu dengan anti-A dan
antigen B bertemu dengan anti-B, maka darah akan menggumpal sehingga akan
dapat mengakibatkan kematian pada individu yang menerima darah.
Berdasarkan hal tersebut maka individu yang bergolongan darah A tidak dapat
mentransfusikan darahnya kepada individu yang bergolongan darah B, demikian
pula sebaliknya. Adapun individu yang tidak memiliki antigen-A maupun antigen
B, tetapi mempunyai anti-A dan anti-B di dalam serum darah, maka individu
tersebut mempunyai golongan darah O. Selanjutnya individu yang mempunyai
antigen-A dan antigen-B, tetapi tidak mempunyai anti-A maupun anti-B di dalam
serum, maka individu tersebut mempunyai golongan darah AB.
Pewarisan sistem golongan darah ABO diteliti pertama kali oleh
F.Bernstein pada tahun 1925. Pada penelitian yang dilakukan oleh beliau
diketahui bahwa ada gen I berperan dalam pembentukan suatu molekul protein
(isoagglutinin) yang terdapat pada permukaan sel darah merah, sedangkan seri
alelnya menetukan antigen yang dibentuk, yaitu alel IA menentukan
pembentukan antigen –A dan alel IB menentukan pembentukan antigen-B.
Individu yang tidak memiliki alel IA dan IB melainkan hanya memiliki alel i saja,
maka individu tersebut tidak akan memiliki antigen-A dan antigen-B. Interaksi
antara alel IA , IB dan I akan menyebakan terjadinya 4 fenotip golongan darah A,
B, AB, dan O. Interaksi tersebut selengkapnya dapat dilihat pada tabel V.3.

Tabel V.3. Interaksi antara alel-alel yang berperan dalam menentukan golongan
darah A, B, AB, dan O

Golongan Antigen Zat anti Alel dalam Genotip


darah dalam dalam serum kromosom
(fenotip) eritrosit

O - A dan B I ii

A A B IA IAIA atau IAi

B B A IB IBIB atau IBi

AB A dan B - IA , IB IA IB

Contoh-contoh pewarisan dalam sistem golongan darah ABO :

1. P  Gol. B X  Gol. A
IBIB atau IBi IAIA atau IAi
Gamet IB IA
i i
F1 IA i = golongan darah A
IB i = golongan darah B
IA I B = golongan darah AB
Ii = golongan darah O

Berbeda dengan golongan darah sitem ABO, maka pada golongan darah sistem
MN, serum atau plasma darah manusia tidak mengandung zat anti-M maupun
anti-N. Dengan demikian golongan darah sistem MN tidak penting dalam
transfusi darah, karena tidak ada bahaya penggumpalan darah. Landsteiner dan
Levine menyatakan bahwa kedua jenis antigen M dan N itu ditentukan oleh
sebuah gen yang memiliki dua alel. Alel LM menentukan adanya antigen-M,
sedangkan antigen-N ditentukan oleh alel LN . Adapun kemungkinan genotip dan
fenotip individu dalam sistem golongan darah MN dapat dilihat pada tabel V.4.

Tabel V.4. Genotip dan fenotip golongan darah sistem MN

Golongan darah Antigen dalam Alel dalam Genotip


(fenotip) eritrosit kromosom

M M LM LMLM

N N LN LN LN

MN M dan N LM dan LN LM LN

Selain kedua sistem golongan darah ABO dan MN yang telah dijelaskan
di atas, masih ada golongan darah sistem Rh. Landsteiner dan Wiener pada
tahun 1940 menemukan antigen baru yang dinamakan faktor Rh (Rhesus).
Sistem golongan darah ini dibagi dua yaitu :
a. Rh posistif (Rh+). Individu yang mempunyai Rh+ berarti individu tersebut
memiliki antigen –Rh di dalam eritrositnya, sehingga apabila darahnya
dites dengan antiserum yang mengandung anti-Rh, maka eritrositnya
menggumpal. Individu yang demikian memiliki genotip RR atau Rr
b. Rh negative (Rh-). Individu yang mempunyai Rh- berarti individu tersebut
tidak memiliki antigen Rh di dalam eritrositnya, sehingga eritrosit tidak
menggumpal pada waktu dilakukan tes dengan antiserum anti-Rh.
Individu yang mempunyai Rh- memiliki genotip rr

Dari ketiga sistem golongan darah di atas, maka sistem golongan darah
ABO dan sistem golongan darah Rh mempunyai arti yang penting dalam klinik
terutama masalah inkomptibilitas golongan darah ABO maupun Rh bagi
pasangan suami istri.
Contoh pewarisan sistem golongan darah ABO, MN, dan Rh

Diketahui bahwa seorang laki-laki yang mempunyai golongan darah O,M, Rh-
(genotip ii LMLM rr) menikah dengan seorang perempuan yang mempunyai
golongan darah A, N, Rh+ (genotip IAi LNLN Rr), bagaimanakah kemungkinan
golongan darah anak-anaknya ?

Jawab :

P  ii LMLM rr X  IAi LNLN Rr


Gamet i LM r IA L N R
IA LNr
i LN R
i LNr
F1 IAi, LMLN Rr = golongan A, MN, Rh+
IAi, LMLN rr = golongan A, MN, Rh-
ii, LMLN Rr = golongan O, MN, Rh+
ii, LMLN rr = golongan O, MN, Rh-

V. 4. Interaksi gen

Pada pewarisan Mendel yang telah dijelaskan sebelumnya


memperlihatkan bahwa sebuah gen tunggal menentukan satu sifat, misalnya gen
R menentukan warna bunga merah dan alelnya r menentukan warna bunga putih,
gen K menentukan permukaan biji halus dan alelnya k menentukan permukaan
biji berkerut. Namun sebenarnya gen-gen dapat saling berinteraksi menentukan
suatu sifat. Keadaan ini dinamakan interaksi gen. Interaksi gen yang dibahas
dalam pengembangan pewarisan Mendel adalah interaksi antara 2 macam gen.
Ada beberapa macam interaksi gen, yaitu interaksi gen dengan perbandingan
fenotip 9 : 3 : 3 : 1, epistasi dominant, epistasi resesif, gen dominant rangkap,
gen resesif rangkap, gen-geny
angmempuny
aipengar
uhkumul
ati
f,‘
recessi
ve
suppr
essi
on’
, dan ‘
modi
fi
er gen’ (
gen pengubah)
. Masi
ng-masing macam
interaksi gen tersebut akan dijelaskan satu persatu di bawah ini.

V.4.1. Interaksi gen dengan perbandingan fenotip 9 : 3 : 3 : 1

Contoh interaksi gen 9 : 3 : 3 : 1 ada beberapa macam, misalnya tipe


jengger ayam, warna bulu burung parkit, warna mata lalat Drosophila
melanogaster, warna tubuh ikan platyfish, dan warna kulit ular corn snake. Pada
penjelasan ini contoh yang diberikan yaitu warna kulit ular corn snake.
Pada ular corn snake terdapat gen O yang membentuk enzim yang
berperan dalam pembentukan pigmen oranye dan gen B yang membentuk enzim
yang berperan dalam pembentukan pigmen hitam, sehingga genotip dan fenotip
yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
B –O – = warna kulit natural (ada pigmen oranye dan hitam)
B –oo = warna kulit hitam (defisiensi enzim pembentuk
pigmen oranye)
bb O – = warna kulit oranye (defisiensi enzim pembentuk
pigmen hitam)
bb oo = warna kulit albino (defisiensi enzim pembentuk
pigmen oranye dan hitam)
Contoh persilangannya adalah sebagai berikut :

P  BB oo X  bb OO
(hitam) (oranye)
F1 Bb Oo
(natural)
Apabila F1 x F1, maka F2 :
9 B –O – = natural 3 bb O – = oranye
3 B –oo = hitam 1 bb oo = albino

Adapun gambar ular corn snake dapat dilihat pada gambar V.10
Gambar V.10. Warna kulit ular corn snake yang merupakan hasil interaksi gen
9:3:3:1
V.4.2. Epistasi Dominan

Epistasi dominan yaitu apabila sebuah gen dominan mengalahkan


pengaruh gen dominan dan gen resesif lain yang bukan alelnya. Kuncinya
adalah sebagai berikut :
A mengalahkan B dan bb
Contoh epistasi dominan antara lain warna tubuh ikan goldfish, warna bunga
foxgloves (Digitalis purpurea), dan warna buah labu (summer squash). Pada
contoh epistasi dominan ini akan dibahas mengenai warna bunga foxgloves.
Pada bunga foxgloves ini terdapat gen-gen sebagai berikut :

Gen M : mempunyai kemampuan mensintesa antosianin (pigmen merah)


Gen m : tidak memiliki kemampuan mensintesa antosianin
Gen D : menentukan sintesa antosianin dalam jumlah banyak
Gen d : menentukan sintesa antosianin dalam jumlah sedikit
Gen D dan d merupakan gen pengubah (modifier gene)
Gen W : menghambat penyebaran antosianin pada petala, kecuali di bagian
spot
Gen w menyebabkan pigmen antosianin menyebar ke seluruh petala

Genotip mm WW/Ww/ww DD/Dd/dd akan memperlihatkan fenotip bunga


putih dengan spot berwarna kekuningan (white with yellowish spots) seperti
gambar bunga foxgloves yang dapat dilihat pada gambar V.11 (b).
Adapun untuk fenotip yang lain (gambar V.11 a, c, dan d) semua dengan
genotip MM maupun Mm, sehingga untuk selanjutnya genotip tersebut tidak
dicantumkan dan yang dicantumkan hanya gen D, d, W, dan w. Persilangan
untuk memperoleh fenotip seperti pada gambar V.11 a, c, dan d, maka diagram
persilangannya adalah sebagai berikut :
P  (MM) DD ww X  (MM) dd WW
(dark reddish –gb.V.11d) (white with reddish spots –
gb.V.11a)

F1 Dd Ww
(white with reddish spots)

(F1 x F1)
F2 9 D –W – = white with reddish spots
3 dd W – = white with reddish spots
3 D –ww = dark reddish
1 dd ww = light reddish (gb. V.11a)
Dengan demikian perbandingan fenotip epistasi dominant adalah 12 : 3 : 1

(a) (b) (c) (d)

Gambar V.11. Gambar warna bunga foxgloves yang memperlihatkan adanya


epistasi dominan
(a). White with reddish spots (c). Light reddish
(b). White with yellowish spots (d). Dark reddish
V.4.3. Epistasi Resesif

Epistasi resesif yaitu apabila gen resesif mengalahkan pengaruh gen


dominan dan gen resesif yang bukan alelnya. Kuncinya adalah sebagai berikut :
Bb mengalahkan A dan aa
Contoh epistasi resesif antara lain warna rambut tikus, warna rambut anjing
Labrador, dan warna mata pada ikan Astyanax fasciatus. Adapun contoh epistasi
resesif yang akan dibahas adalah warna rambut anjing Labrador. Pada anjing
Labrador terdapat gen-gen sebagai berikut :

Gen B : menentukan warna hitam pada rambut anjing


Gen b : menentukan warna coklat pada rambut anjing
Gen E : menentukan keluarnya warna
Gen e : menghambat keluarnya warna

Persilangannya adalah sebagai berikut :

P  BB ee X  bb EE
(putih kekuningan) (coklat)

F1 Bb Ee
(hitam)

(F1 x F1)
F2 9 B –E – = hitam
3 bb E – = coklat
3 B –ee = putih
1 bb ee = putih
Dengan demikian perbandingan fenotip epistasi resesif adalah 9 : 3 : 4. Adapun
gambar fenotip rambut anjing Labrador yang memperlihatkan epistasi resesif
dapat dilihat pada gambar V.12.

Gambar V.12. Warna rambut anjing Labrador coklat, hitam, dan putih
kekuningan yang memperlihatkan epistasi resesif

V.4.4. Gen-gen rangkap yang mempunyai pengaruh kumulatif

Contoh untuk gen-gen rangkap yang mempunyai pengaruh kumulatif


antara lain bentuk garis (strip) pada bagian tengah tubuh ikan hias sumatra
(Barbus tetrazona tetrazona) dan bentuk buah labu (Cucurbita pepo). Untuk
contoh interaksi gen ini akan dibahas mengenai bentuk strip pada tubuh ikan
hias Sumatra. Pada ikan hias Sumatra ini apabila ada 2 gen dominan (A dan B)
maka strip akan memanjang penuh dibagian tengah tubuh (lihat gb. V.13),
kemudian apabila hanya ada satu gen dominan (A atau B) saja, maka strip
panjangnya hanya ¾ bagian, sedangkan bila tidak ada gen dominan, maka strip
panjangnya hanya ½ bagian tubuh. Adapun persilangannya adalah sebagai
berikut :
P  AA BB X  aa bb
(strip memanjang penuh (strip memanjang ¾
dibagian tengah tubuh) dibagian tengah tubuh)

F1 Aa Bb
(strip memanjang penuh
dibagian tengah tubuh)
(F1 x F1)
F2 9 A –B – = strip memanjang penuh dibagian tengah tubuh
3 A –bb = strip memanjang ¾ dibagian tengah tubuh
3 aa B – = strip memanjang ¾ dibagian tengah tubuh
1 aa bb = strip memanjang ½ dibagian tengah tubuh

Dengan demikian perbandingan fenotip gen-gen rangkap dengan pengaruh


kumulatif adalah 9 : 6 : 1. Adapun gambar ikan hias Sumatra yang mempunyai
strip di bagian tengah tubuhnya yang memperlihatkan gen-gen rangkap dengan
pengaruh kumulatif dapat dilihat pada gambar V.13.

Gambar V.13. Ikan hias Sumatra dengan strip di bagian tubuhnya


V.4.5. Gen Dominan Rangkap

Gen dominan rangkap adalah apabila ada 2 gen dominan (A dan B)


terdapat secara bersama-sama atau sendiri-sendiri akan menghasilkan fenotip
yang sama. Jika tidak ada gen dominant sama sekali, maka fenotip yang
dihasilkan berbeda. Adapun contoh gen dominan rangkap antara lain warna sisik
ikan goldfish (Carrasius auratus) dan bentuk buah tanaman Capsela bursa-
pastoris. Pada contoh gen dominan rangkap ini akan dibahas tentang warna sisik
ikan goldfish. Persilangannya adalah sebagai berikut :

P  DD PP X  dd pp
(sisik transparan) (sisik gelap)

F1 Dd Pp
(sisik transparan)
(F1 x F1)
F2 9 D –P – = sisik transparan
3 D –pp = sisik transparan
3 dd P – = sisik transparan
1 dd pp = sisik gelap

Dengan demikian gen dominan rangkap menghasilkan perbandingan fenotip =


15 : 1. Adapun gambar ikan goldfish yang memiliki sisik transparan dan sisik
gelap dapat dilihat pada gambar V.14 dan V.15.
Gambar V.14. Ikan goldfish yang memiliki sisik gelap

Gambar V. 15. Ikan goldfish yang memiliki sisik transparan


V. 4.6. Gen Resesif Rangkap

Gen resesif rangkap yaitu jika dalam suatu genotip hanya dijumpai satu
gen dominan (A atau B) atau sama sekali tidak ada gen dominan, maka fenotip
yang dihasilkan sama. Namun bila ada 2 gen dominan dalam genotip (A dan B)
maka fenotip yang dihasilkan berbeda. Adapun contoh gen resesif rangkap
antara lain warna bunga kacang manis (Lathyrus odoratus), warna daging ikan
Chinook salmon (Oncorhynchus tshawytscha), dan kelainan bisu-tuli pada
manusia. Pada contoh gen resesif rangkap ini akan dibahas tentang warna
bunga kacang manis. Persilangannya adalah sebagai berikut :

P  AA bb X  aa BB
(warna bunga putih) (warna bunga putih)

F1 Aa Bb
(warna bunga ungu)
(F1 x F1)
F2 9 A –B – = warna bunga ungu
3 A –bb = warna bunga putih
3 aa B – = warna bunga putih
1 aa bb = warna bunga putih

Dengan demikian gen dominan rangkap menghasilkan perbandingan fenotip =


9 : 7. Adapun gambar bunga kacang manis (Lathyrus odoratus) yang mempunyai
bunga warna ungu dan putih dapat dilihat pada gambar V.16 dan V.17.
Gambar V.16. Bunga kacang manis (Lathyrus odoratus) yang berwarna ungu

Gambar V.17. Bunga kacang manis (Lathyrus odoratus) yang berwarna putih
V.4.7. Interaksi Gen 13 : 3 (Recessive Suppression)

Maksudnya adalah suppressor menghalangi ekspresi alel mutan pada gen


lain sehingga fenotip yang dihasilkan menjadi normal. Sebagai contoh :
Gen A menentukan fenotip normal dan alelnya a menentukan fenotip abnormal,
kemudian ada gen resesif s yang merupakan recessive suppressor allele. Gen s
akan bertindak sebagai suppressor terhadap gen a sehingga fenotip yang
dihasilkan tidak lagi abnormal tetapi normal, sehingga individu dengan genotip
aass mempunyai fenotip normal. Alel suppressor ini tidak memberikan pengaruh
terhadap alel dari pasangan gen yang menjadi target yaitu alel A, sehingga
individu dengan genotip AAss tetap mempunyai fenotip normal. Contoh interaksi
gen 13 : 3 ini adalah warna mata lalat Drosophila melanogaster. Gen-gen yang
berperan dan persilangannya adalah sebagai berikut :

Gen P = menentukan warna merah pada mata (normal)


Gen p = menentukan warna ungu pada mata (abnormal)
Gen s = bertindak sebagai recessive suppressor allele → ss

P  pp SS X  PP ss
(warna mata ungu) (warna mata merah)

F1 PpSs
(merah)
(F1 x F1)
F2 9 P –S – = warna mata merah
3 P –ss = warna mata merah
3 pp S – = warna mata ungu
1 pp ss = warna mata merah

Dengan demikian perbandingan fenotip yang dihasilkan dari interaksi gen ini
adalah 13 : 3
V.4.8. Gen Pengubah (Modifier Gene)

Gen pengubah (modifier gene) berfungsi mengontrol intensitas warna


(pigmen) yang dikode oleh gen lain yang bukan alelnya. Contohnya adalah
warna rambut kuda sebagai berikut :

Genotip Gen Pengubah Fenotip

CC (Chesnut) + DD Chesnut (seluruh tubuh berwarna


coklat)

CC (Chesnut) + Dd Palomino (tubuh berwarna coklat


muda, bagian ekor mendekati
putih)

CC (Chesnut) + dd Cremello (seluruh tubuh


mendekati putih atau coklat
sangat muda (krem)

Untuk lebih jelasnya warna rambut kuda tersebut dapat dilihat pada gambar V.18.
Gambar V.18. Warna rambut kuda hasil interaksi gen

Anda mungkin juga menyukai