Anda di halaman 1dari 24

6.

PENGEMBANGAN PEWARISAN MENDEL

1. SEMIDOMINANSI (DOMINANSI TIDAK PENUH)

Pada semidominansi (dominansi tidak penuh) memperlihatkan adanya sifat intermedier yang
ditentukan oleh genotip heterozigot, sehingga apabila individu-individu heterozigot saling
disilangkan, maka akan didapatkan perbandingan fenotip yang menyimpang dari perbandingan
fenotip yang diperoleh dari pewarisan Mendel. Untuk lebih jelasnya persilangan semidominansi
dapat dilihat pada skema dan Gambar VI.1.

Gambar VI.1. Semidominansi pada persilangan tanaman snapdragon

2. GEN LETAL

Yang dimaksud dengan gen letal yaitu apabila gen dalam keadaan homozigotik (baik homozigot
dominan maupun homozigot resesif) individunya letal, sehingga perbandingan genotip dan
fenotipnya akan menyimpang dari perbandingan Mendel. Gen letal ini ada dua macam yaitu :
A. Gen dominan letal
Gen dominan letal yaitu apabila suatu individu mempunyai genotip homozigot dominan akan
letal (mati)
Contoh : a. Lalat Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap melengkung (curly)
b. Ikan Tilapia aurea dengan bentuk bagian dorsal tidak normal ( saddleback)
c. Tikus kuning
d. Ayam redep (creeper)

Contoh-contoh di atas merupakan sifat yang ditentukan genotip heterozigot, sedangkan sifat yang
ditentukan oleh genotip homozigot dominan individunya letal dan sifat yang ditentukan oleh
genotip homozigot resesif individunya normal.

Pewarisan gen dominan letal

Beberapa contoh pewarisan gen dominan letal dapat dilihat pada persilangan-persilangan di
bawah ini :

a. Lalat Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap melengkung (curly)

P ♀ Cc X ♂ Cc

(curly) (curly)

F1 1 CC → letal

2 Cc = sayap curly

1 cc = sayap normal

Perbandingan genotip = 2 Cc : 1 cc

Perbandingan fenotip = 2 sayap curly : 1 sayap normal

Adapun gambar lalat Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap normal dan sayap
curly dapat dilihat pada Gambar VI.2. dan VI.3.
♂ ♀
Gambar VI.2. Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap normal

Gambar VI.3. Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap melengkung (curly)

b. Ikan Tilapia aurea dengan bentuk bagian dorsal tidak normal (saddleback)
P ♀ Ss X ♂ Ss

(saddleback) (saddleback)

F1 1 SS → letal

2 Ss = saddleback

1 ss = normal

Perbandingan genotip = 2 Ss : 1 ss

Perbandingan fenotip = 2 Saddleback : 1 normal

Adapun gambar ikan Tilapia aurea normal dapat dilihat pada Gambar VI.4.

Gambar VI.4. Ikan Tilapia aurea dengan bagian dorsal normal

c. Tikus kuning
Pada skema persilangan tikus (Gambar IV.5) gen Ay menunjukkan gen dominan yang
menentukan rambut tikus agouti, sedangkan alelnya resesif yang diberi simbol A menentukan
rambut tikus berwarna kuning. Adapun yang memperlihatkan pewarisan gen dominan letal adalah
pada bagian Cross B

Gambar VI.5. Pewarisan gen letal dominan pada tikus kuning


B. Gen resesif letal

Gen resesif letal yaitu apabila suatu individu mempunyai genotip homozigot resesif akan letal
(mati)

Contoh : a. Kelainan genetik Ichtyosis congenita pada manusia

b. Tanaman jagung berdaun putih

Contoh-contoh di atas merupakan sifat yang ditentukan oleh genotip homozigot resesif dan
individunya letal

Pewarisan gen resesif letal

Contoh pewarisan gen resesif letal dapat dilihat pada diagram perkawinan di bawah ini :

P ♀ Ii X ♂ Ii

(normal) (normal)

F1 1 II = normal

2 Ii = normal

1 ii = Ichthyosis congenita → letal

Perbandingan genotip = 1 II : 2 Ii

Perbandingan fenotip = semua normal

Penderita Ichthyosis congenita (Gambar VI.6.) memiliki kulit yang kering dan bertanduk. Pada
permukaan tubuhnya terdapat bender-bendar berdarah.
Gambar VI.6. Penderita Ichthyosis congenita
3. ALEL GANDA

Maksudnya alel ganda adalah apabila sebuah lokus dalam sebuah kromosom ditempati oleh
beberapa atau suatu seri alel. Banyaknya kemungkinan kombinasi genotip dapat dicari jika
banyaknya alel ganda dalam satu seri diketahui. Rumusnya adalah sebagai berikut :

n ( n+1 )
2
Keterangan n = banyaknya alel

a. Alel ganda pada kelinci

Pada kelinci terdapat beberapa seri alel meliputi :

C+ = alel yang menyebabkan kelinci berwarna kelabu

C ch = alel yang menyebabkan kelinci berwarna kelabu muda yang biasanya disebut kelinci
chinchilla

Ch = alel yang menyebabkan kelinci berwarna putih dengan ujung hidung, telinga, kaki, dan ekor
berwarna hitam yang biasanya disebut kelinci himalaya

C = alel yang tidak membentuk pigmen sama sekali, sehingga kelinci berwarna putih yang
biasanya disebut kelinci albino

Adapun kemungkinan fenotip dan kemungkinan genotip dari masing-masing kelinci dapat dilihat
pada Tabel VI.1.

Tabel VI.1. Fenotip dan kemungkinan genotip kelinci

Fenotip Kemungkinan genotip

Kelabu (normal) C+C+, C+Cch, C+Ch, C+C

Chinchilla CchCch, CchCh, CchC

Himalaya ChCh, ChC

Albino CC

Dari tabel di atas dominansi yang terjadi adalah sebagai berikut :

C+ > Cch > Ch > C


Adapun masing-masing fenotip kelinci dapat dilihat pada Gambar VI.7.

(A) (B) (C) (D)


Gambar VI.7. Fenotip kelinci kelabu normal (A), chinchilla (B), himalaya (C), dan albino (D)

Perkawinan antara kelinci kelabu normal homozigotik (C+C+) dengan kelinci albino (CC) akan
menghasilkan kelinci-kelinci F1 kelabu normal (C+C). Apabila kelinci-kelinci F1 dibiarkan saling
kawin dengan sesamanya akan didapatkan kelinci-kelinci F2 yang memperlihatkan perbandingan
kira-kira 3 kelabu normal : 1 albino. Untuk lebih jelasnya diagram perkawinan tersebut dapat dilihat
seperti di bawah ini :

P ♀ CchCch X ♂ C+C+

Chinchilla kelabu

F1 C+Cch

Kelabu

F1 saling disilangkan dan hasil F2 yang didapatkan adalah sebagai berikut :

F2 C+C+ = kelabu a notip = 3 kelabu : 1 chinchilla Sickle Cell Anemia)

C+Cch = k elabu

C+Cch = kelabu

CchCch = chinchill

Perbandingan Fenotip : 3 kelabu : 1 chinchilla


b. Alel ganda pada manusia

Anemia sel sabit (Sickle Cell Anemia)

A. Eritrosit bentuk bulan sabit B. Eritrosit bentuk normal


Gamabar VI. 8. Bentu sel darah merah (eritrosit) yang ditentukan oleh alel ganda.

Sistim golongan darah ABO, MN, dan Rhesus (Rh)

Lendsteiner membagi sistem golongan darah ABO menjadi tiga golongan yaitu : golongan darah
A, B, dan O berdasarkan adanya agglutinogen (antigen) yang terdapat pada eritrosit dan agglutinin
(antibodi) yang terdapat pada serum darah. Untuk lebih jelasnya hubungan antara golongan darah
seseorang dengan macam antigen dan antibodi dalam golongan darah orang dapat dilihat pada
Tabel VI.2.
Gambar VI. 9. Preparat sel darah merah penderita anemia sel sabit

Tabel VI. 2. Antigen dan antibodi dalam golongan darah ABO manusia.

Golongan darah Fenotip Antigen dalam eritrosit Antibodi dalam serum


A A Anti-B
B B Anti-A
ABO AB -
O - Anti A dan anti B

Dari Tabel VI. 2. Di atas tampak banwa individu yang memiliki antigen A tidak memiliki anti-A
melainkan mempunyai anti-B di dalam serum. Individu yang demikian mempunyai golongan darah
A. Individu yang mempunyai golongan darah B mempunyai antigen B dan anti-A. Apabila antigen
A bertemu dengan anti-A dan antigen B bertemu dengan anti-B, maka darah akan menggumpal
sehingga dapat mengakibatkan kematian pada individu yang menerima darah. Berdasarkan hal
tersebut maka individu yang bergolongan darah A tidak dapat mentransfusikan darahnya kepada
individu yang bergolongan darah B, demikian pula sebaliknya. Adapun individu yang tidak memiliki
antigen-A maupun antigen B, tetapi mempunyai anti-A dan anti-B di dalam serum darah, maka
individu tersebut mempunyai golongan darah O. Selanjutnya individu yang mempunyai antigen-A
dan antigen-B, tetapi tidak mempunyai anti-A maupun anti-B di dalam serum, maka individu
tersebut mempunyai golongan darah AB. Pewarisan sistem golongan darah ABO diteliti pertama
kali

pada tahun 1925. Pada penelitian yang dilakukan oleh beliau diketahui bahwa ada gen I berperan
dalam pembentukan suatu molekul protein (isoagglutinin) yang terdapat pada permukaan sel
darah merah, sedangkan seri alelnya menetukan antigen yang dibentuk, yaitu alel IA menentukan
pembentukan antigen –A dan alel IB menentukan pembentukan antigen-B. Individu yang tidak
memiliki alel IA dan IB melainkan hanya memiliki alel i saja, maka individu tersebut tidak akan
memiliki antigen-A dan antigen-B. Interaksi antara alel IA , IB dan i akan menyebakan terjadinya 4
fenotip golongan darah A, B, AB, dan O. Interaksi tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
VI.3.

Tabel VI.3. Interaksi antara alel-alel yang berperan dalam menentukan golongan darah A, B, AB,
dan O

Golongan darah Antigen dalam Zat anti dalam Alel dalam Genotip
(fenotip) eritrosit serum kromosom

O - A dan B I ii

A A B IA IAIA atau IAi

B B A IB IBIB atau IBi

AB A dan B - IA , IB IAIB

Contoh-contoh pewarisan dalam sistem golongan darah ABO :

1. P ♀ Gol. B X ♂ Gol. A

IBIB atau IBi IAIA atau IAi

Gamet IB IA

i i

F1 IAi = golongan darah A

IBi = golongan darah B

IAIB = golongan darah AB

Ii = golongan darah O

Berbeda dengan golongan darah sitem ABO, maka pada golongan darah sistem MN, serum atau
plasma darah manusia tidak mengandung zat anti-M maupun anti-N. Dengan demikian golongan
darah sistem MN tidak penting dalam transfusi darah, karena tidak ada bahaya penggumpalan
darah. Landsteiner dan Levine menyatakan bahwa kedua jenis antigen M dan N itu ditentukan
oleh sebuah gen yang memiliki dua alel. Alel LM menentukan adanya antigen-M, sedangkan
antigen-N ditentukan oleh alel LN . Adapun kemungkinan genotip dan fenotip individu dalam
sistem golongan darah MN dapat dilihat pada Tabel VI.4.
Tabel VI.4. Genotip dan fenotip golongan darah sistem MN

Golongan darah (fenotip) Antigen dalam Alel dalam Genotip


eritrosit kromosom

M M LM LMLM

N N LN LN LN

MN M dan N LM dan LN LM LN

Selain kedua sistem golongan darah ABO dan MN yang telah dijelaskan di atas, masih ada
golongan darah sistem Rh. Landsteiner dan Wiener pada tahun 1940 menemukan antigen baru
yang dinamakan faktor Rh (Rhesus). Sistem golongan darah ini dibagi dua yaitu :

a. Rh posistif (Rh+). Individu yang mempunyai Rh+ berarti individu tersebut memiliki antigen–Rh di
dalam eritrositnya, sehingga apabila darahnya dites dengan antiserum yang mengandung anti-Rh,
maka eritrositnya menggumpal. Individu yang demikian memiliki genotip RR atau Rr

b. Rh negative (Rh-). Individu yang mempunyai Rh- berarti individu tersebut tidak memiliki antigen
Rh di dalam eritrositnya, sehingga eritrosit tidak menggumpal pada waktu dilakukan tes dengan
antiserum anti-Rh. Individu yang mempunyai Rh- memiliki genotip rr

Dari ketiga sistem golongan darah di atas, maka sistem golongan darah ABO dan sistem golongan
darah Rh mempunyai arti yang penting dalam klinik terutama masalah inkomptibilitas golongan
darah ABO maupun Rh bagi pasangan suami istri.

Contoh soal pewarisan sistem golongan darah ABO, MN, dan Rh

Diketahui bahwa seorang laki-laki yang mempunyai golongan darah O,M, Rh- (genotip ii LMLM rr)
menikah dengan seorang perempuan yang mempunyai golongan darah A, N, Rh+ (genotip IAi
LNLN Rr), bagaimanakah kemungkinan golongan darah anak-anaknya ?

Jawab :

P ♀ ii LMLM rr X ♂ IAi LNLN Rr

Gamet i LM r IA LN R

I A LNr

i LN R

i L Nr
F1 IAi, LMLN Rr = golongan A, MN, Rh+

IAi, LMLN rr = golongan A, MN, Rh-

ii, LMLN Rr = golongan O, MN, Rh+

ii, LMLN rr = golongan O, MN, Rh-

4. INTERAKSI GEN

Pada pewarisan Mendel yang telah dijelaskan sebelumnya memperlihatkan bahwa sebuah gen
tunggal menentukan satu sifat, misalnya gen R menentukan warna bunga merah dan alelnya r
menentukan warna bunga putih, gen K menentukan permukaan biji halus dan alelnya k
menentukan permukaan biji berkerut. Namun sebenarnya gen-gen dapat saling berinteraksi
menentukan suatu sifat. Keadaan ini dinamakan interaksi gen. Interaksi gen yang dibahas dalam
pengembangan pewarisan Mendel adalah interaksi antara 2 macam gen. Ada beberapa macam
interaksi gen, yaitu interaksi gen dengan perbandingan fenotip 9 : 3 : 3 : 1, epistasi dominan,
epistasi resesif, gen dominan rangkap, gen resesif rangkap, gen-gen yang mempunyai pengaruh
kumulatif, recessive suppression, dan modifier gen (gen pengubah). Masing-masing macam
interaksi gen tersebut akan dijelaskan satu persatu di bawah ini.

a. Interaksi gen dengan perbandingan fenotip 9 : 3 : 3 : 1

Contoh interaksi gen 9 : 3 : 3 : 1 ada beberapa macam, misalnya tipe jengger ayam, warna bulu
burung parkit, warna mata lalat Drosophila melanogaster, warna tubuh ikan platyfish, dan warna
kulit ular corn snake. Pada penjelasan ini contoh yang diberikan yaitu warna kulit ular corn snake.

Pada ular corn snake terdapat gen O yang membentuk enzim yang berperan dalam pembentukan
pigmen oranye dan gen B yang membentuk enzim yang berperan dalam pembentukan pigmen
hitam, sehingga genotip dan fenotip yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

B – O – = warna kulit natural (ada pigmen oranye dan hitam)

B – oo = warna kulit hitam (defisiensi enzim pembentuk pigmen oranye)

bb O – = warna kulit oranye (defisiensi enzim pembentuk pigmen hitam)

bb oo = warna kulit albino (defisiensi enzim pembentuk pigmen oranye dan hitam)

Contoh persilangannya adalah sebagai berikut :

P ♀ BB oo X ♂ bb OO
(hitam) (oranye)

F1 Bb Oo
(natural)

Apabila F1 x F1,

maka F2 : 9 B – O – = natural

3 bb O – = oranye

3 B – oo = hitam

1 bb oo = albino

Adapun gambar ular corn snake dapat dilihat pada Gambar VI.10.

Gambar VI.10. Warna kulit ular corn snake yang merupakan hasil interaksi gen 9:3:3:1

b. Epistasi Dominan

Epistasi dominan yaitu apabila sebuah gen dominan mengalahkan pengaruh gen dominan dan
gen resesif lain yang bukan alelnya. Kuncinya adalah sebagai berikut :

A mengalahkan B dan bb
Contoh epistasi dominan antara lain warna tubuh ikan goldfish, warna bunga foxgloves (Digitalis
purpurea), dan warna buah labu (summer squash). Pada contoh epistasi dominan ini akan dibahas
mengenai warna bunga foxgloves. Pada bunga foxgloves ini terdapat gen-gen sebagai berikut :

Gen M : mempunyai kemampuan mensintesa antosianin (pigmen merah)

Gen m : tidak memiliki kemampuan mensintesa antosianin

Gen D: menentukan sintesa antosianin dalam jumlah banyak

Gen d : menentukan sintesa antosianin dalam jumlah sedikit

(Gen D dan d merupakan gen pengubah (modifier gene))

Gen W : menghambat penyebaran antosianin pada petala, kecuali di bagian spot

Gen w menyebabkan pigmen antosianin menyebar ke seluruh petala

Genotip mm WW/Ww/ww DD/Dd/dd akan memperlihatkan fenotip bunga putih dengan spot
berwarna kekuningan (white with yellowish spots) seperti gambar bunga foxgloves yang dapat
dilihat pada Gambar VI.14 (b). Adapun untuk fenotip yang lain (Gambar VI.14 a, c, dan d) semua
dengan genotip MM maupun Mm, sehingga untuk selanjutnya genotip tersebut tidak dicantumkan
dan yang dicantumkan hanya gen D, d, W, dan w. Persilangan untuk memperoleh fenotip seperti
pada Gambar VI.14 a, c, dan d, maka diagram persilangannya adalah sebagai berikut :

P ♀ (MM) DD ww X ♂ (MM) dd WW
(dark reddish – gb.VI.11d) (white with reddish spots – gb.VI.11 a)

F1 Dd Ww
(white with reddish spots)
(F1 x F1) :

F2 9 D – W – = white with reddish spots

3 dd W – = white with reddish spots

3 D – ww = dark reddish

1 dd ww = light reddish (gb. VI.11 a)

Dengan demikian perbandingan fenotip epistasi dominan adalah 12 : 3 : 1


(a) (b) (c) (d)
Gambar VI.11. Gambar warna bunga foxgloves yang memperlihatkan adanya epistasi dominant
(a). White with reddish spots (c). Light reddish
(b). White with yellowish spots (d). Dark reddish

c. Epistasi Resesif

Epistasi resesif yaitu apabila gen resesif mengalahkan pengaruh gen dominan dan gen resesif
yang bukan alelnya. Kuncinya adalah sebagai berikut :

bb mengalahkan A dan aa

Contoh epistasi resesif antara lain warna rambut tikus, warna rambut anjing Labrador, dan warna
mata pada ikan Astyanax fasciatus. Adapun contoh epistasi resesif yang akan dibahas adalah
warna rambut anjing Labrador. Pada anjing Labrador terdapat gen-gen sebagai berikut :

Gen B : menentukan warna hitam pada rambut anjing

Gen b : menentukan warna coklat pada rambut anjing

Gen E : menentukan keluarnya warna

Gen e : menghambat keluarnya warna


Persilangannya adalah sebagai berikut :

P ♀ BB ee X ♂ bb EE
(putih kekuningan) (coklat)

F1 Bb Ee
(hitam)

(F1 x F1) :

F2 9 B – E – = hitam

3 bb E – = coklat

3 B – ee = putih

1 bb ee = putih

Dengan demikian perbandingan fenotip epistasi resesif adalah 9 : 3 : 4.

Adapun gambar fenotip rambut anjing Labrador yang memperlihatkan epistasi resesif dapat dilihat
pada Gambar VI.12.

Gambar VI.12. Warna rambut anjing Labrador coklat, hitam, dan putih kekuningan yang
memperlihatkan epistasi resesif
d. Gen-gen rangkap yang mempunyai pengaruh kumulatif

Contoh untuk gen-gen rangkap yang mempunyai pengaruh kumulatif antara lain bentuk garis
(strip) pada bagian tengah tubuh ikan hias sumatra (Barbus tetrazona tetrazona) dan bentuk buah
labu (Cucurbita tepo). Untuk contoh interaksi gen ini akan dibahas mengenai bentuk strip pada
tubuh ikan hias Sumatra. Pada ikan hias Sumatra ini apabila ada 2 gen dominan (A dan B) maka
strip akan memanjang penuh dibagian tengah tubuh (lihat gb. V.13), kemudian apabila hanya ada
satu gen dominan (A atau B) saja,maka strip panjangnya hanya ¾ bagian, sedangkan bila tidak
ada gen dominan, maka strip panjangnya hanya ½ bagian tubuh. Adapun persilangannya adalah
sebagai berikut :

P ♀ AA BB X ♂ aa bb

(strip memanjang penuh (strip memanjang ¾


dibagian tengah tubuh) dibagian tengah tubuh)

F1 Aa Bb

(strip memanjang penuh


dibagian tengah tubuh)

(F1 x F1)

F2 9 A – B – = strip memanjang penuh dibagian tengah tubuh

3 A – bb = strip memanjang ¾ dibagian tengah tubuh

3 aa B – = strip memanjang ¾ dibagian tengah tubuh

1 aa bb = strip memanjang ½ dibagian tengah tubuh

Dengan demikian perbandingan fenotip gen-gen rangkap dengan pengaruh kumulatif adalah 9 : 6 :
1. Adapun gambar ikan hias Sumatra yang mempunyai strip di bagian tengah tubuhnya yang
memperlihatkan gen-gen rangkap dengan pengaruh kumulatif dapat dilihat pada Gambar VI.13.
Gambar VI.13. Ikan hias Sumatra dengan strip di bagian tubuhnya
e. Gen Dominan Rangkap

Gen dominan rangkap adalah apabila ada 2 gen dominan (A dan B) terdapat secara bersama-
sama atau sendiri-sendiri akan menghasilkan fenotip yang sama. Jika tidak ada gen dominant
sama sekali, maka fenotip yang dihasilkan berbeda. Adapun contoh gen dominan rangkap antara
lain warna sisik ikan goldfish (Carrasius auratus) dan bentuk buah tanaman Capsela bursa-
pastoris. Pada contoh gen dominan rangkap ini akan dibahas tentang warna sisik ikan goldfish.
Persilangannya adalah sebagai berikut :

P ♀ DD PP X ♂ dd pp
(sisik transparan) (sisik gelap)

F1 Dd Pp
(sisik transparan)

(F1 x F1)

F2 9 D – P – = sisik transparan

3 D – pp = sisik transparan
3 dd P – = sisik transparan

1 dd pp = sisik gelap

Dengan demikian gen dominan rangkap menghasilkan perbandingan fenotip = 15 : 1. Adapun


gambar ikan goldfish yang memiliki sisik transparan dan sisik gelap dapat dilihat pada Gambar
VI.14 dan VI.15.

Gambar VI.14. Ikan goldfish yang memiliki sisik gelap

Gambar VI. 15. Ikan goldfish yang memiliki sisik transparan

f. Gen Resesif Rangkap

Gen resesif rangkap yaitu jika dalam suatu genotip hanya dijumpai satu gen dominan (A atau B)
atau sama sekali tidak ada gen dominan, maka fenotip yang dihasilkan sama. Namun bila ada 2
gen dominan dalam genotip (A dan B) maka fenotip yang dihasilkan berbeda. Adapun contoh gen
resesif rangkap antara lain warna bunga kacang manis (Lathyrus odoratus), warna daging ikan
Chinook salmon (Oncorhynchus tshawytscha), dan kelainan bisu-tuli pada manusia. Pada contoh
gen resesif rangkap ini akan dibahas tentang warna bunga kacang manis. Persilangannya adalah
sebagai berikut :

P ♀ AA bb X ♂ aa BB
(warna bunga putih) (warna bunga putih)

F1 Aa Bb
(warna bunga ungu)

(F1 x F1)

F2 9 A – B – = warna bunga ungu

3 A – bb = warna bunga putih

3 aa B – = warna bunga putih

1 aa bb = warna bunga putih

Dengan demikian gen dominan rangkap menghasilkan perbandingan fenotip = 9 : 7. Adapun


gambar bunga kacang manis (Lathyrus odoratus) yang mempunyai bunga warna ungu dan putih
dapat dilihat pada Gambar VI.16.

(A) (B)
Gambar VI.16. Bunga kacang manis (Lathyrus odoratus) yang berwarna putih (A) dan
ungu (B)

g. Recessive Suppression 13 : 3

Recessive suppression adalah alel suppressor yang berfungsi menghalangi ekspresi alel mutan
pada gen lain sehingga fenotip yang dihasilkan menjadi normal. Sebagai contoh :

Gen A menentukan fenotip normal dan alelnya a menentukan fenotip abnormal, kemudian ada gen
resesif s yang merupakan recessive suppressor allele. Gen s akan bertindak sebagai suppressor
terhadap gen a yang menyebabkan fenotip yang dihasilkan tidak lagi abnormal tetapi normal,
sehingga individu dengan genotip aass mempunyai fenotip normal. Alel suppressor ini tidak
memberikan pengaruh terhadap alel dari pasangan gen yang menjadi target yaitu alel A, sehingga
individu dengan genotip AAss tetap mempunyai fenotip normal. Contoh interaksi gen 13 : 3 ini
adalah pada warna mata lalat Drosophila melanogaster. Gen-gen yang berperan dan
persilangannya adalah sebagai berikut :

Gen P = menentukan warna merah pada mata (normal)

Gen p = menentukan warna ungu pada mata (abnormal)

Gen s = bertindak sebagai recessive suppressor allele → ss

P ♀ pp SS X ♂ PP ss
(warna mata ungu) (warna mata merah)

F1 PpSs
(merah)

(F1 x F1)

F2 9 P – S – = warna mata merah

3 P – ss = warna mata merah

3 pp S – = warna mata ungu

1 pp ss = warna mata merah

Dengan demikian perbandingan fenotip yang dihasilkan dari interaksi gen ini adalah 13:3
h. Gen Pengubah (Modifier Gene)

Gen pengubah (modifier gene) berfungsi mengontrol intensitas warna (pigmen) yang dikode oleh
gen lain yang bukan alelnya. Contohnya adalah warna rambut kuda sebagai berikut :

Genotip Gen Pengubah Fenotip

CC (Chesnut) + DD Chesnut (seluruh tubuh berwarna coklat)

CC (Chesnut) + Dd Palomino (tubuh berwarna coklat muda,


bagian ekor mendekati putih)

CC (Chesnut) + dd Cremello (seluruh tubuh mendekati putih atau


coklat sangat muda (krem)

Untuk lebih jelasnya warna rambut kuda tersebut dapat dilihat pada Gambar VI.17.

Gambar VI.17. Warna rambut kuda hasil interaksi gen

Anda mungkin juga menyukai