Anda di halaman 1dari 44

JUN

25

ALEL GANDA (Genetika)


 Alel
Alel berasal dari kata Allelon yang berarti bentuk lain. Disebut juga versi
alternative gen yang menjelaskan adanya variasi dan pewarisan suatu
sifat. Alel adalah Gen – gen yang terletak pada lokus yang sama (bersesuaian)
dalam kromosom homolog. Bila dilihat dari pengaruh gen pada fenotipe , alel
ialah anggota dari sepasang gen yang memiliki pengaruh berlawanan., jadi alel
adalah gen – gen yang terletak pada lokus yang sama dan memiliki
pekerjaan yang sama atau hampir sama.
Alel merupakan bentuk alternatif suatu gen yang terdapat pada lokus
(tempat) tertentu. Pada individu homozigot, pasangan kedua alel mempunyai
symbol yang sama persis; misalnya AA, BB. Sedangkan genotipe heterozigot
pasangan kedua alel mempunyai simbol yang tidak sama misal Aa, Bb.
namun Ab dan aB bukan alelnya.
Individu dengan genotipe AA dikatakan mempunyai alel A, sedang
individu aa mempunyai alel a. Demikian pula individu Aa memiliki dua macam
alel, yaitu A dan a.  Jadi, lokus A dapat ditempati oleh sepasang (dua buah)
alel, yaitu AA, Aa atau aa, bergantung kepada genotipe individu yang
bersangkutan.
Namun, kenyataan yang sebenarnya lebih umum dijumpai adalah bahwa
pada suatu lokus tertentu dimungkinkan munculnya lebih dari hanya dua
macam alel, sehingga lokus tersebut dikatakan memiliki sederetan alel.
Fenomena semacam ini disebut sebagai alel ganda (multiple alleles).

Alel Ganda
Bila dalam satu lokus terdapat lebih dari satu pasang alel maka disebut
alel ganda, misalnya warna bulu pada kelinci dan golongan darah sistem A B O
pada manusia
Meskipun demikian, pada individu diploid, yaitu individu yang tiap
kromosomnya terdiri atas sepasang kromosom homolog, betapa pun banyaknya
alel yang ada pada suatu lokus, yang muncul hanyalah sepasang (dua
buah). Katakanlah pada lokus X terdapat alel X1, X2, X3, X4, X5.  Maka, genotipe
individu diploid yang mungkin akan muncul antara lain X 1X1, X1X2, X1X3,
X2X2 dan seterusnya. Secara matematika hubungan antara banyaknya anggota
alel ganda dan banyaknya macam genotipe individu diploid dapat
diformulasikan sebagai berikut.

      Golongan Darah Sistem ABO


Darah itu terdiri dari dua komponen, yaitu sel-sel (antara lain eritrosit
dan leukosit) dan cairan (plasma). Plasma dikurangi fibrinogen (protein untuk
pembekuan darah) merupakan serum. Pada abad 18 pada waktu mulai
dilakukan transfuse darah terjadilah kematian pada resipien tanpa diketahi
sebab-sebabnya. Akan tetapi Dr. Karl Landsteiner dalam tahun 1901 yang
bekerja di laboratorium di Wina menemukan bahwa sel darah merah (eritrosit)
dari beberapa individu akan menggumpal (beraglutinasi) dalam kelompok-
kelompok yang dapat dilihat dengan mata telanjang, apabila dicampur dengan
serum dari beberapa orang, tetapi tidak dengan semua orang. Kemudian
diketahui bahwa dasar dari menggumpalnya eritrosit tadi ialah adanya reaksi
antigen-antibodi. Apabila suatu substansi asing (disebut antigen) disuntikan ke
dalam aliran darah dari seekor hewan akan mengakibatkan terbentuknya
antibodi tertentu yang akan bereaksi dengan antigen.
Suatu antibodi itu sangat spesifik untuk antigen tertentu. Terbentuknya
antibodi demikian itu tergantung dari masuknya antigen asing. Selain dengan
cara demikian, antibodi itu tidak akan dibentuk. Sistem demikian merupakan
dasar dari imunisasi maupun untuk reaksi alergi.
Sebaliknya ada pula antibodi yang dibentuk secara alamiah di dalam
darah, meskipun demikian antigen yang bersangkutan tidak ada. Antibodi
alammiah inilah yang mengambil peranan dalam golongan darah manusia,
terutama dalam golongan darah A, B, AB dan O yang amat penting. Antigen
juga protein. Istilah gen dalam antigen bukan bermakna bahwa dia lawan dari
gen (penyandi protein) tapi antigen adalah zat penyusun dasar.

Tabel.  Antigen dan antibodi dalam golongan darah orang

Golongan Darah
Antigen dalam eritrosit Antibodi dalam serum
(fenotip)

A A Anti –B

B B Anti –A

AB A dan B -

O - Anti –A dan anti -B

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa orang yang memiliki antigen A
tidak memiliki anti –A melainkan anti –B. orang yang memiliki antigen B tidak
memiliki anti-B melainkan anti-A. Jika antigen A bertemu dengan anti –A,
demikian pula antigen B bertemu dengan anti –B, sel-sel darah merah
menggumpal (beraglutinasi) dan mengakibatkan kematian. Orang yang tidak
memiliki antigen A mapupun antigen B dalam eritrositnya dinyatakan
bergolongan darah O dan serum darahnya mengandung anti –A dan anti -B .
sebaliknya bila serum darah tidak mengandung antibodi sama sekali, maka
eritrosit mengandung antigen A dan antigen B. orang demikian dinyatakan
termasuk golongan darah AB. Karena golongan darah O tidak mempunyai
antigen sama sekali maka golongan darah O disebut sebagai pendonor
universal. Sementara golongan darah AB karena dia tidak memiliki antibodi
dalam serumnya maka golongan darah AB disebut juga sebagai resipien
universal. Namun dalam ilmu kedokteran sekarang hal itu tidak lagi berlaku
karena kurang aman, alasannya selalu terjadi adanya aglutinasi ringan.

           Cara menurunnya golongan darah A, B, AB dan O


Telah diketahui bahwa golongan darah seseorang ditetapkan
berdasarkan macamnya antigen dalam eritrosit yang dimilikinya. Dari hasil
penelitian Bermstein dalam tahun 1925 menegaskan bahwa antigen-antigen itu
diwariskan oleh suatu seri alel ganda. Alel itu diberi symbol I (berasal dari kata
Isoaglutinin, suatu protein yang terdapat pada permukaan sel eritrosit). Orang
yang mampu membentuk antigen A memiliki alel I A dalam kromosom, yang
mampu membentuk antigen B memiliki alel IB, yang memiliki alel IA dan
IB dapat membentuk antigen A dan antigen B, sedangkan yang tidak mampu
membentuk entigen sama sekali memiliki alel resesip I.
Interaksi antara alel-alel IA, IB dan I menyebabkan terjadinya 4 fenotip
(golongan darah) A, B, AB dan O.
Proses menurunnya alel-alel ganda tersebut dapat dilihat dari beberapa
contoh di bawah ini :
a.         Apabila seorang laki-laki bergolongan darah A ingin menikah dengan
perempuan bergolongan darah B maka kemungkinan golongan darah anaknya
adalah sebagai berikut :
P       ♂ A           x         ♀ B
                      IA IA  /        x          IB IB  /
                                 A 
I I                        IB I
             F 1  
   ♂
IA I

IA IB IB I
IB
Golongan AB Golongan B

IA I II
I
Golongan A Golongan O
                       
                                    Jadi, kemungkinannya yaitu :
                                         IA IB  (golongan AB)  = 25
%
                                         IA I  (golongan A) =  25 %
                                         IB I  (golongan B) = 25 %
                                         I I (golongan O)  = 25 %
b.      Apabila seorang laki-laki bergolongan darah O ingin menikah dengan
perempuan bergolongan darah AB. Maka kemungkinan golongan darah
keturunannya adalah :
P       ♂ O           x          ♀ AB
           I I             x             IA IB
                 
        F1     
    ♂
I I

IA I IA I
IA
Golongan A Golongan A
IB I IB I
IB
Golongan B Golongan B

                        Maka, kemungkinannya yaitu :

=  50 %
 

                                                IA I = golongan


darah A           
                                                IA I = golongan darah
A

=  50 %
 

                                                IB I = golongan


darah B
                                                IB I = golongan darah
B

c.       Apabila laki-laki bergolongan darah A menikah dengan perempuan


bergolongan darah O. maka kemungkinan golongan darah  keturunannya
adalah :
P       ♂ A             x         ♀ O
      IA IA /  IA I                   I I
F1  
         ♂
IA I

IA I II
I
Golongan A Golongan O
IA I II
I
Golongan A Golongan O
                                    Maka kemungkinannya :
=  50 %
 

                           IA I =  Golongan darah A 


                           IA I =  Golongan darah A

=  50 %
 

                           I I   =  Golongan darah O 


                           I I   =  Golongan darah O

d.      Seorang pria bergolongan darah O menderita hemofilia menikah dengan wanita


bergolongan darah AB carier hemofilia. Maka kemungkinan keturunannya?
Jawab :

         ♂  O hemofilia               x           ♀  AB carier hemofilia


P          I I Xh Y                      x                       
IA IB Xh X

G        I           Xh = I


h A h A h
X                              I             X  = I  X
                        Y  = I
Y                                               X  = IA X

                                                                 
IB            Xh = IB Xh
                                                                  
                    X  = IB X
F1  
       ♂
I Xh IY

IA I Xh Xh IA I Xh Y
IA Xh
Letal A ♂ hemofilia
I  I Xh X
A
IA I X Y
IA X
A ♀ carier A ♂ normal
IB I Xh Xh IB I Xh Y
IB Xh
Letal B ♂ hemofilia
I  I Xh X
B
IB I X Y
IB X
B ♀ carier B ♂ normal
Ratio fenotipnya :
Pria A hemofilia = 1
Wanita A carier = 1
Pria A normal = 1
Pria B hemofilia =1
Wanita B carier = 1
Pria B normal = 1

          Alel ganda pada kelinci


Pengaruh alel ganda dapat juga dilihat pada kelinci. Beberapa warna
dasar kulit kelinci disebabkan oleh suatu seri alel ganda, yaitu :
c+ = alel yang menyebabkan kelinci berambut abu-abu bercampur kuning, coklat
dan dengan ujung rambut hitam. Kelinci ini merupakan kelinci liar (normal).
cch = alel yang menyebabkan kulit kelinci berambut abu-abu perak, tanpa warna
kuning. Kelinci yang memiliki fenotip ini disebut “chinchilla”.
ch = alel yang menyebabkan kulit kelinci berambut putih, kecuali telinga, hidung,
kaki dan ekor yang berwarna hiram. Kelinci ini dinamakan kelinci Himalaya.
c = alel yang menyebabkan kulit kelinci berambut putih.
          Berbagai percobaan perkawinan pada bermacam-macam kelinci itu
telah memberi petunjuk bahwa dominasi alel-alel tersebut ialah :
c+ > cch  > ch > c. perkawinan antara kelinci normal dengan chinchilla
menghasilkan keturunan F1 yang semuanya berupa kelinci normal. Tetapi
keturunan F2 memperlihatkan :
Perbandingan fenotip = 3 normal : 1 chinchilla.
          P  ♀   cch cch           x          ♂ c+ c+
                  chinchilla                  normal
             
F1                     c+ cch
                                                Normal

                        F2            c+ c+      = 


normal                                  

=  3  :  1
 
                                                
    c+ cch     =  normal
                                        c+ cch     =  normal
                                        cch cch    =  chinchilla

                        Ini memberi pengertian bahwa gen yang menyebabkan


warna abu-abu dan chinchilla merupakan alel.
          Mengingat urutan dominasi alel-elel itu, maka berbagai macam
kelinci itu dapat mempunyai beberapa kemungkinan genotip, kecuali kelinci
albino yang hanya mempunyai satu genotip saja.

Tabel.  Fenotip dan genotip yang sesuai untuk alel ganda dari lokus c pada kelinci

Fenotip Genotip

Kelabu (normal) c+ c+ , c+ cch , c+ ch , c+ c

Chinchilla cch cch , cch cch , cch c

Himalaya ch ch , ch c

Albino cc

Banyaknya kemungkinan kombinasi genotip dapat dicari asal banyaknya


alel ganda dalam suatu seri diketahui, yaitu dengan menggunakan

rumus :     dimana n = banyaknya alel.

        Golongan Darah Sistem MN


Dalam tahun 1927 Landsteiner dan Levine menemukan antigen baru lagi,
yang disebut antigen-M dan antigen-N. mereka berpendapar bahwa sel darah
merah seseorang dapat memiliki salah satu atau kedua macam antigen
tersebut. Jika dilakukan tes dengan antiserum yang mengandung anti-M
tampak adanya agglutinasi sedangkan anti-N tidak maka orang itu termasuk
golongan M. jika antiserumnya mengandung anti-N terjadi agglutinasi
sedangkan anti-M tidak maka orang itu dinyatakan sebagai orang bergolongan
darah N. akan tetapi jika tes dilakukan dengan anti-M dan anti-N menunjukkan
terjadinya agglutinasi, maka orang itu masuk golongan MN.
Landsteiner dan Levin mengemukakan bahwa terbentuknnya antigen-M
di dalam eritrosit itu ditentukan oleh alel L M sedangkan antigen-N oleh alel L N.
pada alel-alel ini tidak dikenal dominasi, sebab alel L M dan LN merupakan alel
kodominan. Dengan demikian genotip  LM LN tidak memperlihatkan ekspresi
intermedier, melainkan menunjukkan fenotip baru.
Berhubung tidak adanya alel resesip, maka pewarisan alel L M dan
N
L  berlangsung lebih sederhana. Berikut beberapa contohnya :
a.       Suami istri masing bergolongan darah M akan mempunyai keturunan
bergolongan darah M saja.
                      P     ♂     M          x          ♀     M
                                  LM LM                       LM LM
                             
F1                     LM LM  =  golongan M
b.      Seorang laki-laki golongan N menikah dengan seorang perempuan golongan
darah MN. Kemmungkinan keturunannya yaitu :
                      P     ♂     N          x          ♀     MN
                                 LN LN                       LM LN
                      F1                     LM LN  =  golongan MN
                                               LN LN  =  golongan N

c.       Bagaimakah golongan darah anak-anak bila suami isteri memiliki golongan


darah MN?
                      P     ♂    MN          x          ♀     MN
                                 
LM LN                           LN LN
                 F1                        LM LM  =  golongan
darah M
                                             LM LN  =  golongan
darah MN
                                             LM LN  =  golongan
darah MN
                                             LN LN  =  golongan
darah N

Tampak bahwa sebagian besar (50%) dari anak-anak mempunyai


golongan darah seperti orangtua mereka.
Untuk menghargai semua keberhasilannya itu, Landsteiner menerima
hadiah Nobel untuk bidang Kedokteran dalam tahun 1930.

       Faktor Rhesus (Rh)


Faktor Rhesus (Rh) yang kini sangat terkenal ditemukan oleh Landsteiner
dan Wiener dalam tahun 1940. Dikatakan bahwa apabila seekor kelinci disuntik
dengan darah dari kera Macaca rhesus,  maka kelinci membentuk antibodi.
Antibodi ini akan menyebabkan menggumpalnya eritrosit dari semua kera
rhesus. Ini berarti bahwa di permukaan eritrosit dari kera itu terdapat antigen
yang disebutnya antigen-Rh.  Jika antiserum dari kelinci yang mengandung
anti-Rh itu digunakan untuk membuat tes Rh pada darah manusia, ternyata
bahwa orang dibedakan atas dua kelompok :
a.     Orang yang darahnya menunjukkan reaksi positif, artinya terjadi
penggumpalan eritrosit pada waktu dilakukan tes dengan anti-Rh, digolongkan
sebagai orang Rh positif (disingkat Rh +). Berarti mereka ini memiliki antigen-
Rh.
b.    Orang yang darahnya menunjukkan reaksi negatif, digolongkan sebagai orang
Rh negatif (disingkat Rh -). Berarti mereka ini tidak memiliki antigen-Rh.
1.      Dasar genetika dari faktor Rh
Mula-mula mekanisme genetik dari sistem Rh ini nampaknya sederhana
sekali, sehingga Landsteiner dan Wiener berpendapat bahwa ada atau tidaknya
antigen-Rh itu ditentukan oleh sepasang alel R dan r. terdapatnya antigen-Rh di
permukaan eritrosit orang ditentukan oleh alel R. karena itu orang Rh positip
mempunyai genotip RR atau Rr, sedang orang Rh negatif mempunyai genotip rr.

2.      Peranan faktor Rh dalam Klinik


Seperti halnya dengan golongan darah A, B, AB dan O, maka faktor Rh
mempunyai arti penting dalam klinik. Dalam keadaan normal, serum dan
plasma darah orang tidak mengandung anti-Rh. Akan tetapi orang dapat
distimulir (dipacu) untuk membentuk anti-Rh, yaitu dengan jalan :
a.       Transfusi Darah
Jika misalnya seorang perempuan Rh – karena sesuatu hal harus ditolong
dengan transfusi dan kebetulan darah yang diterimanya itu berasal dari
seorang Rh +, maka darah donor itu membawa antigen-Rh. Akibatnya sserum
darah perempuan itu yang semula bersih dari anti-Rh, kini mengandung anti-Rh.
Lebih-lebih jika transfusi itu dilakukan lebih dari sekali, maka banyaknya anti-
Rh yang dibentuk akan bertambah.
b.      Perkawinan
Apabila seorang wanita Rh negatif menikah dengan laki-laki Rh + maka fetus
bersifat Rh + heterozigotik. Fetus berhubungan dengan ibu melalui perantara
plasenta (ari-ari), namun sirkulasi darah dari fetus terpisah sama sekali dari
sirkulasi darah ibu. Tetapi karena urat darah fetus mencapai khorion, maka
masih ada kontak antara fetus dengan ibu. Fungsi utama dari plasenta adalah
untuk terselenggaranya penukaran substansi dari ibu ke fetus yang
berlangsung secara difusi seperti halnya penukaran gas, air, berbagai macam
elektrolit dan nutrisi.

3.      Pengaruh faktor Rh dan Pencegahan pembentukan antibodi anti-Rh


Faktor Rh menggambarkan adanya partikel protein (antigen D) di dalam
sel darah seseorang. Bagi yang ber-Rh negatif berarti ia kekurangan faktor
protein dalam sel darah merahnya. Sedangkan yang ber-Rh positif memiliki
protein yang cukup.
Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dari
pasangan yang mempunyai rhesus positif, maka ada kemungkinan sang bayi
mewarisi rhesus sang ayah yang positif. Dengan demikian akan terjadi
kehamilan rhesus negatif dengan bayi rhesus positif. Hal ini disebut kehamilan
dengan ketidak cocokan rhesus (rhesus inkontabilita).
Kehadiran janin sendiri di tubuh ibu merupakan benda asing, apalagi jika
Rh janin tak sama dengan Rh ibu. Secara alamiah tubuh bereaksi dengan
merangsang sel darah merah (eristrosit) membentuk daya tahan atau antibodi
berupa zat anti Rh untuk melindungi tubuh ibu sekaligus melawan ‘benda asing’
tersebut. Inilah yang menimbulkan ancaman pada janin yang dikandung. Efek
ketidakcocokan bisa mengakibatkan kerusakan besar-besaran pada sel darah
merah bayi yang disebut erytroblastosis foetalis dan hemolisis.
Bila belum tercipta antibodi, maka pada usia kehamilan 28 minggu dan
dalam 72 jam setelah persalinan akan diberikan injeksi anti-D (Rho)
immunoglobulin, atau biasa juga disebut RhoGam. Proses terbentuknya zat anti
dalam tubuh ibu sendiri sangat cepat sehingga akan lebih baik lagi jika setelah
48 jam melahirkan langsung diberi suntikan RhoGAM agar manfaatnya lebih
terasa. Sayangnya, perlindungan RhoGAM hanya berlangsung 12 minggu.
Setelah lewat batas waktu, suntikan harus diulang setiap kehamilan
berikutnya.
Bila dalam diri ibu telah tercipta antibodi, maka maka akan dilakukan
penanganan khusus terhadap janin yang dikandung, yaitu dengan monitoring
secara reguler dengan scanner ultrasonografi. Dokter akan memantau masalah
pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati,
yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah
merah.
Bila memang ada zat anti-Rh dalam tubuh ibu hamil, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan jenis darah janin melalui pengambilan cairan ketuban
(amniosentesis). Dapat juga melalui pengambilan cairan dari tulang belakang
Chorionic Villi Sampling (CVS), dan pengambilan contoh darah dari tali pusat
janin (kordosentesis)..
Pada kasus janin belum cukup kuat untuk dibesarkan diluar, maka perlu
dilakukan transfusi darah terhadap janin yang masih dalam kandungan.
Biasanya bila usia kandungan belum mencapai 30 minggu.. Setelah bayi lahir,
ia akan mendapat beberapa pemerikasaan darah secara teratur untuk
memantau kadar bilirubin dalam darahnya. Bila kadar bilirubin benar-benar
berbahaya akan dilakukan penggantian darah dengan transfusi. Kadar cairan
dalam paru-paru dan jantungnya juga akan diawasi dengan ketat, demikian
juga dengan kemungkinan anemia.
Perbedaan Rh ibu dan janin tak terlalu berbahaya pada kehamilan
pertama. Sebab, kemungkinan terbentuknya zat anti-Rh pada kehamilan
pertama sangat kecil. Kalaupun sampai terbentuk, jumlahnya tidak banyak.
Sehingga, bayi pertama dapat lahir sehat. Pembentukan zat anti Rh baru benar-
benar dimulai pada saat proses persalinan (atau keguguran) pada kehamilan
pertama. Saat plasenta lepas, pembuluh-pembuluh darah yang menghubungkan
dinding rahim dengan plasenta juga putus. Akibatnya, sel-sel darah merah bayi
dapat masuk ke dalam peredaran darah ibu dalam jumlah yang lebih besar.
Peristiwa ini disebut transfusi feto-maternal. Selanjutnya, 48-72 jam setelah
persalinan atau keguguran, tubuh ibu dirangsang lagi untuk memproduksi zat
anti-Rh lebih banyak lagi. Demikian seterusnya.
Saat ibu mengandung lagi bayi kedua dan selanjutnya, barulah zat anti-
Rh di tubuh ibu akan menembus plasenta dan menyerang sel darah merah
janin. Sementara itu bagi ibu perbedaan rhesus ibu dan janin sama sekali tidak
mengganggu dan mempengaruhi kesehatan ibu.
Diposting 25th June 2012 oleh Team Biology
  


Tambahkan komentar
About Biology

Risni Selma Yurida

 Klasik
 

 Kartu Lipat
 

 Majalah
 

 Mozaik
 

 Bilah Sisi
 

 Cuplikan
 

 Kronologis
1.
JUL

SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA


A. Organ-Organ Pencernaan
Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ
pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan. Antara proses dan organ-organ serta
kelenjarnya merupakan kesatuan sistem pencernaan. Sistem pencernaan berfungsi
memecah bahan-bahan makanan menjadi sari-sari makanan yang siap diserap
dalam tubuh.
Berdasarkan prosesnya, pencernaan makanan dapat dibedakan menjadi dua macam
seperti berikut.
1. Proses mekanis, yaitu pengunyahan oleh gigi dengan dibantu lidah serta
peremasan yang terjadi di lambung.
2. Proses kimiawi, yaitu pelarutan dan pemecahan makanan oleh enzim-enzim
pencernaan dengan mengubah makanan yang bermolekul besar menjadi molekul
yang berukuran kecil.
Makanan mengalami proses pencernaan sejak makanan berada di dalam mulut
hingga proses pengeluaran sisa-sisa makanan hasil pencernaan. Adapun proses
pencernaan makanan meliputi hal-hal
berikut :
1. Ingesti: pemasukan makanan ke dalam tubuh melalui mulut.
2. Mastikasi: proses mengunyah makanan oleh gigi.
3. Deglutisi: proses menelan makanan di kerongkongan.
4. Digesti: pengubahan makanan menjadi molekul yang lebih sederhana dengan
bantuan enzim, terdapat di lambung.
5. Absorpsi: proses penyerapan, terjadi di usus halus.
6. Defekasi: pengeluaran sisa makanan yang sudah tidak berguna untuk tubuh melalui
anus. Saat melakukan proses-proses pencernaan tersebut diperlukan serangkaian
alat-alat pencernaan sebagai berikut.
1. Mulut
Makanan pertama kali masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Makanan ini mulai
dicerna secara mekanis dan kimiawi. Di dalam mulut seperti Gambar 6.1, terdapat
beberapa alat yang berperan dalam proses pencernaan yaitu gigi, lidah, dan kelenjar
ludah (glandula salivales).
a. Gigi
Pada manusia, gigi berfungsi sebagai alat pencernaan mekanis. Di sini, gigi
membantu memecah makanan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Hal ini
akan membantu enzim-enzim pencernaan agar dapat mencerna makanan lebih
efisien dan cepat. Selama pertumbuhan dan per- kembangan, gigi manusia
mengalami perubahan, mulai dari gigi susu dan gigi tetap (permanen). Gigi pertama
pada bayi dimulai saat usia 6 bulan. Gigi pertama ini disebut gigi susu (dens lakteus).
Pada anak berusia 6 tahun, gigi berjumlah 20, dengan susunan sebagai berikut :
1) Gigi seri (dens insisivus), berjumlah 8 buah, berfungsi memotong makanan.
2) Gigi taring (dens caninus), berjumlah 4 buah, berfungsi merobek makanan.
3) Gigi geraham kecil (dens premolare), berjumlah 8 buah, berfungsi mengunyah
makanan.
Struktur luar gigi terdiri atas bagian-bagian berikut :
1) Mahkota gigi (corona) merupakan bagian yang tampak dari luar.
2) Akar gigi (radix) merupakan bagian gigi yang tertanam di dalam rahang.
3) Leher gigi (colum) merupakan bagian yang terlindung oleh gusi.
Adapun penampang gigi dapat diperlihatkan bagian-bagiannya sebagai berikut.
1) Email (glazur atau enamel) merupakan bagian terluar gigi. Email merupakan
struktur terkeras dari tubuh,
mengandung 97% kalsium dan 3% bahan organik.
2) Tulang gigi (dentin), berada di sebelah dalam email, tersusun atas zat dentin.
3) Sumsum gigi (pulpa), merupakan bagian yang paling dalam. Di pulpa terdapat
kapiler, arteri, vena, dan saraf.
4) Semen merupakan pelapis bagian dentin yang masuk ke rahang.
b. Lidah
Lidah dalam sistem pencernaan berfungsi untuk membantu mencampur dan menelan
makanan, mempertahankan makanan agar berada di antara gigi-gigi atas dan
bawah saat makanan dikunyah serta sebagai alat perasa makanan. Lidah dapat
berfungsi sebagai alat perasa makanan karena mengandung banyak reseptor
pengecap atau perasa. Lidah tersusun atas otot lurik dan permukaannya dilapisi
dengan lapisan epitelium yang banyak mengandung kelenjar lendir (mukosa).
c. Kelenjar ludah
Terdapat tiga pasang kelenjar ludah di dalam rongga mulut, yaitu glandula parotis,
glandula submaksilaris, dan glandula sublingualis atau glandula submandibularis.  Air
ludah berperan penting dalam proses perubahan zat makanan secara kimiawi yang
terjadi di dalam mulut. Setelah makanan dilumatkan secara mekanis oleh gigi, air
ludah berperan secara kimiawi dalam proses membasahi dan membuat makanan
menjadi lembek agar mudah ditelan. Ludah terdiri atas air (99%) dan enzim amilase.
Enzim ini menguraikan pati dalam makanan menjadi gula sederhana (glukosa dan
maltosa). Makanan yang telah dilumatkan dengan dikunyah dan dilunakkan di dalam
mulut oleh air liur disebut bolus. Bolus ini diteruskan ke sistem
pencernaan selanjutnya.
2. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan merupakan saluran panjang (± 25 cm) yang tipis sebagai jalan bolus
dari mulut menuju ke lambung. Fungsi kerongkongan ini sebagai jalan bolus dari
mulut menuju lambung. Bagian dalam kerongkongan senantiasa basah oleh
cairan yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar yang terdapat pada
dinding kerongkongan untuk menjaga agar bolus menjadi basah dan licin. Keadaan ini
akan mempermudah bolus bergerak melalui kerongkongan menuju ke lambung.
Bergeraknya bolus dari mulut ke lambung melalui kerongkongan disebabkan adanya
gerak peristaltik pada otot dinding kerongkongan. Gerak peristaltik dapat terjadi
karena adanya kontraksi otot secara bergantian pada lapisan otot yang tersusun
secara memanjang dan melingkar. Proses gerak bolus di dalam kerongkongan menuju
lambung. Sebelum seseorang mulai makan, bagian belakang mulut (atas) terbuka
sebagai jalannya udara dari hidung. Di kerongkongan, epiglotis yang seperti gelambir
mengendur sehingga udara masuk ke paru-paru. Ketika makan, makanan dikunyah
dan ditelan masuk ke dalam kerongkongan. Sewaktu makanan bergerak
menuju kerongkongan, langit-langit lunak beserta jaringan mirip gelambir di bagian
belakang mulut (uvula) terangkat ke atas dan menutup saluran hidung. Sementara
itu, sewaktu makanan bergerak ke arah tutup trakea, epiglotis akan menutup
sehingga makanan tidak masuk trakea dan paru-paru tetapi makanan tetap masuk ke
kerongkongan.
3. Lambung
Lambung merupakan saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung, terletak di
bawah sekat rongga badan. Lambung terdiri atas tiga bagian sebagai berikut :
a. Bagian atas disebut kardiak, merupakan bagian yang berbatasan dengan esofagus.
b. Bagian tengah disebut fundus, merupakan bagian badan atau tengah lambung.
c. Bagian bawah disebut pilorus, yang berbatasan dengan usus halus.
Daerah perbatasan antara lambung dan kerongkongan terdapat otot sfinkter kardiak
yang secara refleks akan terbuka bila ada bolus masuk. Sementara itu, di bagian
pilorus terdapat otot yang disebut sfinkter pilorus. Otot-otot lambung ini dapat
berkontraksi seperti halnya otot-otot kerongkongan. Apabila otot-otot ini berkontraksi,
otot-otot tersebut menekan, meremas, dan mencampur bolus-bolus tersebut menjadi
kimus (chyme).
Sementara itu, pencernaan secara kimiawi dibantu oleh getah lambung. Getah ini
dihasilkan oleh kelenjar yang terletak pada dinding lambung di bawah fundus,
sedangkan bagian dalam dinding lambung menghasilkan lendir yang berfungsi
melindungi dinding lambung dari abrasi asam lambung, dan dapat beregenerasi bila
cidera. Getah lambung ini dapat dihasilkan akibat rangsangan bolus saat masuk ke
lambung. Getah lambung mengandung bermacam-macam zat kimia, yang sebagian
besar terdiri atas air. Getah lambung juga mengandung HCl/asam lambung
dan enzim-enzim pencernaan seperti renin, pepsinogen, dan lipase.
Asam lambung memiliki beberapa fungsi berikut :
a. Mengaktifkan beberapa enzim yang terdapat dalam getah lambung, misalnya
pepsinogen diubah menjadi pepsin. Enzim ini aktif memecah protein dalam bolus
menjadi proteosa dan pepton yang mempunyai ukuran molekul lebih kecil.
b. Menetralkan sifat alkali bolus yang datang dari rongga mulut.
c. Mengubah kelarutan garam mineral.
d. Mengasamkan lambung (pH turun 1–3), sehingga dapat membunuh kuman yang
ikut masuk ke lambung bersama bolus.
e. Mengatur membuka dan menutupnya katup antara lambung dan usus dua belas
jari.
f. Merangsang sekresi getah usus.
Enzim renin dalam getah lambung berfungsi mengendapkan kasein atau protein susu
dari air susu. Lambung dalam suasana asam dapat merangsang pepsinogen menjadi
pepsin. Pepsin ini berfungsi memecah molekul-molekul protein menjadi molekul-
molekul peptida. Sementara itu, lipase berfungsi mengubah lemak menjadi asam
lemak dan gliserol. Selanjutnya, kimus akan masuk ke usus halus melalui
suatu sfinkter pilorus yang berukuran kecil. Apabila otot-otot ini berkontraksi, maka
kimus didorong masuk ke usus halus sedikit demi sedikit.
4. Usus halus
Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang panjangnya sekitar 6–8 meter,
lebar 25 mm dengan banyak lipatan yang disebut vili atau jonjot-jonjot usus. Vili ini
berfungsi memperluas permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap proses
penyerapan makanan. Lakukan eksperimen berikut untuk mengetahui pengaruh
lipatan terhadap proses penyerapan.
Usus halus terbagi menjadi tiga bagian seperti berikut:
a. duodenum (usus 12 jari), panjangnya ± 25 cm,
b. jejunum (usus kosong), panjangnya ± 7 m,
c. ileum (usus penyerapan), panjangnya ± 1 m.
Kimus yang berasal dari lambung mengandung molekul-molekul pati yang telah
dicernakan di mulut dan lambung, molekul-molekul protein yang telah dicernakan di
lambung, molekul-molekul lemak yang belum dicernakan serta zat-zat lain. Selama di
usus halus, semua molekul pati dicernakan lebih sempurna menjadi molekul-molekul
glukosa. Sementara itu molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul
asam amino, dan semua molekul lemak dicerna menjadi molekul gliserol dan asam
lemak.
Pencernaan makanan yang terjadi di usus halus lebih banyak bersifat kimiawi.
Berbagai macam enzim diperlukan untuk membantu proses pencernaan kimiawi
ini. Hati, pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang terdapat di dalam dinding usus halus
mampu menghasilkan getah pencernaan. Getah ini bercampur dengan kimus di dalam
usus halus. Getah pencernaan yang berperan di usus halus ini berupa cairan empedu,
getah pankreas, dan getah usus.
a. Cairan Empedu
Cairan empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa air, dan tidak mengandung
enzim. Akan tetapi, mengandung mucin dan garam empedu yang berperan dalam
pencernaan makanan. Cairan empedu tersusun atas bahan-bahan berikut :
1) Air, berguna sebagai pelarut utama.
2) Mucin, berguna untuk membasahi dan melicinkan duodenum agar tidak terjadi
iritasi pada dinding usus.
3) Garam empedu, mengandung natrium karbonat yang mengakibatkan empedu
bersifat alkali. Garam empedu juga berfungsi menurunkan tegangan permukaan
lemak dan air (mengemulsikan lemak).
Cairan ini dihasilkan oleh hati. Hati merupakan kelenjar pencernaan terbesar dalam
tubuh yang beratnya ± 2 kg. Dalam sistem pencernaan, hati berfungsi sebagai
pembentuk empedu, tempat penimbunan zat-zat makanan dari darah dan penyerapan
unsur besi dari darah yang telah rusak. Selain itu, hati juga berfungsi membentuk
darah pada janin atau pada keadaan darurat, pembentukan fibrinogen dan heparin
untuk disalurkan ke peredaran darah serta pengaturan suhu tubuh.
Empedu mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masuk ke usus halus. Dalam
proses pencernaan ini, empedu berperan dalam proses pencernaan lemak, yaitu
sebelum lemak dicernakan, lemak harus bereaksi dengan empedu terlebih dahulu.
Selain itu, cairan empedu berfungsi menetralkan asam klorida dalam kimus,
menghentikan aktivitas pepsin pada protein, dan merangsang gerak peristaltik usus.
b. Getah Pankreas
Getah pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas. Pankreas ini berperan sebagai
kelenjar eksokrin yang
menghasilkan getah pankreas ke dalam saluran pencernaan dan sebagai kelenjar
endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon ini dikeluarkan oleh sel-sel
berbentuk pulau- pulau yang disebut pulau-pulau langerhans. Insulin ini berfungsi
menjaga gula darah agar tetap normal dan mencegah diabetes melitus.
Getah pankreas ini dari pankreas mengalir melalui saluran pankreas masuk ke usus
halus. Dalam pankreas
terdapat tiga macam enzim, yaitu lipase yang membantu dalam pemecahan lemak,
tripsin membantu dalam pemecahan protein, dan amilase membantu dalam
pemecahan pati.
c. Getah Usus
Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu menghasilkan getah
usus. Getah usus mengandung enzim-enzim seperti berikut:
1) Sukrase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa.
2) Maltase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan maltosa menjadi
dua molekul glukosa.
3) Laktase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa.
4) Enzim peptidase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan peptida
menjadi asam amino.
Monosakarida, asam amino, asam lemak, dan gliserolhasil pencernaan terakhir di usus
halus mulai  diabsorpsi atau diserap melalui dinding usus halus terutama di
bagian jejunum dan ileum. Selain itu vitamin dan mineral juga diserap. Vitamin-
vitamin yang larut dalam lemak, penyerapannya bersama dengan pelarutnya,
sedangkan vitamin yang larut dalam air penyerapannya dilakukan oleh jonjot usus.
Penyerapan mineral sangat beragam berkaitan dengan sifat kimia tiap-tiap mineral
dan perbedaan struktur bagian-bagian usus. Sepanjang usus halus sangat efisien
dalam penyerapan Na+, tetapi tidak untuk Cl –, HCO3–, dan ion-ion bivalen. Ion
K+ penyerapannya terbatas di jejunum.
Penyerapan Fe++ terjadi di duodenum dan jejunum.
Proses penyerapan di usus halus ini dilakukan oleh villi (jonjot-jonjot usus). Di dalam
villi ini terdapat pembuluh darah, pembuluh kil (limfa), dan sel goblet. Di sini asam
amino dan glukosa diserap dan diangkut oleh darah menuju hati melalui sistem vena
porta hepatikus, sedangkan asam lemak bereaksi terlebih dahulu dengan garam
empedu membentuk emulsi lemak. Emulsi lemak bersama gliserol diserap ke dalam
villi. Selanjutnya di dalam villi, asam lemak dilepaskan, kemudian asam lemak
mengikat gliserin dan membentuk lemak kembali. Lemak yang terbentuk masuk ke
tengah villi, yaitu ke dalam pembuluh kil (limfa).
Melalui pembuluh kil, emulsi lemak menuju vena sedangkan garam empedu masuk ke
dalam darah menuju hati dan dibentuk lagi menjadi empedu. Bahan-bahan yang tidak
dapat diserap di usus halus akan didorong menuju usus besar (kolon).
5. Usus besar
Usus besar atau kolon memiliki panjang ± 1 meter dan terdiri atas kolon ascendens,
kolon transversum, dan kolon descendens. Di antara intestinum tenue (usus halus)
dan intestinum crassum (usus besar) terdapat sekum (usus buntu). Pada ujung sekum
terdapat tonjolan kecil yang disebut appendiks (umbai cacing) yang berisi massa sel
darah putih yang berperan dalam imunitas.
Zat-zat sisa di dalam usus besar ini didorong ke bagian belakang dengan gerakan
peristaltik. Zat-zat sisa ini masih mengandung banyak air dan garam mineral yang
diperlukan oleh tubuh. Air dan garam mineral
kemudian diabsorpsi kembali oleh dinding kolon, yaitu kolon ascendens. Zat-zat sisa
berada dalam usus besar selama 1 sampai 4 hari. Pada saat itu terjadi
proses pembusukan terhadap zat-zat sisa dengan dibantu bakteri Escherichia coli,
yang mampu membentuk vitamin K dan B12. Selanjutnya dengan gerakan peristaltik,
zat-zat sisa ini terdorong sedikit demi sedikit ke saluran akhir dari pencernaan yaitu
rektum dan
akhirnya keluar dengan proses defekasi melewati anus.
Defekasi diawali dengan terjadinya penggelembungan bagian rektum akibat suatu
rangsang yang disebut refleks gastrokolik. Kemudian akibat adanya aktivitas kontraksi
rektum dan otot sfinkter yang berhubungan mengakibatkan terjadinya defekasi. Di
dalam usus besar ini semua proses pencernaan telah selesai dengan sempurna.
Diposting 7th July 2012 oleh Team Biology
Label: http://biologi.blogsome.com
  


Tambahkan komentar

2.
JUL
6

HUMAN NERVOUS SYSTEM (Sistem Saraf Manusia)


Sistem saraf manusia (human nervous system) adalah sebuah sistem organ
yang mengandung jaringan sel-sel khususyang mengkoordinasikan tindakan dan men
girimkan sinyal  ke berbagai bagian tubuhnya.

Sistem saraf manusia terdiri atas sel-sel saraf yang disebut Neuron. Neuron
bergabung membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan impuls (rangsang). Satu
sel saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson.

Fungsi sistem saraf :

O Sebagai penerima informasi dalam bentuk stimulasiO Memproses informasi yang


diterimaO Memberi respon/reaksi terhadap stimulasi. 

Neuron (Sel Saraf)

Neuron (Sel Saraf)

Neuron atau sel saraf merupkan bagian dari sistem saraf manusia. kumpulan
dari sel-sel saraf ini lah yang membentuk sistem saraf.
Neuron terdiri dari 3 bagian utama yaitu:
1. Dendrit
2. Badan sel saraf
4. Akson (Neurit)

Badan sel di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. dari badan sel keluarlah neurit
dan dendrit. Fungsi badan sel untuk mengendalikan kerja sel saraf.
Dendrit, berfungsi mengirim impuls dari reseptor ke badan sel saraf.
Akson (neurit) berfungsi mengirim impuls dari badan sel saraf ke jaringan lainnya atau
efektor seperti kelenjar dan otot.

Macam-macam Sel Saraf  Berdasarkan Fungsinya :


1.
Saraf sensorik, Fungsi sel saraf sensorik adalah menghantar impuls dari reseptor ke si
stem saraf pusat, yaitu otak(ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). 
2. Saraf motorik, Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari sistem saraf
pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap
rangsangan. Badan sel saraf motor berada di sistem saraf pusat. 

3. Sel saraf intermediet / Sel saraf konektor, Sel saraf intermediet disebut juga sel
saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi
menghubungkan sel saraf motor dengan sel saraf sensori atau berhubungan dengan
sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf intermediet
menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi lainnya.

Susunan Sistem Saraf


Ada dua macam sistem saraf, yaitu :
1. Sistem saraf pusat meliputi : Otak dan Sumsum Tulang Belakang
2. Sistem sraf tepi (perifer) meliputi : Sistem saraf otonom (simpatis dan
parasimpatis) dan sistem saraf somatis (saraf kranial dan spinal)

1. Sistem Saraf Pusat

Sistem saraf pusat merupakan pusat koordinasi tubuh. Sistem saraf pusat meliputi
otak (ensefalon)  dan sumsum tulang belakang (Medula  spinalis). Keduanya
merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting.
Otak : 

Brain

Otak merupakan benda lengket yang lunak, bermi- nyak, dan kenyal. Di dalamnya
terdapat jutaan bahkan milyaran sel safar.
  Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu:
1.Otak
besar (serebrum) : Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas 
mental, yaitu yang berkaitandengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesa
daran, dan pertimbangan. 
2.Otak tengah (mesensefalon)
3.Otak kecil (serebelum) 
4.Sumsum sambung (medulla oblongata),  dan
5.Jembatan varol (pons varoli)

Otak Besar (Serebrum) : 


Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental, 
yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), k
esadaran, dan pertimbangan. 

Serebrum ini...

 Merupakan bagian terbesar dari otak manusia.
 Terdapat 2 hemisfer yg tampak simetris tetapi struktur & fungsinya berb
eda.  hemisfer kanan: mengontrol tangankiri, pengenalan terhadap musik & artistik, r
uang & pola persepsi, pandangan & imajinasi. hemisfer kiri: mengontroltangan kanan, 
bahasa lisan & tulisan, ketrampilan numerik & saintifik, & penalaran.
 Permukaan hemisfer tampak berbentuk tonjolan (gyrus)
& lekukan (sulcus); lekukan yg dalam disebut fissura.
 Tiap hemisfer dibagi menjadi 4 lobus: lobus frontal, lobus parietal, lobus 
oksipital, & lobus temporal
Lobus frontalis berfungsi sebagai pusat berpikir; lobus temporalis sebagai pusat p
endengaran dan berbahasa; Lobus oksipitalis sebagai pusat penglihatan; dan lobus 
parietalis sebagai pusat sentuhan dan gerakan.žOtak depanjuga mencakup bagian-
bagian yang
lain, seperti talamus, hipotalamus, kelenjar pituitari, dan kelenjar pineal.Sebelumditeri
ma area sensorik serebrum, semua  rangsangan akan diproses terlebih dahulu oleh ta
lamus. Hanya rangsanganpenciuman saja yang tidak diterima oleh talamus tersebut. 
Sedangkan fungsi talamus yang
lain misalnya mengatur suhudan kandungan air dalam darah, kemudian juga mengko
ordinasi aktivitas yang terkait emosi.žHipotalamus merupakanbagian yang berfungsi 
mengatur suhu tubuh, selera makan, dan tingkah laku. Selain itu, hipotalamus juga m
engontrolkelenjar pituitari, yakni kelenjar hormon yang berperan dalam mengontrol 
kelenjar-kelenjar homon lainya, sepertikelenjar tiroid, kelenjar adrenalin, dan pankrea
s.

Otak Tengah (mesensefalon)

Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah
terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar
endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur
refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat
pendengaran.
Otak Kecil (Serebellum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi
secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan
atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.

Jembatan varol (pons varoli)


Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubung kan otak kecil bagian kiri dan
kanan, juga menghu bungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

Sumsum sambung (medulla oblongata) 
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis
menuju  ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan,  refleks fisiologi
seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat 
pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan .

Sumsum Tulang Belakang (Medula Spinalis)


 merupakan tali putih kemilau berbentuk tabung dari dasar otak menuju 
ke tulang belakang. Bagian luar sumsumtulang belakang berwarna putih, karena tersu
sun oleh akson dan dendrit yang berselubung mielin. Sedangkanbagian dalamnya ber
warna abu-abu, tersusun oleh badan sel yang tak berselubung mielin dari interneuron 
danneuron motorik
 Fungsi medula spinalis antara lain menghubung kan impuls dari saraf se
nsorik ke otak dan sebaliknya,menghubungkan impuls dari otak ke saraf motorik; med
ula spinalis mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalamtubuh.
 Mekanisme penghantaran impuls yang terjadi pada tulang belakang yak
ni ; rangsangan dari reseptor dibawa olehneuron sensorik menuju sumsum tulang bela
kang melalui akar dorsal untuk diolah dan ditanggapi. Selanjutnya,impuls dibawa neur
on motorik melalui akar ventral ke efektor untuk direspons.
Fungsi sumsum tulang belakang adalah :
1.Penghubung impuls dari dan ke otak2.Memungkinkan jalan terpendek  pada gerak r
efleks3.Organ ini menguruspersyarafan tubuh,
anggota badan  dan bagian kepala4.Mengatur gerak refleks tubuh.

2. Sistem Saraf Tepi (SST)
Sistem saraf  tepi adalah semua saraf dan ganglion di luar sistem saraf pusat yang
terdiri atas dua bagian, yaitu :
1.   Sistem saraf sadar (somatik)
2.   Sistem saraf tak sadar (autonom).
Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar (somatik) fungsinya mengatur kerja organ tubuh secara sadar, terdiri
atas serabut saraf otak sebanyak 12 pasang dan serabut saraf sumsum tulang
belakang (nervus spinalis) sebanyak 31 pasang.
  Sistem saraf somatis meliputi :
  1.   Saraf Kranial
  2.  Saraf Spinal
Saraf Kranial
Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yang berada dibagian luar otak dan medulla
spinalis.
Merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Memiliki 12 pasang saraf. Dari 12 pasang
saraf, 3 pasang memiliki jenis sensori (saraf I, II, VIII); 5 pasang jenis motorik (saraf III,
IV, VI, XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X). Pasangan saraf-saraf
ini diberi nomor sesuai urutan dari depan hingga belakang, Saraf-saraf ini terhubung
utamanya dengan struktur yang ada di kepala dan leher manusia seperti mata,
hidung, telinga, mulut dan lidah. Pasangan I dan II mencuat dari otak besar,
sementara yang lainnya mencuat dari batang otak.

Saraf Spinal
Sistem saraf spinal
(tulang belakang) berasal dari arah dorsal, sehingga sifatnya sensorik. Berdasarkan as
alnya, sarafsumsum tulang belakang yang berjumlah 31 dibedakan menjadi:
 8 pasang saraf leher (saraf cervical)
 12 pasang saraf punggung (saraf thorax)
 5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar)
 5 pasang saraf pinggul (saraf sacral)
 1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal).
Merupakan saraf-saraf yang bekerjanya tidak dapat disadari dan bekerja secara
otomatis disebut juga otot tak sadar.

Sistem saraf tak sadar otonom 

sistem saraf ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu :

1. Sistem simpatis

Terbagi menjadi dua bagian yang terdiri dari saraf otonom cranial dan saraf otonom
sacral.. Terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan sumsum tulang
belakang melalui serabut-serabut saraf.

Fungsinya :

- Mensarafi otot jantung

- Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar

- Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus

- Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat

- Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit

- Mempertahankan tonus semua otot sadar

2. Saraf Parasimpatis

Fungsi saraf parasimpatis adalah


- Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis, submandibularis dan
kelenjar-kelenjar dalam mukosa rongga hidung

- Mensarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung

- Menpersarafi kelenjar ludah

- Mempersarafi parotis

- Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru-paru, GIT, ginjal, pancreas,
lien, hepar dan kelenjar suprarenalis

- Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria dan alat kelamin

- Miksi dan defekasi

Diposting 6th July 2012 oleh Team Biology


Label: teamrisni.blogspot.com
  


Tambahkan komentar

3.
JUN

28

BIOLOGYCAL MAGNIFICATION

Biologycal Magnification, juga dikenal sebagai Biomagnification atau


Bioamplication. Biologycal Magnification ini menjelaskan bahwa zat
kimia yang terakumulasi pada tubuh organisme lebih tinggi
konsentrasinya  pada organisme tingkat tinggi dibanding dengan
organisme tingkat rendah pada suatu rantai makanan. Hal ini terjadi
karena konsumen tingkat tinggi pada rantai makanan, seperti
predator, memakan makhluk yang lebih rendah dalam rantai
makanan dan menyerap zat dari orgnisme yang mereka konsumsi.
Biological Magnification artinya penumpukan (akumulasi) senyawa-
senyawa kimia (terutama logam berat) pada konsumen tingkat
akhir.  Dalam beberapa kasus, proses Biologycal Magnification bisa
sangat berbahaya bagi orgnisme tingkat tinggi / konsumen akhir
dalam rantai makanan karena mereka menyerap zat-zat berbahaya
dari semua organisme yang mereka konsumsi seperti toksin, DDT
atau zat berbahaya lainnya. Misalnya pada perairan yang tercemar
logam berat, fitoplankton dan zooplanton akan tercemar juga, jika
plankton ini dimakan ikan kecil maka kandungan logam berat pada
ikan kecil ini akan lebih besar daripada kandungan logam berat pada
plankton dan jauh lebih besar daripada kandungan logam berat pada
perairan tersebut, demikian seterusnya jika ikan tersebut dimakan
oleh ikan yang lebih besar, kemudian dimakan oleh ikan yang lebih
besar lagi dan akhirnya oleh konsumen "terakhir" adalah manusia;
maka kandungan logam berat tadi pada manusia akan jauh lebih
besar daripada kandungan logam berat di perairan tersebut. Itulah
kenapa disebut 'magnification' yang artinya 'pembesaran' atau
'pelipatgandaan'.
Diposting 28th June 2012 oleh Team Biology
  


Tambahkan komentar

4.
JUN

28

DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane)
DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane) adalah salah satu yang dikenal pestisida sintetis.
Ini merupakan bahan kimia yang panjang, unik, dan sejarah kontroversial.
Synthesized pertama di 1874, DDT’s insecticidal properti tidak ditemukan sampai 1939.
Dalam paruh kedua Perang Dunia II, telah digunakan dengan dampak yang luar biasa di
antara kedua-dua penduduk sipil dan militer untuk mengendalikan penyebaran nyamuk
malaria dan kutu transmisi tipus, mengakibatkan penurunan dramatis dalam insiden kedua
penyakit. Swiss chemist Paul Hermann Müller dari Geigy Pharmaceutical dianugerahi
Penghargaan Nobel dalam Physiology Pengobatan atau di 1948 “untuk penemuan tingginya
efisiensi DDT sebagai racun kontak terhadap beberapa arthropods Setelah perang, DDT telah
tersedia untuk digunakan sebagai insektisida pertanian, dan segera produksinya dan
menggunakan skyrocketed.
Pada tahun 1962, Silent Spring oleh American biologi Rachel Carson telah diterbitkan. Buku
di katalog lingkungan dampak dari sembarangan penyemprotan DDT di Amerika Serikat dan
pertanggungjawaban logika melepaskannya dari banyak bahan kimia ke dalam lingkungan
tanpa sepenuhnya pemahaman mereka terhadap ekologi atau kesehatan manusia. Buku
yang disarankan DDT dan pestisida dapat menyebabkan kanker dan pertanian yang mereka
gunakan merupakan ancaman bagi satwa liar, terutama burung. Publikasi-nya adalah salah
satu tanda tangan dalam peristiwa kelahiran gerakan lingkungan hidup. Diam Spring
menghasilkan besar masyarakat yang gaduh akhirnya menyebabkan paling pantas atas DDT
yang dilarang di AS pada 1972. [4] DDT kemudian dilarang digunakan untuk pertanian di
seluruh dunia di bawah Konvensi Stockholm, namun terbatas dalam menggunakan penyakit
vector kontrol terus
Seiring dengan petikan dari Endangered Species Act, Amerika Serikat pada ban DDT adalah
dikutip oleh para ilmuwan sebagai faktor utama dalam cerdas dari bald eagle berdampingan
di Amerika Serikat.
DDT adalah insektisida organochlorine, mirip dalam struktur ke dicofol dan pestisida
methoxychlor. Ini adalah sangat hydrophobic, warna, kristal kuat dengan yang lemah, bau
kimia. Yg tdk dpt ia hampir dalam air tetapi kelarutan yang baik di sebagian besar larutan
organik, Fats, dan minyak. DDT tidak terjadi secara alami, namun yang dihasilkan oleh
reaksi dari khloral (CCl3CHO) dengan chlorobenzene (C6H5Cl) di hadapan sulfuric acid, yang
bertindak sebagai katalisator. DDT nama dagang yang telah dipasarkan di bawah termasuk
Anofex, Cezarex, Chlorophenothane, Clofenotane, Dicophane, Dinocide, Gesarol, Guesapon,
Guesarol, Gyron, Ixodex, Neocid, Neocidol, dan Zerdane.
Isomer dan Terkait
DDT komersial sebenarnya campuran dari beberapa erat kaitannya compounds. Komponen
utama (77%) adalah p, p isomer yang digambarkan di atas artikel ini. , O, p ‘isomer
(digambarkan di sebelah kanan) juga hadir dalam jumlah yang signifikan (15%).
Dichlorodiphenyldichloroethylene (DDE) dan dichlorodiphenyldichloroethane (es) membentuk
keseimbangan. DDD DDE dan juga yang besar dan metabolites kemogokan produk DDT di
lingkungan. [3] Istilah “total DDT” sering digunakan untuk merujuk kepada jumlah semua
terkait DDT compounds (p, p-DDT, o, p – DDT, DDE,dan pakaian dalam sampel.
Mekanisme aksi
DDT adalah racun cukupan, dengan tikus LD50 dari 113 mg / kg. [12] Hal ini berpengaruh
insecticidal properti, dimana kills membuka saluran ion sodium di neurons, sehingga mereka
ke api yang mengarah ke spasms spontan dan akhirnya mati. Serangga tertentu dengan
mutations di saluran sodium gene yang tahan terhadap DDT dan insektisida sejenis lainnya.
DDT tahan juga conferred oleh up-peraturan mengekspresikan gen cytochrome P450 dalam
beberapa jenis serangga.
DDT (Dichloro Diphenyl Trichlorethane) adalah insektisida “tempo dulu” yang pernah
disanjung “setinggi langit” karena jasa-jasanya dalam penanggulangan berbagai penyakit
yang ditularkan vektor serangga. Tetapi kini penggunaan DDT di banyak negara di dunia
terutama di Amerika Utara, Eropah Barat dan juga di Indonesia telah dilarang. Namun karena
persistensi DDT dalam lingkungan sangat lama, permasalahan DDT masih akan ber lang
sung pada abad 21 sekarang ini. Adanya sisa (residu) insektisida ini di tanah dan perairan
dari penggunaan masa lalu dan adanya bahan DDT sisa yang belum digunakan dan masih
tersimpan di gudang tempat penyimpanan di selurun dunia (termasuk di Indonesia) kini meng
hantui mahluk hidup di bumi. Bahan racun DDT sangat persisten (tahan lama, berpuluh-puluh
tahun, bahkan mungkin sampai 100 tahun atau lebih?), bertahan dalam lingkungan hidup
sambil meracuni ekosistem tanpa dapat didegradasi secara fisik maupun biologis, sehingga
kini dan di masa mendatang kita masih terus mewaspadai akibat-akibat buruk yang diduga
dapat ditimbulkan oleh keracunan DDT.
Sifat kimiawi dan fisik DDT
Senyawa yang terdiri atas bentuk-bentuk isomer dari 1,1,1-trichloro-2,2-bis-(p-chlorophenyl)
ethane yang secara awam disebut jugaDichoro  Diphenyl Trichlorethane (DDT) diproduksi
dengan menyam purkan chloralhydrate dengan chlorobenzene.
DDT-teknis terdiri atas campuran tiga bentuk isomer DDT (65-80% p,p’-DDT, 15-21% o,p’-DDT,
dan 0-4% o,o’-DDT, dan dalam jumlah yang kecil sebagai kontaminan juga terkandung
DDE [1,1-dichloro-2,2- bis(p-chlorophenyl) ethylene] dan DDD [1,1-dichloro-2,2-bis(p-
chlorophenyl) ethane]. DDT-teknis ini berupa tepung kristal putih tak berasa dan tak berbau.
Daya larutnya sangat tinggi dalam lemak dan sebagian besar pelarut organik, tak larut
dalam air, tahan terhadap asam keras dan tahan oksidasi terhasap asam permanganat.
DDT  pertama kali disintesis oleh Zeidler pada tahun 1873 tapi sifat insekti sidalnya baru
ditemukan oleh Dr Paul Mueller pada tahun 1939. Penggunaan DDT menjadi sangat populer
selama Perang Dunia II, terutama untuk penanggulangan penyakit malaria, tifus dan
berbagai penyakit lain yang ditularkan oleh nyamuk, lalat dan kutu. Di India, pada tahun
1960 kematian oleh malaria mencapai 500.000 orang turun menjadi 1000 orang pada tahun
1970. WHO memperkirakan bahwa DDT selama Perang Dunia II telah menyelamatkan sekitar
25 juta jiwa terutama dari ancaman malaria dan tifus, sehingga Paul Mueller dianugerahi
hadiah Nobel dalam ilmu kedokteran dan fisiologi pada tahun 1948.
DDT adalah insektisida paling ampuh yang pernah ditemukan dan digunakan manusia dalam
membunuh serangga tetapi juga paling berbahaya bagi umat manusia manusia sehingga
dijuluki “The Most Famous and Infamous Insecticide”.
Bahaya toksisitas DDT terhadap ekosistem
Pada tahun 1962 Rachel Carson dalam bukunya yang terkenal, Silenty Spring menjuluki DDT
sebagai obat yang membawa kematian bagi kehidupan di bumi. Demikian berbahayanya DDT
bagi kehidupan di bumi sehingga atas rekomendasi EPA ( Environmental Protection Agency)
Amerika Serikat pada tahun 1972 DDT dilarang digunakan terhitung 1 Januari 1973.
Pengaruh buruk DDT terhadap lingkungan  sudah mulai tampak sejak awal penggunaannya
pada tahun 1940-an, dengan menurunnya populasi burung elang sampai hampir punah di
Amerika Serikat. Dari pengamatan ternyata elang terkontaminasi DDT dari makanannya
(terutama ikan sebagai mangsanya) yang tercemar DDT.  DDT menyebabkan cang kang telur
elang menjadi sangat rapuh sehingga rusak jika dieram. Dari segi bahayanya, oleh EPA DDT
digolongkan dalam bahan racun PBT (persistent, bioaccumulative, and toxic) material.
Dua sifat buruk yang menyebabkan DDT sangat berbahaya terhadap lingkungan hidup
adalah:
Sifat apolar DDT: ia tak larut dalam air tapi sangat larut dalam lemak. Makin larut suatu
insektisida dalam lemak (semakin lipofilik) semakin tinggi sifat apolarnya. Hal ini merupakan
salah satu faktor penyebab DDT sangat mudah menembus kulit
Sifat DDT yang sangat stabil dan persisten. Ia sukar terurai sehingga cenderung bertahan
dalam lingkungan hidup, masuk rantai makanan (foodchain) melalui bahan lemak jaringan
mahluk hidup. Itu sebabnya DDT bersifat bioakumulatif dan biomagnifikatif.
Karena sifatnya yang stabil dan persisten, DDT bertahan sangat lama di dalam tanah;
bahkan DDT dapat terikat dengan bahan organik dalam partikel tanah.
Dalam ilmu lingkungan DDT termasuk dalam urutan ke 3 dari polutan organik yang
persisten (Persistent Organic Pollutants, POP), yang memiliki sifat-sifat berikut:
tak terdegradasi melalui fotolisis, biologis maupun secara kimia,
-berhalogen (biasanya klor),
-daya larut dalam air sangat rendah,
-sangat larut dalam lemak,
-semivolatile,
-di udara dapat dipindahkan oleh angin melalui jarak jauh,
-bioakumulatif,
-biomagnifikatif (toksisitas meningkat sepanjang rantai makanan)
Di Amerika Serikat, DDT masih terdapat dalam tanah, air dan udara:  kandungan DDT dalam
tanah berkisar sekitar 0.18 sampai 5.86 parts per million (ppm), sedangkan sampel udara
menunjukkan kandungan DDT  0.00001 sampai 1.56 microgram per meter kubik udara
(ug/m3), dan di perairan (danau) kandungan DDT dan DDE pada taraf 0.001 microgram per
liter (ug/L).  Gejala keracunan akut pada manusia adalah paraestesia, tremor, sakit kepala,
keletihan dan muntah. Efek keracunan kronis DDT adalah kerusakan sel-sel hati, ginjal,
sistem saraf, system imunitas dan sistem reproduksi. Efek keracunan kronis pada unggas
sangat jelas antara lain terjadinya penipisan cangkang telur dan demaskulinisasi
Sejak tidak digunakan lagi (1973) kandungan DDT dalam tanaman semakin menurun. Pada
tahun 1981 rata-rata DDT dalam bahan makanan yang termakan  oleh manusia adalah 32-6
mg/kg/hari, terbanyak dari umbi-umbian dan dedaunan. DDT ditemukan juga dalam daging,
ikan dan unggas.
Walaupun di negara-negara maju (khususnya di Amerika Utara dan Eropah Barat)
penggunaan DDT telah dilarang, di negara-negara berkembang terutama India, RRC dan
negara-negara Afrika dan Amerika Selatan, DDT masih digunakan. Banyak negara telah mela
rang penggunaan DDT kecuali dalam keadaan darurat terutama jika muncul wabah penyakit
seperti malaria, demam berdarah dsb. Departeman Pertanian RI telah melarang penggunaan
DDT di bidang pertanian sedangkan larangan penggunaan DDT di bidang kesehatan
dilakukan pada tahun 1995.  Komisi Pestisida RI juga sudah tidak memberi perijinan bagi
pengunaan pestisida golongan hidrokarbon-berklor (chlorinated hydrocarbons) atau
organoklorin (golongan insektisida di mana DDT termasuk).
Permasalahan sekarang
Walaupun secara undang-undang telah dilarang, disinyalir DDT masih juga secara gelap
digunakan karena keefektifannya dalam membunuh hama serangga. Demikian pula,
banyaknya DDT yang masih tersimpan yang perlu dibinasakan tanpa membahayakan
ekosistem manusia maupun kehidupan pada umumnya merupakan permasalahan bagi kita.
Sebenarnya, bukan saja DDT yang memiliki daya racun serta persistensi yang demikian
lamanya dapat bertahan di lingkungan hidup. Racun-racun POP lainnya yang juga perlu
diwaspadai karena mungkin saja terdapat di tanah, udara maupun perairan di sekitar kita
adalah aldrin, chlordane, dieldrin, endrin, heptachlor, mirex, toxaphene,
hexachlorobenzene,  PCB (polychlorinated biphenyls), dioxins dan furans.
Untuk mengeliminasi bahan racun biasanya berbagai cara dapat digunakan seperti secara
termal, biologis atau kimia/fisik. Untuk Indonesia dipertimbangkan untuk mengadopsi cara
stabilisasi/fiksasi karena dengan cara termal seperti insinerasi memerlukan biaya sangat
tinggi. Prinsip stabilisasi/fiksasi adalah membuat racun tidak aktif/imobilisasi dengan
enkapsulasi mikro dan makro sehingga DDT menjadi berkurang daya larutnya. Namun 
permasalahan tetap masih ada karena DDT yang telah di-imobilisasi ini masih harus
“dibuang” sebagailandfill di tempat yang “aman”. Namun dengan cara ini potensi racun DDT
masih tetap bertahan untuk waktu yang lama pada abad 21 ini.
BAHAYA DDT PADA MAKHLUK HIDUP
Pada bulan Juli 1998, perwakilan dari 120 negara bertemu untuk membahas suatu pakta
Persatuan Bangsa Bangsa untuk melarang penggunaan DDT sebagai insektisida dan 11
bahan kimia lainnya secara global pada tahun 2000. Amerika Serikat dan negara-negara
industri lain menyetujui pelarangan ini karena bahan-bahan kimia ini adalah senyawa kimia
yang persisten dimana senyawa-senyawa ini dapat terakumulasi dan merusak ekosistem
alami dan memasuki rantai makanan manusia. Namun banyak negara tidak setuju dengan
pelarangan DDT secara global karena DDT digunakan untuk mengkontrol nyamuk penyebab
malaria. Malaria timbul di 90 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, dan merupakan
penyebab kematian dalam jumlah besar terutama daerah ekuatorial Afrika.
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa 2.5 juta orang tewas setiap tahun akibat
malaria dan ini kian terjadi di berbagai belahan dunia. Namun karena DDT begitu efektif
dalam mengontrol nyamuk penyebab malaria, banyak ahli berpikir bahwa insektisida
menyelamatkan lebih banyak jiwa dibandingkan bahan kimia lainnya.
DDT diproduksi secara massal pada tahun 1939, setelah seorang kimiawan bernama Paul
Herman Moller menemukan dengan dosis kecil dari DDT maka hampir semua jenis serangga
dapat dibunuh dengan cara mengganggu sistem saraf mereka. Pada waktu itu, DDT dianggap
sebagai alternatif murah dan aman sebagai jenis insektisida bila dibandingkan dengan
senyawa insektisida lainnya yang berbasis arsenik dan raksa. Sayangnya, tidak seorangpun
yang menyadari kerusakan lingkungan yang meluas akibat pemakaian DDT.
Sebagai suatu senyawa kimia yang persisten, DDT tidak mudah terdegradasi menjadi
senyawa yang lebih sederhana. Ketika DDT memasuki rantai makanan, ini memiliki waktu
paruh hingga delapan tahun, yang berarti setengah dari dosis DDT yang terkonsumsi baru
akan terdegradasi setelah delapan tahun. Ketika tercerna oleh hewan, DDT akan
terakumulasi dalam jaringan lemak dan dalam hati. Karena konsentrasi DDT meningkat saat
ia bergerak ke atas dalam rantai makanan, hewan predator lah yang mengalami ancaman
paling berbahaya. Populasi dari bald eagle dan elang peregrine menurun drastis karena DDT
menyebabkan mereka menghasilkan telur dengan cangkang yang tipis dimana telur ini tidak
akan bertahan pada masa inkubasi. Singa laut di lepas pantai California akan mengalami
keguguran janin setelah memakan ikan yang terkontaminasi.
Seperti yang terlihat pada diagram, DDT (diklorodifeniltrikloroetana) adalah senyawa
hidrokarbon terklorinasi. Tiap heksagon dari struktur ini terdapat gugus fenil (C6H5-) yang
memiliki atom klor yang mengganti satu atom hidrogen. Namun, perubahan kecil pada
struktur molekularnya dapat membuat hidrokarbon terklorinasi ini aktif secara kimia.
Dengan memanipulasi molekul DDT dalam cara ini, kimiawan berharap untuk
mengembangkan suatu insektisida yang efektif namun ramah lingkungan, dimana senyawa
in akan mudah terdegradasi. Namun disaat bersamaan, para peneliti sedang menyelidiki
cara lain untuk mengkontrol populasi nyamuk. Salah satu caranya adalah penggunaan
senyawa menyerupai hormon yang menyebabkan nyamuk mati kelaparan, hingga dapat
mengurangi populasinya hingga dapat mengurangi penyebaran malaria.
Para peneliti lingkungan dan pakar wabah penyakit mulai mengamati serius dampak unsur
pengganggu itu sejak tiga dekade lalu. Mula-mula diketahui, racun pembunuh serangga yang
amat ampuh dan digunakan secara luas membasmi nyamuk malaria, yakni DDT
(dichlorodiphenytrichloroethane) memiliki dampak sampingan amat merugikan. DDT
memiliki sifat larut dalam lemak. Karena itu, residunya terus terbawa dalam rantai makanan,
dan menumpuk dalam jaringan lemak. Dari situ, sisa DDT mengalir melalui air susu ibu
kepada anaknya, baik pada manusia maupun pada binatang. Binatang pemangsa mendapat
timbunan sisa DDT dari binatang makanannya. Rantainya seolah tidak bisa diputus.
Pengamatan terhadap burung pemangsa menunjukkan, DDT menyebabkan banyak burung
yang memproduksi telur dengan kulit amat tipis, sehingga mudah pecah. Selain itu, terlepas
dari tebal tipisnya kulit telur, semakin banyak anak burung pemangsa yang lahir cacat.
Penyebaran residu DDT bahkan diamati sampai ke kawasan kutub utara dan selatan. Anjing
laut di kutub utara, banyak yang melahirkan anak yang cacat, atau mati pada saat
dilahirkan. Penyebabnya pencemaran racun serangga jenis DDT.
Diduga, residu DDT pada manusia juga berfungsi serupa, yakni menurunkan kemampuan
reproduksi. Atau menyebabkan cacat pada janin.
Diposting 28th June 2012 oleh Team Biology
  


Lihat komentar

5.
JUN

25

FIKSASI NITROGEN
APA ITU FIKSASI NITROGEN?

1.         Fiksasi Nitrogen
Nitrogen adalah unsur yang paling berlimpah di atmosfer (78% gas di
atmosfer adalah nitrogen). Meskipun demikian, penggunaan nitrogen pada
bidang biologis sangatlah terbatas. Nitrogen merupakan unsur yang tidak
reaktif (sulit bereaksi dengan unsur lain) sehingga dalam penggunaan nitrogen
pada makhluk hidup diperlukan berbagai proses, yaitu diantaranya: fiksasi
nitrogen, mineralisasi, nitrifikasi, denitrifikasi.
Siklus nitrogen sendiri adalah suatu proses konversi senyawa yang
mengandung unsur nitrogen menjadi berbagai macam bentuk kimiawi yang
lain. Transformasi ini dapat terjadi secara biologis maupun non-biologis. Siklus
nitrogen secara khusus sangat dibutuhkan dalam ekologi karena ketersediaan
nitrogen dapat mempengaruhi tingkat proses ekosistem kunci, termasuk
produksi primer dan dekomposisi. Aktivitas manusia seperti pembakaran bahan
bakar fosil, penggunaan pupuk nitrogen buatan, dan pelepasan nitrogen dalam
air limbah telah secara dramatis mengubah siklus nitrogen global.
Di alam, Nitrogen terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti urea,
protein, dan asam nukleat atau sebagai senyawa anorganik seperti ammonia,
nitrit, dan nitrat.
Tahap pertama
Daur nitrogen adalah transfer nitrogen dari atmosfir ke dalam tanah.
Selain air hujan yang membawa sejumlah nitrogen, penambahan nitrogen ke
dalam tanah terjadi melalui proses fiksasi nitrogen. Fiksasi nitrogen secara
biologis dapat dilakukan oleh bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan
polong-polongan, bakteri Azotobacter dan Clostridium. Selain itu ganggang
hijau biru dalam air juga memiliki kemampuan memfiksasi nitrogen.
Tahap kedua
Nitrat yang di hasilkan oleh fiksasi biologis digunakan oleh produsen
(tumbuhan) diubah menjadi molekul protein.
Selanjutnya jika tumbuhan atau hewan mati, mahluk pengurai
merombaknya menjadi gas amoniak (NH3) dan garam ammonium yang larut
dalam air (NH4+). Proses ini disebut dengan amonifikasi. Bakteri Nitrosomonas
mengubah amoniak dan senyawa ammonium menjadi nitrat oleh Nitrobacter.
Apabila oksigen dalam tanah terbatas, nitrat dengan cepat ditransformasikan
menjadi gas nitrogen atau oksida nitrogen.

Fungsi Dalam Ekologi


Nitrogen sangatlah penting untuk berbagai proses kehidupan di Bumi.
Nitrogen adalah komponen utama dalam semua asam amino, yang nantinya
dimasukkan ke dalam protein, tahu kan kalau protein adalah zat yang sangat
kita butuhkan dalam pertumbuhan. Nitrogen juga hadir di basis pembentuk
asam nukleat, seperti DNA dan RNA yang nantinya membawa hereditas. Pada
tumbuhan, banyak dari nitrogen digunakan dalam molekul klorofil, yang penting
untuk fotosintesis dan pertumbuhan lebih lanjut. Meskipun atmosfer bumi
merupakan sumber berlimpah nitrogen, sebagian besar relatif tidak dapat
digunakan oleh tanaman. Pengolahan kimia atau fiksasi alami (melalui proses
konversi seperti yang dilakukan bakteri rhizobium), diperlukan untuk
mengkonversi gas nitrogen menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh
organisme hidup, oleh karena itu nitrogen menjadi komponen penting dari
produksi pangan. Kelimpahan atau kelangkaan dari bentuk "tetap" nitrogen,
(juga dikenal sebagai nitrogen reaktif), menentukan berapa banyak makanan
yang dapat tumbuh pada sebidang tanah.
Transformasi nitrogen ini dapat terjadi secara biologis maupun non-
biologis. Walaupun terdapat sangat banyak molekul nitrogen di
dalam atmosfir, nitrogen dalam bentuk gas tidaklah reaktif. Hanya beberapa
organisme yang mampu untuk mengkonversinya menjadi senyawa
organik dengan proses yang disebut fiksasi nitrogen.
Fiksasi nitrogen adalah proses alam, biologis atau abiotik yang
mengubah nitrogen di udara menjadi ammonia (NH 3). Mikroorganisme yang
mem-fiksasi nitrogen disebut diazotrof. Mikroorganisme ini memilikienzim
nitrogenaze yang dapat menggabungkan hidrogen dan nitrogen. Reaksi untuk
fiksasi nitrogen biologis ini dapat ditulis sebagai berikut :
N2 + 8 H+ + 8 e− → 2 NH3 + H2
Mikro organisme yang melakukan fiksasi nitrogen antara lain : Cyanobacteria,
Azotobacteraceae, Rhizobia, Clostridium , dan Frankia. Selain itu ganggang
hijau biru juga dapat memfiksasi nitrogen. Beberapa tanaman yang lebih tinggi,
dan beberapa hewan (rayap), telah membentuk asosiasi (simbiosis)
dengan diazotrof. Selain dilakukan oleh mikroorganisme, fiksasi nitrogen juga
terjadi pada proses non-biologis, contohnya sambaran petir. Lebih jauh, ada
empat cara yang dapat mengkonversi unsur nitrogen di atmosfer menjadi
bentuk yang lebih reaktif :
a.         Fiksasi biologis: beberapa bakteri simbiotik (paling sering dikaitkan
dengan tanaman polongan) dan beberapa bakteri yang hidup bebas dapat
memperbaiki nitrogen sebagai nitrogen organik. Sebuah contoh dari bakteri
pengikat nitrogen adalah bakteri Rhizobium mutualistik, yang hidup dalam
nodul akar kacang-kacangan. Spesies ini diazotrophs. Sebuah contoh dari
hidup bebas bakteri Azotobacter.
b.        Industri fiksasi nitrogen : Di bawah tekanan besar, pada suhu 600 C, dan
dengan penggunaan katalis besi, nitrogen atmosfer dan hidrogen (biasanya
berasal dari gas alam atau minyak bumi) dapat dikombinasikan untuk
membentuk amonia (NH3). Dalam proses Haber-Bosch, N2 adalah diubah
bersamaan dengan gas hidrogen (H2) menjadi amonia (NH3), yang digunakan
untuk membuat pupuk dan bahan peledak.
c.         Pembakaran bahan bakar fosil : mesin mobil dan pembangkit listrik
termal, yang melepaskan berbagai nitrogen oksida (NOx).
Fiksasi nitrogen yang lain terjadi karena proses geofisika, seperti
terjadinya kilat. Kilat memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan,
tanpanya tidak akan ada bentuk kehidupan di bumi. Walaupun demikian,
sedikit sekali makhluk hidup yang dapat menyerap senyawa nitrogen yang
terbentuk dari alam tersebut. Hampir seluruh makhluk hidup mendapatkan
senyawa nitrogen dari makhluk hidup yang lain. Oleh sebab itu, reaksi fiksasi
nitrogen sering disebut proses topping-up atau fungsi penambahan pada
tersedianya cadangan senyawa nitrogen.
Vertebrata secara tidak langsung telah mengonsumsi nitrogen melalui
asupan nutrisi dalam bentuk protein maupun asam nukleat. Di dalam
tubuh, makromolekul ini dicerna menjadi bentuk yang lebih kecil yaitu asam
amino dan komponen dari nukleotida, dan dipergunakan untuk sintesis protein
dan asam nukleat yang baru, atau senyawa lainnya.

          Jajaran Organisme Pengikat Nitrogen


Ada beberapa organisme yang dapat mengikat nitrogen. Pertama, semua
bakteri : prokaryota sederhana yang tak berinti. Meskipun telah banyak
dilakukan pengamatan, namun belum ada satu pun ditemukan organisme
eukaryotik berinti yang melakukan fiksasi nitrogen.
Kedua anggota kelompok pengikat nitrogen itu secara taksonomi banyak
macamnya dan terjadi secara sporadic.
Ketiga, banyak bekteri yang tidak mampu mengikat nitrogen sendiri. Tapi
hidup bersimbiosa dengan tumbuhan tinggi. Ini terjadi juga dengan masalah
energi. Jika bakteri itu hidup bersama dengan tumbuhan hijau yang mengikat
karbon, hasilnya adalah pertukaran bahan nutrisi yang saling menguntungkan.
Tumbuhannya mendapat nitrogen yang telah difiksasi, sedangkan bakterinya
menerima karbon yang telah terfiksasi pula, yang dipakai untuk menghasilkan
energi.

         Biokimia Nitrogenase
Kemampuan khusus bakteri pemfiksasi nitrogen untuk mereduksi
N2 menjadi ammonia tergnatung pada system enzimyang disebut “kompleks
nitrogenase”. Kompleks ini ternyata sama benar sifatnya dalam mengikat
nitrogen sampai kini.
Pengetahuan yang di dapat kini menunjukkan, bahwa kompleks
nitrogenase terdiri dari enam protein  dan mengandung dua aktivitas enzim
berbeda. Satu disebut nitrogenase saja, dan yang lain disebut nitrogenase
reduktase. Komponen nitrogenase dari kompleks itu mengandung empat
subunit yang dibina atas dua macam protein. Masing-masing protein rangkap
dua. Molekulnya juga mengandung kofaktor. Kofaktor itu adalah besi
molybdenum, berarti mengandung besi molybdenum. Struktur kofaktor belum
diketahui meski telah bertahun-tahun diselidiki.
Reduksi N2 banyak mengandung energi. Ada 20 sampai 30 molekul
adenosine trifosfat (ATP), alat tukar energy dalam sel, diperlukan untuk
menunjang reduksi satu molekul nitrogen menjadi ammonia. Lagipula reaksi
nitrogenase banyak menghasilkan ampas, karena ia juga menghasilkan ion
nitrogen menjadi molekul hydrogen, H1yang berupa gas.
Nitrogenase reduktase berberat molekul 60.000 dan terdiri dari dua
molekul subunit protein yang identik. Cirinya berwarna coklat, karena
mengandung untaian besi dan belerang.

         Masalah Oksigen


Satu lagi hal yang penting ttentang nitrogenase ialah bahwa oksigen
meracun baginya. Jika terpapar udara enzim itu kehilangan separuh
aktivitasnya dalam tempo 30 detik, dan tidak dapat pulih kembali.
Salah satu strategi yang diambil oleh bakteri genus C lostridium  ialah
hidup dalam lingkungan yang bebas oksigen. Bagi bakteri ini risiko kerusakan
oleh oksigen tak pernah muncul. Pengikat nitrogen lain seperti
bakteri Klebsiella pneumonia, dapat hidup baik dalam lingkungan beroksigen
maupun tak beroksigen, tapi hanya dapat mengfiksasi nitrogen jika tumbuh
dalam lingkungan anaerobis.

A.      Sifat Genetik Fiksasi Nitrogen


 Makin banyak bakteri pemfikasi nitrogen yang kini sedang diamati
dengan teknik genetika dan biologi molekuler. Tetapi organism yang dipakai
oleh eksperimen yang asli untuk pengamatan demikian dan yang telah
dianalisa paling rinci ialah Klebsiella pneumonia.  Bakteri ini tidak
bersimbiosa dengan organism lain dan dapat tumbuh dengan baik dalam kultur.
Lagi pula, bakteri ini mendapat perlakuan genetis yang sama dengan yang
dilakukan terhadap Escherichia colii,  jenis bakteri yang ada hubungan
kerabat dengannya.
Apa yang dipelajari tentang gen nif  pada K. pneumonia  bukan hanya
member rancangan kerja intelektual untuk mempelajari genetika biokimia
fiksasi nitrogen. Tetapi juga dapat dipakai untuk menganalisa proses fiksasi
nitrogen pada bakteri lain yang sifat genetisnya tidak begitu mudah dapat
dianalisa. Sebagian kecil kromosom K. pneumonia,  jika dipindahkan ke E.
Coli,  membuat sel resipien itu dapat mengikat nitrogen. Ini menunjukkan
bahwa gen nif   dari K. pneumonia    membentuk suatu rangkaian pada
kromosom. Meskipun reduksi N2 sehingga menjadi amonia dapat terjadi
sebagai reaksi yang berjalan langsung, namun untuk itu K. pneumonia  harus
mengerahkan tak kurang dari 17 gen. semuanya diberi imbuhan huruf abjad
bagi nif : A, B, E, H, K dan seterusnya. Gen-gen nif   yang menyandi reaksi itu
menempati sekitar 22 kilobasa pada DNA kromosom.
Gen nif   menyandi protein nitrogenase reduktase, sedangkan gen nifD
dan nifK menyandi 2 komponen protein nitrogenase. Lima gen lain ( nifH, X, V,
N, dan E) terlibat dalam mensintesa kofaktor besi molybdenum yang jalan
reaksinya belum dapat diungkapkan, dan dua gen ( nifF dan J) menyandi
polipeptida yang diperlukan untuk transfer electron kepada nitrogenase
reduktase. Tiga gen (nifM, S, V) diperlukan untuk mematangkan kompleks
nitrogenase yang fungsional, dan dua ( nifA, dan nifL) ternyata mengatur
ekspresi semua gen nif  lain. Akhirnya fungsi nifX dan nifY  belum diketahui
peranannya.
Beberapa gen nif pada organism pemfiksasi nitrogen lain terbukti sama
benar strukturnya dengan yang terdapat pada K. pneumonia.  Namun, pada
organism pemfiksasi nitrogen lain, gen-gen itu biasanya tersebar sekitar
genom, bukan membentuk suatu rangkaian rapat seperti pada K. pneumonia.

B.       Mengatur Ekspresi Gen nif


Jika bakteri pemfiksasi nitrogen menemukan sumber nitrogen yang
sudah terfiksasi, seperti berupa amonia, glutamate, atau asparagin, maka
transkripsi gen-gen nif   pun berhenti. Dengan demikian organism itu tidak
membuang-buang energy, karena ini masih diperlukan untuk mensintesa
protein. Juga tidak mebuang-buang ATP , karena ini diperlukan pula untuk
mendorong reaksi reduksi. Gen-gen itu juga tidak berekspresi jika selnya
terpapar ke udara. Ini juga membuat suasana kehidupan jadi baik.
Pengaturan gen nif  sangat kompleks. Pemgaturan itu meliputi control
local oleh gen dalam kompleks nif, dan komtrol yang lebih menyeluruh oleh
gen pengatur yang terletak dibagian lain genom. Agar gen nif  mulai
berekspresi, seperti pada semua gen lain, diperlukan enzim RNA polymerase
untuk mentranskripsi DNA menjadi RNA messenger.
Promotor adalah daerah pengontrol pada suatu gen. RNA polymerase
akan berikatan dengan promoter itu sewaktu transkripsi dimulai. Urutan
nukleotida gen nif    berbeda sekali dengan promoter suatu gen yang sudah
banyak diamati pada E. coli.  Ini member pandangan bahwa DNA polymerase
yang mengenal promoter gen nif   beda dari enzim yang berikatan dengan
promoter gen lain. Pandangan ini belum lama berselang telah dikukuhkan.
Mutasi pada gen yang disebut ntrA (ntr adalah untuk mengatur nitrogen,
nitrogen regulation), bukan anggota kompleks nif,  menyebabkan fiksasi
nitrogen hilang. Boris Magasanik dari Massachusetts, dan S. Kustu dari
University of California di Davis, telah menetapkan bahwa gen ntrA mengenal
promoter gen nif.  Tanpa protein ini gen nif   termasuk
pengatur nifA  dan L,  tak dapat bertranskripsi, sehingga fiksasi nitrogen tak
terjadi. Factor sigma lain menolong RNA polymerase agar dapat mengenal
promoter gen lain.

C.      Fiksasi Nitrogen Secara Simbiosa


Bakteri pengikat nitrogen yang terpenting, baik untuk pertanian maupun
ekologi, adalah yang berinteraksi dengan tumbuhan dengan cara simbiosa.
Simbiosa ada yang berbentuk sedehana dan yang kompleks. Bentuk interaksi
sederhana terdapat pada bakteri Azosfirillumyang hidup sekitar permukaan
rumputan. Pada interaksi yang berbentuk kompleks, seperti interaksi bakteri
genus Rhizobium dan kacang-kacangan. Kacang-kacangan dapat subur pada
tanah yang miskin nitrogen, berkat kehadiran simbion yang memfiksasi
nitrogen. Dengan demikian famili tumbuhan ini sangat besar peranannya dalam
pertanian.
Memahami interaksi simbiotis memerlukan analisa terhadap, bukan
hanya gen nif , tapi juga tentang gen-gen khusus pada tumbuhan dan bakteri
yang membuat mereka hidup berinteraksi demikian kompleks. Kebanyakan
strain tak dapat di dorong untuk memfiksasi nitrogen jika ditanam sendirian
dalam kultur. Namun bakteri ini memiliki kemampuan khusus untuk mengenal
dan menyusup ke kacang-kacangan tertentu dan mendorong terbentuknya
suatu reaksi yang terkordinasi dalam tumbuhan tompangan. Reaksi itu
diantaranya untuk mengatur pembelahan sel dan sintesa seperangkat protein.
Biasanya tempat infeksi berada di ujung bulu akar yang sedang tumbuh,
yang melengkung, bercabang atau berpilin seperti sekrup sebagai reaksi
terhadap bakteri yang menyusup. Bakteri itu masuk melalui benang infeksi,
kehadiran benang infeksi, mungkin bergabung dengan sinyal dari Rhizobium
terhadap permukaan akar, mendorong terjadinya pembelahan sel dalam akar,
sehingga terbentuk bintul awal, ketika nodul tumbuh, benang infeksi pertama
terus tumbuh dan bercabang, masuk menyelusup diantara sel-sel akar
tumbuhan inang.
Sel-sel Rhizobium yang memfiksasi nitrogen dan yang keluar dari bintul
disebut bakteroid. Dalam bentuk ini bakteri itu biasanya menjalankan gen nif
untuk berekspresi, lalu mengeluarkan amonia yang terbentuk ke dalam
jaringan tumbuhan inang. Tumbuhan inang kemudian menggunakan amonia itu
dengan membuatnya berkondensasi dengan asam glutamat, untuk membentuk
glutamin. Kemudian glutamin ini dipakai untuk menebarkan nitrogen yang telah
terfik pada bagian lain tubuh tumbuhan inang itu.
Spesies Rhizobium lain lebih banyak memiliki perbedaan yang bersifat
biokimia, di luar perbedaan dalam bentuk jenis tompangan. Spesies kacang-
kacangan tertentu hanya diinfeksi oleh spesies bakteri tertentu pula. Bagi
beberapa bakteri seperti R. leguminosarum, R. trifolii,  dan R. phaseoli,  yang
membuat bintul masing-masing pada ercis, clover, dan
buncis Phaseolus,  ternyata hanya jenis tompangan itu yang menjadi ciri untuk
membedakan berbagai spesies itu.
Banyak gen yang tak berekspresi pada sel bakteri bebas tapi berekspresi
pada bakteroid atau sebaliknya. Susunan biokimia protein yang dibuat dalam
bintul juga memperlihatkan perubahan besar dibandingkan pada akar yang tak
diinfeksi, paling kurang ada 50 protein baru, disebut nodulin ditemikan khusus
terdapat dalam bintul. Secara keseluruhan jumlah macam protein yang khusus
terdapat dalam bintul yang berlipat ganda lebih banyak dari itu, beberapa
diantaranya seperti enzim glutamin sintetase dan urikase diperlukan untuk
asimilasi amonia. Nodulin yang paling banyak ialah leghaemoglobin.
Leghaemoglobin menyebabkan bintul warna merah muda, mekipun
banyak orang yang menduga leghaemoglobin berperan untuk melindungi
nitrogenase dari kerusakan oleh oksigen, namun ternyata fungsi utamanya
adalah untuk menyampaikan oksigen ke bakteroid.
Gen leghaemoglobin kedelai ternyata sama dengan gen haemoglobin
mamal, bintul akar yang terbentuk pada tumbuhan bukan kacang-kacangan
oleh bakteri Frankia juga mengandung leghaemoglobin.

D.      Analisis Genus Bakteri Rhizobium


Bakteri Rhizobium jauh lebih sederhana dan lebih mudah ditangani untuk
dianalisa secara genetis daripada kacang-kacangan inang mereka. Tak
mengherankan, bila kemajuan dalam mengidentifikasi gen bakteri yang
diperlukan untuk kerja simbiosa dan memfiksasi nitrogen dan pembentukan
bintul, jauh lebih cepat daripada kemajuan dalam mengidentifikasi gen
tumbuhan yang berperan dalam aktifitas ini. Lagipula isolasi gen nif   dari
berbagai bakteri sama besar, sehingga gen K. pneumoniae  dapat dipakai
sebagai probe untuk memancing gen nifspesies lain.
Plasmid besar yang sama yang membawa gen nif  pada
spesies Rhizobium  tumbuh cepat, juga mengandung seuntaian gen nod yang
berperan dalam pembentukan bintul. Beberapa pengamat telah
memperlihatkan bahwa pemindahan DNA R. leguminosarum   yang
mengandung gen nod yang membuat bintul pada ercis, pada bakteri rhizobium
lain yang asalnya membuat bintul pada clover atau buncis, membuat bakteri
resipien itu mampu membentuk bintul normal pada ercis. Namun ini bukan
berarti bahwa untaian nod plasmid sajalah yang diperlakukan untuk mendorong
bakteri Rhizobium membuat bintul. Bakteri dari
genus Agrobacterium  sebenarnya sekerabat dekat dengan bakteri rhizobium,
namun spesies Agrobacterium  tidak mampu membuat bintul ataupun
memfiksasi nitrogen.

E.       Pengaturan Ekspresi Gen Nod


Gen terakhir dari untaian gen nod yaitu nod  telah diperlihatkan
berperan sebagai pengatur, mengontrol transkripsi sendiri dan gen-gen nod lain
dalam untaian. Jika bakteri rhizobium ditumbuhkan dalam media kultur yang
minimal, gen nod   berekspresi kuat, sedang gen-gen nod lain tidak
bertranskripsi. Namun ditemukan perbedaan besar jika sel bakteri itu
dipaparkan pada zat getahan yang keluar dari akar ercis, clover atau alfalfa.
Transkripsi semua gen nod, kecuali nodD lalu meningkat sekitar tujuh puluh
kali lipat.
Diposting 25th June 2012 oleh Team Biology
  


Lihat komentar

6.
JUN

25

ALEL GANDA (Genetika)


 Alel
Alel berasal dari kata Allelon yang berarti bentuk lain. Disebut juga versi
alternative gen yang menjelaskan adanya variasi dan pewarisan suatu
sifat. Alel adalah Gen – gen yang terletak pada lokus yang sama (bersesuaian)
dalam kromosom homolog. Bila dilihat dari pengaruh gen pada fenotipe , alel
ialah anggota dari sepasang gen yang memiliki pengaruh berlawanan., jadi alel
adalah gen – gen yang terletak pada lokus yang sama dan memiliki
pekerjaan yang sama atau hampir sama.
Alel merupakan bentuk alternatif suatu gen yang terdapat pada lokus
(tempat) tertentu. Pada individu homozigot, pasangan kedua alel mempunyai
symbol yang sama persis; misalnya AA, BB. Sedangkan genotipe heterozigot
pasangan kedua alel mempunyai simbol yang tidak sama misal Aa, Bb.
namun Ab dan aB bukan alelnya.
Individu dengan genotipe AA dikatakan mempunyai alel A, sedang
individu aa mempunyai alel a. Demikian pula individu Aa memiliki dua macam
alel, yaitu A dan a.  Jadi, lokus A dapat ditempati oleh sepasang (dua buah)
alel, yaitu AA, Aa atau aa, bergantung kepada genotipe individu yang
bersangkutan.
Namun, kenyataan yang sebenarnya lebih umum dijumpai adalah bahwa
pada suatu lokus tertentu dimungkinkan munculnya lebih dari hanya dua
macam alel, sehingga lokus tersebut dikatakan memiliki sederetan alel.
Fenomena semacam ini disebut sebagai alel ganda (multiple alleles).

Alel Ganda
Bila dalam satu lokus terdapat lebih dari satu pasang alel maka disebut
alel ganda, misalnya warna bulu pada kelinci dan golongan darah sistem A B O
pada manusia
Meskipun demikian, pada individu diploid, yaitu individu yang tiap
kromosomnya terdiri atas sepasang kromosom homolog, betapa pun banyaknya
alel yang ada pada suatu lokus, yang muncul hanyalah sepasang (dua
buah). Katakanlah pada lokus X terdapat alel X1, X2, X3, X4, X5.  Maka, genotipe
individu diploid yang mungkin akan muncul antara lain X 1X1, X1X2, X1X3,
X2X2 dan seterusnya. Secara matematika hubungan antara banyaknya anggota
alel ganda dan banyaknya macam genotipe individu diploid dapat
diformulasikan sebagai berikut.

      Golongan Darah Sistem ABO


Darah itu terdiri dari dua komponen, yaitu sel-sel (antara lain eritrosit
dan leukosit) dan cairan (plasma). Plasma dikurangi fibrinogen (protein untuk
pembekuan darah) merupakan serum. Pada abad 18 pada waktu mulai
dilakukan transfuse darah terjadilah kematian pada resipien tanpa diketahi
sebab-sebabnya. Akan tetapi Dr. Karl Landsteiner dalam tahun 1901 yang
bekerja di laboratorium di Wina menemukan bahwa sel darah merah (eritrosit)
dari beberapa individu akan menggumpal (beraglutinasi) dalam kelompok-
kelompok yang dapat dilihat dengan mata telanjang, apabila dicampur dengan
serum dari beberapa orang, tetapi tidak dengan semua orang. Kemudian
diketahui bahwa dasar dari menggumpalnya eritrosit tadi ialah adanya reaksi
antigen-antibodi. Apabila suatu substansi asing (disebut antigen) disuntikan ke
dalam aliran darah dari seekor hewan akan mengakibatkan terbentuknya
antibodi tertentu yang akan bereaksi dengan antigen.
Suatu antibodi itu sangat spesifik untuk antigen tertentu. Terbentuknya
antibodi demikian itu tergantung dari masuknya antigen asing. Selain dengan
cara demikian, antibodi itu tidak akan dibentuk. Sistem demikian merupakan
dasar dari imunisasi maupun untuk reaksi alergi.
Sebaliknya ada pula antibodi yang dibentuk secara alamiah di dalam
darah, meskipun demikian antigen yang bersangkutan tidak ada. Antibodi
alammiah inilah yang mengambil peranan dalam golongan darah manusia,
terutama dalam golongan darah A, B, AB dan O yang amat penting. Antigen
juga protein. Istilah gen dalam antigen bukan bermakna bahwa dia lawan dari
gen (penyandi protein) tapi antigen adalah zat penyusun dasar.

Tabel.  Antigen dan antibodi dalam golongan darah orang

Golongan Darah
Antigen dalam eritrosit Antibodi dalam serum
(fenotip)

A A Anti –B
B B Anti –A

AB A dan B -

O - Anti –A dan anti -B

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa orang yang memiliki antigen A
tidak memiliki anti –A melainkan anti –B. orang yang memiliki antigen B tidak
memiliki anti-B melainkan anti-A. Jika antigen A bertemu dengan anti –A,
demikian pula antigen B bertemu dengan anti –B, sel-sel darah merah
menggumpal (beraglutinasi) dan mengakibatkan kematian. Orang yang tidak
memiliki antigen A mapupun antigen B dalam eritrositnya dinyatakan
bergolongan darah O dan serum darahnya mengandung anti –A dan anti -B .
sebaliknya bila serum darah tidak mengandung antibodi sama sekali, maka
eritrosit mengandung antigen A dan antigen B. orang demikian dinyatakan
termasuk golongan darah AB. Karena golongan darah O tidak mempunyai
antigen sama sekali maka golongan darah O disebut sebagai pendonor
universal. Sementara golongan darah AB karena dia tidak memiliki antibodi
dalam serumnya maka golongan darah AB disebut juga sebagai resipien
universal. Namun dalam ilmu kedokteran sekarang hal itu tidak lagi berlaku
karena kurang aman, alasannya selalu terjadi adanya aglutinasi ringan.

           Cara menurunnya golongan darah A, B, AB dan O


Telah diketahui bahwa golongan darah seseorang ditetapkan
berdasarkan macamnya antigen dalam eritrosit yang dimilikinya. Dari hasil
penelitian Bermstein dalam tahun 1925 menegaskan bahwa antigen-antigen itu
diwariskan oleh suatu seri alel ganda. Alel itu diberi symbol I (berasal dari kata
Isoaglutinin, suatu protein yang terdapat pada permukaan sel eritrosit). Orang
yang mampu membentuk antigen A memiliki alel I A dalam kromosom, yang
mampu membentuk antigen B memiliki alel IB, yang memiliki alel IA dan
IB dapat membentuk antigen A dan antigen B, sedangkan yang tidak mampu
membentuk entigen sama sekali memiliki alel resesip I.
Interaksi antara alel-alel IA, IB dan I menyebabkan terjadinya 4 fenotip
(golongan darah) A, B, AB dan O.
Proses menurunnya alel-alel ganda tersebut dapat dilihat dari beberapa
contoh di bawah ini :
a.         Apabila seorang laki-laki bergolongan darah A ingin menikah dengan
perempuan bergolongan darah B maka kemungkinan golongan darah anaknya
adalah sebagai berikut :
P       ♂ A           x         ♀ B
                      IA IA  /        x          IB IB  /
                                 A 
I I                        IB I
             F 1  
   ♂
IA I

IA IB IB I
IB
Golongan AB Golongan B

IA I II
I
Golongan A Golongan O
                       
                                    Jadi, kemungkinannya yaitu :
                                         IA IB  (golongan AB)  = 25
%
                                         IA I  (golongan A) =  25 %
                                         IB I  (golongan B) = 25 %
                                         I I (golongan O)  = 25 %
b.      Apabila seorang laki-laki bergolongan darah O ingin menikah dengan
perempuan bergolongan darah AB. Maka kemungkinan golongan darah
keturunannya adalah :
P       ♂ O           x          ♀ AB
           I I             x             IA IB
                 
        F1     
    ♂
I I

IA I IA I
IA
Golongan A Golongan A
IB I IB I
IB
Golongan B Golongan B

                        Maka, kemungkinannya yaitu :

=  50 %
 

                                                IA I = golongan


darah A           
                                                IA I = golongan darah
A

=  50 %
 

                                                IB I = golongan


darah B
                                                IB I = golongan darah
B

c.       Apabila laki-laki bergolongan darah A menikah dengan perempuan


bergolongan darah O. maka kemungkinan golongan darah  keturunannya
adalah :
P       ♂ A             x         ♀ O
      IA IA /  IA I                   I I
F1  
         ♂
IA I

IA I II
I
Golongan A Golongan O
IA I II
I
Golongan A Golongan O
                                    Maka kemungkinannya :

=  50 %
 

                           IA I =  Golongan darah A 


                           IA I =  Golongan darah A

=  50 %
 

                           I I   =  Golongan darah O 


                           I I   =  Golongan darah O

d.      Seorang pria bergolongan darah O menderita hemofilia menikah dengan wanita


bergolongan darah AB carier hemofilia. Maka kemungkinan keturunannya?
Jawab :

         ♂  O hemofilia               x           ♀  AB carier hemofilia


P          I I Xh Y                      x                       
IA IB Xh X

G        I           Xh = I


h A h A h
X                              I             X  = I  X
                        Y  = I
A
Y                                               X  = I  X
                                                                 
I             Xh = IB Xh
B

                                                                  
                    X  = IB X
F1  
       ♂
I Xh IY

A h IA I Xh Xh IA I Xh Y
I  X
Letal A ♂ hemofilia
I  I Xh X
A
IA I X Y
IA X
A ♀ carier A ♂ normal
IB I Xh Xh IB I Xh Y
IB Xh
Letal B ♂ hemofilia
I  I Xh X
B
IB I X Y
IB X
B ♀ carier B ♂ normal

Ratio fenotipnya :
Pria A hemofilia = 1
Wanita A carier = 1
Pria A normal = 1
Pria B hemofilia =1
Wanita B carier = 1
Pria B normal = 1

          Alel ganda pada kelinci


Pengaruh alel ganda dapat juga dilihat pada kelinci. Beberapa warna
dasar kulit kelinci disebabkan oleh suatu seri alel ganda, yaitu :
c+ = alel yang menyebabkan kelinci berambut abu-abu bercampur kuning,
coklat dan dengan ujung rambut hitam. Kelinci ini merupakan kelinci liar
(normal).
cch = alel yang menyebabkan kulit kelinci berambut abu-abu perak, tanpa
warna kuning. Kelinci yang memiliki fenotip ini disebut “chinchilla”.
ch = alel yang menyebabkan kulit kelinci berambut putih, kecuali telinga,
hidung, kaki dan ekor yang berwarna hiram. Kelinci ini dinamakan kelinci
Himalaya.
c = alel yang menyebabkan kulit kelinci berambut putih.
          Berbagai percobaan perkawinan pada bermacam-macam kelinci itu
telah memberi petunjuk bahwa dominasi alel-alel tersebut ialah :
c+ > cch  > ch > c. perkawinan antara kelinci normal dengan chinchilla
menghasilkan keturunan F1 yang semuanya berupa kelinci normal. Tetapi
keturunan F2 memperlihatkan :
Perbandingan fenotip = 3 normal : 1 chinchilla.
          P  ♀   cch cch           x          ♂ c+ c+
                  chinchilla                  normal
             
F1                     c+ cch
                                                Normal

                        F2            c+ c+      = 


normal                                  

=  3  :  1
 
                                                
    c+ cch     =  normal
                                        c+ cch     =  normal
                                        cch cch    =  chinchilla

                        Ini memberi pengertian bahwa gen yang menyebabkan


warna abu-abu dan chinchilla merupakan alel.
          Mengingat urutan dominasi alel-elel itu, maka berbagai macam
kelinci itu dapat mempunyai beberapa kemungkinan genotip, kecuali kelinci
albino yang hanya mempunyai satu genotip saja.

Tabel.  Fenotip dan genotip yang sesuai untuk alel ganda dari lokus c pada kelinci

Fenotip Genotip

Kelabu (normal) c+ c+ , c+ cch , c+ ch , c+ c

Chinchilla cch cch , cch cch , cch c

Himalaya ch ch , ch c

Albino cc

Banyaknya kemungkinan kombinasi genotip dapat dicari asal banyaknya


alel ganda dalam suatu seri diketahui, yaitu dengan menggunakan

rumus :     dimana n = banyaknya alel.

        Golongan Darah Sistem MN


Dalam tahun 1927 Landsteiner dan Levine menemukan antigen baru lagi,
yang disebut antigen-M dan antigen-N. mereka berpendapar bahwa sel darah
merah seseorang dapat memiliki salah satu atau kedua macam antigen
tersebut. Jika dilakukan tes dengan antiserum yang mengandung anti-M
tampak adanya agglutinasi sedangkan anti-N tidak maka orang itu termasuk
golongan M. jika antiserumnya mengandung anti-N terjadi agglutinasi
sedangkan anti-M tidak maka orang itu dinyatakan sebagai orang bergolongan
darah N. akan tetapi jika tes dilakukan dengan anti-M dan anti-N menunjukkan
terjadinya agglutinasi, maka orang itu masuk golongan MN.
Landsteiner dan Levin mengemukakan bahwa terbentuknnya antigen-M
di dalam eritrosit itu ditentukan oleh alel L M sedangkan antigen-N oleh alel L N.
pada alel-alel ini tidak dikenal dominasi, sebab alel L M dan LN merupakan alel
kodominan. Dengan demikian genotip  LM LN tidak memperlihatkan ekspresi
intermedier, melainkan menunjukkan fenotip baru.
Berhubung tidak adanya alel resesip, maka pewarisan alel L M dan
N
L  berlangsung lebih sederhana. Berikut beberapa contohnya :
a.       Suami istri masing bergolongan darah M akan mempunyai keturunan
bergolongan darah M saja.
                      P     ♂     M          x          ♀     M
                                  LM LM                       LM LM
                             
F1                     LM LM  =  golongan M

b.      Seorang laki-laki golongan N menikah dengan seorang perempuan golongan


darah MN. Kemmungkinan keturunannya yaitu :
                      P     ♂     N          x          ♀     MN
                                 LN LN                       LM LN
                      F1                     LM LN  =  golongan MN
                                               LN LN  =  golongan N

c.       Bagaimakah golongan darah anak-anak bila suami isteri memiliki golongan


darah MN?
                      P     ♂    MN          x          ♀     MN
                                 
LM LN                           LN LN
                 F1                        LM LM  =  golongan
darah M
                                             LM LN  =  golongan
darah MN
                                             LM LN  =  golongan
darah MN
                                             LN LN  =  golongan
darah N

Tampak bahwa sebagian besar (50%) dari anak-anak mempunyai


golongan darah seperti orangtua mereka.
Untuk menghargai semua keberhasilannya itu, Landsteiner menerima
hadiah Nobel untuk bidang Kedokteran dalam tahun 1930.

       Faktor Rhesus (Rh)


Faktor Rhesus (Rh) yang kini sangat terkenal ditemukan oleh Landsteiner
dan Wiener dalam tahun 1940. Dikatakan bahwa apabila seekor kelinci disuntik
dengan darah dari kera Macaca rhesus,  maka kelinci membentuk antibodi.
Antibodi ini akan menyebabkan menggumpalnya eritrosit dari semua kera
rhesus. Ini berarti bahwa di permukaan eritrosit dari kera itu terdapat antigen
yang disebutnya antigen-Rh.  Jika antiserum dari kelinci yang mengandung
anti-Rh itu digunakan untuk membuat tes Rh pada darah manusia, ternyata
bahwa orang dibedakan atas dua kelompok :
a.     Orang yang darahnya menunjukkan reaksi positif, artinya terjadi
penggumpalan eritrosit pada waktu dilakukan tes dengan anti-Rh, digolongkan
sebagai orang Rh positif (disingkat Rh +). Berarti mereka ini memiliki antigen-
Rh.
b.    Orang yang darahnya menunjukkan reaksi negatif, digolongkan sebagai orang
Rh negatif (disingkat Rh -). Berarti mereka ini tidak memiliki antigen-Rh.
1.      Dasar genetika dari faktor Rh
Mula-mula mekanisme genetik dari sistem Rh ini nampaknya sederhana
sekali, sehingga Landsteiner dan Wiener berpendapat bahwa ada atau tidaknya
antigen-Rh itu ditentukan oleh sepasang alel R dan r. terdapatnya antigen-Rh di
permukaan eritrosit orang ditentukan oleh alel R. karena itu orang Rh positip
mempunyai genotip RR atau Rr, sedang orang Rh negatif mempunyai genotip rr.

2.      Peranan faktor Rh dalam Klinik


Seperti halnya dengan golongan darah A, B, AB dan O, maka faktor Rh
mempunyai arti penting dalam klinik. Dalam keadaan normal, serum dan
plasma darah orang tidak mengandung anti-Rh. Akan tetapi orang dapat
distimulir (dipacu) untuk membentuk anti-Rh, yaitu dengan jalan :
a.       Transfusi Darah
Jika misalnya seorang perempuan Rh – karena sesuatu hal harus ditolong
dengan transfusi dan kebetulan darah yang diterimanya itu berasal dari
seorang Rh +, maka darah donor itu membawa antigen-Rh. Akibatnya sserum
darah perempuan itu yang semula bersih dari anti-Rh, kini mengandung anti-Rh.
Lebih-lebih jika transfusi itu dilakukan lebih dari sekali, maka banyaknya anti-
Rh yang dibentuk akan bertambah.
b.      Perkawinan
Apabila seorang wanita Rh negatif menikah dengan laki-laki Rh + maka fetus
bersifat Rh + heterozigotik. Fetus berhubungan dengan ibu melalui perantara
plasenta (ari-ari), namun sirkulasi darah dari fetus terpisah sama sekali dari
sirkulasi darah ibu. Tetapi karena urat darah fetus mencapai khorion, maka
masih ada kontak antara fetus dengan ibu. Fungsi utama dari plasenta adalah
untuk terselenggaranya penukaran substansi dari ibu ke fetus yang
berlangsung secara difusi seperti halnya penukaran gas, air, berbagai macam
elektrolit dan nutrisi.
3.      Pengaruh faktor Rh dan Pencegahan pembentukan antibodi anti-Rh
Faktor Rh menggambarkan adanya partikel protein (antigen D) di dalam
sel darah seseorang. Bagi yang ber-Rh negatif berarti ia kekurangan faktor
protein dalam sel darah merahnya. Sedangkan yang ber-Rh positif memiliki
protein yang cukup.
Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dari
pasangan yang mempunyai rhesus positif, maka ada kemungkinan sang bayi
mewarisi rhesus sang ayah yang positif. Dengan demikian akan terjadi
kehamilan rhesus negatif dengan bayi rhesus positif. Hal ini disebut kehamilan
dengan ketidak cocokan rhesus (rhesus inkontabilita).
Kehadiran janin sendiri di tubuh ibu merupakan benda asing, apalagi jika
Rh janin tak sama dengan Rh ibu. Secara alamiah tubuh bereaksi dengan
merangsang sel darah merah (eristrosit) membentuk daya tahan atau antibodi
berupa zat anti Rh untuk melindungi tubuh ibu sekaligus melawan ‘benda asing’
tersebut. Inilah yang menimbulkan ancaman pada janin yang dikandung. Efek
ketidakcocokan bisa mengakibatkan kerusakan besar-besaran pada sel darah
merah bayi yang disebut erytroblastosis foetalis dan hemolisis.
Bila belum tercipta antibodi, maka pada usia kehamilan 28 minggu dan
dalam 72 jam setelah persalinan akan diberikan injeksi anti-D (Rho)
immunoglobulin, atau biasa juga disebut RhoGam. Proses terbentuknya zat anti
dalam tubuh ibu sendiri sangat cepat sehingga akan lebih baik lagi jika setelah
48 jam melahirkan langsung diberi suntikan RhoGAM agar manfaatnya lebih
terasa. Sayangnya, perlindungan RhoGAM hanya berlangsung 12 minggu.
Setelah lewat batas waktu, suntikan harus diulang setiap kehamilan
berikutnya.
Bila dalam diri ibu telah tercipta antibodi, maka maka akan dilakukan
penanganan khusus terhadap janin yang dikandung, yaitu dengan monitoring
secara reguler dengan scanner ultrasonografi. Dokter akan memantau masalah
pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati,
yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah
merah.
Bila memang ada zat anti-Rh dalam tubuh ibu hamil, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan jenis darah janin melalui pengambilan cairan ketuban
(amniosentesis). Dapat juga melalui pengambilan cairan dari tulang belakang
Chorionic Villi Sampling (CVS), dan pengambilan contoh darah dari tali pusat
janin (kordosentesis)..
Pada kasus janin belum cukup kuat untuk dibesarkan diluar, maka perlu
dilakukan transfusi darah terhadap janin yang masih dalam kandungan.
Biasanya bila usia kandungan belum mencapai 30 minggu.. Setelah bayi lahir,
ia akan mendapat beberapa pemerikasaan darah secara teratur untuk
memantau kadar bilirubin dalam darahnya. Bila kadar bilirubin benar-benar
berbahaya akan dilakukan penggantian darah dengan transfusi. Kadar cairan
dalam paru-paru dan jantungnya juga akan diawasi dengan ketat, demikian
juga dengan kemungkinan anemia.
Perbedaan Rh ibu dan janin tak terlalu berbahaya pada kehamilan
pertama. Sebab, kemungkinan terbentuknya zat anti-Rh pada kehamilan
pertama sangat kecil. Kalaupun sampai terbentuk, jumlahnya tidak banyak.
Sehingga, bayi pertama dapat lahir sehat. Pembentukan zat anti Rh baru benar-
benar dimulai pada saat proses persalinan (atau keguguran) pada kehamilan
pertama. Saat plasenta lepas, pembuluh-pembuluh darah yang menghubungkan
dinding rahim dengan plasenta juga putus. Akibatnya, sel-sel darah merah bayi
dapat masuk ke dalam peredaran darah ibu dalam jumlah yang lebih besar.
Peristiwa ini disebut transfusi feto-maternal. Selanjutnya, 48-72 jam setelah
persalinan atau keguguran, tubuh ibu dirangsang lagi untuk memproduksi zat
anti-Rh lebih banyak lagi. Demikian seterusnya.
Saat ibu mengandung lagi bayi kedua dan selanjutnya, barulah zat anti-
Rh di tubuh ibu akan menembus plasenta dan menyerang sel darah merah
janin. Sementara itu bagi ibu perbedaan rhesus ibu dan janin sama sekali tidak
mengganggu dan mempengaruhi kesehatan ibu.
Diposting 25th June 2012 oleh Team Biology
  


Tambahkan komentar

Anda mungkin juga menyukai