Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akad perkawinan dalam hukum Islam adalah bukan perkara perdata
semata, melainkan ikatan suci (mitsaqan ghalidzan) yang terkait dengan
keyakinan dan keimanan kepada Allah. Dengan demikian ada dimensi ibadah
dalam perkawinan. Untuk itu perkawinan harus dipelihara dengan baik. 1Suatu
perkawinan dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan suami istri yang
harmonis dalam rangka membentuk dan membina keluarga yang sejahtera dan
bahagia sepanjang masa. Setiap sepasang suami istri selalu mendambakan
agar ikatan lahir batin yang dibuhul dengan akad perkawinan itu semakin
kokoh terpateri sepanjang hayat masih dikandung badan. Namun demikian
kenyataan hidup membuktikan bahwa memelihara kelestarian dan
kesinambungan hidup bersama suami istri itu bukanlah perkara yang mudah
dilaksanakan, bahkan dalam banyak hal kasih sayang dan kehidupan yang
harmonis antara suami istri itu tidak dapat diwujudkan. Faktor-faktor
psikologis, biologis, ekonomi, perbedaan kecenderungan, pandangan hidup,
dan sebagainya sering muncul dalam kehidupan rumah tangga bahkan dapat
menimbulkan krisis rumah tangga serta mengancam sendi-sendinya.2
Muculnya pandangan hidup yang berbeda antara suami dan istri,
timbulnya perselisihan pendapat antara keduanya, berubahnya kecenderungan
hati pada masing-masingnya memungkinkan timbulnya krisis rumah tangga
yang merubah suasana harmonis menjadi percekcokan, persesuaian menjadi

1
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No. 1/1974 sampai KHI). ( Jakarta : Kencana, 2004) Hal.
205
2
Proyek pembinaan prasarana dan sarana perguruan tinggi/IAIN. Ilmu Fiqih Jilid II. ( Jakarta :
Direktorat jendral pembinaan kelembagaan Agama Islam, 1983) Hal. 220
2

pertikaian, kasih sayang menjadi kebencian, semuanya merupakan hal-hal


yang harus ditampung dan diselesaikan.3
Mengenai hal tersebut, berikut penulis akan memaparkan bagaimana
putusnya perkawinan dan bagaimana penyelesaiannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah yang di maksud dengan putusnya perkawinan dan akibat
hukumnya?
2. Bagaimanakah yang di maksud dengan tata cara perceraian?
3. Bagaimanakah yang di maksud dengan rujuk?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, makalah ini di maksudkan
untuk mengetahui topik seputar hal-hal yang mengenai Putusnya
Perkawinan, Tata Cara Perceraian dan Rujuk. Dengan maksud tersebut maka
tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui arti mengenai Putusnya Perkawinan dan Akibat
Hukumnya.
2. Mengetahui arti mengenai Tata Cara Perceraian.
3. Mengetahui arti mengenai Rujuk.

3
Proyek pembinaan prasarana dan sarana perguruan tinggi/IAIN. Loc.Cit. hal. 220
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Putusnya Perkawinan dan Akibat Hukumnya


1. Putusnya Perkawinan
Putus perkawinan adalah ikatan antara seorang pria dengan seorang
wanita sudah putus. Putus ikatan berarti salah seorang diantara keduanya
meninggal dunia, antara pria dengan seorang wanita sudah bercerai, dan
salah seorang antara keduanya pergi ketempat yang jauh kemudian tidak
ada beritanya sehingga pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan
sudah meninggal. Berdasarkan semua itu berarti ikatan perkawinan suami
istri dapat putus dan atau bercerainya antara seorang pria dengan seorang
wanita yang diikat dengan tali perkawinan.4
Perceraian dalam hukum Islam ialah sesuatu perbuatan halal yang
mempunyai prinsip dilarang oleh Allah SWT, berdasarkan hadits Nabi
Muhammad SAW :
ُ َ‫َض ْال َحالَ ِل إِلَى هلّلا ُ الطَّال‬
)‫ق (رواه ابوداودوابن ماجه والحاكم‬ َ ‫اَ ْبغ‬
“sesuatu perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah
talak/perceraian” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).5
Berdasarkan hadits tersebut, menunjukkan bahwa perceraian
merupakan alternative terakhir (pintu darurat) yang dapat dilalui oleh
suami istri bila ikatan perkawinan (rumah tangga) tidak dapat
dipertahankan keutuhan dan kelanjutanya.
Putusnya perkawinan mungkin atas inisiatif suami, mungkin pula atas
inisiatif istri. Menurut fiqih hanya suami yang berhak menceraikan
istrinya yaitu dengan talak dan cukup secara lisan tanpa melalui penguasa.
Istri dapat memohon cerai melalui pengadilan dengan jalan khulu’ dengan

4
Zainuddin Ali. Hukum Perdata Islam Indonesia. (Jakarta : Sinar Grafika, 2006) Hal. 73
5
Zainuddin Ali. Loc.Cit. Hal. 73
4

mengembalikan mahar (iwadh). Akan tetapi dalam hukum di Indonesia


mengatur so’al perceraian tidak demikian sederhana, semula karena
tadinya suami mempunyai hak untuk menalak istrinya seolah-olah
tindakan sepihak, maka bentuk acaranya ialah dengan mengajukan
permohonan cerai kepada pengadilan agama. Tetapi dalam pelaksanaanya
kemudian meskipun bernama permohonan (bersifat voluntair atau
sepihak) menurut instruksi pihak termohon (istri) harus didengar, bahkan
berhak mohon banding bila keputusan tidak menyenangkan baginya, jadi
tidak ada bedanya dengan gugatan (bersifat contentious/dua pihak).
Apabila menurut fiqih dulu suami telah dengan sungguh artinya
mengucapkan talak, tidak ada lagi upaya hukum yang tersedia, kini tidak
demikian lagi.6
Dalam prakteknya penundaan-penundaan penyelenggaraan perceraian
sebagai suatu usaha agar talak dibatalkan bukan hanya dilakukan oleh
P.P.N./P3.N.T.R, BP 4 saja, melainkan lurah atau kepala kampung juga
telah banyak memberikan nasehat-nasehat. Bahkan sementara lurah (di
daerah Jawa) mempunyai kebiasaan, apabila ada suami/istri yang
melaporkan diri hendak bercerai maka yang bersangkutan itu
dipersilahkan datang dilain hari, yakni pada hari dan pasaran yang sama
dengan waktu pernikahannya dulu, jadi kalau pernikahannya rabu wage
dengan demikian ada kemungkinan jika yang bersangkutan harus
menunggu harus lebih dari satu bulan. Dalam hal ini tidak jarang terjadi
bahwa yang bersangkutan itu membatalkan kehendak cerainya.7
Setidaknya ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan
rumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian yaitu:
a. Terjadinya nusyuz dari pihak istri
6
Andi Tahir Hamid. Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama dan Bidangnya. (Jakarta : Sinar
Grafika, 1996) Hal. 28-29
7
Sidik Soedarsono. Masalah Administratif dalam Perkawinan Umat Islam Indonesia. (Jakarta : Fa.
Dara, 1964) Hal. 91
5

Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan istri terhadap


suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah,
penyelewengan dan hal-hal yang dapat mengganggu keharmonisan
rumah tangga. Maka dalam hal ini dapat diselesaikan dengan
1. Istri diberi nasihat dengan cara yang ma’ruf,
2. Pisah ranjang, apabila dengan cara ini tidak berhasil maka di
lakukan langkah berikutnya yaitu
3. Memberi hukuman fisik dengan cara memukulnya, penting
untuk dicatat yang boleh dipukul hanyalah bagian yang tidak
membahayakan si istri seperti betisnya.
b. Nusyuz suami terhadap istri
Kemungkinan nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian
dari pihak suami untuk memenuhi kewajibannya pada istri, baik
nafkah lahir maupun nafkah batin, suami tidak memperlakukan
istrinya dengan cara yang baik dan dilarang menyakiti istrinya baik
lahir maupun batin, fisik maupun mental. Jika suami melalaikan
kewajibannya berulang kali dan istrinya mengingatkanya namun tetap
tidak ada perubahan maka istri diminta untuk lebih bersabar dan
merelakan hak-haknya dikurangi untuk sementara waktu. Semua itu
bertujuan agar perceraian tidak terjadi.
c. Terjadinya syiqaq
Tampaknya alasan untuk terjadinya perceraian lebih disebabkan oleh
alasan syiqaq. Dalam penjelasan UU No. 7/1989 dinyatakan bahwa
syiqaq adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami
istri. Untuk sampai pada kesimpulan bahwa suami istri tidak dapat lagi
didamaikan harus melalui beberapa proses.
d. Salah satu pihak melakukan perbuatan zinah (fahisyah), yang
menimbulkan saling tuduh menuduh antara keduannya. Cara
6

membuktikannya adalah dengan cara membuktikan tuduhan yang


didakwaan dengan cara li’an.8

Persoalan putusnya perkawinan diatur dalam pasal 38 Undang-undang


Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang
disebutkan bahwa :
Perkawinan dapat putus karena :
a. Kematian;
b. Perceraian;
c. Keputusan pengadilan.9
Selain itu, KHI menjelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan
perceraian :
1) Talak
Talak adalah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan agama yang
menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan (Pasal 117 KHI).
Talak ada dua macam yaitu :
a. Talak Raj’I adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami
berhak rujuk selam istri dalam masa iddah (pasal 188 KHI).
b. Talak ba’in, dibagi menjadi dua yaitu :
1. Talak ba’in sughra adalah talak yang tidak boleh
dirujuk tetapi boleh akad nikah baru dengan bekas
suaminya meskipun dalam masa iddah (pasal 119
KHI ayat 1). Talak ba’in sughra dapat dibagi
menjadi :
 Talak yang terjdi qabla al-dukhul;
 Talak dengan tebusan atau khulu’;

8
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan. Op.Cit. Hal. 209-214.
9
Zainuddin Ali. Op.Cit. Hal. 73
7

 Talak yang dijatuhkan oleh pengadilan


agama (pasal 119 KHI ayat 2).
2. Talak ba’in kubra adalah talak yang terjadi untuk
ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk
dan tidak dapat dinikah kembali, kecuali apabila
pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri
menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi
perceraian ba’da dukhul dan habis masa iddah
(pasal 120 KHI).
c. Talak sunni adalah talak yang dibolehkan, yaitu talak yang
dijatuhkan kepada seorang istri yang sedang suci dan tidak
dicampuri dalam waktu suci tersebut (pasal 121 KHI).
d. Talak bid’I adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang
dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haid, atau istri
dalm keadaan suci tapi sitri dicampuri pada waktu suci
tersebut (pasal 122 KHI)

e. Khuluk, merupakan penyerahan harta yang dilakukan oleh


istri ntuk menebus dirinya dari ikatan suaminya.10
f. Li’an menyebabkan putusnya perkawinan antara suami
istri untuk selama-lamanya (pasal 125 KHI). Li’an terjadi
karena suami menuduh istri berbuat zina dan atau
mengingkari anak dalam kadungan atau yang sudah lahir
dari istrinya sedang istri menolak tuduhan atau
pengingkaran (pasal 126 KHI).11

10
Aris Bintania. Hukum Acara Peradilan Agama dalam kerangka Fiqih Al-Qadha. ( Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2012) hal. 135
11
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia . ( Jakarta : Akademika, 1992) Hal. 141-142.
8

Perceraian harus berdasarkan alasan yang limitative, Alasan terjadinya


perceraian disebutkan dalam pasal 19 PP No 9 Tahun 1975 jo Pasal 116
KHI :
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah
atau karena hal lain diluar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan
berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat yang membahayakan pihak lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
suami/istri.
f. Antara suami/istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi
dalam rumah tangga.12
Dalam KHI terdapat tambahan mengenai alasan terjadinya perceraian
yang berlaku khusus kepada suami istri (pasangan perkawinan) yang
memeluk agama Islam, yaitu suami melanggar taklik talak, Peralihan
agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam
rumah tangga.13
2. Akibat Putusnya Perkawinan
1. Iddah
a. Pengertian Iddah

12
Abdurrahman. Ibid. Hal. 141
13
Abdurrahman. Op.Cit. Hal. 123-124
9

Iddah menurut syara’ adalah masa menunggu yang ditetapkan oleh


syara’ bagi wanita yang dicerai oleh suminya baik karena cerai
mati atau cerai hidup dan masa iddah ini hanya berlaku bagi isteri
yang sudah di gauli oleh suminya (QS.Al-Ahzab/33: 49)
b. Macam-macam Iddah
1. Isteri yang ditinggal mati suaminya dan ia dalam keadaan tidak
hamil baik ia dalam sedang haid atau sudah lepas haidnya atau
sudah dicampiri suaminya maka masa idahnya 4 bulan 10 hari.
2. Isteri yang ditinggal mati suaminya dan ia dalam keadaan
hamil maka masa idahnya adalah sampai ia melahirkan
walaupun kurang dari 4 bulan 10 hari.
3. Isteri yang ditalaq suaminya dalam keadaan hamil maka masa
idahnya sampai ia melahirkan kandunganya.
4. Isteri yang ditalaq suaminya dan ia masih haid maka masa
iddahnya adalah 3 kali suci.
5. Isteri yang ditalaq suaminya padahal ia belum pernah haid atau
sudah tidak haid (monopouse) masa idahnya 3 bulan.
c. Kewajiban mantan istri dan suami selama masa Iddah
a) Kewajiban mantan suami
 Memberikan nafkah makan/belanja dfan tempat
tinggal bagi perempuan yang ditalak raj’I
sebagaimana sabda rasulullah yang artinya: hak
mendapat belanja dan tempat tinggal hanya dimilki
oleh perempuan yang boleh dirujuk oleh suaminya
(HR.Ahmad dan Nasa’i)
 Memberi nafkah makan/belanja dan tempat tinggal
bagi perempuan yang ditalak ba’in dalam keadaan
hamil (QS.At-Thalaq/65:6)
10

 Memberi tempat tinggal saja bagi perempuan yang


ditalaq ba’in
b) Kewajiban mantan istri
 Tinggal dirumah yang disediakan mantan suaminya
selama masa idahnya belum berakhir
 Dapat menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan
maksiat atau yang bias menimbulkan fitnah
 Tidak boleh menerima pinangan kecuali pinangan
mantan suaminya untuk rujuk kembali
2. Hadhanah
a. Pengertian Hadhanah
Hadhanah secara terminologi berarti mengasuh, memelihara,
dan mendidik anak kecil yang belum mumayyiz.
Pensyariatan ini sesuai dengan sabda nabi yang berbunyi :
Artinya “Dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa seorang
perenpuan pernah berkata : “Ya Rasulullah sesungguhnya anakku
ini adalah perutku yang mengandungnya, susuku yang memberi
makan dan minumnya, serta pangkuanku yang melindunginya,
sedangkan ayahnya telah menceraikan aku, dan maumengambilnya
dariku,”Rasulullah SAW Berkata kepadanya “Engkau lebih
berhak dengan anak itu selama engkau belum kawin.”(H.R.
Ahmad dan Abu Dawud)
b. Syarat Hadhanah
1. Berakal
2. Beragama
3. Merdeka
4. Baliq
5. Mampu mendidik
11

6. Amanah
c. Masa berakhirnya Hadhanah
Pada prinsipnya masa berakhirnya hadhanah adalah tatkala si
anak tidak merasa perlu perawatan lagi, dia sudah dapat berdiri
sendiri, atau sudah baliq. Bagi perempuan apabila dia sudah
menikah dan pria bila dia sudah bekerja.
Imam Syafií berpendapat bahwa pengasuhan ini tidak ada batas
yang jelas. Namun apabila anak sudah dewasa atau sudah mulai
mengerti, diberi hak untuk mengadakan pilihan untuk diasuh atau
dirawat oleh bapak atau ibunya, meski pilihannya jatuh pada
ibunya, tetapi menjadi beban bapaknya. Hal ini sesuai dengan
sabda Nabi yang artinya :
“Bahwasanya Rasulullah SAW. telah menyuruh seorang anak
sudah sedikit mengerti untuk memilih tinggal bersamabapak atau
ibunya. (H.R. Ibnu Maja dan Tirmizi)
Dalam KHI Bab XIV pasal 156, diterangkan bahwa apabila
ternyata ibunya meninggal, kedudukan hadhanah dapat digantikan
oleh :
1. Perempuan-perempuan dalam garis lurus ke atas ibunya
2. Ayah
3. Perempuan-perempuan dalam garis lurus ayah
4. Saudara perempuan dari anak tersebut
5. Perempuan-perempuan kerabat sedara menurut garis
samping ayah
B. Rujuk
A. Pengertian Rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali, sedangkan menurut istilah
adalah kembalinya suami kepada istri yang telah dicerai dan masih berada
dalam masa iddah dengan aturan tertentu. Apabila telah habis masa
12

iddahnya dan ingin kembali bersatu (suami isteri) maka harus


dilaksanakan akad nikah yang baru.
Bila sesorang telah menceraikan istrinya, maka ia dibolehkan bahkan
di anjurkan untuk rujuk kembali dengan syarat keduanya betul-betul
hendak berbaikan kembali (islah). Dalam KHI pasal 63 bahwa Rujuk
dapat dilakukan dalam hal:
a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh
tiga kali atau talak yang di jatuhkan qabla al dukhul.
b. Putus perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan
atau alasan-alasan selain zina dan khuluk.
B. Dalil tentang Rujuk
C. Hukum Rujuk
Berikut ini adalah beberapa hukum rujuk :
 Wajib, terhadap suami yang mentalak salah seorang isterinya
sebelum dia sempurnakan pembagian waktunya terhadap isteri
yang ditalak.
 Haram, apabila terjadinya rujuk itu mempunyai tujuan untuk
menyakiti isteri. Makruh, kalau dengan adanya perceraian itu lebih
baik dan bermanfaat. Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk yang
asli.
 Sunnah, jika suami bermaksud memperbaiki keadaan isterinya atau
dengan rujuk itu akan lebih bermanfaat dan berfaidah kepada
keduanya
D. Rukun Rujuk
Rukun merupakan sesuatu yang harus terpenuhi, berikut adalah 4 rukun
rujuk:
1. Suami yang merujuk
2. Istri yang dirujuk
13

3. Ucapan yang menyatakan rujuk


4. Saksi
E. Syarat Rujuk
Rujuk adalah salah satu hak bagi laki-laki dalam masa idah. Oleh
karena itu ia tidak berhak membatalkannya, sekalipun suami missal
berkata: “Tidak ada Rujuk bagiku” namun sebenarnya ia tetap mempunyai
rujuk. Sebab allah berfirman: Artinya: Dan suami-suaminya berhak
merujuknya dalam masa penantian itu”. (al-Baqarah:228)
Berikut ini adalah 4 syarat-syarat rujuk :
1. Istri yang dirujuk sudah pernah digauli, jika istri yang telah di cerai
belum pernah di setubuhi, maka tidak sah untuk rujuk, tetapi harus
dengan perkawinan baru lagi.
2. Belum Habis Masa Iddah
3. Talaknya raj’i bukan talak tiga
4. Istri bersedia di rujuk
5. Disunnahkan ada saksi/tidak harus
F. Cara Melakukan Rujuk
Cara melakukannya rujuk ada dua cara,
1. Secara Tertulis – dengan surat : yang ditulis suaminya sendiri
tetapi tidak dibaca dianggap sebagai kategori kinayah, artinya
harus ada niat suami pada saat menulis surat tersebut.
2. Dengan ucapan ( sighat )
G. Lafadz / Ucapan Rujuk
Ucapan rujuk ada dua :
1. Ucapan sharih, : ucapan yang tegas dan jelas maksudnya, misalnya :
“aku kembalikan kau pada nikahku”, “aku rujuk engkau”, “aku terima
kembali engkau”.
2. Ucapan kinayah, : ucapan yang tidak tegas maksudnya, misalnya :
“aku nikahi engkau”, “ aku pegang engkau”. Pada yang bersifat
14

kinayah ini disyaratkan memiliki niat dari suami. Disyaratkan ucapan


tersebut tidak berta’liq ( menggantung) seperti ucapan : “ kurujuk
engkau jika engkau mau”, hal semacam ini tidak sah walaupun istrinya
mau, begitupula merujuk berbatas waktu seperti ucapan : “ kurujuk
engkau sebulan”.

Adapun syarat capan Rujuk. Berikut dibawah ini adalah syarat supaya
ucapan itu bisa sah:

a. Lafaz yang menunjukkan maksud rujuk, misalnya kata suami “aku


rujuk engkau” atau “aku kembalikan engkau kepada nikahku”.
b. Tidak bertaklik, tidak sah rujuk dengan lafaz yang bertaklik, misalnya
kata suami “aku rujuk engkau jika engkau mahu”. Rujuk itu tidak sah
walaupun ister mengatakan mau.
c. Tidak terbatas waktu, seperti kata suami “aku rujuk engkau selama
sebulan.
H. Hikmah Rujuk
1. Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk
kepentingan kerukunan numah tangga.
2. Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah
berlaku perceraian.
3. Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah
berlaku perceraian.
C. Tata Cara Cerai dan Rujuk
1. Tata Cara Cerai
Tata cara cerai Talak dalam persidangan telah di atur dalam Undang-
undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan dalam Undang-undang N0.7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.Jo. UU No. 3 Tahun 2006.
15

Adapun tata cara seorang suami yang hendak mentalak istrinya diatur
dalam passal 66 sampai dengan 72 undang-undang no. 7 tahun 1989, pada
dassarnya ialah sebagai berikut:
Pasal 66
1. Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan
istrinya mengajukan permohonan kepada penggadilan untuk
mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.
2. Permohonan sebagaimana yang di maksud dalam ayat (1) diajukan
kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediamann termohon kecuali apabila termohon dengan sengaja
meninggalkan tempat kediamann yang di tentukan bersama tanpa
izin pemohon.
3. Dalam hal termhon bertempat kediaman di luar negeri,
permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumny
meliputi tempat kediama pemohon.
4. Dalamm hal pemohonan dan termohon bertempat kediaman di luar
negeri maka pemohonan diajukan kepada pengadilan yang daeah
hukumnya meliputi tempat perkawinan meereka dilangsungkan
atau kepada pengadilan Agama Jakarta Pusat.
5. Permohonan soal penguasa anak, nafkah anak, nafkah istri, dan
harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan
permohonan cerai tallak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan.

Pasal 67

Permohoanan sebagaimana yang dimaksudkan dalam padal 66 diatas


emuat;

a. Nama, Umur, dan Tempat kediaman pemohon, yaitu suami, dan


termohon yaitu istri.
16

b. Alasan-alassan yang menjadi dasar cerai talak


Pasal 68
1. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majlis Hakim
selamat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat
permohonan ceri talak di daftarkan di kepanitraan.
2. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang
tertutup.
Pasal 69
Dalam pemeriksaan perkara ceria taak ini berlakuk ketetuan-ketentuan
Pasal 79, passal 80 ayat (2), passal 82, dan pasal 83.
Pasal 70
1. Pengadian setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak
bisa lagi didamaikan dan telah cukup alassan perceraian, maka
pengadila menetapkann bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
2. Terhadap peenerapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1),
istri dapat mengajukan banding.
3. Setelah penetapan tersebut memperoah kekuatan hukum tetap,
Pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan
memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang-
sidang tersebut.
4. Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus
dalam satu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak yang di
hadiri oleh istri atau kuasanya.
5. Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi
tidak datang menghadap sendiri atau tidak megirim wakilnya dapat
mengcapkan ikrar talak tanpa hadinya istri atau wakilnya.
6. Jika suami dalam tenggang waktu 6(enam) bulan sejak ditetapkan
hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang menghaddap
sendiri atautidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapatkan
17

panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan


tersebut, dan perceraian tidak dapat diaukan lagi berdassarkan
alassan yang sama.
Pasal 71
1. Paniitera mencatat segala hal ihwal yang terjadi dalam sidang
ikrar talak.
2. Hakim membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa
perkawinan putus sejak ikrar talak diucapakan dan penetapan
tersebut tidak dapat dimintakan banding atau kasasi.
Pasal 72
Terhadap penetapan ssebagaimana yang dimaksudkan dalam
pasal 71 berlaku ketentuan-ketentuan dalam pasal 84 ayat (1),
ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), serta pasal 85.
18

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Putus perkawinan adalah ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita
sudah putus. Perkawinan daoat putus karena: kematian, perceraian,
keputusan pengadilan. Akibat yang muncul ketika putus ikatan
perkawinan antara seorang suami dengan seorang istri dapat dilihat
beberapa garis hukum, baik yang tercantum dalam undang-undang
perkawinan maupun yang tertulis dalam KHI, seperti pemberian nafkah
kepada istri dan anak, pemeliharaan anak (hadhanah) dan waris mewarisi
antara seorang apabila putusnya perkawinan tersebut akibat kematian
salah satu pihak.
2. “Rujuk” / Raj’ah menurut bahasa, artinya kembali. Sedangkan menurut
syarak, adalah mengembalikan istri yang masih dalam iddah talak, bukan
talak bain, pada pernikahan semula, sesuai dengan peraturan yang di
tentukan.
3. Tatacara perceraian bila dilihat dari subjek hukum atau pelaku yang
mengawali terjadinya perceraian dapat dibagi dalam dua aspek yaitu cerai
talak (yang diajukan oleh pihak suami) dan cerai gugat (yang diajukan
oleh pihak istri) yang masing-masing diatur dalam Pasal 66-68 UUPA dan
pasal 131 KHI untuk cerai talak dan diatur dalam pasal 73, 74-78 UUPA
untuk cerai gugat. Adapun pada pasal 87 UUPA menjelaskan perceraian
yang berdasarkan alasan zina.
19

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:
Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam Indonesia. Jakarta: Sinar grafika.
Bintania, Aris. Hukum Acara Peradilan Agama dalam kerangka Fiqih Al-
Qadha. Jakarta : Raja grafindo persada
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia . Jakarta : Akademika
Soedarsono, Sidik. Masalah Administratif dalam Perkawinan Umat Islam
Indonesia. Jakarta : Fa. Dara

Internet:
https://Makalahhukumislamlengkap.blogspot.com/2013/12/perceraian.html?
m=1
www.masuk-islam.com/pembahasan-rujuklengkap-pengertianrujuk-rukunrujuk-
syaratrujuk-dan-cararujuk.html
https://abang-sahar.blogspot.com/2013/01/makalah-perceraian.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai