Anda di halaman 1dari 9

[JURNAL ECOBISMA] Vol. 4 No.

2 Jun 2017

MENGAKHIRI REZIM DEFISIT PADA KEBIJAKAN FISKAL

Edy Burmansyah1 dan Ade Parlaungan Nasution2


1 Peneliti pada Martapura Institute, Jakarta
2 Dosen STIE Labuhanbatu

Abstrak
Disamping nilai uang, penerapan angaran surplus juga mempertimbangkan peningkatan
inflasi yang diakibatkan ekspansifnya belanja yang dilakukan pemerintah. Dalam dua tahun terakhir
belanja pemerintah sangat ekspansif. Pada APBN 2017, belanja ditetapkan sebesar Rp 2.070,5 triliun,
turun sedikit dibandingkan belanja tahun 2016 sebesar Rp 2.095,7. Namun lebih tinggi dibandingkan
belanja tahun 2015 sebesar Rp 2.039,5.

Belanja pemerintah yang begitu ekspansif tersebut, tidak sebanding dengan tingkat
penerimaan yang dipatok pemerintah. Tahun 2017 penerimaan dipatok sebesar Rp Rp 1.737,6 triliun,
sedangkan pada tahun 2016 dari proyeksi penerimaan sebesar Rp 1.822,5, realisasi penerimaan hanya
sebesar Rp 1.551,8 triliun. Untuk tahun 2015, dari proyeksi penerimaan sebesar Rp 1.762,3 triliun,
realisasi penerimaan hanya mencapai Rp 1.491,5 triliun.
Besarnya belanja dibandingkan penerimaan, membuat defisit dalam APBN terus membengkak
dari tahun ke tahun. Defisit tersebut selalu ditutupi dengan mengajukan utang baru, baik utang
langsung kepada debitur (lembaga donor) maupun melalui penerbitan SBN (Surat Berharga Negara).
Dan seperti biasa utang akan menjadi beban pada APBN tahun-tahun berikutnya.
Defisit dan utang yang mengerogoti APBN tersebut harus segera diakhiri. Usaha untuk
mengakhiri rezim defisit tersebut pertama-tama dapat ditempuh dengan mengajukan permohonan
judicial review kepada Mahkamh Konstitusi (MK) atas UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan
negara.

Keywords : Kebijakan Fiskal, Anggaran Defisit, Anggaran Surplus, APBN, Neraca Pembayaran

Pendahuluan kebijakan anggaran defisit, utang menjadi


faktor penentu bagi keberlanjutan fiskal.
Dari semenjak merdeka hingga hari
ini, pengelolaan anggaran Indonesia selalu
berkutat dengan masalah defisit. Satu celah Anggaran Moneter
yang membuat Indonesia tidak bisa lepas dari Pada masa perang kemerdekaan (17
ketergantungan terhadap utang. Agustus 1945 - 27 Desember 1949), struktur
Kebijakan anggaran yang dijalankan pemerintahan Indonesia belum terbentuk
pemerintah acapkali menimbulkan sejumlah dengan solid, dan pengelolaan anggaran masih
persoalan. Pada masa orde lama yang sangat amburadul. Pemerintah masih
menganut kebijakan anggaran moneter berkonsentrasi mempertahankan kemerdekaan
pemerintah berkutat dengan masalah defisit dari usaha Belanda yang ingin kembali
dan inflasi, sedang pada masa orde baru yang menduduki Indonesia.
Usai penyerahan kemerdekaan sampai
menerapkan kebijakan anggaran berimbang,
dengan tahun 1954, pengelolaan keuangan
utang luar negeri ditempatkan sebagai sumber
Negara masih menggunakan Indische
utama pembiayaan pembangunan, sementara
Comptabiliteitswet (Staatsblad 1925 No.448)
pada era reformasi yang mengadopsi
dan Indische Bedrijvenwet (Staatsblad 1927
No.419).

1
[JURNAL ECOBISMA] Vol. 4 No. 2 Jun 2017

Pada awal-awal pembangunan ini, sesuai kesepakatan Konferensi Meja Bundar


pemerintahan menghadapi tantangan ekonomi (KMB).
yang sangat berat, inflasi yang sangat tinggi, Hasil kesepakatan KMB yang
kondisi infrastruktur yang rusak berat akibat cenderung merugikan Indonesia, serta
perang, dan terjadinya defisit ganda (APBN pengikaran Belanda atas penyelesaian
dan Neraca Pembayaran). masalah Irian Barat, kemudian mendorong
Namun, awal-awal masa demokrasi Indonesia secara sepihak membatalkan
Liberal ini, Indonesia diuntungkan adanya kesepakatan KMB pada tahun 1956.
fenomena “Korean Boom” yakni peristiwa Kebijakan ini lalu dikuti aksi pengambil alihan
perang Korea (1950-1953), yang mendorong perusahaan-perusahaan Belanda diberbagai
ekspor komoditas strategis Indonesia (Karet daerah pada tahun 1957-1958.
dan Minyak Bumi) melonjak tajam. Kenaikan
eskpor ini menyebabkan APBN mengalami Perusahaan-perusahaan Belanda yang
surplus, sehingga dapat mengatasi kesulitan diambil alih sebagian besar dikendalikan
pada neraca pembayaran. militer, sehingga penggelolaannya cenderung
Sayang, fenomena “Korean Boom” kurang profesional dan membebani anggaran
yang berlangsung singkat tersebut, tidak bisa negara. Akibatnya dipenghujung era
dimanfaatkan dengan baik. Peningkatan demokrasi liberal, defisit APBN membengkak
devisa mendorong pemerintah dan swasta hingga mencapai Rp 9 milyar—satu angka
melakukan impor besar-besaran yang yang sangat besar pada masa itu.
menguras devisa, sehingga mendorong inflasi Membengkaknya defisit APBN yang
kembali, dan ekspor Indonesia menjadi tidak berujung dengan memburuknya
kompetitif lagi. Ketika fenomena “Korean perekonomian, yang semakin diperparah oleh
Boom” usai seiring berakhirnya perang Korea, gejolak politik dalam negeri yakni jatuh
July, 1953, dalam sekejap perekonomian bangunnya kabinet hanya hanya dalam
Indonesia kembali terpuruk. hitungan bulan.
Pada masa ini, Indonesia dibawah Konsolidasi kekuasaan yang tidak
perdana menteri, Ali Sastroamidjojo (Kabinet berjalan mulus selama era demokrasi liberal
Ali pertama) menerbitkan UU No 3 Tahun mendorong Bung Karno mengeluarkan dekrit
1954 tentang Mengubah "Indische presiden pada 5 July 1959, yang menandai
Comptabiliteitswet" (Staatsblad 1925 No.448) berakhirnya era demokrasi liberal dan
dan "Indische Bedrijvenwet" (Staatsblad 1927 dimulainya era “Demokrasi Terpimpin” dan
No.419) dan diundangkan dalam lembaran “Ekonomi Terpimpin”.
negara Tahun 1954 No 6, selanjutnya, Dimasa Demokrasi Terpimpin (1959-
diperbaharui dengan UU No 12 Tahun 1955 1965), Indonesia mulai melakukan
tentang perbendaharaan Negara, (diundangkan pembenahan dalam pengelolaan APBN
dalam lembaran negara no. 49 tahun 1955). dengan menerapakan kebijakan anggaran
Namun langkah Ali tersebut, tidak moneter, dimana pengelolaan APBN
mampu mencegah penerimaan negara terus disatukan dengan anggaran kredit dan
terjun bebas, akibat melemahnya harga anggaran devisa.
komoditas ekspor Indonesia. Dan pada saat
bersamaan pemerintah juga tidak mampu
menekan pengeluarannya, terutama
membiayai operasi militer untuk mengatasi
sejumlah pemberontakan di daerah.
Beban APBN semakin bertambah
berat, karena pada saat bersamaan harus
mengambil alih utang pemerintah Belanda
sebelum perang sebesar 4,3 miliar gulden,

2
[JURNAL ECOBISMA] Vol. 4 No. 2 Jun 2017

Tabel 1. Anggaran 1964-1965 penculikan sejumlah jenderal angkatan darat


tahun sebelumnya (1965).
Segera setelah naik ke puncak
Nominal % dari kekuasaan pada 1966, Presiden Soeharto
Uraian (Rp Juta) PDB memerintahkan Tim Ekonomi-nya yang
1964 1965 1964 1965 didominasi kelompok teknokrat dari
Universitas Indonesia, menyusun Program
Penerimaan 283 923 3,8 3,7 Stabilisasi Ekonomi, dengan instrumen utama
Negara kebijakan anggaran berimbang dan dinamis
Pengeluaran 681 2.526 9,0 10,1 (balanced budget).
Negara
Defisit/Surplus -398 - -5,3 -6,4 Anggaran Moneter
Anggaran 1.603 Dalam pengelolaan keuangan Negara,
pemerintah orde Baru menerbitkan UU Nomor
Sumber: diolah dari Thee Kian 9 Tahun 1968, tentang perubahan pasal 7
Wie, dikutif dari iqbal fadli (2016) "Indische Comptabiliteitswet" (Staatsblad
1925 No.448) sebagaimana telah diubah
dengan UU No 3 Drt. 1954. UU ini mulai
Namun besarnya defisit APBN yang berlakukan sejak 25 Oktober 1968.
diwariskan dari era demokrasi liberal UU Nomor 9 Tahun 1968 menjadi
memaksa pemerintah harus mengajukan dasar bagi diterapkannya kebijakan anggaran
pinjaman kepada negara lain untuk membiayai berimbang dan dinamis. Kebijakan berimbang
belanja pembangunan. Sebagian besar berasal adalah kebijakan anggaran yang menghendaki
dari Uni Soviet, sebagian kecil lainnya datang terjadinya keseimbangan antara pendapatan
dari Amerika Serikat. Hingga berakhirnya dan pengeluaran, dengan jumlah yang terus
masa kepemimpinan Bung Karno, total utang membesar setiap tahunnya. Kebijakan
yang ditanggung pemerintah sebesar $ 2,4 anggaran berimbang ditandai dengan
milyar. diterapkannya format T-account dalam
penyusunan APBN.
Defisit APBN yang sudah begitu
kronis tersebut, kemudian secara sederhana Tabel. 2 Struktur APBN dengan
diatasi dengan pencetakan uang baru.
Format T-account
Celakanya, pencetakan uang baru yang
dilakukan pemerintah tidak memperhitungkan
cadangan devisa, nilai tukar ideal, kondisi nilai
ekspor dan impor, serta permintaan dan
penawaran terhadap mata uang asing.
Implikasinya, pertumbuhan uang beredar
(M1) dengan cepat melonjak tajam dari 37
persen pada 1960 menjadi 302 persen pada
1965. Sementara inflasi meledak, dari 19
persen pada 1960 menjadi 594 persen di tahun
1965, setahun kemudian (1966) melonjak jadi
650 persen.
Perekonomian yang memburuk
tersebut, memuluskan jalan bagi sekelompok Sumber: Direktorat Penyusunan APBN, Direktorat
perwira militer yang dipimpin Jenderal Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan Republik
Soehatro mengambil alih kekuasaan dari Indonesia
Presiden Soekarno, setelah didahului peristiwa

3
[JURNAL ECOBISMA] Vol. 4 No. 2 Jun 2017

Kebijakan anggaran berimbang Karena lebih dari setengah penerimaan


dinamis mensyaratkan, bila dalam dalam negeri digunakan untuk melanja rutin,
pelaksanaannya terdapat kecenderungan maka tabungan pemerintah relative kecil.
pendapatan negara kurang atau lebih rendah Kecilnya tabungan ini tidak mampu untuk
dari sasaran yang ditetapkan, maka sejauh membiayai seluruh rencana-rencana
mungkin harus diupayakan untuk melakukan pembangunan yang disusun oleh pemerintah,
penyesuaian pada sisi belanja negara. sementara jika pemerintah membatasi diri
Demikian juga, bila pendapatan negara yang hanya mengadalkan tambungan untuk
diperkirakan cenderung melampaui sasaran membiayai pembangunan, maka roda bisnis
yang ditetapkan, maka dapat dilakukan dan kegiatan ekonomi lain tidak dapat
penyesuaian terhadap belanja negara. bergerak lancar, demikian pertumbuhan
Struktur anggaran berimbang dinamis ekonomi sulit berkembang, bahkan berpotensi
terdiri dari penerimaan internal (penerimaan merosot tajam, karena masyarakat/rakyat
dalam negeri berupa pajak dan penerimaan kesulit membayar pajak karena lesunya
bukan pajak), dan penerimaan eksternal (utang perekonomian, akibat lanjutanya penerimaan
luar negeri—dimasa orde baru disebut sebagai pemerintah akan menurun.
penerimaan pembangunan). Sedangkan Dalam kaitan itu, untuk terus
pengeluaran dibagi atas pengeluaran rutin mendorong kegiatan ekonomi, pemerintah
(belanja operasional dan pemerintah) dan tetap membiayai rencana-rencana
pengeluaran pembangunan (belanja modal). pembangunan yang telah disusunnya dalam
Dalam disiplin pengelolaan anggaran APBN, meskipun APBN kedalam keadaan
yang menganut kebijakan anggaran berimbang defisit akibat rencana pengeluaran
dan dinamis, penerimaan dalam negeri hanya pembangunan APBN melebihi jumlah
boleh digunakan untuk membiayai tabungan pemerintah. untuk mengatasi defisit
pengeluaran rutin, sedangkan penerimaan tersebut, pemerintah selanjutnya mengajukan
pembangunan (utang luar negeri) hanya boleh pinjaman luar ke lembaga donor (World Bank,
digunakan untuk membiayai pengeluaran IMF, ADB, dan Negara-negara donor)
pembangunan.3 Secara sederhana, dapat digambaran;
Penerimaan pembangunan (utang luar bila tabungan pemerintah tercatat sebesar Rp
negeri) muncul akibat adanya selisih antara 3, sementara rencana pengeluaran
tabungan pemerintah dengan pengeluaran pembangunan ditetapkan sebesar Rp 6, maka
pembangunan. Tabungan pemerintah sendiri APBN mengalami defisit sebesar Rp 3 (minus
merupakan selisih antara penerimaan dalam Rp 3). Defisit tersebut selanjutnya ditutupi
negeri dengan pengeluaran rutin. Dengan kata dengan mengajukan utang luar negeri sebesar
lain penerimaan pembangunan adalah defisit Rp 3. Demikian dana pembangunan akan
pada APBN. menjadi sebesar Rp 6, dan APBN akan
mencapai keseimbangan (balance).
Secara sederhana, defisit pada Pada anggaran berimbang dan
anggaran berimbang dan dinamis, dapat dinamis, secara akuntansi besarnya
dijelaskan, sebagai berikut: seandainya pengeluaran sedemikian rupa disusun sama
penerimaan dalam negeri sebesar Rp 8, dengan penerimaan, tetapi secara ekonomi
sedangkan pengeluaran rutin sebesar Rp 5, anggaran belanja sesungguhnya dalam
maka selisih antara penerimaan dalam negeri keadaan defisit, dimana pengeluaran negara
dengan pengeluaran rutin adalah sebesar Rp 3. selalu lebih besar daripada penerimaan negara.
Selisih antara penerimaan dalam negeri Defisit selanjutnya hanya boleh diatasi melalui
dengan pengeluaran rutin sebesar Rp 3 utang luar negeri dan hanya menjadi
tersebut kemudian disebut tabungan pelengkap pembiayaan pembangunan.
pemerintah. Selanjutnya tabungan pemerintah
digunakan untuk pengeluaran pembangunan. Namun dalam prakteknya, Orde Baru
menempatkan utang luar negeri bukan lagi
4
[JURNAL ECOBISMA] Vol. 4 No. 2 Jun 2017

sebagai pelengkap, namun menjadikannya Dua tahun sebelum UU No.17/2003


sebagai strumen utama pembiayaan ditetapkan, tepatnya pada tahun 2001,
pembangunan. Sebagian besar penerimaan pemerintah telah terlebih dahulu mengadopsi
negara dimasa orde baru bersumber dari utang Internasional Government Finance Statistics
luar negeri, bahkan ketika Indonesia mendapat (GFS) dalam penyajian laporan APBN6.
penerimaan sangat besar akibat naiknya harga Diadopsinya GFS membuat penyajikan format
minyak pada masa oil boom, maupun pada laporan APBN mengalami perubahan dari T-
priode program reformasi perpajakan. Account menjadi I-Account7. Format I-
Pada masa oil boom (1974-1985), Account dibuat satu lajur, dimana pada bagian
penerimaan migas Indonesia mencapai 66 atas penerimaan dan bagian bawah
persen dari total penerimaan dalam negeri. pengeluaran. Demikian pada format I-
Begitu pula, pada periode reformasi Account, menunjukan adanya pos defisit dan
perpajakan (1984-1994), penerimaan pajak pendanaannya.
sebesar 12 persen dari PDB (produk domestik Penerapan laporan APBN
bruto). Angka-angka tersebut sesungguhnya menggunakan format I-Account menandai
lebih dari cukup untuk menghapuskan diadopasinya kebijakan anggaran defisit9,
ketergantungan terhadap utang luar negeri dimana struktur APBN dipilah kedalam lima
yang berada pada kisaran 3% dari PDB per bagian; pendapatan, belanja, keseimbangan
tahunnya. primer, defisit anggaran, dan pembiayaan.
Namun, demi menjaga momentum
pertumbuhan (rata-rata pertumbuhan ekonomi Tabel 3. Struktur APBN dengan Format I-
Indonesia periode 1974-1985 sebesar 7 persen account
per tahun). Pemerintah enggan menggunakan
dana yang diperoleh dari kenaikan harga
minyak tersebut untuk melunasi utang luar
negeri. Akibatnya utang Indonesia terus
membesar tiap tahunnya.
Besarnya utang membuat fondasi
perekonomian Indonesia rapuh. Puncaknya,
ketika terjadi krisis moneter tahun 1997-1998,
pemerintah mengalami gagal bayar (Default).
Celakanya untuk membayar utang lama,
pemerintah mengajukan utang baru kepada
dari IMF dan sejumlah lembaga donor lainnya.
Dalam hitungan bulan, krisis moneter
bertranformasi menjadi krisis ekonomi,
kemudian berujung pada krisis politik, yang
mengakhiri 32 tahun kekuasaan Soeharto,
pada 21 Mei 1998.

Anggaran Defisit
Runtuhnya rezim orde baru membawa
Indonesia memasuki era reformasi. Dibawah
bimbingan lembaga donor (IMF dan World
Bank), pemerintah melakukan perombakan
besar-besar dalam pengelolaan anggaran.
Pemerintah mengubah UU No 9 Tahun 1968
menjadi UU No.17 Tahun 2003 tentang Sumber: Direktorat Penyusunan APBN, Direktorat
Keuangan Negara. Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan Republik
Indonesia

5
[JURNAL ECOBISMA] Vol. 4 No. 2 Jun 2017

Anggaran defisit adalah kebijakan persen. Sedangkan rasio pembayaran cicilan


yang menghendaki posisi pengeluaran negara utang pemerintah (termasuk bunga) terhadap
lebih besar dari pada posisi penerimaan negara penerimaan perpajakan meningkat dari 26,25
dalam satu tahun anggaran. Karena persen (2011) menjadi 32,31 persen (2016).
pengeluaran lebih besar dari pada penerimaan Sementara, defisit keseimbangan
maka anggaran negara mengalami defisit primer yang merupakan selisih antara
(kekurangan). Selanjutnya, defisit ditutupi pendapatan negara dikurangi belanja negara
dengan mengajukan utang ke negara donor tanpa memperhitungkan pembayaran bunga
atau menerbitkan obligasi. utang. Defisit keseimbangan primer terus
Sebagaimana diatur dalam penjelasan membengkak dalam lima tahun terakhir
pasal 12 ayat 3 UU No/17/2003, setiap (2012-2016).
tahunnya, pemerintah dan Dewan Perwakilan Pada 2012 defisit keseimbangan primer
Rakyat (DPR) menetapkan defisit dalam tercatat sebesar Rp 52,7 triliun, tahun
APBN tidak lebih dari 3 persen dari Produk berikutnya (2013) membengkak jadi Rp 98,6
Domestik Bruto10, sedangkan jumlah triliun, pada tahun 2014 sedikit turun, berada
pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk pada kisaran Rp 93,2 triliun. Memasuki tahun
Domestik Bruto. pertama pemerintahan Jokowi (2015), defisit
keseimbangan primer melambung sebesar Rp
142,4 triliun. Sementara hingga tutup tahun
Sejak penerapan anggaran defisit, 2016, defisit keseimbangan primer mendekati
utang merupakan kata kunci dalam angka 110 triliun, melampaui jumlah yang
pengelolaan APBN. Ketidak mampuan ditetapkan APBN-P 2016 sebesar 106 triliun.
pemerintah menutup defisit berpotensi Sementara untuk tahun 2017 defisit
meningkatkan resiko fiskal. Risiko fiskal keseimbangan primer diprediksi terbang ke
merujuk pada suatu situasi dimana pemerintah angka Rp 111,4 triliun.
sebagai pengelola keuangan negara kesulitan
mendapatkan utang tambahan untuk Membengkaknya defisit
mengatasi defisit anggaran. keseimbangan primer, mengisyaratkan bahwa
Utang sebagai sumber pembiayaan menutup APBN telah kehilangan kemampuannya untuk
defisit menjadi dijadikan faktor penentu bagi membayar bunga utang dari hasil penerimaan
keberlanjutan fiskal, yakni keberlanjutan atas negara, bahkan pemerintah dipaksa mencari
penerimaan dan pengeluaran pemerintah, baik utang baru hanya untuk membayar bunga
pada sisi rencana maupun realisasi. Demikian, utang lama. Situasi ini membuat utang
keberlanjutan fiskal sangat bergantung pada Indonesia terus membengkak dan semakin
kemampuan pengelolaan utang pemerintah. sulit keluar dari jeratannya.
Namun, pada kenyataanya Menutup tahun 2016, utang luar negeri
kemampuan pengelolaan utang pemerintah pemerintah sudah menembus angka Rp 3.500
terus mengalami penurunan dari tahun ke triliun. Bahkan untuk tahun 2017, Pemerintah
tahun. Ini diindikasikan meningkatnya rasio berencana menarik utang baru melalui
pembayaran cicilan utang pemerintah penerbitan SBN sebesar Rp 597 triliun23.
(termasuk bunga) terhadap penerimaan negara Penerbitan SBN ini, ditujukan membayar
(pajak dan bukan pajak), dan membengkaknya cicilan bunga dan utang pokok untuk tahun
defisit keseimbangnya primer. 2017 sebesar Rp 500 triliun. Pembayaran
Berdasarkan data kementerian bunga utang tahun 2017 diperkirakan
keuangan, rasio pembayaran cicilan mencapai Rp 221,4 triliun atau naik
utangpemerintah (termasuk bunga) terhadap dibandingkan tahun 2016 yang hanya sebesar
penerimaan negara (pajak dan bukan pajak), Rp 191 triliun dan tahun 2015 sebesar Rp 156
yang cenderung meningkat setiap tahunnya. triliun.
Jika 2011 rasionya sekitar 19,03 persen, pada
2016 rasionya meningkat mencapai 27,87
6
[JURNAL ECOBISMA] Vol. 4 No. 2 Jun 2017

Untuk mengatasi membengkaknya peningkatan kepatuhan hanya sekitar 21,5


utang dan defisit APBN, pemerintah hanya persen. Kalaupun angka tersebut dapat dicapai
memiliki dua opsi; mengenjot penerimaan Indonesia, namun masih rendah dari negara-
atau memangkas belanja. Sejauh ini, negara anggota G-20 seperti Inggris yang tax
tampaknya pemerintah cenderung memilih rationya mencapai 27,40 persen, atau Afrika
untuk meningkatkan penerimaan Selatan yang tax rationya mencapai 25,67
dibandingkan memangkas pengeluaran. Tahun persen.
2017 target penerimaan pajak dalam APBN Seretnya penerimaan pajak,
2017 ditetapkan sebesar Rp 1.271,1 triliun, mendorong pemerintah menambah pundi-
naik 15 persen dibandingkan tahun 2016. pundi penerimaan dari PNBP (Penerimaan
Namun, pilihan pemerintah untuk Negara Bukan Pajak). Dipermulaan tahun
mengenjot penerimaan, ditengah situasi 2017, rakyat dikejutkan dengan rencana
ekonomi global yang masih bergejolak dan kenaikan tafif listrik dan biaya pengurusan
kondisi perekoromian dalam negeri yang tidak BPKB dan STNK kendaraan bermotor.
stabil, sesungguhnya tidak cukup tepat. Namun langkah pemerintah ini beresiko
Mantan Menteri Keuangan, Chatib menaikan laju inflasi dan menurunkan daya
Basri, seperti dikutif katadata.com beli masyarakat yang dapat berujung pada
memprediksi penerimaan negara terancam turunnya pertumbuhan.
makin seret pada tahun 2017, terutama yang Pada sisis lain, keputusan pemerintah
berasal dari asset-aset yang diikutkan dalam yang tetap mempertahankan kebijakan
program pengampunan pajak (tax amnesty). anggaran ekspansif (enggan mengurangi
Menurut Chatib Basri, jika dihitung belanja), bukan saja tidak bijaksana, namun
berdasarkan return on asset (ROA) sebesar 5 juga tidak tepat dalam membaca sinyal
persen, yang merupakan sumber perpajakan, beragam indikator makro ekonomi, yang
maka hanya Rp 200 triliun dari total hampir sesungguhnya menghendaki penyegaran
Rp 4.000 triliun asset yang ikut dalam program kebijakan pengelolaan anggaran.
tax amnesty, yang bisa dipajaki oleh
pemerintah tahun depan. Anggaran Surplus
Sementara pada saat yang sama,
penambahan jumlah wajib pajak baru relatif Secara teoritis, kebijakan anggaran
kecil. Per September 2016, jumlah wajib pajak defisit ditempuh jika perekonomian dalam
baru dari hasil amnesti pajak hanya mencapai keadaan resesi dan pemerintah ingin
8.412 wajib pajak. Jumlah ini sangat kecil jika meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Setelah
dibandingkan dengan jumlah WP yang wajib diberlakukan selama 16 tahun (2001), apakah
SPT Indonesia yang berjumlah lebih dari 22 Indonesia masih dalam situasi resesi ? Para
juta. jika jumlah wajib pajak baru tidak pengambil kebijakan di pemerintahan tidak
banyak, maka bisa menggerus potensi pernah menyebut bahwa negara dalam situasi
penerimaan pajak pada tahun 2017 ini. resesi.
Mengingat Indonesia tidak dalam
Pada sisi lain, rasio pajak (tax ratio) situasi resesi, maka perlu kiranya pemerintah
terhadap PDB indonesiah yang masih rendah mempertimbangkan untuk melakukan
yakni berada dikisaran angka 10-11 persen,. penyegaran dalam pengelolaan anggaran.
Angka ini, menurut Kepala Badan Penyegaran tersebut dapat dilakukan dengan
Perencanaan Pembangunan Nasional mengadopsi kembali kebijakan anggaran
(Bappenas) Bambang Brodjonegoro tidak berimbang30 atau juga dengan mengadopsi
cukup acceptable untuk negara sebesar kebijakan anggaran surplus, dimana belanja
Indonesia. negara disusun sedemikian rupa sehingga
Bahkan dalam perhitungan IMF, tax belanja negara lebih kecil dibandingkan
ratio yang dapat dicapai Indonesia dengan dengan penerimaan negara.
melakukan perluasan basis pajak dan
7
[JURNAL ECOBISMA] Vol. 4 No. 2 Jun 2017

2017, belanja ditetapkan sebesar Rp 2.070,5


Penerapan anggaran surplus, tentu triliun, turun sedikit dibandingkan belanja
akan berimplikasi pada pemangkasan terhadap tahun 2016 sebesar Rp 2.095,7. Namun lebih
sejumlah pos pengeluaran. Pemangkasan tinggi dibandingkan belanja tahun 2015
terutama ditujukan terhadap belanja sebesar Rp 2.039,5.
perjalanan dinas, rapat, belanja honorarium,
iklan serta anggaran yang memiliki estimasi Belanja pemerintah yang begitu
harga terlalu tinggi. Tahun lalu pemerintah ekspansif tersebut, tidak sebanding dengan
berhasil memangkas pengeluaran sebesar Rp tingkat penerimaan yang dipatok pemerintah.
137,6 triliun. Kebijakan tersebut ternyata tidak Tahun 2017 penerimaan dipatok sebesar Rp
berpengaruh signifikat terhadap pertumbuhan Rp 1.737,6 triliun, sedangkan pada tahun 2016
ekonomi tahun 2016 yang ditutup sebesar 5,02 dari proyeksi penerimaan sebesar Rp 1.822,5,
persen. realisasi penerimaan hanya sebesar Rp 1.551,8
Secara umum, kebijakan anggaran triliun. Untuk tahun 2015, dari proyeksi
surplus diterapkan untuk mengatasi kondisi penerimaan sebesar Rp 1.762,3 triliun,
perekonomian yang inflasif, dimana nilai uang realisasi penerimaan hanya mencapai Rp
semakin merosot akibat kenaikan harga-harga. 1.491,5 triliun.
Demikian pemerintah berusaha mengurangi Besarnya belanja dibandingkan
pengeluaran, sehingga lambat laun jumlah penerimaan, membuat defisit dalam APBN
uang yang beredar akan berkurang dan harga terus membengkak dari tahun ke tahun. Defisit
kemudian dapat dikendalikan. tersebut selalu ditutupi dengan mengajukan
Saat ini, merosotnya nilai uang dapat utang baru, baik utang langsung kepada
dibaca dari masuknya rupiah sebagai salah debitur (lembaga donor) maupun melalui
satu dari 10 mata utang terendah di dunia. penerbitan SBN (Surat Berharga Negara). Dan
Disamping itu, diindikasi lain, tergambar dari seperti biasa utang akan menjadi beban pada
usaha Bank Indonesia (BI) untuk segera APBN tahun-tahun berikutnya.
memberlakukan kebijakan redenominasi Defisit dan utang yang mengerogoti
rupiah. Redenominasi adalah penyederhanaan APBN tersebut harus segera diakhiri. Usaha
mata uang dengan memangkas jumlah angka untuk mengakhiri rezim defisit tersebut
nol dibelakang, tanpa mengubah nilainya. pertama-tama dapat ditempuh dengan
Melalui redenominasi, harga barang dan jasa mengajukan permohonan judicial review
akan turut disesuaikan sebanding kepada Mahkamh Konstitusi (MK) atas UU
penyederhanaan mata uang. No.17 tahun 2003 tentang keuangan negara.
Disela-sela acara peluncuran pecahan Keberadaan UU No.17/2003 yang
uang Rupiah baru, di Gedung Thamrin, Bank memberikan legitimasi hadirnya defisit dalam
Indonesia, 19 Desember 2016, Gubernur BI, APBN, pada kenyataanya bertentangan
Agus Martowardoyo meminta dukungan dengan semangat Pasal 23C Bab VIII UUD
presiden Jokowi untuk mempercepatan 1945, serta pasal-pasal lain yang mengiringi
Rancangan Undang-Undang (RUU) terbitnya UU tersebut, yang menghendaki
Redenominasi Rupiah yang masih terganjal bangsa ini dapat sejahtera dan mandiri, lepas
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari ketergantungan pada bangsa lain.
sejak tahun 2013, bahkan pada 2017 RUU
tersebut tidak masuk ke dalam list Program
Legislasi Nasional (Prolegnas).
Disamping nilai uang, penerapan Daftar Pustaka
angaran surplus juga mempertimbangkan
peningkatan inflasi yang diakibatkan Abdul Hakim, Guswildan Giovani,
ekspansifnya belanja yang dilakukan perbandingan perekonomian dari masa
pemerintah. Dalam dua tahun terakhir belanja Soekarno hingga Susilo Bambang
pemerintah sangat ekspansif. Pada APBN Yudhoyono (1945-2009), jurnal

8
[JURNAL ECOBISMA] Vol. 4 No. 2 Jun 2017

Ekonomika-Bisnis Vol.03 No.2, Juli, penelitian dan pengabdian kepada


2012 masyarakat Universitas Katolik
Parahyangan, 2014
Arnold, Jens, Improving the Tax
System in Indonesia, OECD Working Nota Keuangan dan APBN Tahun
Paper No.998, Oktober , 2012 1993-1994

Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Nota Keuangan dan APBN Tahun


Keuangan, Laporan Kajian Fiskal 2001
tahun 2013
Nota Keuangan dan APBN Tahun
Badan Pemeriksa Keuangan Republik 2016
Indonesia, Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI Atas Laporan Keuangan Nota Keuangan dan APBN Tahun.
Pemerintah Pusat Tahun 2014, Jakarta, 2017
Mei 2015
Suparmoko. Keuangan Negara dalam
Direktorat Penyusunan APBN, Teori dan Praktek, Edisi 5, BPFE
Direktorat Jenderal Anggaran, Yogyakarta, 2000
Kementerian Keuangan Rupiblik
Indonesia, Dasar-Dasar Praktek Undang-Undang No 3 Tahun 1954,
Penyusunan APBN di Indonesia, Edisi Tentang mengubah "Indische
II, Jakarta, 2014 Comptabiliteitswet" (Staatsblad 1925
No.448) dan "Indische Bedrijvenwet"
Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Staatsblad 1927 No.419)
Negara, kementerian keuangan
republik Indonesia, Peningkatan Undang-Undang No 12 Tahun 1955
Transparansi dan Akuntabilitas tentang Perbendaharaan Negara
Pengelolaan Keuangan Negara melalui
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Undang-Undang No 9 Tahun 1968
Pemerintah tahun 2004-2009, Jakarta, tentang perubahan pasal 7 "Indische
2010 Comptabiliteitswet" (Staatsblad 1925
No.448) sebagaimana telah diubah
Iqbal fadli, Fakta Pengelolaan Awal dengan UU No 3 Drt. 1954
APBN: Dari Orde Lama ke Orde Baru,
Jakarta, ideas, May, 2016, diakses Undang-Undang No 17 Tahun 2003
dari: http://ideas.or.id/fakta- tentang keuangan Negara
pengelolaan-awal-apbn-dari-orde-
lama-ke-orde-baru/# Zeng, L. (2014). Determinants of the
primary fiscal balance: evidence from
Kementerian Keuangan, Laporan a panel of countries. In C. Cottarelli, P.
Keuangan Pemerintah Pusat Tahun Gerson, & A. Senhadji (Eds.), Post-
2015 (Audited), Mei, 2016 crisis Fiscal Policy (pp. 67-96).
London: MIT and IMF.
Miryam L. Wijaya, dan Ivantia S.
Mokoginta, Identifikasi risiko fiskal
dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara indonesia, Lembaga

Anda mungkin juga menyukai