Anda di halaman 1dari 30

TELAAH JURNAL

*Kepanitraan Klinik Senior/ Januari 2021


**Pembimbing/ dr. Vonna Riasari, Sp.M

ACUTE MANAGEMENT OF OPTIC NEURITIS:


An Evolving Pradigm

Oleh:
Fatma Aperta Daswat G1A219086
Herenda Tiara Firsti G1A219133

Pembimbing :
dr. Vonna Riasari, Sp. M**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


KSM/BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
RUMAH SAKIT H. ABDUL MANAP
PROVINSI JAMBI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Telaah Jurnal

oleh:
Fatma Aperta Daswat G1A219086
Herenda Tiara Firsti G1A219133

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior


KSM/Bagian Mata Rumah Sakit H.Abdul Manap
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Jambi, Desember 2020


Pembimbing

dr. Vonna Riasari, Sp. M

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas telaah jurnal pada Kepaniteraan Klinik Senior di BagianMata
Fakultas Kedokteran Universitas Jambi yang berjudul “Acute Management of Optic Neuritis:
An Evolving Pradigmm”. Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam
mengenai teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Mata Rumah Sakit H. Abdul Manap Jambi dan melihat penerapannya secara langsung di
lapangan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Vonna Riasari, Sp.
M selaku preseptor yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.

Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan, sehingga diharapkan


kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jambi, Januari 2021

Penulis

Manajemen Neuritis Optik Akut: Paradigma yang Berkembang

3
Lindsay Horton, MD dan Jeffrey L. Bennett, MD, PhD Departemen Neurologi (LH, JLB) dan
Ophthalmology (JLB), Universitas Colorado Denver, Aurora, Colorado; dan Program
Neuroscience (JLB), Universitas Colorado Denver, Aurora, Colorado.

ABSTRAK
Penatalaksanaan neuritis optik akut (ON) saat ini difokuskan untuk mempercepat
pemulihan visual melalui penggunaan kortikosteroid intravena dosis tinggi. Identifikasi terbaru
dari autoantibodi spesifik yang terkait dengan gangguan inflamasi sistem saraf pusat telah
memberikan wawasan baru tentang target dan mekanisme kekebalan yang memengaruhi
prognosis, pengobatan, dan kekambuhan ON. Oleh karena itu, ahli saraf dan dokter mata perlu
menyadari temuan klinis, laboratorium, dan pencitraan yang dapat memberikan petunjuk penting
untuk etiologi ON dan kebutuhan untuk potensi manajemen agresif. Ke depannya, diagnosis
inflamasi ON yang cepat dan akurat kemungkinan besar akan sangat penting untuk menerapkan
perawatan klinis yang mengoptimalkan hasil terapeutik jangka pendek dan jangka panjang.
Neuropati optik inflamasi atau neuritis optik (ON) adalah penyebab paling umum dari
cedera saraf optik pada dewasa muda. ON memiliki beberapa etiologi, termasuk penyebab
demielinasi, infeksi, dan autoimun. Beberapa studi populasi memperkirakan insiden 1,5–5,1
kasus per 100.000 orang-tahun(1-3). Namun, studi epidemiologi mungkin gagal untuk
menangkap kasus ON yang dikombinasikan dengan kejadian demielinasi lainnya. Meskipun
pemulihan ketajaman visual kontras tinggi setelah ON umumnya dianggap sebagai hasil yang
menguntungkan (4) banyak pasien mengeluhkan masalah visual yang persisten (5). Sejak
seminal Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT), terdapat penelitian prospektif dan retrospektif
tentang terapi ON akut pada berbagai kondisi autoimun. Laporan awal menunjukkan bahwa ON
terkait dengan autoantibodi aquaporin-4 (AQP4) dan myelin oligodendrocyte glycoprotein
(MOG) terkait dengan hasil visual yang buruk (6,7) dan baik (8,9). Pengamatan ini,
bagaimanapun mungkin dipengaruhi oleh cedera berulang, waktu terapi, dan pilihan pengobatan
akut (10,11). Namun demikian, temuan ini menunjukkan bahwa diagnosis dini dan terapi khusus
penyakit mungkin menjadi kunci untuk meminimalkan cedera, meningkatkan pemulihan, dan
mencegah kehilangan penglihatan di masa depan setelah ON. Ulasan ini akan fokus pada
merumuskan alasan modern untuk evaluasi dan pengobatan ON inflamasi akut.

4
NEURITIS OPTIK: DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Peradangan saraf optik bisa timbul dari berbagai patologi. Meskipun ulasan ini akan
fokus pada perluasan berbagai gangguan autoimun yang terkait dengan ON, penyebab
peradangan saraf optik (sifilis, Lyme, dan cakaran kucing ) dan non-infeksi (sarkoidosis dan
paraneoplastik) harus dipertimbangkan dengan cermat dalam diagnosis banding di dalam
keadaan klinis yang sesuai. Diagnosis cepat dari penyebab infeksi ON dapat mengarahkan terapi
antimikroba dan antivirus, menginformasikan prognosis visual, dan mengurangi penggunaan
imunosupresi yang tidak tepat. Sebaliknya, identifikasi patologi yang dimediasi oleh autoimun
tertentu dapat meningkatkan kebutuhan untuk penekanan kekebalan agresif atau permulaan
terapi untuk mencegah kerusakan ON berulang atau sistem saraf pusat (SSP). Meskipun tidak
selalu mudah untuk membedakan penyebab infeksi dari penyebab inflamasi ON, Tabel 1
memberikan daftar singkat penyebab infeksi dan inflamasi dari ON bersama dengan gambaran
klinis umum dan pilihan terapeutiknya. Karena seringnya timbulnya uveitis, retinitis, dan
korioretinitis pada penyebab infeksi ON, ON yang berhubungan dengan inflamasi okular,
granuloma saraf optik, atau edema diskus yang parah harus diobservasi untuk melihat acquired
infection (Tabel 1). Demam, meningitis, kelumpuhan saraf kranial, dan ensefalopati memerlukan
pemeriksaan infeksi yang lebih rinci berdasarkan risiko endemik, paparan, dan riwayat
perjalanan.
Tabel 1. Etiologi Infeksi dan Inflamasi Pada Neuritis Optik
Etiologi Manifestasi Klinis Penatalaksanaan Referensi
Syphillis Uveitis, Chorioretinitis, Penisilin (87,88)
(Treponema) Vasculitis dan papilitis
Patogen Neuroretinitis (Bartonella dan Kortikosteroid, Antibiotik: (69,89-92)
intraseluler Toxoplasma), Chorioretinitis Azitromisin, Ciprofloxacin
(Bartonella, (Bartonella dan Toxoplasma), dan sulfamethoxazole-
Rickettsia, Uveitis (Bartonella dan Trimethoprim
Toxoplasma, Toxoplasma), Demam
dan Coxiella) (Coxiella dan Rickettsia),
Encephalopathy (Coxiella) dan
Abnormalitas CNS (Coxiella

5
dan Rickettsia)
Lyme Disease Edema Optic Disc dan Uveitis Ceftriaxon dan doxycyclin (88,93,94)
(Borrelia) intermediet atau papilledema
Tuberkulosis Papilitis, Uveitis, Ishoniazid, Rifampicin, (95)
(Mycobacteria) Neuroretinitis, Scleritis, Pyrazinamid dan Etambutol
Meningitis, Optic Nerve
Tubercle, dan Sindrom apex
orbital
Virus (WNV, Variabel: mild optic disc HAART (HIV), Acyclovir (96-98)
HIV, & VZV) edema, Chorioretinitis, dn (VZV)
Vitritis (WNV), Mild
Microangiopathy (HIV),
Hemoragic optic disc edema
dan cotton wool spots (VZV)
Sarcoidosis Edema optic disc; granuloma, Kortikosteroid dan TNF- (12,13)
uveitis, neovaskularisasi, Blocker
abnormalisasi CNS;
multisystem disease
NMOSD Rekuren; MRI-Optic nerve IVSM dan PLEX (20,22,23,57)
enhancement atau lesi
longitudinal, Chiasma, Lesi
traktus bilateral optik, dan
AQP4-IgG
MOG Rekurent: MRI-Optic nerve, Kortikosteroid dan (10,23,31,99)
Sheat dan orbital enhancement; mungkin membutuhkan
lesi nervus longitudinal; disc pengobatan jangka panjang
edem; dan MOG-IgG
GFAP Optic disc papilitis; MRI- Kortikosteroid (15, 18, 100)
perivaskular enhancement; dan
GFAP-IgG
Paraneoplastik Edema disc bilateral; Uveitis; IVIg; PLEX; (14,68,101)
vascular leakage dan antibodi kortikosteroid; dan
paraneoplastik identifikasi dan
pengankatan neoplasm

6
Seronegative Mild edema disc; MRI-optic IVSM dan PLEX (4,23)
Multiple nerve enhancement, MRI
Sclerosis (MS) temuan konsisten dengan MS,
CSF OCBs
Lainnya Recurrent, Isolasi; MRI-Optic Kortikosteroid (84-86)
(CRION dan nerve enhancement/T2 signal;
AON) IgG pada biopsi kulit
AON, neuropati optik autoimun; SSP, sistem saraf pusat; CRION, neuropati optik inflamasi
kronis yang kambuh; OCB CSF, pita oligoklonal cairan serebrospinal; GFAP, fibriler
glialprotein asam; HAART, terapi antiretroviral yang sangat aktif; IgG, imunoglobulin G; IVIg,
imunoglobulin intravena; IVSM, solumedrol intravena (methylprednisolone); MOG,
myelinglikoprotein oligodendrosit; NMOSD, gangguan spektrum neuromyelitis optica; PLEX,
plasmapheresis; TNF- α , tumor necrosis factor-alpha; VZV, virus Varicella-Zoster ; WNV, West
Nile Virus

ON sarkoid dan ON paraneoplastik juga dapat menunjukkan peradangan mata yang


signifikan. Sarkoidosis adalah kelainan multisistem yang biasanya melibatkan mata dan jarang
melibatkan SSP secara terpisah (12). Akibatnya, mayoritas pasien dengan sarcoid ON
mengalami peradangan mata yang terjadi bersamaan; neuropati kranial, granuloma meningeal,
dan endokrinopati juga mungkin terlihat (13). Peningkatan kadar enzim pengubah angiotensin
serum dikenal tidak sensitif (13), dan identifikasi jaringan yang terkena untuk konfirmasi biopsi
sulit dilakukan. Pasien dengan paraneoplastik ON terkait dengan collapsin response-mediated
protein-5 autoantibodies (CRMP-5-IgG) juga dapat mengalami edema diskus yang menonjol, sel
vitreus,dan kebocoran vaskular retinal. Oleh karena itu, CRMP-5-IgG paraneoplastik ON harus
dipertimbangkan dalam diagnosis banding pasien dengan ON subakut bilateral, dengan edema
diskus dan sel vitreous, terutama dalam kaitannya dengan defisit neurologis progresif (14).
Klasifikasi sebelumnya dari ON idiopatik akut berpusat pada presentasi klinis, kemungkinan
multiple sclerosis (MS), risiko kekambuhan, dan ketergantungan pada kortikosteroid kronis.
Kategori diagnostik termasuk ON inflamasi kronis (CRION), neuropati optik autoimun (AON),
ON terisolasi relapsing (RION), MS-ON, neuromyelitis optica ON (NMOON), dan ON terisolasi
tunggal (SION). Beberapa dari kategori ini, terutama CRION, RION, AON dan SION, tidak
memiliki spesifisitas dan sensitivitas diagnostik. Akibatnya, mereka tidak praktis untuk

7
mengarahkan manajemen pasien. Kemajuan terbaru dalam pengujian serologi telah memperluas
spectrum gangguan autoimun SSP yang terkait dengan ON akut. Saat ini, 3 penanda serologi
spesifik penyakit, aquaporin-4-IgG (AQP4-IgG), MOG-IgG, dan glialfibrillary acidic protein-
IgG (GFAP-IgG), telah diidentifikasi pada pasien dengan ON terisolasi dan berulang (10, 15,16).
Studi kasus retrospektif menunjukkan bahwa pemulihan visual mungkin berbeda secara
signifikan antara kelompok ini (17-20). Oleh karena itu,kategorisasi serologis pasien dengan ON
mungkin menawarkan informasi penting tentang prognosis visual, respons pengobatan, dan
risiko kekambuhan. Evaluasi segera pasien dengan ON akut harus fokus pada perolehan data
klinis dan paraklinis yang dapat membantu membedakan salah satu etiologi ini.

EVALUASI PASIEN DENGAN NEURITIS OPTIK AKUT


Pasien dengan ON akut memerlukan pemeriksaan neuro-ophthalmologic terperinci yang
mengevaluasi secara cermat keberadaan penyakit oftalmologis, neurologis, dan sistemik.
Pemeriksaan neuroptalmologi dapat disertai dengan sejumlah pemeriksaan laboratorium dan
pencitraan tambahan berdasarkan riwayat dan temuan pemeriksaan termasuk tomografi
koherensi optik (OCT) (21), serologi infeksi dan autoimun, MRI, dan analisis cairan
serebrospinal(CSF). MRI orbit dan otak dapat memberikan informasi diagnostik dan prognostic
yang berharga (Gambar 1 dan Tabel 2). Distribusi dan tampilan lesi inflamasi pada MRI orbital
telah dilaporkan menunjukkan perbedaan yang signifikan antara ON terkait dengan AQP4- IgG-
seropositive neuromyelitis optica spectrum disorder (NMOSD-ON), MOG-IgG
encephalomyelitis (MOG-ON), dan seronegatif MS- DI.
Keterlibatan bilateral lebih umum pada NMOSD-ON dan MOG-ON dibandingkan pada
MS-ON, dan lesi saluran kiasmal dan optik lebih sering terjadi pada NMOSD-ON (22,23).
Peningkatan perineural terlihat pada MOG-ON (24). Meskipun lesi yang meluas secara
longitudinal sering terjadipada NMOSD-ON dan MOG-ON (22,23,25-27), saraf optik
retrobulbar sebagian besar terlibat dalam MOG-ON, sedangkan saraf optik intrakranial secara
prinsip terlibat dalam NMOSD-ON ( 23). Berbeda dengan MS-ON dan MOG-ON, panjang lesi
saraf optik berkorelasi dengan hasil visual pada NMOSD-ON (28,29). Kehadiran dan pola lesi
MRI otak juga dapat memberikan petunjuk diagnostik yang berharga (15,23,30). Pola unik
peningkatan radial perivaskuler linier, memanjang ke luar dari ventrikel, diamati pada MRI
gadolinium pasca kontras pada banyak pasien dengan ON terkait dengan autoantibodi protein

8
asam fibrilar glial (GFAP-ON). Serologi autoimun dan analisis CSF dapat memberikan petunjuk
penting untuk memfokuskan diagnosis banding. Autoantibodi yang hidup berdampingan lebih
umum pada pasien dengan pasien NMOSD-ON dan MOG-ON dibandingkan pada pasien dengan
MS-ON (31-33). Pada pasien dengan GFAP-ON, autoantibodi saraf serum dan CSF
diidentifikasi pada sekitar 40% pasien, dengan antibodi terhadap reseptor N-metil-D-aspartat dan
asamglutamat dekarboksilase 65 menjadi yang paling umum (15).
Dalam CSF, pleositosis yang signifikan (≥100 sel / mL) diamati lebih sering pada pasien
dengan MOG-ON dibandingkan pada pasien dengan NMOSD-ON (28% vs 6%), dengan kedua
gangguan menunjukkan jumlah sel polimorfonuklear yang signifikan. Pita oligoklonal dan
sintesis IgG intratekal jarang terjadi pada MOGON dan NMOSD-ON (31,34). Pleositosis CSF
sering diamati pada pasien dengan autoimunitas GFAP, dan keberadaan autoantibodi GFAP
mungkin terbatas pada cairan tulang belakang (15). Dalam kasus di mana terdapat kekhawatiran
terhadap infeksi, pasien dengan ON harus diuji untuk sifilis, penyakit Lyme, Bartonella, dan
virus West Nile. Didaerah endemik, atau dengan riwayat pajanan, tes quantiferon-gold untuk
tuberkulosis diperlukan. Kecurigaan yang signifikan untuk sarkoidosis memerlukan CT scan
dada atau tomografi emisi positron seluruh tubuh karena uji enzim pengubah angiotensin serum
dan lisozim tidak sensitif. OCT mungkin terbukti berguna dengan mengidentifikasi peradangan
retinal halus, edema makula, perubahan mikrokistik, atau neovaskularisasi. OCT yang dilakukan
pada pasien dengan ON akut telah mendokumentasikan edema lapisan serat saraf retinal
(RNFL), sel ganglion ditambah lapisan plexiformdalam (GC + IPL), dan kehilangan RNFL
peripapiler (10,35-40). Edema diskoptik, yang diukur dengan OCT dan pemeriksaan fundus,
lebih sering terjadi pada MOG-ON daripada pada NMOSD-ON(9,23).
Namun, dalam keadaan akut, korelasi antara metrik OCT, prognosisvisual, dan respons
terapeutik tidak jelas; oleh karena itu, OCT tidak direkomendasikan untuk memandu pengobatan
ON akut. Dalam kasus ON berulang, bagaimanapun, luas dan pola kehilangan RNFL dan
penipisan retinaldi saraf optik yang terkena sebelumnya mungkin informatif (10,38,39).

9
Gambar 1. MRI neuritis optik. A . Pemindaian T1 aksial pasca kontras dengan penekanan lemak
menunjukkan lesi yang luas secara longitudinal yang melibatkan saraf optik kiri intraorbital pada
pasien dengan neuritis optik dan MOG-IgG. B. Gambar penekanan lemak T1 koronal pasca
kontras menunjukkan selubung saraf optik yang menonjol dan peningkatan saraf. Tampak aksial
(C) dan koronal (D) T1 dari lesi yang melibatkan saraf optik intrakranial kanan dan kiasma optik
pada pasien dengan neuritis optik dan NMOSD. E. Pasca kontras koronal T1 lemak-ditekan
gambar mengungkapkan peningkatan baik saraf optik dan selubung sekitarnya pada pasien
dengan neuritis optik dan MOG-IgG. MOG-IgG, autoantibodi glikoprotein oligodendrosit
mielin; NMOSD, gangguan spektrum neuromyelitis optica.

10
TERAPI UNTUK NEURITIS OPTIK AKUT
Sejak penyelesaian ONTT pada tahun 1992, metilprednisolon intravena dosis tinggi
(IVMP) telah menjadi pengobatan pilihan untuk terapi segera ON akut. IVMP (1.000 mg setiap
hari selama 3 hari) diikuti dengan prednison oral (1mg / kg / hari selama 11 hari) mempercepat
pemulihan visual dan meningkatkan hasil fungsional jangka pendek, tetapi bukan jangka
panjang(4,41). Studi tambahan telah gagal untuk menunjukkan efek IVMP dosis tinggi atau
kortikosteroid oral pada fungsi jangka panjang atau perkembangan selanjutnya dari atrofi saraf
optik (42-44). Namun demikian, manfaat pemulihan visual yang dipercepat dikombinasikan
dengan tingkat efek samping yang dapat diterima telah mendorong penggunaan IVMP secara
rutin untuk pengobatan ON akut.
Tabel 2. Petunjuk Pencitraan Diagnostik Pada Neuritis Optik Akut
NMOSD-ON MOG-ON MS-ON
Distribusi lesi ON Bilateral Bilateral Unilateral
Keterlibatan Saluran intrakranial, Retrobulbar Retrobulbar dan
segmen kiasma, optic kanalikuli
Panjang lesi Luas secara longitudinal Luas secara longitudinal Segmen pendek /
fokus
Derajat Ringan Berat Ringan
pembengkakan ON
Lokasi Syaraf optic Syaraf optik dan Syaraf optik
peningkatan paska perineural
kontras
Adanya lesi MRI Biasa diamati Jarang diamati Sering diamati
otak
Lokasi atau Lesi hipotalamus lebih Lesi besar dan lesi periventrikular,
karakteristik lesi umum daripada MOG- tumefaktif; kortikal dan bulat telur;
otak ON dan MS-ON; fossa lesi subkortikal subkortikal danlesi
posterior dan abu-abu juxtacortica
periaquedukta
MOG, glikoprotein oligodendrosit mielin; MS, sklerosis multipel; NMOSD, gangguan spektrum
neuromyelitis optica; AKTIF, neuritis

11
Hormon adrenokortikotropik intramuskular atau subkutan juga disetujui untuk
pengobatan relaps terkait ON dan MS, memberikan pilihan alternatif untuk modulasi aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal (45). Mengingat ketersediaan bio yang sangat baik dari
kortikosteroid oral (46), berbagai rejimen oral sekarang tersedia untuk mengelola kortikosteroid
pada dosis bioekivalen untuk IVMP dosis tinggi, memberikan fleksibilitas terapeutik tambahan
(47-49). Prednison oral pada dosis rendah, bagaimanapun, harus dihindari karena meningkatkan
risiko kambuh ON (4). Meskipun data klinis ekstensif mendukung manfaat dan keamanan
pemberian kortikosteroid dosis tinggi untuk pengobatan ON akut, masih belum jelas apakah
pengobatan dini dengan kortikosteroid dosis tinggi optimal untuk semua penyebab ON, dan
apakah pengobatan lain harus diganti atau digabungkan dengan kortikosteroid. untuk
meningkatkan hasil visual. Hasil visual setelah serangan individu NMOSD-ON secara signifikan
lebih buruk daripada MS-ON dan MOG-ON (6,17,19,20). Pada pasien seropositif untuk GFAP-
IgG, papilitis saraf optik tanpa perubahan ketajaman visual dilaporkan(18).
Kehilangan RNFL peripapiler dan penipisan GC + IPL juga meningkat pada NMOSD-
ON (9,10,22,38,39); Namun, kejadian berulang ON pada pasien MOG-IgG-seropositif sering
menyebabkan RNFL dan pengukuran OCT retinal yang sebanding dengan pasien NMOSDON
(9,10). Menariknya, ketika sampel serum dari 177 dari 448 pasien yang terdaftar di ONTT diuji
untuk AQP4- danMOG-IgG, hanya 4 MOG- Pasien IgG-seropositif teridentifikasi (50). Oleh
karena itu, hasil ONTT tidak informatif untuk dampak kortikosteroid dosis tinggi pada
pemulihan visual pada NMOSD-ON dan MOG-ON. Analisis retrospektif dari respon pengobatan
dalam serangan NMOSD menunjukkan bahwa manfaat terapeutik dari solumedrol intravena
(IVSM) seringkali tidak lengkap, dan pemberian berulang tidak meningkatkan laju remisi
lengkap (11). Di antara 232 serangan NMOSD-ON yang terisolasi , hanya 77 pasien (33%) yang
menunjukkan remisitotal setelah pengobatan dengan IVSM dosis tinggi; kursus berulang tidak
meningkatkan jumlah responden lengkap tetapi hanya mengurangi jumlah non-responden.
Tingkat respons bahkan lebih mengecewakan pada pasien NMOSD-ON dengan myelitis
bersamaan.
Imunoglobulin intravena (IVIg) dan pertukaran plasma (PLEX) adalah terapi
imunomodulator alternatif yang mungkin menawarkan manfaat tambahan untuk pengobatan ON
akut. Dalam uji coba terkontrol plasebo ON akut, IVIg(0,4 g/kg) tidak meningkatkan sensitivitas
kontras atau fungsi visual pada 6 bulan setelah cedera (51). Dosis yang sama tidak memperbaiki

12
kehilangan penglihatan refrakter pada pasien dengan MSON (52). Respon pasien pada kedua
studi, bagaimanapun, mungkin telah dibatasi oleh pemberian IVIg yang tertunda: 4 minggu pada
percobaan ON akut dan rata-rata 4 tahun pada percobaan ON refraktori. Dalam model tikus
percobaan lesi NMOSD (53), IVIg manusia mengurangi pembentukan lesi dengan menghambat
sitotoksisitas yang bergantung pada komplemen dan yang dimediasi oleh sel. Oleh karena itu,
masih harus ditentukan apakah IVIg dapat bermanfaat bagi pasien dengan NMOSDON ketika
diberikan bersamaan atau setelah pemberian kortikosteroid dosis tinggi. PLEX telah berhasil
digunakan dalam pengobatan refraktori steroid ON dan NMOSD-ON (54-58).
Tergantung pada penelitian, peningkatan fungsi visual telah dicatat pada 45% -55%
pasien yang dirawat. Sayangnya, karena desain retrospektifnya, investigasi ini gagal untuk
menentukan kriteria untuk penggunaan optimal atau waktu PLEX (59). Dalam banyak kasus,
interval pendek antara penyelesaian IVMP dan institusi PLEX membuat tidak jelas berapa
banyak manfaat klinis karena efek IVMP yang tertunda. Jenis kelamin laki-laki, kecacatan awal
yang lebih rendah, inisiasi pengobatan yang cepat,dan durasi relaps yang lebih pendek telah
dikaitkan dengan respons yang lebih besar terhadap PLEX (11,60-62). Meskipun inisiasi awal
PLEX berkorelasi dengan respons pengobatan, terapi PLEX yang tertunda mungkin masih
merupakan pilihan pengobatan yang masuk akal untuk pasien dengan ON akut yang mungkin
tidak memiliki akses langsung ke fasilitas dengan peralatan yang diperlukan. Deschamps et al
(56) menemukan bahwa setengah dari pasien dengan pemulihan visual yang buruk (ketajaman
visual lebih buruk dari atau sama dengan 20/200) setelah IVSM dosis tinggi meningkat menjadi
ketajaman visual 20/30 atau lebih baik setelah PLEX (waktu rata-rata untuk PLEX : 30 hari).
Karena PLEX menimbulkan biaya yang signifikan dan dapat mengakibatkan efek samping yang
serius seperti hipotensi, infeksi, hipokalsemia, dan koagulopati, studi prospektif acak dari PLEX
versus IVMP untuk pengobatan NMOSD-ON akut diperlukan.
Immunoadsorption (IA) adalah bentuk alternatif dari apheresis terapeutik yang
memungkinkan untuk menghilangkan antibodi secara selektif dari plasma menggunakan
membran yang dimodifikasi. Apheresis terapeutik menawarkan keuntungan potensial untuk
menghilangkan autoantibody patogen sambil menghemat protein plasma lainnya, oleh karena itu
menghilangkan kebutuhan untuk penggantian protein dan berpotensi meminimalkan komplikasi.
Imunoadsorpsi telah dilaporkan bermanfaat bagi refrakter steroid ON dan NMOSD-ON (63,64).

13
Kemanjuran dan keamanan relatif PLEX dan IA belum dievaluasi secara langsung. Saat ini, IA
tidak disetujui di Amerika Serikat.
Untuk individu yang tidak responsif terhadap IVMP dan PLEX, imunosupresi dengan
siklofosfamid intravena dapat menjadi pilihan terakhir. Meskipun tidak ada studi klinis yang
dipublikasikan mengenai respon ON parah terhadap siklofosfamid intravena, sebagian pasien
dengan myelitis transversal akut mendapatkan keuntungan dari pendekatan ini (65). Mengingat
risikosiklofosfamid IV dosis tinggi , bagaimanapun, pemilihan pasien yang cermat dan tim
rumah sakit yang berpengalaman disarankan. Studi prospektif terbaru telah mengevaluasi
pendekatan terapeutik baru untuk pelindung saraf dan remielinasi pada ON akut. Dalam uji coba
terkontrol acak Fase 2, fenitoin terbukti memperbaiki kehilangan RNFL padaON akut.
Pengobatan dengan fenitoin, bagaimanapun, tidak memiliki efekpada hasil visual atau potensi
membangkitkan visual (VEP) (66).
Opicinumab, antibodi monoklonal manusia terhadap kaya leusin berulang dan
immunoglobulin domain yang mengandung neurite hasil inhibitorreseptor-berinteraksi protein-1
(anti-LINGO-1), baru-baru ini diteliti sebagai terapi remyelinative potensial di ON akut.
Pengobatan dengan opicinumab tidak menghasilkan perubahan signifikan pada latensi VEP pada
24 minggu pada populasi yang ingin diobati ; Namun, peningkatan yang signifikan dalam
penundaan latensi VEP diamati pada minggu ke-24 dan 32 pada populasi pasien per protokol
yang ditentukan sebelumnya (67). Tidak ada efek pengobatan anti-LINGO-1 pada RNFL atau
ketebalan GC + IPL baik pada populasi pasien yang ingin diobati atau sesuai protokol pada 24
minggu. Namun demikian, penambahan fenitoin atau opicinumab ke terapi imunomodulator
yang lebih kuat mungkin masih bermanfaat untuk hasil visual pada pasien dengan ON akut. Uji
klinis yang lebih besar yang didukung untuk menentukan kemanjuran klinis akan diperlukan.

14
Gambar 2. Diagram alir yang menguraikan pendekatan prospektif untuk pengobatan ON akut.
“Recurrent,” kejadian berulang dari ON akut pada mata yang terkena sebelumnya. “ IVMP dosis
tinggi ”, metilprednisolon intravena dosis tinggi ,hormon adrenokortikotropik subkutan /
intramuskular, atau bioekivalenkortikosteroid oral dosis tinggi. " IVMP dosis tinggi + PLEX /
IA", " IVMP dosistinggi" dengan pertukaran plasma / imunoadsorpsi dilakukan secarabersamaan
atau dalam 5 hari. “ IVMP dosis tinggi atau Rx sebelumnya,” “ IVMPd osis tinggi” atau terapi
akut sebelumnya yang berhasil. “Antibiotik,” agenantimikroba atau antivirus yang sesuai. AQP4,
aquaporin-4; IA, imunoadsorpsi;IVMP, metilprednisolon intravena; MOG, glikoprotein
oligodendrosit mielin;MS, sklerosis ganda; AKTIF, neuritis optik; PLEX, plasmapheresis.

DASAR PERAWATAN UNTUK NEURITIS OPTIK AKUT


Karena gambaran klinis dari ON akut menjadi semakin kompleks, pasien yang terkena
mungkin mendapat manfaat dari alasan terapeutik yang menekankan penggunaan awal PLEX
atau IA dalam keadaan klinis yang mengkhawatirkan prognosis visual yang buruk (Gbr. 2).

15
Seperti dicatat sebelumnya, NMOSD dan ON berulang (ON pada saraf optik yang terkena
sebelumnya) memiliki hasilvisual yang lebih buruk (10,17,19,20). Namun demikian, dengan
tidak adanya data klinis prospektif, pendekatan seperti itu perlu disesuaikan dengan penilaian
klinis. Dalam kasus seropositif ON yang diketahui (misalnya, MOG-ON, NMOSD-ON, dan
GFAPON), keputusan pengobatan mungkin agak mudah; namun, dalam kasus seronegatif ON,
data laboratorium dan pencitraan harus seimbang dengan riwayat klinis (misalnya, respons
pengobatan ON sebelumnya) untuk mengukur apakah IVSM dosis tinggi awal dengan atau tanpa
PLEX diperlukan. Jika IVSM dosis tinggi digunakan sebagai monoterapi, penting untuk
menentukan kriteria keberhasilan terapeutik karena waktu PLEX mungkin penting untuk
pengobatan kondisi seperti NMOSD-ON (61).
MOG-ON seropositif dan GFAPON sering responsif terhadap kortikosteroid dosis tinggi
(8,9,15); oleh karena itu, diperlukan kesabaran untuk mengantisipasi perbaikan klinis. Untuk
CRMP-5-ON paraneoplastik, penggunaan triamcinolone intravitreal mungkin bermanfaat (68).
Pada kasus dugaan infeksius ON, seperti penyakit Lyme, sifilis, dan tuberkulosis, sebaiknya
segera mulai pemberian antibiotik yang sesuai. Kecuali ada kontraindikasi lain, terapi antibiotik
harus dimulai dengan terapi simtomatik jika kecurigaan terhadap infeksi tinggi. Terapi antibiotik
dapat ditangguhkan atau disesuaikan berdasarkan pencitraan atau studi diagnostik selanjutnya.
Pada infeksi bartonella, bagaimanapun, manfaat antibiotik terapi tidak jelas. Dalam Bartonella
ON, pengobatan antibiotik mungkin terbatas pada individu dengan kehilangan penglihatan yang
dalam, infeksisistemik, atau status immunocompromised (69).
Alasan pengobatan untuk ON tidak akan lengkap tanpa mempertimbangkan potensi
kehilangan penglihatan berulang. Karena ON secara rutin dikaitkan dengan kehilangan RNFL
dan GC + IPL, metode ideal untuk mengoptimalkan hasil visual jangka panjang adalah
pencegahan serangan di masa mendatang, terutama dengan NMOSD-ON dan MOG-ON.
Meskipun tidak ada Food and Drug Administration-disetujui terapi untuk pengobatan NMOSD,
ada penelitian yang mendukung off-label penggunaan azathioprine, mofetil mycophenolate,
methotrexate, rituximab, dan tocilizumab (70-74). Membedakan NMOSD dariMS adalah penting
karena penyakit yang memburuk telah dilaporkan setelah pengobatan dengan beberapa terapi MS
yang disetujui: beta-interferon (75), natalizumab (76), dimethyl fumarate (77), alemtuzumab
(78), dan fingolimod(79). Kejadian berulang dari ON dan myelitis trans-ayat telah dilaporkan
pada pasien seropositif untuk MOG-IgG (80-82).

16
Steroid optimal dan steroid-sparingregimen untuk pasien dewasa dan anak yang kambuh
belum ditentukan tetapi mungkin terdiri dari campuran yang digunakan dalam MS dan NMOSD
(80,83). AON (84) dan CRION (85,86) didefinisikan sebagai kasus ON seronegatif berulang
yang responsif terhadap steroid dan ketergantungan steroid. Apakah bijaksana untuk
mempertahankan penunjukan historis ini masih bias diperdebatkan karena kemungkinan label ini
akan berkurang penggunaannya karena perbaikan terus-menerus dalam pengujian imunologi dan
molekuler digunakan untuk mendefinisikan nosologi ON.

RINGKASAN
ON akut disebabkan oleh jumlah gangguan yang semakin kompleks yang dapat
dibedakan berdasarkan riwayat, funduskopi, pencitraan, dan serologi. Studi imunologi baru-baru
ini menunjukkan bahwa pemulihan visual setelah autoimun ON tidak menjanjikan secara
seragam, dan penggunaan rutin kortikosteroid dosis tinggi untuk mempercepat pemulihan
mungkin tidak cukup dalam keadaan tertentu. Pengobatan ON akut kemungkinan akan mendapat
manfaat dari evaluasi terfokus yang dirancang untuk mengidentifikasi pencitraan dan data
laboratorium yang mendukung etiologi infeksi, paraneoplastik, dan autoimun tertentu. Dengan
menggunakan hasil ini, pengobatan dapat disesuaikan untuk merespons mekanisme cedera dan
prognosis visual. Uji coba pengobatan prospektif yang dirancang untuk menyelidiki rejimen
pengobatan agresif pada ON inflamasi akut cenderung mendukung alasan pengobatan baru yang
mempercepat pemulihan dan mempertahankan fungsi visual dan komponen struktural saraf
optik.

17
TELAAH JURNAL

Manajemen Neuritis Optik Akut: Paradigma yang Berkembang

PICO

a. Patient or Problem
Manajemen Neuritis Optik Akut berdasarkan paradigma yang berkembang

b. Intervention
Pada jurnal ini membahas mengenai diagnosis banding, evaluasi awal pasien dengan
Neuritis Optik Akut, tatalaksana pasien dengan Neuritis Optik Akut dan dasar perawatan
untuk pasien Neuritis Optik Akut

c. Comparison
Pada jurnal ini tidak ada dilakukan penelitian yang membandingkan suatu manajemen
atau penatalaksanaan pada paseien dengan Neuritis Optik Akut

d. Outcome
1. ON akut disebabkan oleh jumlah gangguan yang semakin kompleks yang dapat
dibedakan berdasarkan riwayat, funduskopi, pencitraan, dan serologi
2. Penyebab peradangan saraf optik (sifilis, Lyme, dan cakaran kucing ) dan non-infeksi
(sarkoidosis dan paraneoplastik) harus dipertimbangkan dengan cermat dalam
diagnosis banding di dalam keadaan klinis yang sesuai
3. Studi imunologi baru-baru ini menunjukkan bahwa pemulihan visual setelah
autoimun ON tidak menjanjikan secara seragam, dan penggunaan rutin kortikosteroid
dosis tinggi untuk mempercepat pemulihan mungkin tidak cukup dalam keadaan
tertentu
4. Kemajuan terbaru dalam pengujian serologi telah memperluas spectrum gangguan
autoimun SSP yang terkait dengan ON akut. Saat ini, 3 penanda serologi spesifik
penyakit, aquaporin-4-IgG (AQP4-IgG), MOG-IgG, dan glialfibrillary acidic protein-
IgG (GFAP-IgG), telah diidentifikasi pada pasien dengan ON terisolasi dan berulang

18
5. Pasien ON membeutuhkan pemeriksaan neuroptalmologi terperinci. Pemeriksaan
neuroptalmologi dapat disertai dengan sejumlah pemeriksaan laboratorium dan
pencitraan tambahan berdasarkan riwayat dan temuan pemeriksaan termasuk
tomografi koherensi optik (OCT), serologi infeksi dan autoimun, MRI, dan analisis
cairan serebrospinal(CSF).
6. Namun, dalam keadaan akut, korelasi antara metrik OCT, prognosisvisual, dan
respons terapeutik tidak jelas; oleh karena itu, OCT tidak direkomendasikan untuk
memandu pengobatan ON akut.
7. Penatalaksanaan neuritis optik akut (ON) saat ini difokuskan untuk mempercepat
pemulihan visual melalui penggunaan kortikosteroid intravena dosis tinggi
8. metilprednisolon intravena dosis tinggi (IVMP) telah menjadi pengobatan pilihan
untuk terapi segera ON akut. IVMP (1.000 mg setiap hari selama 3 hari) diikuti
dengan prednison oral (1mg / kg / hari selama 11 hari) mempercepat pemulihan
visual dan meningkatkan hasil fungsional jangka pendek, tetapi bukan jangka panjang
9. Imunoglobulin intravena (IVIg) dan pertukaran plasma (PLEX) adalah terapi
imunomodulator alternatif yang mungkin menawarkan manfaat tambahan untuk
pengobatan ON akut
VIA

a. Validity
Apakah penelitian ini valid?
Validitas pada jurnal ini tidak dapat ditetapkan karena jurnal ini berupa review dari
berbagai penelitian prospektif dan retrospektif tentang terapi neuritis optic akut dengan
berbagai kondisi autoimun yang telah dilakukan sebelumnya.

b. Important
Apakah hasil penelitian ini penting?

Hasil dari penelitian ini penting, karena neurologist dan ophthalmologist perlu
mengevaluasi temuan klinis, temuan laboratorium dan temuan pencitraan pada pasien yang
dapat memberikan petunjuk penting untuk menentukan etiologi dari neuritis optic dan
mengimplementasikan perawatan klinis yang optimal untuk hasil terapi jangka panjang.

19
c. Applicability

Apakah penelitian ini bisa digunakan di RS Abdul Manap?


Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk menentukan etiologi dari
neuritis optik, evaluasi pasien dengan neuritis optic akut dan tatalaksana akut untuk neuritis
optik yang didapat setelah merangkum beberapa penelitian lain.

20
REFERENSI
1. Jin YP, de Pedro-Cuesta J, Soderstrom M, Link H. Incidence of optic neuritis in
Stockholm, Sweden, 1990–1995: II. Time and space patterns. Arch Neurol. 1999;56:975–
980. [PubMed: 10448803]

2. Rodriguez M, Siva A, Cross SA, O’Brien PC, Kurland LT. Optic neuritis: a population-
based study in Olmsted County, Minnesota. Neurology 1995;45:244–250. [PubMed:
7854520]

3. Soelberg K, Jarius S, Skejoe H, Engberg H, Mehlsen JJ, Nilsson AC, Madsen JS, Reindl
M, Wildemann B, Grauslund J, Kyvik KO, Smith TJ, Lillevang ST, Paul F, Weinshenker
BG, Asgari N. A population-based prospective study of optic neuritis. Mult Scler.
2017;23:1893–1901. [PubMed: 28980518]

4. Beck RW, Cleary PA, Anderson MM, Jr, Keltner JL, Shults WT, Kaufman DI, Buckley
EG, Corbett JJ, Kupersmith MJ, Miller NR. A randomized, controlled trial of
corticosteroids in the treatment of acute optic neuritis. The Optic Neuritis Study Group. N
Engl J Med. 1992;326:581–588. [PubMed: 1734247]

5. Galetta SL, Villoslada P, Levin N, Shindler K, Ishikawa H, Parr E, Cadavid D, Balcer LJ.
Acute optic neuritis: unmet clinical needs and model for new therapies. Neurol
Neuroimmunol Neuroinflamm. 2015;2:e135. [PubMed: 26236761]

6. Merle H, Olindo S, Bonnan M, Donnio A, Richer R, Smadja D, Cabre P. Natural history of


the visual impairment of relapsing neuromyelitis optica. Ophthalmology. 2007;114:810–
815. [PubMed: 17141316]

7. Benoilid A, Tilikete C, Collongues N, Arndt C, Vighetto A, Vignal C, de Seze J. Relapsing


optic neuritis: a multicentre study of 62 patients. Mult Scler. 2014;20:848–853. [PubMed:
24177207]

8. Chalmoukou K, Alexopoulos H, Akrivou S, Stathopoulos P, Reindl M, Dalakas MC. Anti-


MOG antibodies are frequently associated with steroid-sensitive recurrent optic neuritis.
Neurol Neuroimmunol Neuroinflamm. 2015;2:e131. [PubMed: 26185777]

9. Stiebel-Kalish H, Lotan I, Brody J, Chodick G, Bialer O, Marignier R, Bach M, Hellmann


MA. Retinal nerve fiber layer may be better preserved in MOG-IgG versus AQP4-IgG
optic neuritis: a cohort study. PLoS One. 2017;12:e0170847. [PubMed: 28125740]

10. Pache F, Zimmermann H, Mikolajczak J, Schumacher S, Lacheta A, Oertel FC, Bellmann-


Strobl J, Jarius S, Wildemann B, Reindl M, Waldman A, Soelberg K, Asgari N,
Ringelstein M, Aktas O, Gross N, Buttmann M, Ach T, Ruprecht K, Paul F, Brandt AU; in
cooperation with the Neuromyelitis Optica Study Group. MOG-IgG in NMO and related
disorders: a multicenter study of 50 patients. Part 4: afferent visual system damage after
optic neuritis in MOG-IgG-seropositive versus AQP4-IgG-seropositive patients. J
Neuroinflammation. 2016;13:282–291. [PubMed: 27802824]

21
11. Kleiter I, Gahlen A, Borisow N, Fischer K, Wernecke KD, Wegner B, Hellwig K, Pache F,
Ruprecht K, Havla J, Krumbholz M, Kumpfel T, Aktas O, Hartung HP, Ringelstein M,
Geis C, Kleinschnitz C, Berthele A, Hemmer B, Angstwurm K, Stellmann JP, Schuster S,
Stangel M, Lauda F, Tumani H, Mayer C, Zeltner L, Ziemann U, Linker R, Schwab M,
Marziniak M, Then Bergh F, Hofstadt-van Oy U, Neuhaus O, Winkelmann A, Marouf W,
Faiss J, Wildemann B, Paul F, Jarius S, Trebst C; Neuromyelitis Optica Study Group.
Neuromyelitis optica: evaluation of 871 attacks and 1,153 treatment courses. Ann Neurol.
2016;79:206–216. [PubMed: 26537743]

12. Hebel R, Dubaniewicz-Wybieralska M, Dubaniewicz A. Overview of neurosarcoidosis:


recent advances. J Neurol. 2015;262:258–267. [PubMed: 25194844]

13. Koczman JJ, Rouleau J, Gaunt M, Kardon RH, Wall M, Lee AG. Neuro-ophthalmic
sarcoidosis: the University of Iowa experience. Semin Ophthalmol. 2008;23:157–168.
[PubMed: 18432542]

14. Cross SA, Salomao DR, Parisi JE, Kryzer TJ, Bradley EA, Mines JA, Lam BL, Lennon
VA. Paraneoplastic autoimmune optic neuritis with retinitis defined by CRMP-5-IgG. Ann
Neurol. 2003;54:38–50. [PubMed: 12838519]

15. Flanagan EP, Hinson SR, Lennon VA, Fang B, Aksamit AJ, Morris PP, Basal E, Honorat
JA, Alfugham NB, Linnoila JJ, Weinshenker BG, Pittock SJ, McKeon A. Glial fibrillary
acidic protein immunoglobulin G as biomarker of autoimmune astrocytopathy: analysis of
102 patients. Ann Neurol. 2017;81:298–309. [PubMed: 28120349]

16. Lennon VA, Wingerchuk DM, Kryzer TJ, Pittock SJ, Lucchinetti CF, Fujihara K,
Nakashima I, Weinshenker BG. A serum autoantibody marker of neuromyelitis optica:
distinction from multiple sclerosis. Lancet. 2004;364:2106–2112. [PubMed: 15589308]

17. Piccolo L, Woodhall M, Tackley G, Jurynczyk M, Kong Y, Domingos J, Gore R, Vincent


A, Waters P, Leite MI, Palace J. Isolated new onset “atypical” optic neuritis in the NMO
clinic: serum antibodies, prognoses and diagnoses at follow-up. J Neurol. 2016;263:370–
379. [PubMed: 26668077]

18. Chen JJ, Aksamit AJ, McKeon A, Pittock SJ, Weinshenker BG, Leavitt JA, Morris PP,
Flanagan EP. Optic disc edema in glial fibrillary acidic protein autoantibody-positive
meningoencephalitis. J Neuroophthalmol. [published ahead of print November 21, 2017]
doi: 10.1097/WNO.0000000000000593.

19. Ramanathan S, Reddel SW, Henderson A, Parratt JD, Barnett M, Gatt PN, Merheb V,
Kumaran RY, Pathmanandavel K, Sinmaz N, Ghadiri M, Yiannikas C, Vucic S, Stewart G,
Bleasel AF, Booth D, Fung VS, Dale RC, Brilot F. Antibodies to myelin oligodendrocyte
glycoprotein in bilateral and recurrent optic neuritis. Neurol Neuroimmunol
Neuroinflamm. 2014;1:e40. [PubMed: 25364774]

22
20. Merle H, Olindo S, Jeannin S, Hage R, Donnio A, Richer R, Cabre P. Visual field
characteristics in neuromyelitis optica in absence of and after one episode of optic neuritis.
Clin Ophthalmol. 2013;7:1145–1153. [PubMed: 23807832]

21. Petzold A, Wattjes MP, Costello F, Flores-Rivera J, Fraser CL, Fujihara K, Leavitt J,
Marignier R, Paul F, Schippling S, Sindic C, Villoslada P, Weinshenker B, Plant GT. The
investigation of acute optic neuritis: a review and proposed protocol. Nat Rev Neurol.
2014;10:447–458. [PubMed: 25002105]

22. Akaishi T, Sato DK, Nakashima I, Takeshita T, Takahashi T, Doi H, Kurosawa K, Kaneko
K, Kuroda H, Nishiyama S, Misu T, Nakazawa T, Fujihara K, Aoki M. MRI and retinal
abnormalities in isolated optic neuritis with myelin oligodendrocyte glycoprotein and
aquaporin-4 antibodies: a comparative study. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
2016;87:446–448. [PubMed: 25749692]

23. Ramanathan S, Prelog K, Barnes EH, Tantsis EM, Reddel SW, Henderson AP, Vucic S,
Gorman MP, Benson LA, Alper G, Riney CJ, Barnett M, Parratt JD, Hardy TA, Leventer
RJ, Merheb V, Nosadini M, Fung VS, Brilot F, Dale RC. Radiological differentiation of
optic neuritis with myelin oligodendrocyte glycoprotein antibodies, aquaporin-4
antibodies, and multiple sclerosis. Mult Scler. 2016;22:470–482. [PubMed: 26163068]

24. Kim SM, Woodhall MR, Kim JS, Kim SJ, Park KS, Vincent A, Lee KW, Waters P.
Antibodies to MOG in adults with inflammatory demyelinating disease of the CNS. Neurol
Neuroimmunol Neuroinflamm. 2015;2:e163. [PubMed: 26516628]

25. Storoni M, Davagnanam I, Radon M, Siddiqui A, Plant GT. Distinguishing optic neuritis in
neuromyelitis optica spectrum disease from multiple sclerosis: a novel magnetic resonance
imaging scoring system. J Neuroophthalmol. 2013;33:123–127. [PubMed: 23609766]

26. Akaishi T, Nakashima I, Takeshita T, Kaneko K, Mugikura S, Sato DK, Takahashi T,


Nakazawa T, Aoki M, Fujihara K. Different etiologies and prognoses of optic neuritis in
demyelinating diseases. J Neuroimmunol. 2016;299:152–157. [PubMed: 27725114]

27. Mealy MA, Whetstone A, Orman G, Izbudak I, Calabresi PA, Levy M. Longitudinally
extensive optic neuritis as an MRI biomarker distinguishes neuromyelitis optica from
multiple sclerosis. J Neurol Sci. 2015;355:59–63. [PubMed: 26026942]

28. Akaishi T, Nakashima I, Takeshita T, Mugikura S, Sato DK, Takahashi T, Nishiyama S,


Kurosawa K, Misu T, Nakazawa T, Aoki M, Fujihara K. Lesion length of optic neuritis
impacts visual prognosis in neuromyelitis optica. J Neuroimmunol. 2016;293:28–33.
[PubMed: 27049558]

29. Kupersmith MJ, Alban T, Zeiffer B, Lefton D. Contrast-enhanced MRI in acute optic
neuritis: relationship to visual performance. Brain. 2002;125:812–822. [PubMed:
11912114]

23
30. Jurynczyk M, Tackley G, Kong Y, Geraldes R, Matthews L, Woodhall M, Waters P, Kuker
W, Craner M, Weir A, DeLuca GC, Kremer S, Leite MI, Vincent A, Jacob A, de Seze J,
Palace J. Brain lesion distribution criteria distinguish MS from AQP4-antibody NMOSD
and MOG-antibody disease. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2017;88:132–136. [PubMed:
27951522]

31. Jarius S, Ruprecht K, Kleiter I, Borisow N, Asgari N, Pitarokoili K, Pache F, Stich O,


Beume LA, Hummert MW, Ringelstein M, Trebst C, Winkelmann A, Schwarz A,
Buttmann M, Zimmermann H, Kuchling J, Franciotta D, Capobianco M, Siebert E, Lukas
C, Korporal-Kuhnke M, Haas J, Fechner K, Brandt AU, Schanda K, Aktas O, Paul F,
Reindl M, Wildemann B; in cooperation with the Neuromyelitis Optica Study Group.
MOG-IgG in NMO and related disorders: a multicenter study of 50 patients. Part 2:
epidemiology, clinical presentation, radiological and laboratory features, treatment
responses, and long-term outcome. J Neuroinflammation. 2016;13:280–324. [PubMed:
27793206]

32. McKeon A, Lennon VA, Jacob A, Matiello M, Lucchinetti CF, Kale N, Chan KH,
Weinshenker BG, Apiwattinakul M, Wingerchuk DM, Pittock SJ. Coexistence of
myasthenia gravis and serological markers of neurological autoimmunity in neuromyelitis
optica. Muscle Nerve. 2009;39:87–90. [PubMed: 19086079]

33. Pittock SJ, Lennon VA, de Seze J, Vermersch P, Homburger HA, Wingerchuk DM,
Lucchinetti CF, Zéphir H, Moder K, Weinshenker BG. Neuromyelitis optica and non
organ-specific autoimmunity. Arch Neurol. 2008;65:78–83. [PubMed: 18195142]

34. Jarius S, Paul F, Franciotta D, Ruprecht K, Ringelstein M, Bergamaschi R, Rommer P,


Kleiter I, Stich O, Reuss R, Rauer S, Zettl UK, Wandinger KP, Melms A, Aktas O,
Kristoferitsch W, Wildemann B. Cerebrospinal fluid findings in aquaporin-4 antibody
positive neuromyelitis optica: results from 211 lumbar punctures. J Neurol Sci.
2011;306:82–90. [PubMed: 21550068]

35. Kupersmith MJ, Anderson S, Kardon R. Predictive value of 1 month retinal nerve fiber
layer thinning for deficits at 6 months after acute optic neuritis. Mult Scler. 2013;19:1743–
1748. [PubMed: 23698127]

36. Kupersmith MJ, Garvin MK, Wang JK, Durbin M, Kardon R. Retinal ganglion cell layer
thinning within one month of presentation for optic neuritis. Mult Scler. 2016;22:641–648.
[PubMed: 26362894]

37. Kupersmith MJ, Mandel G, Anderson S, Meltzer DE, Kardon R. Baseline, one and three
month changes in the peripapillary retinal nerve fiber layer in acute optic neuritis: relation
to baseline vision and MRI. J Neurol Sci. 2011;308:117–123. [PubMed: 21764408]

38. Naismith RT, Tutlam NT, Xu J, Klawiter EC, Shepherd J, Trinkaus K, Song S-K, Cross
AH. Optical coherence tomography differs in neuromyelitis optica compared with multiple
sclerosis. Neurology. 2009;72:1077–1082. [PubMed: 19307541]

24
39. Ratchford JN, Quigg ME, Conger A, Frohman T, Frohman E, Balcer LJ, Calabresi PA,
Kerr DA. Optical coherence tomography helps differentiate neuromyelitis optica and MS
optic neuropathies. Neurology. 2009;73:302–308. [PubMed: 19636050]

40. Sanchez-Dalmau B, Martinez-Lapiscina EH, Torres-Torres R, Ortiz-Perez S, Zubizarreta I,


Pulido-Valdeolivas IV, Alba-Arbalat S, Guerrero-Zamora A, Calbet D, Villoslada P. Early
retinal atrophy predicts long-term visual impairment after acute optic neuritis. Mult Scler.
2017;24:1096–1204. [PubMed: 28485659]

41. Beck RW, Cleary PA. Optic neuritis treatment trial. One-year follow-up results. Arch
Ophthalmol. 1993;111:773–775. [PubMed: 8512477]

42. Kapoor R, Miller DH, Jones SJ, Plant GT, Brusa A, Gass A, Hawkins CP, Page R, Wood
NW, Compston DA, Moseley IF, McDonald WI. Effects of intravenous
methylprednisolone on outcome in MRI-based prognostic subgroups in acute optic neuritis.
Neurology. 1998;50:230–237. [PubMed: 9443485]

43. Sellebjerg F, Nielsen HS, Frederiksen JL, Olesen J. A randomized, controlled trial of oral
high-dose methylprednisolone in acute optic neuritis. Neurology. 1999;52:1479–1484.
[PubMed: 10227638]

44. Hickman SJ, Kapoor R, Jones SJ, Altmann DR, Plant GT, Miller DH. Corticosteroids do
not prevent optic nerve atrophy following optic neuritis. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
2003;74:1139–1141. [PubMed: 12876255]

45. Filippini G, Brusaferri F, Sibley W, Citterio A, Ciucci G, Midgard R, Candelise L.


Corticosteroids or ACTH for acute exacerbations in multiple sclerosis. Cochrane Database
Syst Rev. 2000;4:CD001331.

46. Morrow MJ, Ko MW. Should oral corticosteroids be used to treat demyelinating optic
neuritis? J Neuroophthalmol. 2017;37:444–450. [PubMed: 28857910]

47. Alam SM, Kyriakides T, Lawden M, Newman PK. Methylprednisolone in multiple


sclerosis: a comparison of oral with intravenous therapy at equivalent high dose. J Neurol
Neurosurg Psychiatry. 1993;56:1219–1220. [PubMed: 8229035]

48. Metz LM, Sabuda D, Hilsden RJ, Enns R, Meddings JB. Gastric tolerance of high-dose
pulse oral prednisone in multiple sclerosis. Neurology. 1999;53:2093–2096. [PubMed:
10599787]
49. Morrow SA, Fraser JA, Day C, Bowman D, Rosehart H, Kremenchutzky M, Nicolle M.
Effect of treating acute optic neuritis with bioequivalent oral vs intravenous
corticosteroids: a randomized clinical trial. JAMA Neurol. 2018;75:690–696. [PubMed:
29507942]

25
50. Chen JJ, Tobin WO, Majed M, Jitprapaikulsan J, Fryer JP, Leavitt JA, Flanagan EP,
McKeon A, Pittock SJ. Prevalence of myelin oligodendrocyte glycoprotein and aquaporin-
4-IgG in patients in the optic neuritis treatment trial. JAMA Ophthalmol. 2018;136:419–
422. [PubMed: 29470571]

51. Roed HG, Langkilde A, Sellebjerg F, Lauritzen M, Bang P, Morup A, Frederiksen JL. A
double-blind, randomized trial of IV immunoglobulin treatment in acute optic neuritis.
Neurology. 2005;64:804–810. [PubMed: 15753413]

52. Noseworthy JH, O’Brien PC, Petterson TM, Weis J, Stevens L, Peterson WK, Sneve D,
Cross SA, Leavitt JA, Auger RG, Weinshenker BG, Dodick DW, Wingerchuk DM,
Rodriguez M. A randomized trial of intravenous immunoglobulin in inflammatory
demyelinating optic neuritis. Neurology. 2001;56:1514–1522. [PubMed: 11402108]

53. Ratelade J, Smith AJ, Verkman AS. Human immunoglobulin G reduces the pathogenicity
of aquaporin-4 autoantibodies in neuromyelitis optica. Exp Neurol. 2014;255:145–153.
[PubMed: 24636863]

54. Abboud H, Petrak A, Mealy M, Sasidharan S, Siddique L, Levy M. Treatment of acute


relapses in neuromyelitis optica: steroids alone versus steroids plus plasma exchange. Mult
Scler. 2016;22:185–192. [PubMed: 25921047]

55. Bonnan M, Cabre P. Plasma exchange in severe attacks of neuromyelitis optica. Mult Scler
Int. 2012;2012:787630. [PubMed: 22474589]

56. Deschamps R, Gueguen A, Parquet N, Saheb S, Driss F, Mesnil M, Vignal C, Aboab J,


Depaz R, Gout O. Plasma exchange response in 34 patients with severe optic neuritis. J
Neurol. 2016;263:883–887. [PubMed: 26964539]

57. Merle H, Olindo S, Jeannin S, Valentino R, Mehdaoui H, Cabot F, Donnio A, Hage R,


Richer R, Smadja D, Cabre P. Treatment of optic neuritis by plasma exchange (add-on) in
neuromyelitis optica. Arch Ophthalmol. 2012;130:858–862. [PubMed: 22776923]

58. Ruprecht K, Klinker E, Dintelmann T, Rieckmann P, Gold R. Plasma exchange for severe
optic neuritis: treatment of 10 patients. Neurology. 2004;63:1081–1083. [PubMed:
15452303]

59. Pula JH, Glisson CC. Should plasma exchange be offered to patients with multiple
sclerosis-associated optic neuritis?. J Neuroophthalmol. 2015;35:86–89. [PubMed:
25534476]

60. Aungsumart S, Apiwattanakul M. Clinical outcomes and predictive factors related to good
outcomes in plasma exchange in severe attack of NMOSD and long extensive transverse
myelitis: case series and review of the literature. Mult Scler Rel Dis. 2017;13:93–97.

61. Bonnan M, Valentino R, Debeugny S, Merle H, Ferge JL, Mehdaoui H, Cabre P. Short
delay to initiate plasma exchange is the strongest predictor of outcome in severe attacks of

26
NMO spectrum disorders. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2018;89:346–351. [PubMed:
29030418]

62. Keegan M, Pineda AA, McClelland RL, Darby CH, Rodriguez M, Weinshenker BG.
Plasma exchange for severe attacks of CNS demyelination: predictors of response.
Neurology. 2002;58:143–146. [PubMed: 11781423]

63. Koziolek MJ, Tampe D, Bähr M, Dihazi H, Jung K, Fitzner D, Klingel R, Müller GA,
Kitze B. Immunoadsorption therapy in patients with multiple sclerosis with steroid-
refractory optical neuritis. J Neuroinflammation. 2012;9:80–88. [PubMed: 22537481]

64. Yasuda T, Mikami T, Kawase Y. Efficacy of tryptophan immunoadsorption


plasmapheresis for neuromyelitis optica in two cases. Ther Apher Dial. 2015;19:411–412.
[PubMed: 26386226]

65. Greenberg BM, Thomas KP, Krishnan C, Kaplin AI, Calabresi PA, Kerr DA. Idiopathic
transverse myelitis: corticosteroids, plasma exchange, or cyclophosphamide. Neurology.
2007;68:1614–1617. [PubMed: 17485649]

66. Raftopoulos R, Hickman SJ, Toosy A, Sharrack B, Mallik S, Paling D, Altmann DR,
Yiannakas MC, Malladi P, Sheridan R, Sarrigiannis PG, Hoggard N, Koltzenburg M,
Gandini Wheeler-Kingshott CA, Schmierer K, Giovannoni G, Miller DH, Kapoor R.
Phenytoin for neuroprotection in patients with acute optic neuritis: a randomised, placebo-
controlled, phase 2 trial. Lancet Neurol. 2016;15:259–269. [PubMed: 26822749]

67. Cadavid D, Balcer L, Galetta S, Aktas O, Ziemssen T, Vanopdenbosch L, Frederiksen J,


Skeen M, Jaffe GJ, Butzkueven H, Ziemssen F, Massacesi L, Chai Y, Xu L, Freeman S,
Investigators RS. Safety and efficacy of opicinumab in acute optic neuritis (RENEW): a
randomised, placebo-controlled, phase 2 trial. Lancet Neurol. 2017;16:189–199. [PubMed:
28229892]

68. Pulido J, Cross SA, Lennon VA, Pulido J, Swanson D, Muench M, Lachance DH. Bilateral
autoimmune optic neuritis and vitreitis related to CRMP-5-IgG: intravitreal triamcinolone
acetonide therapy of four eyes. Eye. 2008;22:1191–1193. [PubMed: 17721501]

69. Bhatti MT, Lee MS. Should patients with bartonella neuroretinitis receive treatment? J
Neuroophthalmol. 2014;34:412–416. [PubMed: 25405664]

70. Ayzenberg I, Kleiter I, Schroder A, Hellwig K, Chan A, Yamamura T, Gold R. Interleukin


6 receptor blockade in patients with neuromyelitis optica nonresponsive to anti-CD20
therapy. JAMA Neurol. 2013;70:394–397. [PubMed: 23358868]

71. Costanzi C, Matiello M, Lucchinetti CF, Weinshenker BG, Pittock SJ, Mandrekar J, Thapa
P, McKeon A. Azathioprine: tolerability, efficacy, and predictors of benefit in
neuromyelitis optica. Neurology. 2011;77:659–666. [PubMed: 21813788]

27
72. Jacob A, Matiello M, Weinshenker BG, Wingerchuk DM, Lucchinetti C, Shuster E, Carter
J, Keegan BM, Kantarci OH, Pittock SJ. Treatment of neuromyelitis optica with
mycophenolate mofetil: retrospective analysis of 24 patients. Arch Neurol. 2009;66:1128–
1133. [PubMed: 19752302]

73. Kim SH, Kim W, Li XF, Jung IJ, Kim HJ. Repeated treatment with rituximab based on the
assessment of peripheral circulating memory B cells in patients with relapsing
neuromyelitis optica over 2 years. Arch Neurol. 2011;68:1412–1420. [PubMed: 21747007]

74. Kim S-H, Kim W, Park MS, Sohn EH, Li XF, Kim HJ. Efficacy and safety of
mitoxantrone in patients with highly relapsing neuromyelitis optica. Arch Neurol.
2010;68:473–479. [PubMed: 21149806]

75. Palace J, Leite MI, Nairne A, Vincent A. Interferon beta treatment in neuromyelitis optica:
increase in relapses and aquaporin 4 antibody titers. Arch Neurol. 2010;67:1016–1017.
[PubMed: 20697055]

76. Kleiter I, Hellwig K, Berthele A, Kumpfel T, Linker RA, Hartung HP, Paul F, Aktas O.
Failure of natalizumab to prevent relapses in neuromyelitis optica. Arch Neurol.
2012;69:239–245. [PubMed: 22332191]

77. Yamout BI, Beaini S, Zeineddine MM, Akkawi N. Catastrophic relapses following
initiation of dimethyl fumarate in two patients with neuromyelitis optica spectrum disorder.
Mult Scler. 2017;23:1297–1300. [PubMed: 28391740]

78. Gelfand JM, Cotter J, Klingman J, Huang EJ, Cree BAC. Massive CNS monocytic
infiltration at autopsy in an alemtuzumab-treated patient with NMO. Neurol
Neuroimmunol Neuroinflamm. 2014;1:e34. [PubMed: 25340086]

79. Min JH, Kim BJ, Lee KH. Development of extensive brain lesions following fingolimod
(FTY720) treatment in a patient with neuromyelitis optica spectrum disorder. Mult Scler.
2012;18:113–115. [PubMed: 22146605]

80. Jurynczyk M, Messina S, Woodhall MR, Raza N, Everett R, Roca-Fernandez A, Tackley


G, Hamid S, Sheard A, Reynolds G, Chandratre S, Hemingway C, Jacob A, Vincent A,
Leite MI, Waters P, Palace J. Clinical presentation and prognosis in MOG-antibody
disease: a UK study. Brain. 2017;140:3128–3138. [PubMed: 29136091]

81. Kitley J, Waters P, Woodhall M, Leite MI, Murchison A, George J, Kuker W, Chandratre
S, Vincent A, Palace J. Neuromyelitis optica spectrum disorders with aquaporin-4 and
myelinoligodendrocyte glycoprotein antibodies: a comparative study. JAMA Neurol.
2014;71:276–283. [PubMed: 24425068]

82. Waters P, Woodhall M, O’Connor KC, Reindl M, Lang B, Sato DK, Jurynczyk M, Tackley
G, Rocha J, Takahashi T, Misu T, Nakashima I, Palace J, Fujihara K, Leite MI, Vincent A.

28
MOG cell-based assay detects non-MS patients with inflammatory neurologic disease.
Neurol Neuroimmunol Neuroinflamm. 2015;2:e89. [PubMed: 25821844]

83. Hacohen Y, Wong YY, Lechner C, Jurynczyk M, Wright S, Konuskan B, Kalser J, Poulat
AL, Maurey H, Ganelin-Cohen E, Wassmer E, Hemingway C, Forsyth R, Hennes EM,
Leite MI, Ciccarelli O, Anlar B, Hintzen R, Marignier R, Palace J, Baumann M, Rostasy
K, Neuteboom R, Deiva K, Lim M. Disease course and treatment responses in children
with relapsing myelin oligodendrocyte glycoprotein antibody-associated disease. JAMA
Neurol. 2018;75:478–487. [PubMed: 29305608]

84. Frohman L, Dellatorre K, Turbin R, Bielory L. Clinical characteristics, diagnostic criteria


and therapeutic outcomes in autoimmune optic neuropathy. Br J Ophthalmol.
2009;93:1660–1666. [PubMed: 19692378]

85. Kidd D, Burton B, Plant GT, Graham EM. Chronic relapsing inflammatory optic
neuropathy (CRION). Brain. 2003;126:276–284. [PubMed: 12538397]

86. Petzold A, Plant GT. Chronic relapsing inflammatory optic neuropathy: a systematic
review of 122 cases reported. J Neurol. 2014;261:17–26. [PubMed: 23700317]

87. Apinyawasisuk S, Poonyathalang A, Preechawat P, Vanikieti K. Syphilitic optic


neuropathy: re-emerging cases over a 2-year period. Neuroophthalmology. 2016;40:69–73.
[PubMed: 27928388]

88. Boudreault K, Durand ML, Rizzo JF III. Investigation-directed approach to inflammatory


optic neuropathies. Semin Ophthalmol. 2016;31:117–130. [PubMed: 26959137]

89. Ong C, Ahmad O, Senanayake S, Buirski G, Lueck C. Optic neuritis associated with Q
fever: case report and literature review. Int J Infect Dis. 2010;14(suppl 3):e269–273.

90. Lee MS, Goslee TE, Lessell S. Ehrlichiosis optic neuritis. Am J Ophthalmol.
2003;135:412–413. [PubMed: 12614774]

91. Maenz M, Schluter D, Liesenfeld O, Schares G, Gross U, Pleyer U. Ocular toxoplasmosis


past, present and new aspects of an old disease. Prog Retin Eye Res. 2014;39:77–106.
[PubMed: 24412517]

92. Chi SL, Stinnett S, Eggenberger E, Foroozan R, Golnik K, Lee MS, Bhatti MT. Clinical
characteristics in 53 patients with cat scratch optic neuropathy. Ophthalmology.
2012;119:183–187. [PubMed: 21959368]

93. Blanc F, Ballonzoli L, Marcel C, De Martino S, Jaulhac B, de Seze J. Lyme optic neuritis.
J Neurol Sci. 2010;295:117–119. [PubMed: 20621802]

94. Sibony P, Halperin J, Coyle PK, Patel K. Reactive Lyme serology in optic neuritis. J
Neuroophthalmol. 2005;25:71–82. [PubMed: 15937426]

29
95. Davis EJ, Rathinam SR, Okada AA, Tow SL, Petrushkin H, Graham EM, Chee SP, Guex-
Crosier Y, Jakob E, Tugal-Tutkun I, Cunningham ET, Jr, Leavitt JA, Mansour AM,
Winthrop KL, Hills WL, Smith JR. Clinical spectrum of tuberculous optic neuropathy. J
Ophthalmic Inflamm Infect. 2012;2:183–189. [PubMed: 22614321]

96. Anninger WV, Lomeo MD, Dingle J, Epstein AD, Lubow M. West Nile virus-associated
optic neuritis and chorioretinitis. Am J Ophthalmol. 2003;136:1183–1185. [PubMed:
14644244]

97. Golas L, Bennett JL, White TM, Skarf B, Lesser R, Nagel MA, Gilden D. Varicella zoster
virus in ischemic optic neuropathy. Ophthalmology. 2015;122:2142–2145. [PubMed:
26050536]

98. Goldsmith P, Jones RE, Ozuzu GE, Richardson J, Ong EL. Optic neuropathy as the
presenting feature of HIV infection: recovery of vision with highly active antiretroviral
therapy. Br J Ophthalmol. 2000;84:551–553. [PubMed: 10847713]

99. Ramanathan S, Dale RC, Brilot F. Anti-MOG antibody: the history, clinical phenotype,
and pathogenicity of a serum biomarker for demyelination. Autoimmun Rev. 2016;15:307–
324. [PubMed: 26708342]

100. Fang B, McKeon A, Hinson SR, Kryzer TJ, Pittock SJ, Aksamit AJ, Lennon VA.
Autoimmune glial fibrillary acidic protein astrocytopathy: a novel
meningoencephalomyelitis. JAMA Neurol. 2016;73:1297–1307. [PubMed: 27618707]
101. de la Sayette V, Bertran F, Honnorat J, Schaeffer S, Iglesias S, Defer G. Paraneoplastic
cerebellar syndrome and optic neuritis with anti-CV2 antibodies: clinical response to
excision of the primary tumor. Arch Neurol. 1998;55:405–408. [PubMed: 9520015

30

Anda mungkin juga menyukai