Anda di halaman 1dari 2

Mengapa Ujian Komprehensif Dihapuskan?

Berikut saya memberi tanggapan terhadap pembahasan pro-kontra penghapusan ujian


komprehensif di program S-1. Pertama, saya ucapkan terima kasih atas berbagai masukan
atas topik ini, yang menunjukkan bahwa para staf pengajar kita care dan concern atas
proses belajar di FEUI.

Perlu Bapak/Ibu ketahui, keputusan penghapusan ujian komprehensif telah dibahas secara
intensif diantara Dekan, WD 1, dan Manajer Pendidikan. Pembahasan juga telah
dilakukan bersama para ketua dan sekretaris departemen, serta ketua program ekstensi.

Justifikasi atas penghapusan ujian komprehensif sebenarnya sebagian besar telah


diungkapkan oleh Bapak/Ibu sekalian, seperti dari pak Ronny, pak Wahyudi, bu Elvia,
mbak Elok dst. Intinya adalah kurikulum termasuk di dalamnya proses belajar dirancang
untuk menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang diharapkan. Mahasiswa setiap akhir
semester dinilai apakah dinyatakan lulus (dgn nilai minimal C) dari mata ajaran untuk
melanjutkan ke mata ajaran berikutnya yang lebih advanced. Kelulusan dari suatu mata
ajaran berarti mahasiswa tersebut dapat dikatakan telah mempunyai
komptensi/kemampuan yang diharapkan dengan mengikuti mata ajaran tersebut. Jika
mahasiswa telah memenuhi semua persyaratan (semua mata ajaran lulus dengan nilai
minimal C), mahasiswa seharusnya telah memiliki semua kompetensi yang diharapkan.
Dengan demikian, sebenarnya tidak diperlukan lagi adanya ujian komprehensif.

Mungkin ada yang berargumen bahwa ujian komprehensif diperlukan karena meragukan
kualitas kurikulum/proses pembelajaran selama mengikuti studi. Namun, jika memang
demikian maka solusinya adalah dengan memperbaiki kualitas kurikulum/proses
pembelajaran, bukan melalui ujian komprehensif. Disini peranan dosen sangat penting
karena dosen harus memastikan bahwa peserta didik menguasai topik, tidak sekedar
menghafal; dosen juga harus memastikan pemberian nilai akhir mencerminkan tingkat
pemahaman mata ajaran. Jadi, kalau kita sendiri meragukan kualitas kurikulum/proses
pembelajaran di FEUI, mari kita sama-sama perbaiki.

Pertanyaaan selanjutnya adalah jika memang ujian komprehensif di program S-1 tidak
diperlukan, lalu kenapa selama ini diadakan? Jawabannya terkait dengan historis, bahwa
lebih 30 tahun yang lalu sebelum ada program magister, program sarjana gelarnya adalah
doktorandus (Drs), yang setara dengan program master dengan masa studi minimal 5
tahun. Jika dilihat definisinya (diambil dari Wikipedia):

Doctorandus (Latin: he who should become a doctor) is a Dutch academic title


according to the pre-bachelor-master system. The title is acquired by passing a
"doctoraal examen", traditionally a matriculation exam for admission to study at
doctoral level. In most cases this concludes University study, but occasionally a student
will continue to do research under the supervision of a professor, which eventually
allows them to obtain the title of doctor.
Dari definisi tersebut jelas bahwa untuk menjadi Drs diperlukan ujian komprehensif (i.e.,
matriculation exam) sebagai persyaratan untuk studi pada tingkat doktor. Untuk program
doktor, kemampuan untuk melakukan sintesis secara dalam atas suatu isu sangat
diperlukan dan kemampuan tsb dapat dinilai dari ujian komprehensif. Memang pada
masa itu, mereka yang sudah bergelar Drs bisa kemudian melanjutkan penulisan disertasi
untuk program doktor. Wikipedia lebih lanjut menyatakan bahwa gelar Drs. di Belanda
itu setara dengan gelar Master of Arts/Master of Science di English Speaking countries.

Pada akhir 70-an kurikulum berubah dari pola Belanda dengan Drs. menjadi pola
Amerika dengan S.E., yang setara dengan program Bachelor yang tujuannya yang sangat
berbeda dari Drs. Dengan hilangnya Drs., sebagai konsekuensinya pada pertengahan
tahun 80-an mulai ditawarkan program master. Dengan perubahan ini, seharusnya ujian
komprehensif ini tidak diperlukan lagi di program S-1 karena lulusan bachelor tidak
ditujukan untuk ke program doktor, namun, sayangnya ketidakkonsistenan ini dibiarkan
terjadi hingga kini. Mungkin karena memang ujian komprehensif yang sekarang serves
no purpose, akibatnya memang pelaksanaanya jadi tidak seperti dulu, seperti yang
disampaikan mbak Elok.

Berdasarkan google search yang saya lakukan, di sebagian kecil program master, tapi
tidak di MBA/MSc business, praktek ujian komprehensif masih dilakukan. Di program
doktor ujian komprehensif dilakukan dengan nama ujian kualifikasi/pre-liminary. Jadi,
sebenarnya ujian komprehensif yang dilakukan sebelum tahun 1980an di program sarjana
itu setara dengan ujian kualifikasi/pre-liminary di program doktor sekarang! Format ujian
komprehensifnya pun sangat berbeda dan jauh lebih intensif dibanding yang dilaksanakan
di program S-1 (Sebagai contoh bisa lihat file terlampir). Ujian tertulisnya ada dan bisa
dilakukan take home exam maupun on-site exam (biasanya 4-5 jam), diikuti dengan ujian
oral.

Dengan dihapuskannya ujian komprehensif memang momen-momen indah seperti


ketegangan selama ujian komprehensif, diceburin setelah lulus dst menjadi hilang, namun
lebih baik kita meluruskan praktek yang selama ini tidak konsisten dengan perubahan
yang ada. Lebih penting lagi, saya mengajak Bapak/Ibu dosen untuk komit memperbaiki
proses pengajaran di FEUI, sehingga kita yakin bahwa lulusan kita memang memiliki
kompetensi yang diinginkan, setara dengan Universitas2 tersohor yang juga tidak pernah
melaksanakan ujian komprehensif bagi lulusan bachelornya.

Anda mungkin juga menyukai