Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
           
Otitis eksterna merupakan suatu peradangan atau infeksi pada kanalis
auditorius eksternal dan atau daun telinga. Kondisi ini merupakan salah satu
kondisi medis yang paling umum yang biasanya terjadi. Individu dengan kondisi
alergi, seperti eczema, rhinitis alergi, atau asma, memiliki risiko lebih tinggi untuk
terkena otitis eksterna. Otitis eksterna diperkirakan mengenai 10% orang pada
tahap tertentu dan dapat terjadi akut, kronik atau bentuk nekrosis. Beberapa faktor
lain terjadinya otitis eksterna antara lain adalah absen serumen, kelembaban yang
tinggi, kemasukan air pada kanalis auditorius eksterna, perubahan pH telinga,
cuaca panas, dan trauma lokal (misalnya penggunaan cotton swabs atau alat bantu
pendengaran) (Soepardi, 2012; Koch, 2012).
Otitis eksterna akut (<6 minggu), kronik (>3 bulan), dan nekrosis
merupakan bentuk ganas. Otitis eksterna akut dapat muncul sekali atau mungkin
terjadi kekambuhan, hal ini menyebabkan nyeri dengan aural discharge dan
berkaitan dengan gangguan pendengaran. Otitis eksterna akut adalah peradangan
pada kanalis auditorius eksternal yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur dan
virus. Kondisi ini ditandai dengan nyeri, nyeri tekan, kemerahan, dan
pembengkakan pada saluran telinga eksternal dan terkadang ada eksudat purulen.
Otitis eksterna akut dikaitkan dengan paparan air (kegiatan rekreasi air, mandi,
dan berkeringat berlebihan), trauma lokal, keadaan yang hangat dan lingkungan
lembab.
Hasil analisis menunjukkan pada tahun 2007, diperkirakan 2,4 juta
pelayanan kesehatan di AS (8,1 kunjungan per 1.000 penduduk) didiagnosis otitis
eksterna akut. Data tahunan rawat jalan untuk pasien otitis eksterna akut selama
tahun 2003-2007 adalah anak usia 5-9 tahun (18,6) dan 10-14 tahun (15,8), namun
53% terjadi pada orang dewasa berusia ≥ 20 tahun (5,3). Insiden memuncak
selama musim panas dan pada terbanyak di daerah selatan (CDC, 2011). Di
Amerika Serikat sekitar 98% disebabkan oleh bakteri, pathogen yang paling

1
umum Pseudomonas aeruginosa (20%-60%) and Staphylococcus aureus (10%-
70%) (Scott, 2014).

2
BAB II
STATUS PENDERITA

2.1 Identifikasi
Nama : Rika Dwi Novianti
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 20 November 2013
Umur : 2 tahun
Alamat : Jl. Masjid Sukamulia, Talang Betutu, Sukarawi, Palembang
Pekerjaan : Belum bekerja
Pendidikan : Belum sekolah
Agama : Islam
Suku : Sumatera
Bangsa : Indonesia
No. Rekam Medik : 829198
Tanggal Berobat : Klinik THT-KL RSMH (12 November 2015)

2.2 Anamnesis
(Alloanamnesis pada tanggal 12 November 2015 pukul 11.00 WIB)
Keluhan Utama :
Nyeri di liang telinga kanan sejak ± 3 hari sebelum berobat ke RSMH.
Keluhan Tambahan :
Benjolan di liang telinga kanan dan demam.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 5 hari sebelum berobat ke klinik THT-KL RSMH, muncul benjolan kecil
di liang telinga kanan pasien, benjolan berwarna kemerahan, nyeri pada benjolan
(+), gatal pada benjolan (-), keluar cairan dari liang telinga (-), demam (-), batuk
(-), pilek (-), mual (-), dan muntah (-). Pasien belum dibawa berobat.
± 3 hari sebelumnya, benjolan semakin membesar hingga hampir menutupi
liang telinga kanan pasien, berwarna kemerahan, nyeri pada benjolan (+) semakin
bertambah, keluar cairan dari liang telinga (-), gatal pada benjolan (-), telinga

3
berdenging dan penurunan pendengaran belum dapat diketahui karena pasien
belum mengerti. Keluhan demam (+) terus menerus, batuk (-), pilek (-), mual (-),
dan muntah (-). Pasien hanya diberikan obat paracetamol.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
Riwayat trauma kepala disangkal.
Riwayat mengorek telinga dengan kuat disangkal.
Riwayat kemasukan air ditelinga tidak diketahui.
Riwayat penyakit kongenital disangkal.
Riwayat alergi dan asma disangkal.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
Riwayat alergi dan asma dalam keluarga disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang BB : 7 kg
Kesadaran : compos mentis TB: 90 cm
Tekanan Darah : - mmHg
Nadi : 120 kali/menit
Pernafasan : 30 kali/menit
Suhu : 37,80C
Pemeriksaan Khusus
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Jantung : batas jantung normal, HR 120x/m, regular, murmur
(-), gallop (-)
Paru-paru : simetris kanan dan kiri, sonor di kedua lapangan
paru, vesikuler (+/+), ronkhi basah sedang di kedua
apeks lapangan paru, wheezing (-)

4
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, timpani,
bising usus (+) N
Ekstremitas : akral pucat (-) pedema pretibia (-)

Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan - -
-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -
Regio Zigomatikus
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius - -

Aurikula
-Mikrotia - -
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -
-Nyeri tarik aurikula + -
-Nyeri tekan tragus + -

Meatus Akustikus Eksternus


-Lapang/ sempit Sempit Lapang
-Oedema + -
-Hiperemis + -
-Pembengkakan + -
(Massa ±0,5x0,5 cm,
batas tegas, hiperemis,
fluktuasi (+), puncta (+))
-Erosi - -
-Krusta - -
-Sekret (serous/ seromukus/ - -
mukopus/ pus) - -
-Perdarahan - -
-Bekuan darah - -
-Cerumen plug - -
-Epithelial plug - -
-Jaringan granulasi - -
-Debris - -

5
-Banda asing - -
-Sagging - -
-Exostosis - -
II.Membran Timpani
-Warna (putih/suram/hiperemis/ Sulit dinilai Putih
hematoma)
-Bentuk (oval/ bulat) Sulit dinilai Oval
-Pembuluh darah Sulit dinilai Normal
-Refleks cahaya Sulit dinilai Normal
-Retraksi Sulit dinilai -
-Bulging Sulit dinilai -
-Bulla Sulit dinilai -
-Ruptur Sulit dinilai -
-Perforasi Sulit dinilai -
(sentral/perifer/marginal/attic) Sulit dinilai -
Sulit dinilai -
(kecil/besar/subtotal/total)
-Pulsasi Sulit dinilai -
-Sekret (serous/ seromukus/ Sulit dinilai -
mukopus/ pus)
-Tulang pendengaran Sulit dinilai Normal
-Kolesteatoma Sulit dinilai -
-Polip Sulit dinilai -
-Jaringan granulasi Sulit dinilai -

Gambar Auris Dekstra

6
Gambar Membran Timpani

III. Tes Khusus Kanan Kiri


1.Tes Garpu Tala
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Scwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2.Tes Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3.Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri


-Tes Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Tes Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4.Tes Kalori Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung
I.Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
-Tes aliran udara Cukup Cukup
-Tes penciuman
Teh Tidak Tidak
Kopi dilakukan dilakukan
Tembakau

II.Hidung Luar Kanan Kiri


-Dorsum nasi Normal Normal
-Akar hidung Normal Normal
-Puncak Hidung Normal Normal
-Sisi hidung Normal Normal
-Ala nasi Normal Normal
-Deformitas - -
-Hematoma - -
-Pembengkakan - -

7
-Krepitasi - -
-Hiperemis - -
-Erosi kulit - -
-Vulnus - -
-Ulkus - -
-Tumor - -
-Duktus nasolakrimalis (tersumbat/ tidak Tidak Tidak
tersumbat) tersumbat tersumbat
III.Hidung Dalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior
a.Vestibulum nasi
-Sikatrik - -
-Stenosis - -
-Atresia - -
-Furunkel - -
-Krusta - -
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ - -
pus)
b.Kolumela
-Utuh/tidakutuh Utuh Utuh
-Sikatrik - -
-Ulkus - -
c. Kavum nasi
-Luasnya (lapang/ cukup/ sempit) Lapang Lapang
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ - -
pus)
-Krusta - -
-Bekuan darah - -
-Perdarahan - -
-Benda asing - -
-Rinolit - -
-Polip - -
-Tumor - -
d. Konka Inferior
-Mukosa (eutropi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/ hiperemis/ pucat/ Merah muda Merah muda
livide)
-Tumor - -
e. Konka media
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Tidak dapat Tidak dapat
(basah/kering) dinilai dinilai
(licin/tak licin)
-Warna (merah

8
muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor
f. Konka superior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Tidak dapat Tidak dapat
(basah/kering) dinilai dinilai
(licin/tak licin)
-Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor
g. Meatus Medius
-Lapang/ sempit Tidak dapat Tidak dapat
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ dinilai dinilai
pus)
-Polip
-Tumor
h. Meatus inferior
-Lapang/ sempit Lapang Lapang
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ - -
pus)
-Polip - -
-Tumor - -
i. Septum Nasi
-Mukosa (eutropi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/ hiperemis/ pucat/ Merah muda Merah muda
livide)
-Tumor - -
-Deviasi (ringan/sedang/berat) - -
(kanan/kiri)
(superior/inferior)
(anterior/posterior)
(bentuk C/bentuk S)
-Krista - -
-Spina - -
-Abses - -
-Hematoma - -
-Perforasi - -
-Erosi septum anterior - -

9
Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

2.Rinoskopi Posterior Kanan Kiri


-Postnasal drip Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Mukosa (licin/tak licin)
(merah muda/hiperemis)
-Adenoid
-Tumor
-Koana (sempit/lapang)
-Fossa Russenmullery (tumor/tidak)
-Torus tobarius (licin/tak licin)
-Muara tuba (tertutup/terbuka)
(sekret/tidak)

IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


-Nyeri tekan/ketok
-infraorbitalis - -
-frontalis - -
-kantus medialis - -
-Pembengkakan - -
-Transiluminasi Tidak Tidak
-regio infraorbitalis dilakukan dilakukan
-regio palatum durum

10
Tenggorok
I.Rongga Mulut Kanan Kiri
-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/fissura) Normal Normal
(mikroglosia/makroglosia)
(leukoplakia/gumma)
(papilloma/kista/ulkus)
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus) Normal Normal
-Bukal (hiperemis/udem) Normal Normal
(vesikel/ulkus/mukokel)
-Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) Utuh Utuh
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
-Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) Normal Normal
(striktur/ranula)
-Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) Normal Normal
(anodontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

II.Faring Kanan Kiri


-Palatum molle (hiperemis/udem/asimetris/ulkus) Normal Normal
-Uvula (udem/asimetris/bifida/elongating) Tengah Tengah
-Pilar anterior (hiperemis/udem/perlengketan) Normal Normal
(pembengkakan/ulkus)
-Pilar posterior (hiperemis/udem/perlengketan) Normal Normal
(pembengkakan/ulkus)
-Dinding belakang faring (hiperemis/udem) Normal Normal
(granuler/ulkus)
(secret/membran)
-Lateral band (menebal/tidak) Normal Normal
-Tonsil Palatina (derajat pembesaran) T2 T2
(permukaan rata/tidak) Rata Rata
(konsistensi kenyal/tidak) Kenyal Kenyal
(lekat/tidak) Lekat Lekat
(kripta lebar/tidak) Tidak Tidak
(dentritus/membran) - -
(hiperemis/udem) - -
(ulkus/tumor) - -

11
Gambar rongga mulut dan faring

Rumus gigi-geligi

III.Laring Kanan Kiri


1.Laringoskopi tidak langsung (indirect)
-Dasar lidah (tumor/kista)
-Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi)
-Valekula (benda asing/tumor)
-Fosa piriformis (benda asing/tumor)
-Epiglotis (hiperemis/ udem/ ulkus/
membran) Tidak Tidak
-Aritenoid (hiperemis/ udem/ ulkus/ dilakukan dilakukan
membran)
-Pita suara (hiperemis/udem/menebal)
(nodus/polip/tumor)
(gerak simetris/asimetris)
-Pita suara palsu (hiperemis/udem)
-Rima glottis (lapang/sempit)
-Trakea
2.Laringoskopi langsung (direct) Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
2.4 Diagnosa Banding

12
- Otitis eksterna sirkumskripta
- Otitis eksterna difus
- Otomikosis

2.5 Diagnosa Kerja


Otitis eksterna sirkumskripta auris dekstra

2.6 Tatalaksana
Non medikamentosa:
- Edukasi mengenai penyakit, rencana pemeriksaan, pengobatan, komplikasi
- Kontrol 1 hari lagi

Medikamentosa:
- Aspirasi steril: Didapatkan cairan mukopurulen kuning kecoklatan

13
- Cefixime syrup 2 x 1/2 cth
- Ibuprofen syrup 3 x ½ cth
- Tampon Gentamisin AD

2.7 Pemeriksaan Tambahan


Tidak dilakukan

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga


Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada
seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga kulit bagian dalam hanya sedikit
djumpai kelenjar serumen (Soepardi, 2012).

Gambar 1. Anatomi telinga (Soepardi, 2012)

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun


telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melali udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga

15
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa
pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara
membran basilaris dan membran tektokria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke
korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soepardi, 2012).

3.2 Definisi dan Etiologi


Otitis eksterna merupakan suatu peradangan atau infeksi pada kanalis
auditorius eksternal dan atau daun telinga. Otitis eksterna dapat bersifat akut
maupun kronik yang disebabkan infeksi bakteri, jamur, dan virus. Faktor yang
mempermudah radang ialah perubahan PH di liang telinga yang biasanya normal
atau asam menjadi basa sehingga proteksi terhadap infeksi menurun.
Individu dengan kondisi alergi, seperti eczema, rhinitis alergi, atau asma,
memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena otitis eksterna. Otitis eksterna
diperkirakan mengenai 10% orang pada tahap tertentu dan dapat terjadi akut,
kronik atau bentuk nekrosis. Beberapa faktor lain terjadinya otitis eksterna antara
lain adalah absen serumen, kelembaban yang tinggi, kemasukan air pada kanalis
auditorius eksterna, perubahan pH telinga, cuaca panas, dan trauma lokal
(misalnya penggunaan cotton swabs atau alat bantu pendengaran). Fungsi utama
serumen adalah melindungi CAE dari infeksi. Bila terlalu sering dibersihkan,
efektivitas serumen akan berkurang dan dapat meningkatkan risiko pertumbuhan
bakteri. Hal ini sering terjadi juga pada perenang yang sering terpajan air sehingga

16
terjadi cerumen removal dan kekeringan CAE (Soepardi, 2012; Harvey, 2014;
Scott, 2014; Mosges, 2011).
Otitis eksterna sering dijumpai, didapati 4 dari 1000 orang, kebanyakan
pada usia remaja dan dewasa muda. Berenang dalam air yang tercemar merupakan
salah satu cara terjadinya otitis eksterna. Bentuk yang paling umum adalah bentuk
boil (furunkulosis) salah satu dari satu kelenjar sebasea 1/3 liang telinga luar. Pada
otitis eksterna difusa disini proses patologis membatasi kulit sebagian kartilago
dari otitis liang telinga luar, konka daun telinga penyebabnya idiopatik, trauma,
iritan, bakteri atau fungal, alergi dan lingkungan. Kebanyakan disebabkan alergi
pemakaian topikal obat tetes telinga. Alergen yang paling sering adalah antibiotik
topikal, contohnya neomisin, benzokain, glikol propilen, framisetin, gentamicin,
polimiksin, dan anti histamin. Sensitifitas poten lainnya adalah metal dan
khususnya nikel yang sering muncul pada kertas dan klip rambut yang mungkin
digunakan untuk mengorek telinga. Selain itu, keadaan dermatologik seperti
psoriasis dan dermatitis atopik juga dapat menyebakan otitis eksterna (Schaefer,
2014; Koch, 2012; Scott, 2014).

3.3 Klasifikasi Otitis Eksterna


Berikut adalah klasifikasi pada otitis eksterna, yaitu:
1) Bakteri gram (+) : Furunkulosis, impetigo, pioderma, ektima,
sellulitis, erisipelas.
2) Bakteri gram (-) : Otitis eksterna diffusa, otitis eksterna bullosa,
otitis eksterna granulosa, perikondritis.
3) Bakteri tahan asam : mikrobakterium TBC.
4) Jamur dan ragi (otomikosis) : saprofit atau patogen.
5) Meningitis bullosa, herpes simplek, herpes zoster, moluskum
kontangiosum, variola dan varicella.
6) Parasit

3.3.1 Otitis Eksterna Sirkumskripta


a. Definisi

17
Otitis eksterna sirkumskripta merupakan peradangan pada sepertiga luar
liang telinga mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebasea
dan kelenjar serumen, maka ditempat itu dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus,
sehingga membentuk furunkel. Gejala ialah rasa nyeri yang hebat tidak sesuai
dengan besar bisul. Hal ini disebabkan kulit liang telinga tidak mengandung
jaringan longgar dibawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan
perikondrium.

b. Etiologi
Penyebab otitis eksterna sirkumskripta yang tersering adalah
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus. Faktor lainnya adalah maserasi
kulit liang telinga akibat sering berenang atau mandi dengan shower, trauma,
reaksi terhadap benda asing, dan akumulasi serumen. Sering terjadi superinfeksi
oleh bakteri piogenik (terutama Pseudomonas atau staphylococcus) dan jamur
(Soepardi, 2012; Mosges, 2011; Schaefer, 2014).

c. Patogenesis
            Otitis eksterna sirkumskripta merupakan infeksi folikel rambut, bermula
sebagai folikulitis kemudian biasanya meluas menjadi furunkel. Kadang-kadang
furunkel disebabkan oleh tersumbat serta terinfeksinya kelenjar sebasea di liang
telinga. Panas dan lembab dapat menurunkan daya tahan kulit liang telinga,
sehingga frekuensi penyakit ini agak meningkat pada musim panas.
Pada kasus dini, dapat terlihat pembengkakan dan kemerahan difus di
daerah liang telinga bagian tulang rawan, biasanya posterior atau superior.
Pembengkakan itu dapat menyumbat liang telinga. Setelah terjadi lokalisasi dapat
timbul pustula. Pada keadaan ini terdapat rasa nyeri yang hebat sehingga
pemeriksaan sukar dilakukan disertai demam. Biasanya tidak terdapat sekret
sampai absesnya pecah. Toksisitas dan adenopati muncul lebih dini karena sifat
organisme penyebab infeksi.

18
Kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar dibawahnya
sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri juga dapat
timbul pada waktu membuka mulut (sendi temporomandibular) (Soepardi, 2012).

d. Gejala dan Tanda


 Nyeri hebat yang diikuti otore purulen, meatus nyeri tekan, tampak
pembengkakan
 Nyeri tekan pada tragus dan pada tarikan daun telinga
 Dapat disertai demam
 Gangguan pendengaran bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga
 Membran timpani biasanya intak

3.3.2 Otitis Eksterna Difusa


            Pada otitis eksterna difusa, biasanya mengenai kulit liang telinga
duapertiga dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema yang tidak
jelas batasnya. Kuman penyebab biasanya golongan Pseudomonas. Keluhan
utama pasien biasanya berupa gatal, keluhan nyeri biasanya jarang dialami pasien
(Soepardi, 2012).
Gejalanya adalah nyeri tarik tragus, liang telinga sempit, terkadang
pembesaran kelenjar limfe, demam, dan sekret berbau yang tidak mengandung
musin. Selain itu gejala kardinal pada otitis eksterna difusa adalah nyeri, gatal,
gangguan pendengaran, dan rasa penuh pada telinga (Harvey, 2014).

3.3.3 Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di
daerah tersebut. Yang tersering ialah pityrosporum, Aspergilus. Kadang-kadang
ditemukan juga kandida albikans atau jamur lain. Pityrosporum menyebabkan
terbentuk sisik yang menyerupai ketombe dan merupakan prediposisi otitis

19
eksterna bakterialis. Gejala biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh ditelinga,
tetapi sering pula tanpa keluhan (Soepardi, 2012).

3.4 Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan yang dapat diterapkan pada semua tipe
otitis eksterna antara lain:
1. Membersihkan liang telinga dengan pengisap atau kapas dengan berhati-
hati
2. Penilaian terhadap sekret, edema dinding kanalis, dan membran timpani
3. Pemilihan pengobatan lokal
Otitis eksterna sirkumskripta harus diterapi sejak dini untuk mengurangi
edema yang menutupi lumen kanal dengan cara memasukkan kapas yang berisi
obat. Tampon berukuran kecil yang baik digunakan, karena ujung tampon tidak
mendesak dan menekan lumen kanal. Tampon dimasukkan secara perlahan yang
sebelumnya dibasahi obat. Pasien diinstruksikan untuk mengaplikasikan obat cair
menggunakan kapas/kassa sekali atau dua kali sehari. Selama 48 jam tampon
diletakkan di kanal untuk melebarkan ukuran lumen. Kemudian obat dapat
diaplikasikan langsung ke dalam kanal.
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar linga telinga tetap bersih dan
kering dan melindunginya dari trauma. Kotoran harus dibersihkan dengan dari
liang telinga dengan irigasi secara lembut. Antibiotika topikal yang
dikombinasikan dengan kortikosteroid dalam bentuk tetes telinga sangat penting.
Pada terapi keadaan furunkel, dapat dilakukan aspirasi steril untuk mengeluarkan
pus. Lalu diberikan antibiotik topikal salep (polimiksin B atau bacitracin,
ofloksasin, ciprofloxacin (golongan fluorokuinolon), gentamisin 0,3%) dan
antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol atau larutan iodium povidone 5%)
selama 3-5 hari. Pemberian antibiotik golongan aminoglikosida harus dihindari
pada pasien dengan perforasi membran timpani. Selain itu, antiseptik seperti asam
asetat atau alumunium asetat dapat berguna untuk mencapai kembali pH asam
CAE.

20
Antibiotika sistemik (misalnya ciprofloxacin) dalam dosis penuh dapat
diberikan dalam 10 hari jika terdapat tanda-tanda penyebaran infeksi di luar kulit
liang telinga seperti demam, adenopati, atau selulitis daun telinga. Kalau dinding
furunkel tebal dapat dilakukan insisi, kemudian dipasang salir (drain) untuk
mengalirkan nanahnya. Selama fase akut, hindari berenang bila memungkinkan.
Dapat pula diberikan kombinasi steroid seperti suspensi hidrokortison,
prednisolon 1%, atau deksametason 0,1%. Pemberian glukosteroid dapat
membantu mengurangi edema pada CAE dan pemberian nonsteroidal anti-
inflammatory drugs (NSAID) juga perlu untuk mengurangi rasa nyeri.
          Pada otomikosis, dapat diberikan nistatin atau klotrimazol. Antibiotik tetes
tidak boleh digunakan lebih dari 2-3 minggu karena berisiko terjadi dermatitis
kontak. Pasien harus diberitahu untuk kembali apabila telinga masih belum
sembuh setelah pengobatan sehingga tidak terjadi infeksi yang lebih parah
(Soepardi, 2012; Mosges, 2011).

3.5 Pencegahan

            Edukasi juga penting dalam mencegah otitis eksterna. Hal ini bertujuan
untuk meminimalkan trauma kanal telinga dan menghindari paparan air. Hindari
membersihkan liang telinga terlalu sering maupun menggunakan alat pembersih
yang tidak sesuai karena dapat menyebabkan trauma .

3.6 Komplikasi
Pada otitis eksterna yang tidak diobati, dapat terjadi selulitis periaurikular
dan otitis eksterna malignan (necrotizing) yang umumnya terjadi pada pasien
dengan diabetes dan keadaan imunosupresi. Infeksi bakteri paling banyak yang
menyebabkan otitis eksterna malignan adalah golongan Pseudomonas.
Otitis eksterna malignan diklasifikasikan menjadi 3 tahap, yaitu (1) otore
purulen, otalgia, dan jaringan granulasi; (2) perluasan infeksi ke jaringan lunak
dan tulang tengkorak yang juga melibatkan nervus kranialis, dan (3) perluasan
intrakranial (Koch, 2012; Liu, 2012; Illing, 2011).

21
3.7 Prognosis
Otitis eksterna adalah suatu kondisi yang dapat diobati biasanya sembuh
dengan cepat dengan pengobatan yang tepat. Otitis eksterna kronik yang mungkin
memerlukan perawatan lebih intensif. Otitis eksterna biasanya tidak memiliki
komplikasi jangka panjang atau serius .

BAB IV

ANALISIS MASALAH

Seorang anak perempuan, usia 3 tahun, datang ke klinik THT-KL RSMH


bersama ibunya dengan keluhan utama nyeri di liang telinga kanan sejak ± 3 hari
sebelum berobat ke RSMH. Dilakukan alloanamnesis dengan ibu pasien dan
didapatkan keluhan tambahan berupa benjolan di liang telinga kanan dan demam.
Berdasarkan alloanamnesis, diketahui bahwa ± 5 hari sebelum berobat ke klinik
THT-KL RSMH, muncul benjolan kecil di liang telinga kanan pasien, benjolan
berwarna kemerahan, nyeri pada benjolan (+), gatal pada benjolan (-),keluar
cairan dari liang telinga (-), demam (-), batuk (-), pilek (-), mual (-), dan muntah
(-). Pasien belum dibawa berobat.
± 3 hari sebelumnya, benjolan semakin membesar hingga hampir menutupi
liang telinga kanan pasien, berwarna kemerahan, nyeri pada benjolan (+) semakin
bertambah, keluar cairan dari liang telinga (-), gatal pada benjolan (-), telinga
berdenging dan penurunan pendengaran belum dapat diketahui karena pasien
belum mengerti. Keluhan demam (+) terus menerus, batuk (-), pilek (-), mual (-),
dan muntah (-). Pasien hanya diberikan obat paracetamol.
Pada alloanamnesis juga diketahui bahwa riwayat penyakit dengan keluhan
yang sama sebelumnya, trauma kepala, mengorek telinga dengan kuat, penyakit
kongenital, alergi dan asma disangkal. Tetapi, riwayat kemasukan air di telinga
tidak diketahui oleh ibu pasien. Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama pada
keluarga dan alergi serta asma dalam keluarga juga disangkal.

22
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, nadi 120 kali/menit, frekuensi pernafasan 30
kali/menit, dan suhu 37,80C. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa
pasien dalam keadaan febris (demam).
Pada pemeriksaan spesifik didapatkan hasil yang masih dalam batas normal.
Pada pemeriksaan orofaring, didapatkan pembesaran tonsil T2-T2, hiperemis (-)
dan tidak terdapat keluhan sulit menelan maupun nyeri menelan. Namun pada
pemeriksaan khusus pada aurikula dekstra didapatkan kanalis akustikus eksterna
yang sangat sempit, tampak massa ukuran ±0,5 x 0,5 cm, berbatas tegas, edema
(+), hiperemis (+), puncta (+), fluktuasi (+), nyeri tarik tragus (+), nyeri tarik
aurikula (+). Pada pasien ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan membran timpani
dekstra karena benjolan meutupi hampir seluruh liang telinga kanan pasien.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa diagnosis kerja pasien ini adalah otitis eksterna sirkumsripta
auris dekstra (AD). Diagnosis ini ditegakan berdasarkan keluhan benjolan pada
1/3 luar liang telinga kanan yang berbatas tegas, hiperemis, nyeri tarik tragus dan
nyeri tarik aurikula (+), serta CAE yang menyempit. Diagnosis banding pasien ini
adalah otitis eksterna difusa dan otomikosis. Tetapi, pada otitis eksterna difusa,
terdapat edema dengan batas tidak tegas yang hiperemis dan biasanya meliputi
seluruh liang telinga (CAE). Sedangkan pada otomikosis, biasanya terdapat
gambaran berupa serbuk putih/sisik/ketombe yang merupakan hifa disertai
keluhan gatal.
Adapun mekanisme terjadinya otitis eksterna sirkumskripta ini dapat terjadi
akibat infeksi bakteri dari berbagai faktor risiko seperti keadaan telinga yang
lembab (dapat akibat kemasukan air), cuaca panas, dan trauma mengorek telinga.
Faktor risiko tersebut dapat mengubah pH telinga sehingga memudahkan bakteri
mudah tumbuh. Sesuai anatomi kulit 1/3 CAE yang mengandung adneksa kulit
seperti folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen, infeksi yang terjadi
dapat menyebabkan terbentuknya furunkel. Bakteri furunkel tersbut biasanya
adalah S. aureus atau S. albus. Bila inflamasi telah terjadi lebih lanjut, dapat
terbentuk pus yang berisi jaringan nekrotik dan kumpulan bakteri yang semakin

23
lama membesar dan terlihat sebagai massa berbentuk lonjong sampai  bulat,
berbatas tegas, berdinding tipis, tidak terfiksir ke dasar, tetapi melekat pada
dermis di atasnya membentuk puncta (muara kelenjar sebasea). Kulit pada CAE
tidak mengandung jaringan ikat longgar dibawahnya sehingga timbul nyeri pada
penekanan perikondrium. Selain itu, nyeri juga dapat timbul saat membuka mulut
disertai gangguan pendengaran dan rasa penuh jika benjolan menutupi seluruh
CAE. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah aspirasi steril untuk mengeluarkan
pus untuk mengurangi nyeri, mengurangi edema, dan mempercepat
penyembuhan. Didapatkan hasil aspirasi berupa cairan mukopurulen kuning
kecoklatan. Medikamentasi yang diberikan adalah Cefixime syrup 2 x 1/2 cth
sebagai antiobiotik sistemik karena pasien mengalami demam yang menunjukkan
bahwa telah terjadi infeksi yang sistemik, Ibuprofen syrup 3 x ½ cth sebagai
antipiretik untuk mengurangi gejala simptomatik pasien, serta Tampon
Gentamisin AD sebagai antibiotik topikal untuk mengobati infeksi bakteri. Pasien
diberikan edukasi mengenai penyakit, rencana pemeriksaan, pengobatan,
komplikasi serta kontrol 1 hari lagi ke klinik THT-KL. Edukasi pencegahan yang
diberikan adalah menghindari trauma dari mengorek telinga yang terlalu
dalam/kuat serta menghindari telinga kemasukan air. Prognosis pada pasien ini
baik dubia ad vitam dan fungsionamnya adalah bonam.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams G. L., Boies L. R., Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi 6. Cetakan Ketiga. Jakarta : EGC; 2012: 27-31, 76-80.
2. CDC. Mortality and Morbidity Weekly Report: Estimated Burden of
Acute Otitis Externa in United States, 2003–2007. Centers for Disease
Control and Prevention; 2011: 60-61. Diunduh melalui:
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm6019a2.htm pada
tanggal 14 November 2015.
3. Harvey, Richard. Paterson, Sue. Otitis Externa: An Essential Guide to
Diagnosis and Treatment. Boca Raton: CRC Press; 2014: 45-65.
4. Illing, E. Olaleye, Oladejo. Malignant Otitis Externa: A Review of
Aetiology, Presentation, Investigations, and Current Management
Strategies. United Kingdom: Web Med Central; 2011, Vol. 2 (3): 1-6.
5. Koch, Karen. Managing Otitis Externa. South Africa: SA Pharmaceutical
Jounal; 2012, Vol. 79 (8): 17-22. Diunduh melalui:
http://www.sapj.co.za/index.php/sapj/article/download/1290/2064 pada
tanggal 15 November 2015.
6. Liu, Po Yu. Shi, Zhi Yuan. Malignant Otitis Externa in Patients with
Diabetes Mellitus. Formos Journal for Endocrine; 2012, Vol. 3 (1): 7-13.
Diunduh melalui: www.endo-dm.org.tw/db/jour/2/301/3.pdf pada tanggal
15 November 2015.

25
7. Mosges, R. Samani, Nematian. Eichel, A. Treatment of Acute Otitis
Externa with Ciprofloxacin Otic 0,2% Ear Solution. Theurapetics and
Clinical Risk Management. US: National Library of Medicine, Dovepress;
2011 (7): 325-336. Diunduh melalui:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3150478/ pada tanggal 15
November 2015.
8. Schaefer, Paul. Baugh, Reginald F. Acute Otitis Externa: An Update.
American Family Physician; 2012, Vol. 86 (1): 1055-1061.
9. Scott, Kim. Quick Reference for Otolaryngology. New York: Springer
Publishing Company; 2014: 136-145.
10. Soepardi, Efiaty Arsyad. Iskandar, Nurbaiti. Bashiruddin, Jenny. Restuti,
Ratna Dwi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
& Leher. Edisi ketujuh. Cetakan ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;
2012: 58-60.

26

Anda mungkin juga menyukai