SKRIPSI
Oleh :
SKRIPSI
Oleh :
SKRIPSI
Oleh :
Mengetahui:
Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya
i
ii
KATA PENGANTAR
iii
8. Mega, Ayu, Dyta, Atika, Nungki, Ika, Amel dan Zihan
yang telah memberi semangat dan dukungan selama
penelitian sampai selesai.
9. Ema, Abiyoga, Razan, Ristya, Teguh dan Izzu sebagai
teman bertukar pikiran untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Sinta dan Ulfa yang telah membantu dan memberi
semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
11. Putri, Sisil, Yasinta, Dilla, Hanum, Rifa, Masaji, Zaky,
Soni dan Ekki yang telah memberi semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini.
12. Meisya dan Maula yang telah memberi doa dan semangat.
13. Teman-teman kelas C, asisten laboratorium perah,
Enjang, Rizka, Lindri, Indah, Wahyu, Dwikiat dan
Chantika yang telah memberi semangat.
14. Wildan Maulana Nabhani yang telah membantu,
mendoakan dan memberi semangat agar skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik, serta
15. Semua pihak yang turut membantu, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang konstruktif dari semua pihak. Penulis juga berharap
agar karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
dalam konteks untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
iv
THE EFFECT OF WASHING WATER TEMPERATURE
ON UDDER TO MILK PRODUCTION AND QUALITY
OF MILK BASED ON REDUCTATION TEST AT
FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBRED
1
Student of Animal Production Departement, Animal
Husbandry Faculty, Brawijaya University
2
Lecturer of Animal Production Departement, Animal
Husbandry Faculty, Brawijaya University
E-mail: rubellacandidam@gmail.com
ABSTRACT
vi
PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING
TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU
BERDASARKAN UJI REDUKTASE PADA SAPI
PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN (PFH)
RINGKASAN
vii
Penelitian ini dilakukan di Koperasi Peternakan Sapi Perah
(KPSP) Setia Kawan Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak sapi
perah jenis PFH sebanyak 15 ekor dan 15 sampel susu. Sampel
susu tersebut diuji reduktase setiap satu minggu sekali. Metode
yang digunakan yaitu eksperimen dan pemilihan sampel ternak
dilakukan secara purposive sampling.
Perlakuan penelitian yaitu suhu air pencucian ambing
22 C, 27żC dan 37żC. Variabel dari penelitian ini yaitu
ż
produksi susu pagi dan sore hari serta jumlah bakteri dalam
susu berdasarkan uji reduktase. Penelitian dilakukan selama 8
minggu, 1 minggu untuk pra-perlakuan dan 7 minggu
perlakuan. Data yang diperoleh dianalisis dengan Microsoft
Excel, dilanjutkan dengan analisis statistik menggunakan
RAK (Rancangan Acak Kelompok) dan Ancova (Analysis of
Covariance). Apabila terdapat perbedaan pengaruh yang nyata
(P<0,05) atau sangat nyata (P<0,01) antar perlakuan, maka
dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu air
pencucian ambing berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap produksi susu, yaitu 6,84 + 1,43; 7,29 + 2,15
dan 8,76 + 1,39 liter/ekor/hari. Perlakuan yang terbaik
adalah dengan suhu air pencucian ambing 37 żC. Produksi
susu mengalami peningkatan sebesar 10,83% atau
sebanyak 0,86 liter. Rata-rata waktu uji reduktase yang
terbaik selama 7 minggu adalah P 2 yaitu 6,42
jam/ekor/minggu. Hasil uji reduktase selama 7 minggu
menunjukkan angka yang tidak stabil dan hasil terbaik
adalah pada minggu ke-5 yaitu 7,08 jam. Pengaruh
perbedaan suhu menunjukkan bahwa perlakuan tidak
berpengaruh nyata, yaitu 5,58 + 0,28; 5,84 + 0,42 dan
6,42 + 0,46 jam. Meskipun hasilnya tidak berpengaruh
nyata, tetapi dengan suhu air pencucian ambing 37 żC
dapat meningkatkan lama waktu reduktase. Lama waktu
viii
uji reduktase mengalami peningkatan sebesar 10,84%,
atau sebanyak 0,63 jam. Jumlah bakteri diestimasikan
sekitar 1.000.000 ± 4.000.000/ml dan masuk ke dalam
grade 1. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah suhu
air pencucian ambing 37żC mampu meningkatkan
produksi susu sebanyak 10,83% yaitu 0,86 liter/ekor/hari
dan meningkatkan angka reduktase sebesar 10,84% yaitu
0,63 jam.
ix
x
DAFTAR ISI
Isi Halaman
xi
2.6 Uji Reduktase........................................................ 19
LAMPIRAN ..................................................................... 49
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xiii
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xv
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xvii
xviii
DAFTAR SINGKATAN
ż
C = Derajat Celcius
Ancova = Analysis of Covariance
CI = Calving Interval
DMRT = 'XQFDQ¶V0XOWLSOH5DQJH7HVW
FK = Faktor Koreksi
JK = Jumlah Kuadrat
Kg = Kilo gram
KT = Kuadrat Tengah
L = Liter
ml = mili liter
p = Perlakuan
PFH = Peranakan Friesian Holstein
RAK = Rancangan Acak Kelompok
SOP = Standar Operasional Prosedur
TDN = Total Digestible Nutrient
u = Ulangan
xix
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah, apakah suhu
air pencucian ambing 22żC; 27żC dan 37żC berpengaruh
terhadap produksi dan kualitas susu berdasarkan uji reduktase?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1.3.1 Mengetahui pengaruh perbedaan suhu air pencucian
ambing terhadap produksi susu.
1.3.2 Mengetahui pengaruh perbedaan suhu air pencucian
ambing terhadap kualitas susu berdasarkan uji
reduktase.
1.4 Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:
1.4.1 Memberikan informasi tentang penggunaan suhu air
pencucian ambing dalam manajemen pemerahan
kepada peternak dan khalayak umum.
1.4.2 Memberikan informasi tentang suhu yang ideal untuk
pencucian ambing ditinjau dari produksi dan kualitas
susu berdasarkan uji reduktase.
3
produksi susu. Selain itu pencucian ambing erat hubungannya
dengan stimulus dan aktivitas dari horomon oksitosin.
Salah satu kegunaan pencucian ambing dengan air bersuhu
37żC yaitu untuk merangsang keluarnya susu dari kelenjar
susu secara optimal. Suhu 37żC merupakan suhu normal dari
tubuh sapi dan pada suhu ini dapat memberikan sapi rasa
tenang serta nyaman. Hal ini dikarenakan hormon oksitosin
bekerja dengan efektif serta dapat dihambat oleh hormon
adrenalin yang mengakibatkan terhentinya kerja hormon
oksitosin.
Susu yang dihasilkan dari proses pemerahan dapat
diketahui secara kualitatif jumlah bakteri yang terkandung di
dalamnya menggunakan uji reduktase. Metabolisme bakteri di
dalam susu akan menghasilkan enzim yang akan mereduksi
warna biru dari methylene blue menjadi putih kembali. Jadi
semakin banyak bakteri di dalam susu maka akan
mempercepat waktu reduktse. Sebaliknya jika semakin sedikit
bakteri di dalam susu maka waktu reduktase akan lebih lama.
Semakin lama waktu perubahan warna biru dari methylene
blue menjadi putih kembali maka semakin baik, karena dapat
disimpulkan bahwa bakteri di dalam susu sedikit.
4
Manajemen
pemerahan Ambing dilap
Persiapan sebelum
pemerahan adalah dengan air
penting artinya, hangat
sebab ada Pencucian (37°C) untuk
pengaruhnya ambing menghindari
terhadap kualitas pencemaran
susu yang bakteri dan
dihasilkan. Suhu air juga untuk
Sebelum sapi 22żC, 27żC merangsang
diperah ambing dan 37żC agar susu
harus dicuci dapat keluar
terlebih dahulu dari kelenjar-
menggunakan air kelenjar susu
Hormon
panas (Makin, (Suheri,
oksitosin 2000).
2011).
1.6 Hipotesis
Suhu air pencucian ambing berpengaruh terhadap
produksi dan kualitas susu berdasarkan uji reduktase.
5
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
produksi susu terbanyak adalah Brown Swiss dengan
jumlah lebih dari 4000 liter per laktasi. Sapi perah Brown
Swiss menghasilkan susu dengan persentase kadar lemak
sekitar 4% (Makin, 2011). Faktor individu merupakan
pembeda setiap individu di dalam kelompok jenis yang
sama jika dilihat dari jumlah produksi susu yang
dihasilkan per masa laktasi. Variasi individu di dalam
satu bangsa sapi yang sama tersebut sebagian besar
disebabkan oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan
(Rusmita, 2011).
Selama laktasi, pola kurva produksi susu mengalami
perubahan yang terlihat tidak tetap. Setelah beranak,
produksi susu agak rendah, kemudian meningkat sampai
mencapai puncaknya sekitar bulan kedua laktasi. Setelah
itu, secara perlahan mengalami penurunan dan mencapai
titik terendah pada bulan laktasi kedelapan sampai
kesepuluh. Produksi susu berkaitan erat dengan kondisi
tubuh. Puncak produksi susu dicapai saat masa laktasi 31
± 100 hari. Rataan produksi susu sepanjang laktasi
seluruh periode laktasi ditampilkan pada Gambar. 3
(Sukandar, Purwanto dan Anggraeni, 2008). Penurunan
produksi susu setelah puncak produksi susu menunjukkan
persistensi.
9
Gambar 3. Rataan produksi susu seluruh periode laktasi
(Sukandar dkk., 2008)
11
2.2.2 Faktor Lingkungan (Eksternal)
Produksi susu per laktasi sapi perah akan
dipengaruhi oleh sejumlah faktor lingkungan, sehingga
menimbulkan variasi produksi antara individu ternak.
Produksi susu yang dihasilkan akan ditentukan oleh
struktur ternak, pakan, musim, manajemen dan
keseluruhan lingkungan pemeliharaan (Anggraeni, 2007).
Manajemen perkawinan merupakan salah satu faktor
lingkungan yang mempengaruhi kuantitas susu yang
dihasilkan. Lamanya kebuntingan seekor sapi memiliki
pengaruh tidak langsung terhadap produksi susu. Hal ini
disebabkan karena sebagian kecil pakan yang dikonsumsi
tidak sepenuhnya diproses untuk menghasilkan susu akan
tetapi untuk membesarkan janin di dalam kandungan sapi.
Calving Interval (CI) yang teratur merupakan stimulus
utama agar tingkat produksi susu tetap tinggi. Calving
Interval (CI) yang ideal adalah antara 12 ± 14 bulan.
Usaha yang terbaik adalah dengan mengawinkan sapi 2 ±
3 bulan setelah beranak (Makin, 2011).
Menurut Utomo dan Miranti (2010) salah satu faktor
yang mempengaruhi produksi susu adalah kualitas pakan
yang diberikan pada sapi laktasi. Hal ini kemungkingan
konsentrat yang diberikan pada sapi perah dengan sistem
perbaikan manajemen pemeliharaan berpengaruh
terhadap produksi asam propionat (C3), karena banyak
mengandung karbohidrat yang mudah difermentasikan.
Asam propionat berpengaruh terhadap produksi susu,
karena asam propionat dapat diubah menjadi glukosa dan
glukosa merupakan bahan pembentuk laktosa susu.
12
Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor
iklim yang mempengaruhi produksi susu sapi perah,
karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan
panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air,
keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku
ternak. Produksi susu dan konsumsi pakan secara
otomatis direduksi dalam usaha mengurangi produksi
panas tubuh. Penurunan nafsu makan menyebabkan
produksi susu direduksi. Stres panas merupakan faktor
yang sangat berpengaruh tinggi terhadap produksi
susu terutama pada saat puncak produksi. Pendinginan air
pada tubuh sapi perah pada keadaan tidak nyaman
meningkatkan efisiensi produksi susu lebih baik
dibandingkan tanpa penyemprotan (Kurniawan, Indrijani,
dan Tasripin, 2012).
Keadaan lingkungan sekitar kandang yang tenang
membuat sapi merasa nyaman dan tenang. Pada malam
hari lingkungan sekitar kandang sunyi karena tidak ada
aktifitas di sekitar lingkungan kandang. Hal ini berbeda
dengan siang hari yang dipengaruhi oleh aktifitas bising
di sekitarnya yang dapat mengganggu ketenangan sapi
laktasi. Akibatnya sapi bisa merasakan stres pada siang
hari di samping stres panas, sehingga pemanfaatan
energi digunakan untuk mengurangi beban stres tersebut.
Namun, pada malam hari sapi cenderung beristirahat
dengan tenang. Proses istirahat ini dapat mendukung
produksi susu pada pagi hari, karena pada malam hari
energi (TDN) sepenuhnya dimanfaatkan pada produksi
susu (Kurniawan dkk., 2012).
13
Menurut Resti (2009) selang pemerahan yang
seimbang memiliki pengaruh penting agar sapi dapat
memproduksi susu secara optimal. Sapi yang diperah
dengan selang pemerahan 12:12 memiliki produksi susu
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi yang diperah
dengan selang pemerahan 10:14. Produksi susu setelah
ambing kosong akan meningkat dengan meningkatnya
selang pemerahan. Susu dibentuk atau disekresi oleh
seekor sapi pada waktu atau periode antar waktu
pemerahan. Sintesis susu yang paling cepat terjadi sesaat
setelah pemerahan, susu pertama yang disintesis mengisi
tempat-tempat penampungan yang ada di dalam ambing,
sehingga tekanan mammae meningkat dan laju sekresi
susu berkurang.
14
tersebut merupakan tempat dimana produksi susu terjadi.
Struktur kecil di dalam ambing disebut alveoli, di mana alveoli
menerima nutrisi-nutrisi dari darah dan mengubah nutrisi-
nutrisi tersebut menjadi susu. Susu dari alveoli bergerak
menuju ke saluran-saluran susu yang besar. Saluran-saluran
susu besar yang kosong tersebut menuju gland cistern. Gland
cistern merupakan tempat penyimpanan untuk mengumpulkan
susu dari saluran-saluran besar susu. Ambing sapi perah terdiri
dari empat kelenjar mammae yang terpisah atau disebut
kuartir. Tiap kuartir memiliki puting yang menyediakan
tempat keluarnya susu (outlet). Susu lewat dari gland cistern
dan keluar dari ambing melalui puting (Gambar. 4).
Alveoli Interior of
alveolus
showing milk
Milk ducts
Gland
Milk
cistern
Teat cistern
Circular
muscle Tubule
Streak
canal Fat droplets in
Blood lumen
Gambar 4. Alveoli dan jaringan ambing lainnya pada
sapi perah (Flanders, 2012)
16
Gambar 5. Hormon utama (beserta sumber-
sumbernya) yang mempengaruhi
anatomi dan fisiologi kelenjar
mammae (Taylor dan Field, 2004)
18
mana ia dapat diekstraksi melalui proses pemerahan. Peristiwa
stimulus negatif (seperti berteriak pada sapi, menggunakan
anjing untuk mengejar sapi atau mencolok sapi) menstimulus
pelepasan hormon adrenalin. Adrenalin menyebabkan
pembuluh darah berkontraksi dan mengurangi efek dari
oksitosin (Ruegg dan Pamela, 2001).
20
terjadinya perubahan warna methylen blue menjadi tidak
berwarna (Umar, Razali dan Novita, 2014). Asumsi nilai pada
angka reduktase sebagai berikut:
21
22
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
24
3.3.2 Prosedur Uji Reduktase
Prosedur uji reduktase menurut Umar dkk (2014)
adalah sebagai berikut :
a. Susu sapi diambil sebanyak 10 cc dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
disterilkan
b. Diisikan masing-masing 0,5 ml larutan
methylen blue ke dalam tabung tersebut dengan
menggunakan pipet 0,5 ml
c. Tabung reduktase disumbat dengan alumunium
foil dan diikat dengan gelang karet
d. Kemudian dilakukan inkubasi dalam inkubator
dengan suhu 37żC
e. Angka reduktase ditentukan bersdasarkan
waktu (jam) terjadinya perubahan warna
methylen blue menjadi tidak berwarna.
25
3.4.2 Koleksi Data
Koleksi data pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Rata-rata produksi susu pagi dan sore dicatat
setiap hari
b. Sampel susu diuji reduktase setiap satu minggu
sekali
26
i = perlakuan ke-1, 2, 3, ...
j = kelompok ke-1, 2, 3, ...
27
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
30
diberikan sebanyak 10% dari bobot badan, yaitu rata-rata
sekitar 40 kg/ekor/hari. Pemberian rumput gajah dilakukan
pada pukul 06.30 dan 15.00 setelah pemerahan. Konsentrat
berupa pollard dan cipro diberikan secara bersamaan dengan
perbandingan 1:1. Pemberiannya sebanyak 6 ± 8 kg/ekor/hari
yang diberikan pada pukul 04.00 dan 13.00 sebelum dilakukan
pemerahan. Pemberian minum dilakukan secara ad libitum.
Sistem sanitasi kandang sangat baik (Gambar 7.), karena
setiap sebelum dan sesudah pemerahan, kandang selalu
dibersihkan dari kotoran berupa feses serta urin. Sapi
dibersihkan dengan air mengalir serta disikat pada bagian
tubuh yang terdapat banyak kotoran sampai bersih. Hal ini
selalu dilakukan sebelum pemerahan. Tempat pakan juga
selalu dibersihkan, sehingga tidak ada pakan sisa yang
tertinggal.
31
4.2 Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing terhadap
Produksi Susu
Pencucian ambing merupakan salah satu SOP (Standar
Operasional Pelaksanaan) dalam manajemen pemerahan,
dengan tujuan untuk memberikan rangsangan terhadap
kelenjar ambing. Rangsangan dari pencucian ambing dibawa
oleh susunan syaraf untuk memicu hipofisa posterior
mensekresi hormon oksitosin, di mana hormon tersebut akan
menstimulus mioepitel yang menyelubungi alveoli untuk
berkontraksi dan mensekresi susu. Suheri (2000) menyatakan
bahwa perlakuan sebelum pemerahan akan menstimulus
keluarnya susu dari kelenjar-kelenjar susu. Perlakuan tersebut
salah satunya adalah memandikan sapi, terutama pada bagian
ambing, bagian belakang disekitar lipatan paha bagian dalam
menggunakan kain lap basah. Kemudian ambing di lap lagi
dengan air hangat (37°C) untuk menghindari pencemaran
bakteri dan juga untuk merangsang agar susu dapat keluar dari
kelenjar-kelenjar susu.
Hasil analisis statistik pada Lampiran 7 menunjukkan
bahwa suhu air pencucian ambing berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap produksi susu.
32
Tabel 2. Rata-rata produksi susu sebelum dan sesudah
dilakukan pencucian ambing dengan suhu yang
berbeda selama 49 hari
Produksi Susu + SD
Perlakuan (liter/ekor/hari)
Sebelum Sesudah
P0 (22żC) 6,9 + 1,41 6,84 + 1,43a
P1 (27żC) 6,87 + 1,76 7,29 + 2,15a
P2 (37żC) 7,9 + 1,3 8,76 + 1,39b
Keterangan: superskrip berbeda (a ± b) pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (P<0,01)
33
kelenjar susu dengan optimal, karena suhu 37°C merupakan
suhu normal tubuh sapi dan ternak merasa nyaman karena
hormon oksitosin bekerja dengan efektif dan menghambat
keluarnya hormon adrenalin yang mengakibatkan terhentinya
hormon oksitosin (Mahardika, Trisunuwati dan Surjowardojo,
2016).
Penerapan pemerahan yang baik meliputi beberapa tahap.
Pengeluaran susu harus dirangsang dengan cara yang tepat
agar susu mengalir dengan cepat dan ambing cukup kosong.
Rangsangan pra-pemerahan dapat dilakukan secara manual,
mesin, atau dengan membiarkan pedet menghisap puting
induk sebelum memulai pemerahan (Lam, 2011). Waktu
pelepasan oksitosin dapat mempengaruhi ejeksi susu (milk
ejection).
34
Hasil analisis ragam (Lampiran 7.) menunjukkan bahwa
pada suhu air pencucian ambing 22°C, 27°C dan 37°C
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi susu.
Rata-rata produksi susu (Gambar 8.) menunjukkan bahwa P0
tidak mengalami peningkatan, yaitu turun sebanyak 0,86%
atau sebanyak 0,06 liter. Pada P 1 dan P2 produksi susu
mengalami peningkatan, yaitu 6,11% dan 10,83%. Perlakuan
pencucian ambing yang dilakukan selama 7 minggu, ternyata
dapat meningkatkan produksi susu P 1 dan P2, akan tetapi P 0
tidak. Hal tersebut dikarenakan suhu air pencucian ambing
pada P1 dan P2 ditingkatkan sedangkan P0 tidak. Gerakan
menyusui dari pedet, usapan satu basuhan air hangat pada
ambing merupakan rangsangan pada otak melalui jaringan
syaraf. Selanjutnya otak akan mengeluarkan hormon oksitosin
ke dalam darah. Hormon oksitosin menyebabkan otak-otak
pada kelenjar susu bergerak dan lubang puting terbuka,
sehingga susu mengalir keluar (Hidayat, 2008).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi produksi susu
adalah panjang pendeknya masa kering kandang. Hal tersebut
akan sangat mempengaruhi produksi dalam satu masa laktasi.
Masa istirahat yang normal berlangsung sekitar 40 ± 60 hari.
Kering kandang atau masa istirahat yang terlalu singkat
menyebabkan produksi susu pada masa laktasi berikutnya
menjadi rendah (Sudono dkk., 2003). Salah satu faktor lain
yang mempengaruhi produksi susu adalah kualitas pakan yang
diberikan pada sapi laktasi. Hal ini kemungkinan konsentrat
yang diberikan pada sapi perah dengan sistem perbaikan
manajemen pemeliharaan berpengaruh terhadap produksi asam
propionat (C3) karena banyak mengandung karbohidrat yang
mudah difermentasikan. Asam propionat berpengaruh
35
terhadap produksi susu karena asam propionat dapat diubah
menjadi glukosa dan glukosa merupakan bahan pembentuk
laktosa susu. Kurang lebih 40% dari bahan kering susu adalah
laktosa yang bersifat menyerap air, sehingga apabila terjadi
peningkatan kadar laktosa maka produksi susu juga meningkat
(Utomo dan Miranti, 2010).
Produksi susu pada P2 dengan suhu air pencucian ambing
37°C mengalami peningkatan yang paling besar yaitu 10,83%
atau sebesar 0,86 liter/ekor/hari. Hal ini diketahui dapat
meningkatkan pendapatan peternak, di mana per liternya susu
dihargai Rp. 5.600, 00. Penentuan harga susu tersebut juga
berkaitan dengan kualitas susu menggunakan uji reduktase.
Produksi susu yang meningkat tersebut harus diimbangi
dengan kualitas susu yang tinggi pula, karena akan
berpengaruh pada penentuan harga susu per liternya. Rataan
produksi susu sekitar 10 sampai dengan 12 liter/ekor/hari,
tingkat harga susu segar ditentukan melalui penentuan
kualitasnya (Nugroho, 2010). Suhu air pencucian ambing
37°C menurun ketika berada di suhu lingkungan, hal ini dapat
diminimalisir dengan memantau penurunan suhu dengan
termometer dan ditambah dengan air hangat lagi hingga suhu
mencapai 37°C. Cara lain untuk mengatasi penurunan suhu
yang dapat dilakukan adalah dengan menyiapkan air
pencucian ambing dengan suhu diatas 37°C, dengan begitu
suhu dapat dikontrol penurunannya.
36
tentu akan membuat sapi merasa nyaman dan terhindar dari
mikroorganisme yang dapat menghambat produksi susu dari
sapi tersebut. Kebersihan tubuh sapi, pemerah serta alat
pemerahan juga wajib diperhatikan untuk menjaga kualitas
susu yang dihasilkan. Kualitas susu dapat diuji secara
sederhana dengan menggunakan uji reduktase, di mana dengan
uji tersebut dapat diketahui grade serta estimasi jumlah bakteri
yang ada di dalam susu. Uji reduktase dilakukan satu minggu
sekali sebanyak 15 sampel dari 15 ekor sapi.
Hasil analisis statistik pada Lampiran 8 menunjukkan
bahwa pengaruh suhu air pencucian ambing tidak berpengaruh
nyata terhadap kualitas susu berdasarkan uji reduktase.
38
hasil uji reduktase P0, P1 dan P 2 tergolong baik dan masuk ke
dalam grade 1 (Tabel 4).
39
tanah dan air dapat masuk ke dalam susu karena peralatan
pemerahan serta kontak dengan susu. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa 53% dan 49% dari sampel susu mentah
dikategorikan sangat buruk (very poor) dan buruk (poor),
tetapi pada kasus sampel susu pasteurisasi, 86% sampel
berkualitas baik karena dilakukan pasteurisasi.
Jumlah kuman susu yang ditentukan dengan codex susu
adalah 3 x 106 sel/ml. Jumlah bakteri dalam susu yang
diproduksi dapat dihambat dengan penanganan susu yang
baik. Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah
higenitasnya dengan cara melindungi susu dari kontak
langsung ataupun tidak langsung dengan sumber-sumber yang
dapat mencemari susu selama pemerahan, pengumpulan dan
pengangkutan. Selain itu perlu penanganan yang tepat dalam
proses pengolahan dan penyimpanannya (Everitt et al., 2002
dalam Resnawati, 2020).
Angka reduktase pada P0, P1 dan P2 dikategorikan
grade 1, karena hasil uji reduktase menunjukkan di atas 5
jam. Mutu susu dapat diterima apabila lama warna biru
hilang lebih dari 2 jam dan kurang dari 6 jam serta
diperkirakan jumlah bakteri per ml adalah 4.000.000 ±
20.000.000 (Hadiwiyoto, 1994 dalam Umar dkk, 2014).
Hasil penelitian P0, P1 dan P2 tidak terdapat perbedaan
angka reduktase, dengan demikian dalam melakukan
pencucian ambing dapat menggunakan suhu 22żC, 27żC
atau 37żC. Ditinjau dari penentuan harga susu per
liternya, angka reduktase di atas 5 jam dihargai sebesar
Rp. 5.600,00/liter, sedangkan angka reduktase dibawah 5
jam dihargai sebesar Rp. 5.100,00/liter.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian pengaruh suhu air
pencucian ambing terhadap produksi dan kualitas susu
berdasarkan uji reduktase pada sapi PFH adalah sebagai
berikut:
1. Suhu air pencucian ambing 37żC mampu meningkatkan
produksi susu sebanyak 10,83% yaitu 0,86 liter/ekor/hari.
2. Suhu air pencucian ambing 37żC mampu meningkatkan
lama waktu reduktase sebesar 10,84% yaitu 0,63 jam.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka
disarankan untuk pencucian ambing dalam SOP
pemerahan di KPSP Setia Kawan Nongkojajar dapat
menggunakan suhu air 22 ± 37żC untuk mengoptimalkan
produksi dan kualitas susu.
41
42
DAFTAR PUSTAKA
44
Makin, M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Graha
Ilmu, Yogyakarta.
46
Sudono, A., F. Rosdiana dan B.S. Setiawan. 2003. Beternak
Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
47
Edition. Pearson Education, Inc. Upper Saddle River,
New Jersey.
48