Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LITERATUR TEORITIS

1. Pengertian Dokumentasi keperawatan

Menurut Deswani (2011) dokumentasi adalah sesuatu yang ditulis atau dicetak,

kemudian diandalkan sebagai catatan bukti bagi orang yang berwenang, dan

merupakan bagian dari praktik professional.

Dokumentasi keperawatan merupakan informasi tertulis tentang status dan

perkembangan kondisi klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat (Setiadi, 2012 dalam Eric Damanic, 2015).

Dokumentasi adalah catatan yang dapat dibuktikan atau dapat menjadi bukti

secara hukum (Tung Palan). Dokumentasi merupakan catatan otentik dalam

penerapan manajemen asuhan keperawatan professional (Nursalam, 2015).

Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat seluruh informasi

yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan, menyusun rencana

keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang

disusun secara sistematis, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan. (Zaidin Ali,

1998 ).
Dapat disimpulkan bahwa dokumentasi keperawatan adalah :

a. Informasi mencakup aspek biologis, psikologis, social, dan spiritual, yang

terjadi pada setiap tahap proses keperawatan yang dicatat secara

menyeluruh.

b. Informasi yang diperoleh menjadi dasar bagi penegakan diagnosis

keperawatan, pembuatan rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi

asuhan keperawatan dan menjadi umpan balik selanjutnya.

c. Informasi disusun secara sistematis, dalam suatu format yang telah

disetujui dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun

hukum.

2. Tujuan dokumentasi Keperawatan

Menurut Doenges, Moorhouse, dan Burley (1998), tujuan sistem

dokumentasi keperawatan adalah untuk memfasilitasi pemberian perawatan

pasien yang berkualitas, memastikan dokumentasi kemajuan yang berkenan

dengan hasil yang berfokus pada pasien, memfasilitasi konsistensi antar

disiplin dan komunikasi tujuan dan kemajuan pengobatan.

Sedangkan menurut Setiadi (2012), tujuan dari dokumentasi keperawatan

yaitu :

a. Sebagai sarana komunikasi: dokumentasi yang dikomunikasikan secara

akurat dan lengkap dapat berguna untuk membantu koordinasi asuhan

keperawatan yang diberikan oleh tim kesehatan, mencegah informasi yang

berulang terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau mencegah

tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangii

kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan


keperawatan pada pasien, membantu tim perawat dalam menggunakan

waktu sebaik-baiknya.

b. Sebagai Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat: sebagai upaya untuk

melindungi klien terhadap kuallitas pelayanan keperawatan yang diterima

dan perlindungan terhadap keamanan perawat dalam melaksanakan

tugasnya maka perawat diharuskan mencatat segala tindakan yang

dilakukan terhadap klien.

c. Sebagai Informasi Statistik: data statistik dari dokumentasi keperawatan

dapat membantu merencanakan kebutuhan di masa mendatang, baik SDM,

sarana, prasarana dan teknis.

d. Sebagai Sarana Pendidikan: dokumentasi asuhan keperawatan yang

dilaksanakan secara baik dan benar akan membantu para siswa

keperawatan maupun siswa kesehatan lainnya dalam proses belajar

mengajar untuk mendapatkan pengetahuan dan membandingkannya, baik

teori maupun praktik lapangan.

e. Sebagai Sumber Data Penelitian: informasi yang ditulis dalam

dokumentasi dapat digunakan sebagai sumber data penelitian. Hal ini sarat

kaitannya dengan yang dilakukan terhadap asuhan keperawatan yang

diberikan sehingga melalui penelitian dapat diciptakan satu bentuk

pelayanan keperawatan yang aman, efektif dan etis.


f. Sebagai Jaminan Kualitas Pelayanan Kesehatan: melalui dokumentasi

yang dilakukan dengan baik dan benar, diharapkan asuhan keperawatan

yang berkualitas dapat dicapai, karena jaminan kualitas merupakan bagian

dari program pengembangan pelayanan kesehatan. Suatu perbaikan tidak

dapat diwujudkan tanpa dokumentasi yang kontinu, akurat, dan rutin baik

yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga kesehatan lainnya.

g. Sebagai Sumber Data Perencanaan Asuhan Keperawatan

Berkelanjutan : dengan dokumentasi akan didapatkan data yang aktual

dan konsisten mencakup seluruh kegiatan keperawatan yang dilakukan

melalui tahapan kegiatan proses keperawatan.

3. Manfaat Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan tuntutan profesi yang harus

dapat dipertanggungjawabkan, baik dari aspek etik maupun aspek hukum.

Artinya dokumentasi asuhan keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan

dari kedua aspek ini berkaitan erat dengan aspek manajerial, yang disatu sisi

melindungi pasien sebagai penerima pelayanan (konsumen) dan disisi lain

melindungi perawat sebagai pemberi jasa pelayanan dan asuhan keperawatan

(Hidayat, 2002). Dokumentasi keperawatan mempunyai makna yang penting

dilihat dari berbagai aspek seperti aspek hukum, kualitas pelayanan,

komunikasi, keuangan, pendidikan, penelitian, dan akreditasi (Nursalam,2011)


4. Tahapan Dokumentasi Proses Asuhan Keperawatan

Dalam Nanda tahun 2015 dikatakan bahwa dokumentasi keperawatan meliputi

pengkajian, diagnose keperawatan perencanaan. Penyusunan kriteria hasil,

tindakan, dan evaluasi. Pengkajian dan penilaian klinis digunakan untuk

merumuskan hipotesis, atau penjelasan masalah aktual atau potensial resiko dan

/atau peluang promosi kesehatan. Semua ini membutuhkan konsep-konsep yang

kuat untuk mendasari ilmu keperawatan sebelum pola identifikasi sesuai data

klinis atau penetapan diagnose yang akurat.

5. Prinsip dalam Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan mempunyai 3 prinsip yaitu: Brevity, Legibility, dan

Accuracy (Carpenitto, 1991) Prinsip-perinsip tersebut di atas dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Brevity

Dalam melakukan pendokumentasian setiap petugas/perawat harus brevity,

Brevity sendiri adalah ringkas, jadi kita dalam mencatat isi dokumentasi

keperawatan harus ringkas dan tidak perlu memasukan kata-kata atau kalimat

yang tidak penting dan mempunyai makna yang tidak sesuai Misal :

- Intervensi: Berikan cairan infus RL 4 tetes/menit (ringkas/brevity)

- Intervensi: Berikan cairan infus ringer laktat 4 tetes per menit karena di

sarankan oleh dokter bedah yaitu dr. AA Sp.D. yang jaga shif pagi ( tidak

brevity).
Dengan menuliskan catatatan yang ringkas dan mengenai inti masalah maka

catatan dokumentasi akan mudah dipahami dan tidak memakan ruang dalam

lembar yang tersedia.

b. Legidibility

Legidibility yaitu dimana dalam penulisan/pencatatan dokumentasi

keperawatan harus mudah dibaca dan dipahami oleh perawat lain atau profesi

lain yang ikut dalam proses pendokumentasian. Misal: Perawat harus

menuliskan catatan yang jelas yang bisa dibaca dan di mengerti oleh perawat

lain, dan tidak menuliskan istilah-istilah yang tidak dipahami oleh orang lain.

Semisal ada istilah baru maka harus segera di diskusikan kesemua tim untuk

menggunakan istilah tersebut.

c. Accuracy

Accuracy adalah sesuai dengan data yang ada pada klien. Jadi kita harus

memasukan data pada dokementasi keperawatan harus benar dan sesuai

dengan data baik identitas, laboratorium dan radiologi pada setiap klien. Ini

adalah aspek yang sangat vital dan tidak boleh salah atau tertukar dengan

klien lain. Misal: Dalam memasukan data pemberian obat perawat harus

teliti dan tidak boleh salah, obat yang resepkan untuk Tn. A tidak boleh di

berikan kepada Tn. C.

Hal yang pokok dalam prinsip-prinsip dokumentasi adalah:

1. Dokumentasi harus dilakukan segera setelah pengkajian pertama dilakukan,


demikian juga pada setiap langkah kegiatan keperawatan

2. Bila memungkinkan, catat setiap respon pasien/keluarganya tentang

informasi/data yang penting tentang keadaannya

3. Pastikan kebenaran setiap data yang akan dicatat

4. Data pasien harus objektif dan bukan merupakan penafsiran perawat, dalam

hal ini perawat mencatat apa yang dilihat dari respon pasien pada saat

merawat pasien mulai dari pengkajian sampai evaluasi.

5. Dokumentasikan dengan baik apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :

adanya perubahan kondisi atau munculnya masalah baru, respon pasien

terhadap bimbingan perawat

6. Harus dihindari dokumentasi yang baku sebab sifat individu /pasien adalah

unik dan setiap pasien mempunyai masalah yang berbeda.

7. Hindari penggunaan istilah penulisan yang tidak jelas dari setiap catatan

yang dicatat, harus disepakati atas kebijaksanaan institut setempat

8. Data harus ditulis secara syah dengan menggunakan tinta dan jangan

menggunakan pinsil agar tidak mudah dihapus.

9. Untuk merubah atau menutupi kesalahan apabila terjadi salah tulis, coret

dan diganti dengan yang benar kemudian ditanda tangani.

10. Untuk setiap kegiatan dokumentasi, cantumkan waktu, tanggal, tanda

tangan dan nama jelas penulis.

11. Wajib membaca setiap tulisan dari anggota lain kesehatan yang lain

sebelum menulis data terakhir.

12. Dokumentasi harus dibuat dengan tepat, jelas dan lengkap


Setiadi (2012) menerangkan prinsip pencatatan ditinjau dari teknik pencatatan

yaitu :

a. Menulis nama klien pada setiap halaman catatan perawat.

b. Mudah dibaca, sebaiknya menggunakan tinta warna biru atau hitam.

c. Akurat, menulis catatan selalu dimulai dengan menulis tanggal, waktu dan

dapat dipercaya secara faktual.

d. Ringkas, singkatan yang biasa digunakan dan dapat diterima, dan dapat

dipakai.

e. Pencatatan mencakup keadaan sekarang dan waktu lampau.

f. Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan, coret satu kali kemudian paraf

dengan jelas, dilanjutkan dengan informasi yang benar. "Jangan dihapus”

karena validitas pencatatan akan rusak jika ada penghapusan.

g. Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah dilakukan dan bubuhi tanda

tangan.

h. Jika pencatatan bersambung pada halaman baru, tanda tangani dan tulis

kembali waktu dan tanggal pada bagian halaman tersebut.

i. Jelaskan temuan pengkajian fisik dengan cukup terperinci. Hindari

penggunaan kata seperti “sedikit” dan “banyak” yang mempunyai tafsiran

dan harus dijelaskan agar bisa dimengerti.

j. Jelaskan apa yang terlihat, terdengar terasa dan tercium pada saat

pengkajian.

k. Jika klien tidak dapat memberikan informasi saat pengkajian awal, coba

untuk mendapatkan informasi dari anggota keluarga atau teman dekat yang

ada atau kalau tidak ada catat alasannya.


6. Standart Akreditasi KARS

Dalam buku Standart Akreditasi Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Komisi

Akreditasi Rumah Sakit (KARS) tahun 2011:

a. Standart Akreditasi dalam akses ke Pelayanan dan Kontinuitas (APK/ACC)

elemen penilaian 2.1 dikatakan “Untuk mempertahankan kontinuitas

pelayanan selama pasien tinggal di rumah sakit, staf yang bertanggung jawab

secara umum terhadap kondisi dan kesinambungan pelayanan pasien atau

pada fase pelayanan tertentu teridentifikasi dengan jelas. Staf yang dimaksud

dapat seorang dokter atau tenaga perawat yang kompeten.”

b. Standart akreditasi dalam Asesmen Pasien (AP) elemen penilaian 1(AP.1)

menyatakan “Semua pasien yang dilayani melalui suatu proses assesmen yang

baku “. Ketika pasien diterima di rumah sakit untuk pelayanan / pengobatan

rawat inap atau rawat jalan, perlu assesmen lengkap untuk menetapkan alasan

kenapa pasien perlu datang ke rumah sakit. Pada tahap ini dibutuhkan

informasi khusus dan prosedure untuk mendapatkan inforamasi, tergantung

kebutuhan pasien dan jenis pelayanan yang diberikan .

c. Standart AP 1.1 menyatakan bahwa “rumah sakit telah menetapkan isi

minimal assesmen berdasarkan undang-undang, peraturan dan standart profesi.

Ketetapan isi minimal dari assesmen yang harus dilaksanakan oleh dokter,

perawat, dan disiplin klinis lainnya. Hanya mereka yang kompeten yang

melaksanakan assesmen”.
d. Standart AP.4 pada maksud dan tujuan menyatakan pasien mungkin menjalani

banyak jenis assesmen diluar dan didalam rumah sakit oleh berbagai unit kerja

dan berbagai pelayanan. Akibatnya terdapat berbagai informasi, hasil test dan

data lain di rekam medis pasien. Manfaat akan besar bagi pasien, apabila staf

yang bertanggung jawab atas pasien bekerja sama menganalisis temuan pada

assesmen dan mengkombinasikan informasi dalam suatu gambaran yang

komprehensif dari kondisi pasien. Dari kerjasama ini, kebutuhan pasien

diidentifikasi, ditetapkan urutan kepentingannya, dan dibuat keputusan

pelayanan. Integrasi dari temuan ini akan memfasilitasi koordinasi pemberian

pelayanan. Staf medis, keperawatan dan staf lain yang bertanggung jawab atas

pelayanan pasien, bekerja sama dalam menganalisis dan mengintegrasikan

assesmen pasien.

e. Standart Pelayanan Pasien (PP.2) menyatakan bahwa proses asuhan pasien

bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi pelayanan kesehatan dan

dapat melibatkan berbagai unit kerja dan pelayanan. Pengintegrasian dan

koordinasi aktivitas asuhan pasien menjadi tujuan agar menghasilkan proses

asuhan yang efisien, penggunaan yang lebih efektif sumber daya manusia dan

sumber daya lain, kemungkinan hasil asuhan yang lebih baik. Jadi para

pimpinan menggunakan perangkat dan teknik agar dapat mengintegrasikan

dan mengkoordinasi lebih baik asuhan pasien (contoh asuhan secara tim,

ronde pasien, kombinasi bentuk perencanaan asuhan, rekam medik pasien

terintegrasi, Manager Kasus / Case Manager)


7. Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)

Dalam standart prosedure rumah sakit, pengertian CPPT adalah catatan

perkembangan kesehatan pasien terintegrasi selama dirawat di rumah sakit dari

awal pasien masuk sampai keluar dari rumah sakit, yang diisi oleh berbagai

disiplin ilmu yang terlibat dalam asuhan pelayanan pasien. Form CPPT ditulis

dengan menggunakan pola SOAP berdasarkan pengkajian S (Subjektif), O

(Objektif), hasil analisa (A), dan Perencanaan (P), bagian Gizi menggunakan

ADIME (Assesmen, Diagnosa, Intervensi, Monitoring dan Evaluasi). CPPT

digunakan untuk assesment ulang (reassesment) pasien di rawat jalan dan rawat

inap. Perkembangan kesehatan pasien dapat terpantau dan berkesinambungan

antar berbagai disiplin ilmu (Dokter, Perawat, dan staf disiplin klinis lain yang

terlibat dalam asuhan pelayanan pasien).

a. Penulisan CPPT, dilakukan setiap hari atau setiap terjadi perubahan klinis

pasien oleh setiap multidisiplin ilmu. Pemberian instruksi dari DPJP yang

dilakukan secara tidak langsung (via telepon) harus menggunakan TBAK

(Tulis Baca Konfirmasi). TBAK harus segera ditandatangani oleh DPJP

(Dokter Penanggung Jawab Pasien) yang memberi instruksi 1 x 24 jam.

Instruksi yang ditulis meliputi instruksi farmakologi dan non farmakologi.

Setiap profesi memberikan tanda tangan dan nama jelas setelah melakukan

pencatatan. CPPT didokumentasikan dalam rekam medik.

b. Assesment ulang (reassesment), dalam JCI standart AOP (Assessment of

Patients) dikatakan adalah assesmen yang dilakukan pada interval tertentu

atas dasar kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respon pasien terhadap
pengobatan. Pasien dengan kriteria khusus akan menerima penilaian

individual yaitu:

1) Pasien sangat kesakitan

2) Pasien tua dan rapuh

3) pasien yang sakit parah

4) Ketergantungan obat dan atau alkohol

5) Korban kekerasan dan penelantaran

Informasi yang diperoleh dari awal penilaian / penilaian ulang (re-assesment)

akan digunakan untuk mengembangkan rencana kolaborasi perawatan,yang

mencakup tujuan dan tindakan untuk menghilangkan rasa sakit, kualitas, dan

intensitas nyeri sambil mendengarkan pasien melaporkan diri sebagai

indikator utama dari rasa sakitnya. kebutuhan pasien diprioritaskan

berdasarkan hasil penilaian. Pasien dan/keluarganya berpartisipasi dalam

keputusan tentang prioritas kebutuhan yang harus dipenuhi.

Tujuan assessmen ulang untuk mengevaluasi apakah keputusan pelayanan

sudah tepat dan efektif dan merencanakan pengobatan lanjutan serta

pemulangan pasien. Adapun CPPT sebagai assesmen ulang dilaksanakan oleh

Dokter DPJP atau yang diberi kewenangan, perawat, ahli gizi, farmasist,

fisioterapi, dll minimal satu kali setiap hari dan bila terjadi perubahan yang

signifikan dilakukan lebih dari satu kali perhari, selanjutnya dibuat rencana

perawatan (care plan) yang baru sesuai kondisi pasien terkini.

Faktor yang dapat mempengaruhi pencatatan perkembangan terintegrasi

diantaranya adalah (Siti Nurlaelah, 2014) :


- Aspek pendidikan terkait kemampuan perawat dan tenaga medis lainnya

seperti bagaimana mengenali, mengoperasikan sistem tersebut serta

menuangkan hasil implementasi pada pasien menjadi suatu bentuk evaluasi

SOAP secara terintegrasi menggunakan bahasa dan tehnik komunikasi

yang tepat sesuai standar penulisan di masing-masing rumah sakit.

- Aspek ekonomi terkait penyediaan perangkat komputer, software yang di

gunakan.

- Aspek budaya terkait kebiasaan dan rutinitas pekerjaan

- Aspek legalitas dari segi hukum yaitu adanya tanda tangan yang menjadi

buktikan bahwa implementasi sudah dilakukan.

- Standar prosedur operasional serta kebijakan akan mempengaruhi

pencatatan terintegrasi. Efesiensi waktu bisa ditingkatkan sehubungan

dengan kualitas serta kuantitas sumber daya manusianya ikut

mempengaruhi proses baik input maupun output hasil pencatatan tersebut.

Kemampuan pengelolaan dan monitoring dari pemimpin untuk

menggunakan sistem dokumentasi ini mempengaruhi indikator

keberhasilan mutu di suatu rumah sakit.

- Proses Dokumentasi Keperawatan

1. Pengkajian

- Mengumpulkan Data

- Validasi data

- Organisasi data

- Mencatat data

2. Diagnosa Keperawatan
- Analisa data

- Identifikasdi masalah

- Formulasi diagnosa

3. Perencanaan / Intervensi

- Prioritas Masalah

- Menentukan tujuan

- Memilih strategi keperawatan

- Mengembangkan rencana keperawatan

4. Pelaksanaan / implementasi

- Melaksanakan intervensi keperawatan

- Mendokumentasikan asuhan keperawatan

- Memberikan laporan secara verbal

- Mempertahankan rencana asuhan

5. Evaluasi

- Mengidentifikasikan kriteria hasil

- Mengevaluasi pencapaian tujuan

8. Alur Proses Pelaksanaan Pembuatan Dokumentasi

Skema 2.1

Input-----------------------proses-------------------------------output
Formula / Kelengkapan Kualitas catatan :
data pasien
Kepatuhan akan SPO kelengkapan ,
Pedoman/ ( provider)
validitas,
SPO/ Juknis Penulisan SOAP kesinambungan
sesuai kaidah informasi,
Training
supervisi oleh ka mutu pelayanan
unit/ case manager
Untuk mengetahui kualitas catatan sebagai dokumentasi berkesinambungan

dalam CPPT, yaitu :

1. Melihat kelengkapan catatan (semua kolom terisi, ada perkembangan

keadaan/pendekatan kesehatan pasien). Pengobatan dan perawatan yang

dilakukan sesuai dengan Clinical Pathway, diisi sesuai dengan kaidah

penulisan

2. Memuat catatan yang dibuat oleh masing masing profesi dengan urutan S O

A P (Subjektif, Objektif, Assesment, Planning)

3. Keterkaitan data, masalah dan target yang saling terintegrasi dari beberapa

profesi kesehatan.

Karakteristik provider/petugas yang berpengaruh terhadap kualitas CPPT :

1. Pengetahuan tentang pedoman, SPO, Petunjuk Teknis (Juknis)

2. Lama tugas

3. Pengawasan oleh kepala unit atau Case Manager

4. Sikap kepedulian terhadap sistem yang diberlakukan

5. Training /Sosialisasi

9. Kolaborasi

Tindakan kolaborasi keperawatan dengan tim kesehatan lainnya atau dengan

sektor terkait lain adalah pengembangan dan pelaksanaan program kesehatan

lintas sektoral untuk peningkatan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat,


perencanaan terhadap upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan klien

bersama dengan tenaga profesi kesehatan lain (Standar kompetensi Perawat

Indonesia tahun 2005, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)).

Dalam Nanda-edisi 10,2015 dikatakan, kolaborasi kadang terjadi tumpang

tindih diantara profesi dalam memberikan asuhan. Sebagai contoh, seorang

dokter di tatanan rumah sakit dapat menulis anjuran bagi klien untuk berjalan

dua kali perhari. Fisioterapi berfokus pada latihan otot untuk pergerakan yang

berguna untuk berjalan. Keperawatan memiliki pandangan holistic pada pasien,

termasuk keseimbangan dan kekuatan otot yang berkaitan dengan berjalan,

serta kepercayaan diri dan motivasi. Pekerja sosial mengkin terlibat dalam

jaminan kesehatan yang dperlukan untuk peralatan.

Skema 2.2.
Contoh kolaborasi tim kesehatan

Perawat Dokter

Klien/keluarga

Pekerja
Terapi fisik
Sosial

Sumber : Nanda, Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi, 2015-2017

CPPT merupakan sarana komunikasi dalam asuhan pasien terintegrasi.

Kolaborasi tidak hanya antar profesi sebagai PPA (Profesi Pemberi Asuhan),
namun pasien dan keluarga dilibatkan dalam kerjasama dalam pengembangan,

implementasi dan evaluasi pelaksanaan program.

10. Patient Centered Care (PCC)

PCC sebagai asuhan yang menghormati dan responsif terhadap pilihan,

kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai

pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis (KARS,2012). Konsep

PCC adalah :

a. Martabat dan respek

- Profesional pemberi asuhan mendengarkan, menghormati, dan menghargai

pandangan serta pilihan pasien dan keluarga.

- Pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, latar belakang, kultural, pasien dan

keluarga dimasukkan dalam perencanaan pelayanan dan pemberian

pelayanan kesehatan.

b. Berbagi informasi

- Profesional pemberi asuhan mengkomunikasikan dan berbagi informasi

secara lengkap pasien dan keluarga

- Pasien dan keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat.

- Dengan 3 assesmen, metode, substansi /kebutuhan edukasi dan konfirmasi

c. Partisipasi

Pasien dan keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dalam asuhan,

pengambilan keputusan dan pilihan mereka.


d. Kolaborasi/kerjasama

Tim pelayanan kesehatan interprofesional sesuai dengan kompetensi

bermitra dengan pasien dan keluarga

e. Dokter adalah sebagai Clinical Leader, dan tim kesehatan lain merupakan

tim interdisiplin yang masing masing mempunyai kompetensi yang

memadai.

f. Asuhan pasien terintegrasi oleh PPA (Profesional Pemberi Asuhan) dengan

DPJP sebagai clinical leader, membuat keputusan klinis yang diproses

berdasarkan nilai-nilai pasien.

11. Sistem informasi

a. Sistem

Dalam tesis Alisarjunip (2013) menjelaskan pengertian sistem yaitu bahwa

sistem dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan pendekatan yang

menekankan kepada prosedur dan yang menekankan kepada komponen atau

elemen. Sistem dapat pula diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan

dari unsur atau variabel-variabel yang saling terorganisasi, saling berinteraksi

dan saling bergantung satu sama lainnya. Menurut Murdick dan Ross (1993)

mendefinisikan sistem sebagai perangkat elemen yang digabungkan satu sama

lainnya untuk suatu tujuan bersama, sementara pengertian sistem yang

menekankan kepada elemen atau komponen seperti yang disampaikan oleh

McLeod (1995) adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan

maksud yang sama untuk mencapai tujuan, Menurut Scott (1996), sistem

terdiri dari unsur-unsur seperti input, pengolahan (processing) serta keluaran


(output). Ciri pokok sistem menurut Gapspert ada empat, yaitu sistem itu

beroperasi dalam suatu lingkungan, terdiri dari unsur-unsur, ditandai dengan

saling berhubungan, dan mempunyai satu fungsi atau tujuan utama

Skema. 2.3
Model Sistem

Menurut Sutanta (2003) karakteristik suatu sistem adalah elemen yang saling

bekerja sama atau yang dihubungkan dengan cara-cara tertentu sehingga

membentuk satu kesatuan untuk melaksanakan suatu fungsi guna mencapai suatu

tujuan. Suatu sistem memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Komponen (components): sesuatu yang menjadi bagian penyusun sistem.

2. Batas (boundary): Batasan sistem diperlukan untuk membedakan satu sistem

dengan sistem yang lain.

3. Lingkungan (environments): adalah segala sesuatu diluar sistem, lingkungan

yang menyediakan asumsi, kendala, dan input terhadap suatu sistem.

4. Penghubung/antar muka (interface): bertugas menjembatani hubungan antar

komponen dalam sistem, memungkinkan setiap komponen saling berinteraksi

dan berkomunikasi dalam rangka menjalankan fungsi masing-masing

komponen.
5. Masukkan (input): segala sesuatu (data, bahan baku) yang perlu dimasukkan

kedalam sistem sebagai bahan yang akan diolah lebih lanjut untuk

menghasilkan keluaran yang berguna.

6. Pengolahan (processing): mempunyai peran utama mengolah masukkan agar

menghasilkan keluaran yang berguna bagi para pemakainya, yang dapat

berupa program aplikasi komputer.

7. Keluaran (output): berbagai macam bentuk keluaran yang dihasilkan oleh

komponen pengolahan.

8. Sasaran (objectives) dan tujuan (goal): setiap komponen dalam sistem perlu

dijaga agar saling bekerjasama dengan harapan agar mampu mencapai sasaran

dan tujuan sistem.

9. Kendali (control): setiap komponen agar tetap terjaga sesuai dengan peran dan

fungsinya, maka perlu ada pengendalian, yang memiliki peran utama menjaga

agar proses dalam sistem dapat berlangsung secara normal sesuai dengan

batasan yang telah ditetapkan.

10. Umpan balik (feed back): mengecek terjadinya penyimpangan proses dalam

sistem dan mengembalikannya kedalam kondisi.

b. Informasi

Informasi menurut Sauerborn dan lippeveld (2000) adalah kumpulan dari

fakta atau data yang mempunyai arti. Jadi data yang terkumpul saja tidak bisa

disebut informasi apabila belum diolah menjadi sesuatu yang mempunyai arti,

jadi informasi adalah data yang telah diproses dan harus memiliki arti bagi

penerima informasi, dan Informasi dapat dipakai sebagai bahan untuk


mengambil keputusan saat itu atau keputusan mendatang (Depkes RI, 1993).

Sumber informasi adalah data. Data adalah kenyataan yang menggambarkan

kejadian-kejadian dan kesatuan nyata. Informasi diperoleh setelah data-data

mentah diproses atau diolah. Nilai sebuah informasi ditentukan dari dua hal

yaitu manfaat dan biaya untuk mendapatkannya. Suatu informasi dikatakan

bernilai bila manfaat dan biaya untuk mendapatkannya. Suatu informasi

dikatakan bernilai apabila manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan

biaya untuk mendapatkan informasi tersebut.

Menurut Sutanta (2003) Transformasi data menjadi informasi dapat digambar

sebagai berikut :

Skema 2.4
Transformasi Data Menjadi Informasi

Data yang diolah tidak cukup dapat dikatakan sebagai suatu informasi, untuk

dapat bermanfaat informasi harus didukung oleh 3 pilar, yaitu :

a. Tepat orangnya (relevance)

b. Tepat waktu (timeless), diharapkan informasi dapat disediakan secepat

waktu yang diperlukan. Keterlambatan informasi akan menyebabkan

informasi menjadi tidak berguna, karena sudah kadaluwarsa

c. Tepat nilainya dan akurat (Accurate)


Menurut Sutanta (2003) informasi memiliki beberapa fungsi yaitu :

a. Menambah pengetahuan.

b. Mengurangi ketidak pastian

c. Mengurangi risiko kegagalan

d. Mengurangi keanekaragaman/variasi yang tidak diperlukan

e. Memberikan standar, aturan-aturan, ukuran-ukuran dan keputusan-keputusan

yang menentukan pencapaian sasaran dan tujuan.

Dalam Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia

no.377/Menkes/SK/III/2007 tentang Standart Profesi Perekam Medis dan

Informasi Kesehatan, disebutkan bahwa agar data di rekam medis dapat

memenuhi permintaan informasi diperlukan standar universal yang meliputi :

 Struktur dan isi rekam medis

 Keseragaman dalam penggunaan simbol, tanda, istilah, singkatan dan ICD

 Kerahasiaan dan keamanan data

 Rekam medis sangat terkait dengan manajemen informasi kesehatan

karena data-data di rekam medis dapat dipergunakan sebagai alat

komunikasi (informasi) dan dasar pengobatan bagi dokter, dokter gigi dalam

memberikan pelayanan medis

 Masukan untuk menyusun laporan epidemiologi penyakit dan demografi

(data sosial pasien) serta sistem informasi manajemen rumah sakit.

 Masukan untuk menghitung biaya pelayanan

 Bahan untuk statistik kesehatan

 Sebagai bahan/pendidikan dan penelitian data


Sebagai sarana informasi, maka terselenggaranya manajemen informasi

kesehatan dimulai dari dibuatnya rekam medis secara baik dan benar oleh

tenaga kesehatan dan dikelola secara terencana melalui teknologi informasi.

Tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam mengisi rekam medis adalah

dokter umum/spesialis, dokter gigi, tenaga kesehaan lain yang ikut dalam

memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien (UU no29

tahun 2004).

Pelayanan informasi kesehatan adalah kegiatan pelayanan penunjang secara

profesional yang berorientasi pada kebutuhan informasi kesehatan bagi pemberi

layanan kesehatan, administrator dan manajemen pada sarana pelayanan

kesehatan serta instansi lain yang berkepentingan berdasarkan ilmu

pengetahuan teknologi rekam medis (sintesa ilmu sosial, epidemiologi,

terminologi medis, biostatistik , prisip hukum medis dan teknologi informasi).

B. TINJAUAN EMPIRIS

Penelitian terkait yang relevan dengan fenomena yang akan diteliti, antara lain:

1. Penelitian Ahmad Afandi th 2015 dalam tesisnya yang berjudul :

ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR CATATAN

PERKEMBANGAN TERINTEGRASI PASIEN RAWAT JALAN SESUAI

SOAP DI RSPAU dr. S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA

Hasil penelitian:

Berdasarkan hasil analisis dari 100 berkas rekam medis pasien rawat jalan yang

didalamnya terdapat formulir catatan perkembangan terintegrasi pasien rawat

jalan diperoleh hasil persentase kelengkapan pencatatan sesuai SOAP sebesar


58% dan pencatatan tidak lengkap sesuai SOAP sebanyak 42%. Faktor yang

menyebabkan ketidaklengkapan pengisian adalah kesibukan individu yang

mengisikan formulir catatan perkembangan terintegrasi pasien rawat jalan

dikarenakan banyaknya pekerjaan, belum adanya item khusus untuk pengisian

tiap komponen SOAP dan juga belum terdapatnya Standar Prosedur

Operasional (SPO) tentang pencatatan pada formulir catatan perkembangan

terintegrasi pasien rawat jalan sehingga menyebabkan ketidaklengkapan dalam

pencatatan pada formulir catatan perkembangan terintegrasi pasien rawat jalan.

Persamaan : Sama-sama menganalisis tentang dokumentasi CPPT, sama-sama

menggunakan metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan

kualitatif, dan dilakukan di rumah sakit tipe B.

Perbedaan: tujuan Penelitian ini adalah mengetahui persentase kelengkapan dan

ketidaklengkapan pengisian formulir catatan perkembangan terintegrasi pasien

rawat jalan sesuai SOAP dan mengetahui faktor-faktor penyebab

ketidaklengkapan, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah

menganalisa kualitas dokumentasi Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi

(CPPT) tidak hanya dari segi kelengkapan saja namun juga dari validitas,

kepatuhan akan SPO (provider), penulisan SOAP sesuai kaidah,

kesinambungan informasi, supervisi, dan juga apakah CPPT tersebut sudah

dapat dikatakan sebagai sistem informasi antar profesi.

2. Penelitian Yahyo Diyanto dalam tesisnya yang berjudul


ANALISIS FAKTOR – FAKTOR PELAKSANAAN DOKUMENTASI

ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

TUGUREJO, SEMARANG

Hasil Penelitian: penatalaksanaan pengisian dokumentasi asuhan keperawatan

sebagai berikut proporsi terbesar dalam kategori kurang (48%), yang

selanjutnya diikuti sedang (35%) dan baik (17%). Hasil wawancara dengan

perawat menunjukkan bahwa pengarahan dan bimbingan tidak pernah

dilakukan oleh kepala ruang. Observasi hanya difokuskan terhadap catatan

keperawatan pasien yang akan pulang saja. Evaluasi juga tidak dilakukan oleh

kepala ruang. Faktor penghambat yang dihadapai dalam pendokumentasian

askep diantaranya tidak seimbangnya jumlah tenaga perawat dengan

pekerjaan yang ada, formnya terlalu panjang, perawat harus mendampingi

visite dokter, dan malas. Di sisi lain kepala ruang menungungkapkan bahwa

tugas bimbingan pendokumentasian askep bukanlah tanggung jawabnya

melainkan tanggung jawab pihak rumah sakit pada struktur di atas kepala

ruang. Penyusun menyarankan agar rasio perbandingan perawat – pasien

hendaknya ditinjau ulang, kebutuhan akan tambahan tenaga keperawatan

maupun pembantu perawat sangatlah mendesak. Perlu pula diadakan

resosialisasi peran dan fungsi perawat. Kemudian diperlukannya bimbingan

rutin dari Kepala Bidang Keperawatan tentang pendokumentasian yang benar.

Persamaan : Sama-sama menganalisis kelengkapan pengisian dokumentasi,

sama-sama menggunakan metode penelitian deskriptif dengan menggunakan

pendekatan kualitatif, dan dilakukan di rumah sakit tipe B.


Perbedaan: tujuan Penelitian ini adalah menganalisa kelengkapan

dokumentasi asuhan keperawatan dan manajemen keperawatan di ruang rawat

inap di RSUD Tugurejo Semarang dan hanya dengan metode kualitatif,

sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah menganalisa kualitas

dokumentasi Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) apakah

sudah dapat dikatakan sebagai sistem informasi antar profesi

3. Penelitian Arumdani (2014) dalam repository.ugm.ac.id, dengan judul

“TELAAH REKAM MEDIS TERTUTUP TERKAIT CONSENT

BERDASARKAN STANDAR AKREDITASI RUMAH SAKIT 2012 DI

RSUP dr. SARDJITO YOGYAKARTA”

Hasil penelitian : Berdasarkan hasil telaah rekam medis tertutup terhadap 100

berkas rekam medis pasien rawat inap yang didalamnya terdapat formulir

consent diperoleh hasil persentase kelengkapan pengisian consent untuk

standar HPK 6.3 terkait persetujuan umum sebesar 80%, standar HPK 6.4

terkait persetujuan operasi dan tindakan invasif sebesar 92%, standar HPK 6.4

terkait persetujuan transfusi darah dan produk darah sebesar 89%, standar

PAB 7.1 terkait risiko, keuntungan, komplikasi dan alternatif operasi sebesar

96%. Faktor yang menyebabkan ketidaklengkapan pengisian adalah kesibukan

individu yang mengisikan lembar tersebut dikarenakan banyaknya pekerjaan

sehingga menyebabkan ketidaktelitian dan belum tersosialisasinya standard

operating procedure (SOP) secara menyeluruh. Upaya yang telah dilakukan

untuk mengatasi ketidaklengkapan pengisian adalah dengan menjalin

komunikasi dan juga sosialisasi.


Persamaan: Sama-sama menganalisis kelengkapan pengisian, sama-sama

menggunakan metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan

kualitatif.

Perbedaan: Tujuan penelitian Arumdani (2014) mengarah ke analisis

kelengkapan pengisian consent berdasarkan standar bagi penelitian ilmu

keperawatan, kreditasi rumah sakit 2012, sedangkan penelitian yang akan

dilakukan adalah menganalisa kualitas dokumentasi Catatan Perkembangan

Pasien Terintegrasi (CPPT) sebagai sistem informasi antar profesi kesehatan

C. KERANGKA TEORI PENELITIAN

Dibawah ini adalah menggambarkan proses assesmen dan re-asssesmen

pasien dalam asuhan pasien secara terintegrasi. Pada skema ini

menggambarkan alur pembuatan assessment awal pasien dan re-assesmen

pasien di rawat inap sebagai pola asuhan pasien, sesuai standart KARS

Skema.2.5

PROSES ASUHAN PASIEN

Patient care
I Asesmen pasien S

(skrining , periksa pasien) O


Nakes
pemberi Informasi dikumpulkan
asuhan
pasien A Analisa informasi dihasilkan A

diagnosa/probem/kondisi  identifikasi

kebutuhan pelayanan pasien

R Rencana pelayanan / care plan untuk P

memenuhi kebutuhan pelayanan

Implementasi rencana/
pemberian pelayanan
Monitoring

Sumber: KARS. Dr. Nico Lumenta

I = S,O : Informasi dikumpulkan : anamnesa, pemeriksaan lain / penunjang dsb

A = A : Analisis Informasi: menetapkan diagnosa / masalah / kondisi untuk

mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien

R = P : Rencana Asuhan / Plan Of Care: merumuskan rencana dan sasaran

terukur untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pasien.

Pada saat pasien masuk rawat inap assesmen awal harus dilengkapi dalam waktu

1x24 jam untuk dapat ditemukan data lengkap, masalah yang aktual dan

potensial, dan ditetapkan diagnosa, dan selanjutnya dibuat rencana asuhan.

Setelah assesment dilakukan maka re-assesmen dibuat minimal 1 (satu) kali shift

atau ada kondisi yang berubah secara signifikan. Planning adalah target
perawatan yang akan dicapai. Perubahan terapi obat dituliskan di catatan

instruksi dokter.

Anda mungkin juga menyukai