Anda di halaman 1dari 8

Daftar isi

BAB I................................................................................................................1

Pendahuluan......................................................................................................1

1.1 Pengertian...................................................................................................1

BAB II..............................................................................................................2

Pembahasan......................................................................................................2

2.1 definisi........................................................................................................2

2.2 patofisoligi..................................................................................................3

2.3 Manifestasi..................................................................................................3

2.4 Komplikasi..................................................................................................4

2.5 Faktor penyebab apendistis.........................................................................4

2.6 Tanda dan gejala apendistis........................................................................5

2.7 Pentelaksanaan............................................................................................6

Daftar pustaka...................................................................................................7

i
BAB I

Pendauluan

1.1 Pengertian

Apendiks atau yang lebih dikenal masyarakat dengan istilah usus buntu, adalah
salah satu organ visceral pada sistem gastrointestinal yang sering menimbulkan
masalah kesehatan. Adanya peradangan pada apendiks vermiformis disebut
dengan apendisitis. Peradangan akut pada apendiks memerlukan tindak bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Peradangan pada
apendiks merupakan kausa laparotomi tersering pada anak dan orang dewasa

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan karena apendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini menyebab- kan
rendahnya insidens kasus apendisitis pada usia tersebut.

Setiap tahun rata-rata 300.000 orang menjalani apendektomi di Amerika Serikat,


dengan perkiraan lifetime incidence berkisar dari 7-14% berdasarkan jenis
kelamin, harapan hidup dan ketepatan konfirmasi diagnosis

Perforasi lebih sering pada bayi dan pasien lanjut usia, yaitu dengan periode angka
kematian paling tinggi.5 Insidens pada perempuan dan laki-laki umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada laki-laki lebih
tinggi

(Arifuddin, Adhar, Lusia Salmawati, Andi Prasetyo, 2017)

1
BAB II

PEMBAHSAN

2.1 Definisi :

Apendistis inflamasi apendiks vermiformis, merupakan penyebab umum nyeri


abdomen akut. Apendistis merupakan alasan tersering untuk pembedahan
abdomen darurat, dialami oleh 10% dari seluruh populasi (Mcphee et al., 2008).
Apnedistis dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih sering dialami oleh remaja
dan dewasa muda dan sedikit lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita.

(Priscilla lemone karen m. Burke, 2016)

Appendicitis atau disebut juga penyakit radang usus buntu adalah salah satu
penyakit gastrointestinal yang umum terjadi. Appendicitis adalah peradangan pada
apendiks atau usus buntu. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung buntu
dalam sistem pencernaan manusia, dan berpangkal pada sekum (bagian dari usus
besar). Dulunya, peran apendiks pada manusia belum diketahui, tetapi sekarang
telah ditemukan bahwa apendiks memiliki peran dalam tubuh manusia yaitu
sebagai organ imunologik. Pada apendiks terdapat kelenjar limfoid yang berperan
dalam sistem kekebalan tubuh manusia.

Apendisitis merupakan suatu penyakit pada sistem pencernaan manusia yang


disebabkan oleh infeksi bakteria.Terdapat berbagai penyebab terjadinya
apendisitis. Namun, sumbatan pada apendiks diindikasi sebagai penyebab utama
terjadinya apendisitis. Faktor-faktor lain yang menyebabkan sumbatan pada
apendiks juga menyebabkan terjadinya apendisitis, seperti hyperplasia jaringan
limfoid, tumor apendiks, dan cacing askaris. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E.histolytica.

(Arifuddin, Adhar, Lusia Salmawati, Andi Prasetyo, 2017)

2
2.2 Patofisiologi :

Apendiks adalah kantong yang bebentuk seperti slang yang terkait pada sekum
tepat di bawah katup ileosekal. Biasanya terletak di regio iliaka kanan, pada area
yang disebut sebagai titik McBurney. Fungsi apendiks tidak sepenuhnya
dipahami, meskipun mungkin berfungsi sebagai sebuah reservoir untuk bakteri
usus yang penting. inflamasi akut. Obstruksi sering kali disebabkan oleh fecalith,
atau infeksi. Eksudat purulen terbentuk, semakin mendistensi apendiks.

Dalam 24 – 36 jam, terjadi nekrosis jaringan dan gangren, menyebabkan perforasi


jika terapi tidak dimulai, perforasi menyebabkan peritontis bakterial.

Apendistis dapat diklasifikasikan menjadi sederhana, gangrenus, atau perfortif,


bergantung pada tahap prosesnya. Pada apendistis sederhana , apendiks
terinflamasi tetapi utuh. Ketika area jaringan nekrosis dan perforasi mikroskopik
terjadi di apendiks, gangguan ini disebut apendistis gangrenus. Apendiks
perforatif menunjukan temuan perforasi luas dan kontaminasi rongga peritoneal.

(Priscilla lemone karen m. Burke, 2016)

2.3 Manifestasi :

Nyeri abdomen bagian atas atau generalisata ringan yang kontinu adalah
karakteristik utama manifestasi apendisitis akut. Selama 4 jam berikutnya, nyeri
akan semakin hebat dan terlokalisir pada abdomen kuadran kanan bawah. Nyeri
ini memburuk ketika bergerak, berjalan, atau batuk. Ketika dilakukan palpasi,
nyeri tekan yang terlokalisir dan memantul dapat ditemukan pada titik McBurney.
Nyeri tekan memantul (rebound tenderness) ditunjukkan oleh hilangnya nyeri
ketika dilakukan palpasi langsung pada titik McBurney dan akan terasa nyeri
ketika tekanan dilepaskan. Ekstensi atau rotasi internal pada pinggul kanan akan
meningkatkan nyeri. Selain nyeri, suhu tubuh yang rendah, anoreksia, mual, dan
muntah sering kali terjadi. Nyeri dan nyeri tekan lokal mungkin tidak begitu akut
pada lansia, sehingga menyebabkan penundaan penegakan diagnosis, dan
mengakibatkan 15% mortalitas akibat apendisitis perforatif pada lansia (McPhee

3
et al., 2008). Kondisi ini dapat memunculkan masalah yang signifikan; perjalanan
apendisitis pada lansia akan lebih mematikan dan komplikasi dapat terjadi lebih
cepat. Ibu hamil dapat mengalami nyeri pada kuadran kanan bawah,
periumbilikal, atau subkosta kanan (di bawah rulang rusuk) yang discbabkan oleh
kemungkinan bergesernya apendiks akibat uterus yang terdistensi.

(Priscilla lemone karen m. Burke, 2016)

2.4 Komplikasi:

Perforasi, peritonitis, dan abses adalah kemungkinan komplikasi dari apendisitis


akut. Perforasi ditandai oleh nyeri yang semakin meningkat dan demam tinggi.
Kondisi ini dapat menyebabkan abses kecil yang terlokalisasi, peritonitis lokal,
atau peritonitis generalisata yang signifikan. Gangguan yang tidak begitu sering
terjadi adalah apendisitis kronik, ditandai oleh nyeri abdomen kronik dan
serangan akut berulang dengan interval beberapa bulan atau lebih. Kondisi lain,
seperti IBD dan gangguan ginjal, sering kali rnenyebebkan manifestasi yang
dikaitkan dengan apenaisitis kronik

(Priscilla lemone karen m. Burke, 2016)

2.5 Faktor penyebab apendistis :

Ada berbagai faktor risiko yang mempengaruhi kejadian apendisiti. Faktor risiko
yang pertama adalah jenis kelamin. Laki-laki memiliki fakror risiko yang lebih
tinggi untuk terkena penayakit apendisitis daripada permepuan di usia produktif.
Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adalah beban kerja dan
kegiatan yang berbeda yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Laki-laki
cenderung sering bekerja di luar ruangan dan menghabiskan waktu di luar rumah
sehingga hal ini membutuhkan lebih banyak tenaga dan juga beban stres kerja
yang mereka tanggung juga berpengaruh terhadap kesehatan.

4
Faktor risiko yang lain adalah pola makan. Apendisitis adalah suatu penyakit di
sitem pencernaan manusia sehingga terdapat kaitan antara apendisitis dan pola
makan terutama pada kandungan nutrisi pada asupan makanan seseorang.
Berdasarkan penelitian, orang dengan pola makan yang tidak baik dimiliki faktor
risiko yang lebih tinggi untuk terkena apendisitis daripada orang yang memiliki
pola makan yang baik. Kandungan nutrisi pada asupan makanan juga
berpengaruh. Orang yang lebih sering makan makanan yang kurang serat
memiliki faktor risiko terkena apendisitis. Hal ini disebbkan karena asupan
makanan yang kurang mengandung serat dapat mengakibatkan konstipasi pada
sistem pencernaan manusia dan dan pada akhirnya berpeluang untuk
menyebabkan sumbatan pada apendiks sehingga dapat menyebabkan peradangan
pada bagian tersebut.

Penyakit asma juga diindikasi menjadi salah satu faktor risiko penyakit
apendisitis. Berdasarkan penelitian, seseorang dengan penyakit asma yang aktif
memiliki faktor risiko yang lebih tinggi untuk terkena apendisitis daripada
seseorang dengan penyakit asma yang tidak aktif atau seseorang tanpa penyakit
asma. Seseorang yang terkena paparan asap rokok dalam kurun waktu tiga bulan
juga dapat mengalami peningkatan faktor resiko terkena appendisitis.

(Arifuddin, Adhar, Lusia Salmawati, Andi Prasetyo, 2017)

2.6 Tanda dan gejala apendistis :

Gejala yang biasa dialami oleh orang yang terkena apendisitis adalah adanya nyeri
di bagian abdomen atau perut seperti keram yang merupakan akibat dari
penyumbatan apendiks. Awalnya, rasa nyeri ini terasa samar-samar dan lokasinya
sulit ditentukan secara pasti. Namun, lama-kelamaan rasa nyeri tersebut akan
menjadi semakin tajam dan letaknya semakin jelas. Selain itu, keluhan tersebut
juga dapat disertai dengan adanya mual atau muntah tetapi pada beberapa kasus
tidak terdapat mual atau muntah.

(Arifuddin, Adhar, Lusia Salmawati, Andi Prasetyo, 2017)

5
2.7 Pentelaksanaan

Pasien dengan apendisitis yang akut diawasi secara klinis dengan menggunakan
berbagai variabel di laboratorium dan juga dilakukan ultrasound pada bagian
abdomen atau perut. Apendisitis akut dibagi menjadi dua, yaitu: complicated dan
uncomplicated. Pasien dengan complicated apendisitis menjalani prosedur bedah.
Sedangkan, pada pasien uncomplicated apendisitis diberikan penanganan pertama
yang bersifat konservatif yaitu berupa pemberian antibiotik. Jika dalam 24 sampai
48 jam ke depan kondisi pasien semakin memburuk dan penanganan konservatif
tersebut gagal, selanjutnya pasien akan menjalani prosedur bedah, yaitu
apendektomi untuk mengangkat apendiks yang sudah meradang dan keadaannya
cukup parah. Apabila tidak segera ditangani, apendisitis dapat menyebabkan rasa
sakit yang lebih parah dan dapat berujung pada kematian.

(Arifuddin, Adhar, Lusia Salmawati, Andi Prasetyo, 2017)

6
Daftar pustaka

Arifuddin, Adhar, Lusia Salmawati, Andi Prasetyo.(2017). Faktor Risiko


Kejadian Apendisitis Di Bagian Rawat Inap Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.
Palu: Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 8:26-33.

Priscilla lemone karen m. Burke, 2016, buku keperawtana medikal bedah, jakata

Anda mungkin juga menyukai