Anda di halaman 1dari 3

Tujuan penelitian :

Memberikan advis dan konseling kepada orang tua siswa dan anak autis agar mampu
melaksanakan kegiatan keagamaan secara benar dan teratur. sehingga nanti akan menjadi habit
pada kehidupannya meskipun dengan keterbelakangan tersebut. Sehingga anak tersebut nantinya
mampu mengaplikasikan kehidupan beragama di masyarakat, serta membantu anak dan keluarga
untuk menerima keadaan tersebut.

Untuk memahami dan mendiskripsikan kegiatan konseling religiusitas terhadap anak autis,
dilihat dari bentuk konseling religiusitas yang diberikan atau digunakan.

Fokus penelitian :

- Bagaimana anak autis mampu menjalankan agamanya dengan benar sesuai kemapuan
anak dengan melihat kondisi tingkat intelegensi, perilaku, emosi dan komunikasi.

- Melihat bagaimana konseling religius yang diberikan, detail kegiatannya apa saja, sama
apa-apa saja yang dilakukan.

Latar Belakang :

Kegiatan konseling religiusitas pada anak autis di SLB perspektif psikologi dan agama.

Religiusitas merupakan aspek yang telah dihayati oleh individu di dalam hati, getaran hati nurani
pribadi dan sikap personal.dan merupakan sistem yang konfleks yang terdiri dari kepercayaan,
keyakinan yang tercermin dalam sikap dan melaksanakan upacara-upacara keagamaan yang
dengan maksud untuk berhubungan dengan tuhan.

Anak autis adalah anak yang menderita gangguan perkembangan pervasive, secara khas
gangguan ini ditandai dengan distorsi perkembangan fungsi psikologis majemuk yang meliputi
perkembangan keterampilan sosial dan bahasa.

Maka dari itu peran dari keluarga, konselor adalah sebagai pengingat, yaitu sebagai orang yang
mengingatkan individu yang dibimbing dengan cara Allah. Konseling ini lakukan upaya untuk
membantu individu belajar mengembangkan fitrah dan kembali kepada fitrah. Seperti ayat yang
ada dalam Al-Qur’an surah An-Nahl:125 “dengan cara yang baik, dengan rujukan yang paling
benar bebas dari kesalahan, dan mendatangkan manfaat atau kebaikan yang paling benar, dengan
ucapan yang menyentuh hati dan mengantar pada kebaikan maka perlu keteladanan dari yang
menyampaikannya”.

Karena keberadaan autisme merupakan suatu tanda kebesaran Allah SWT yang harus dipandang
positif. Hadirnya anak-anak autisme sebagai pembelajaran bagi seluruh umat manusia di dalam
memperlakukan orang lain. Sebagaimana anak-anak lainnya, penyandang autisme juga wajib
belajar agama, menjalankan, serta mengamalkan aturan agama. Dukungan dari berbagai pihak
disertai otimisme bahwa autisme dapat disembuhkan merupakan suatu keyakinan yang
membantu.

Rumusan Masalah :

Dengan adanya masalah tersebut maka dapat dibuatkan rumusan masalahnya yaitu, Apakah
melalui konseling religiusitas tersebut kepada anak autis akan dapat membantu mereka untuk
lebih bisa mengendalikan diri, memahami ajaran agama, mendekatkan diri pada Tuhan dan
mempercayai bahwa apa yang saat ini terjadi pada dirinya itu semua memiliki makna tersendiri
untuk dirinya dan Tuhan.

Pembahasan

Dari Hasil penelitian yang kami dapatkan melalui wawancara. SLB autis adalah sekolah luar
biasa yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak dengan disabilitas intelektual dan perilaku
seperti anak autis, yang mendidik murid berjumlah 100 lebih anak dengan gangguan intelektual
perilaku, atau umum di sebut dengan ASD (Autisim Spectrum Disorder) dengan rentang kelas
mulai dari TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.

Mayoritas tingkat agama yang di anut oleh anak autism adalah beragama islam, kristen dan
konghuchu. Pelajaran agama yang dominan adalah pelajaran agama islam mengajarkan anak cara
berwudhu, shalat berjamaah, doa-doa, mengunal huruf hijaiyah, menghafal ayat pendek dan
berpakaian secara islami. Kegiatan konseling religiusitas sangat bermanfaat bagi anak, orang
tua, dan sekolah dimana banyak permasalahan yang dapat diberikan oleh konselor untuk
menambah wawasan anak autistik dan orang tua, banyak edukasi, cara bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar.
Anak autistik sangat menyukai hal-hal yang bersifat ritual dan rutinitas, seperti waktu sholat,
megaji dan lain-lain. Pada dasarnya hal yang kita harapkan adalah merubah perilaku autis untuk
mampu menjalankan kegiatan keagamaan yang religius menjadi kebutuhan dan kebiasaan
mereka, sehingga menjadikan mereka mampu menjalankan perintah Allah dengan sebaiknya
dengan segala kekurang mereka. Yang pada akhirnya menciptakan SDM autis yang unggu dan
bisa menjadi entitas yang positif bagi keluarga dak kehidupan anak di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai