Anda di halaman 1dari 2

PARADIGMA PEMERATAAN PENDIDIKAN DENGAN SISTEM ZONASI

Sudah tidak asing lagi di telinga kita, ketika menyebutkan nama sekolah favorit di
sebuah kabupaten atau kota, yakni nama-nama sekolah yang sudah dilabeli sebagai
sekolah dengan peserta didik terbaik, dengan nilai ujian nasional yang tinggi, dan lulusan
yang banyak diterima di perguruan tinggi negeri. Staf pengajar yang memberikan materi
pelajaran pun tidak akan pernah merasa kesulitan dalam mengajar, karena peserta didik
sudah siap menerima materi.
Kondisi inilah yang mendorong orang tua peserta didik untuk berlomba-lomba
menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah favorit, walaupun harus mengeluarkan biaya
yang mahal. Fenomena ini tentu tidak berlaku bagi sekolah non unggulan dan sekolah
yang terletak di pinggiran kota/kabupaten dengan segala keterbatasan. Sekolah hanya
bisa menunggu limpahan peserta didik yang tidak diterima di sekolah favorit dan atau
diisi oleh peserta didik dengan nilai ujian rendah.
Hal ini, diantisipasi oleh pemerintah pusat melalui permendikbud nomor 51 tahun
2018 dan SE bersama mendikbud dan mendagri nomor 1 tahun 2018 dan nomor
420/29973/Sj tentang Penerimaan Peserta Didik Baru. Kedua dasar hukum itu
menyebutkan bahwa sistem penerimaan terbagi menjadi tiga jalur, zonasi, prestasi dan
perpindahan orang tua. Khususnya di Jawa barat, melalui pergub no. 16 tahun 2019
tentang pedoman pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, menyebutkan bahwa kuota
PPDB dengan ketentuan: a. jalur zonasi, sebesar 90% meliputi zonasi jarak,
zonasi KETM, dan zonasi kombinasi; b. jalur prestasi NHUN dan prestasi
non NHUN, sebesar 5%); c. jalur perpindahan tugas orang tua/wali,
sebesar 5%.
Payung hukum ini dibuat dengan tujuan agar seluruh sekolah
mendapatkan kesempatan sama dalam hal menerima peserta didik dengan kompetensi
yang beragam, guru di sekolah mendapatkan tantangan yang sama dalam mengelola
kompetensi peserta didik yang beragam, dan sekolah 'bermutu' dapat dilihat secara
objektif melalui inputan yang heterogen dan lulusan yang memiliki nilai yang baik.
Ada beberapa perbedaan yang signifikan jalur PPDB yang dibuat
dengan tahun lalu. Hal ini tentu memicu opini dan pemahaman yang
berbeda, baik di lingkungan sekolah atau masyarakat yang akan
mendaftarkan anak-anaknya. Sosialisasi tentu menjadi solusi untuk
menjelaskan kepada masyarakat guna menghindari kesalahpahaman
aturan PPDB yang berlaku.
Penerapan sistem zonasi menuntut panitia pada setiap satuan
pendidikan untuk lebih berhati-hati dalam memverifikasi data pendaftar
terutama bagi sekolah-sekolah yang memiliki pendaftar yang melebihi
daya tampung sekolah. Begitupun dengan calon pendaftar harus cerdas
memilih sekolah tujuan dan jalur yang akan diambil. Salah satu akibat
dari sistem zonasi ini, sekolah yang dikenal masyarakat sebagai sekolah
favorit memungkinkan diisi oleh calon pendaftar dengan nilai ujian yang
rendah, sedangkan untuk sekolah-sekolah yang tidak diunggulkan atau
sekolah-sekolah yang ada di daerah mendapat kesempatan untuk
memperoleh calon pendaftar dengan nilai ujian yang tinggi.
Terlepas dari problematika yang sedang berlangsung dan
kegelisahan orang tua menunggu hasil seleksi PPDB, aturan ini dapat
dijadikan motivasi bagi masing-masing satuan pendidikan khususnya
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan layanan
kegiatan pembelajaran yang bermutu. Sehingga memberikan
kepercayaan kepada masyarakat bahwa sekolah tersebut dapat sejajar
dengan sekolah favorit.

Anda mungkin juga menyukai