Pemerintah telah mengintegrasikan dan mengubah program beasiswa Bidikmisi (BM) dengan
program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Menteri keuangan mengatakan bahwa “Program KIP ini sebagai perluasan dan penyempurnaan Program Bidik Misi yang menyasar masyarakat kurang mampu untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi”. Pada tahun ini pemerintah menitik beratkan pada mahasiswa yang memilih kuliah di perguruan tinggi vokasi atau politeknik, atau program studi sains dan teknologi dan diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi A ataupun B dengan kuota 420 ribu mahasiswa. Namun pemahaman terkait pergantian BM menjadi KIP masih rendah. Beberapa survei mengatakan bahwa masyarakat menganggap BM akan di hapus dan di gantikan KIP, sehingga menimbulkan ketakutan bagi calon mahasiswa baru yang tidak mempunyai KIP. Perbedaan yang signifikan mengenai BM dan KIP kuliah, BM direkomendasikan oleh pihak sekolah dibantu dengan data-data yang dibutuhkan di aplikasi, sedangkan KIP kuliah sekolah tidak mempunyai peranan untuk merekomendasi, sebab KIP kuliah hanya dikeluarkan oleh Kementrian Sosial. Karena KIP kuliah ini terintegrasi langsung dengan KIP yang terkoneksi langsung dengan kementrian sosial, maka bagi peseta didik yang belum mempunyai KIP, harus segera mengusulkan agar menjadi bagian Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sedangkan peserta didik jenjang menengah yang merupakan penerima KIP pada jenjang sekolah bakal langsung terdata pada KIP Kuliah. Sampai dengan saat ini, kementrian pendidikan dan kebudayaan belum menerbitkan regulasi yang pasti mengenai penerbitan KIP kuliah. Link http://kip-kuliah.kemdikbud.go.id/ merupakan link resmi dari kemendikbud, namun masih proses perbaikan sehubungan dengan penyusunan dan pembahasan regulasi KIP kuliah yang belum selesai. Semoga link dapat segera diakses agar motivasi peserta didik calon mahasiswa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi bangkit kembali, terutama perubahan mekanisme yang menekankan bahwa peserta didik dari golongan berpenghasilan rendah tetapi tidak mempunyai KIP dapat dengan mudah melanjutkan dan adanya kejelasan mengenai KIP kuliah yang diperolehnya nanti. Program ini sangat baik apalagi ditambah dengan kuota yang bertambah banyak untuk tahun ini, namun rendahnya pemahaman masyarakat, sekolah dan peserta didik khususnya terkait hal tersebut dan lambatnya regulasi dari pemerintah bisa menjadi penghambat terealisasinya program tersebut. Untuk mengurangi perbedaan persepsi di masyarakat, peranan pemerintah melalui pemerintah daerah desa dan kecamatan, sekolah, mahasiswa alumni sekolah menengah dalam rangka penyebaran informasi dan publikasi untuk meningkatkan pemahaman KIP kuliah ini dirasa penting. Hal ini dilakukan agar kesepahaman dapat terjadi untuk mewujudkan program sesuai dengan yang diinginkan. Semoga regulasi penerbitan KIP Kuliah ini dapat segera dirilis pemerintah dengan mekanisme yang memudahkan masyarakat pengguna KIP kuliah tanpa mengurangi esensi dari program tersebut.