Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

TRAUMA URETHRA

Disusun oleh :

Mahdy Alief Adhiguna, dr.

Pembimbing:

Tommy Ruchimat, dr., Sp.B(K)BD

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

2021
TRAUMA URETHRA

Secara klinis trauma uretra diklasifikasikan menjadi trauma uretra anterior

dan posterior. Klasifikasi tersebut didasarkan pada perbedaan etiologi, manifestasi

klinis, pengelolaan, serta prognosisnya.

Trauma Urethra Anterior

Etiologi

Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan

cedera iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang

menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan ruptura uretra pars

membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury

dapat menyebabkan ruptura uretra pars bulbosa. Pemasangan kateter atau businasi

pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena false

route atau salah jalan; demikian pula tindakan operasi trans-uretra dapat

menimbulkan cedera uretra iatrogenik.1 Uretra anterior merupakan bagian distal

dari urogenital diafragma. Cedera straddle dapat menyebabkan laserasi atau

memar pada uretra. Instrumentasi diri atau iatrogeni dapat menyebabkan

gangguan parsial.2

Patogenesis dan Patologi

Luka memar Luka memar pada uretra adalah pertanda terdapatnya cedera remuk

tanpa disertai gangguan uretra. Hematoma perineum biasanya sembuh tanpa

komplikasi.2
Luka laserasi Cedera straddle yang parah dapat menyebabkan laserasi pada

bagian dinding uretra, memungkinkan terjadinya ekstravasasi urin. Jika

ekstravasasi tidak ditemukan sesegera mungkin, ekstravasasi dapat meluas ke

skrotum, batang penis, sampai ke dinding perut. Ekstravasasi hanya dibatasi oleh

fascia Colles dan sering menyebabkan sepsis, infeksi, dan morbiditas serius.2

Gambar 1 Cedera pada uretra bulbous


(sumber: McAninch JW, Lue TF, editors. Smith & Tanagho's general urology. New York:
McGraw-Hill Medical; 2013, p.294).

Manifestasi Klinis

Gejala Biasanya terdapat riwayat jatuh, dan dalam beberapa kasus, terdapat

riwayat instrumentasi. Pada sebagian kasus ditemukan perdarahan urethra.

Terdapat rasa sakit yang terlokalisir pada bagian dalam perineum dan kadang-

kadang ditemukan hematoma perineum masif. Jika voiding dan ekstravasasi telah

terjadi, pembengkakan mendadak di daerah tersebut akan ditemukan. Jika

diagnosis tertunda, sepsis dan infeksi berat dapat terjadi.2

Tanda Perineum sangat lunak; massa dapat ditemukan, darah juga dapat

ditemukan di meatus uretra. Pemeriksaan dubur mengungkapkan prostat yang


normal. Pasien biasanya memiliki keinginan untuk berkemih, tetapi berkemih

tidak dapat diperbolehkan sampai penilaian uretra selesai. Tidak ada upaya yang

perlu dilakukan untuk memasang kateter uretra, kecuali jika kandung kemih

pasien terisi penuh atau overdistended, perkutan cystostomy suprapubik dapat

dilakukan sebagai prosedur sementara.2

Pemeriksaan Penunjang

Temuan laboratorium Kehilangan darah biasanya tidak terjadi secara berlebihan,

terutama jika cedera sekunder telah terjadi. Peningkatan hitung sel darah putih

dapat mengindikasikan terjadinya infeksi.2

Temuan pencitraan Urethrogram, dengan penanaman 15-20 mL larut dalam air

bahan kontras, menunjukkan ekstravasasi dan lokasi cedera (Gambar 2). Uretra

yang berkontraksi menunjukkan tidak terdapatnya ekstravasasi.2

Gambar 2 Ruptura Bulbar (anterior) urethra


(sumber: McAninch JW, Lue TF, editors. Smith & Tanagho's general urology. New York:

McGraw-Hill Medical; 2013, p.295).

Komplikasi

Pendarahan hebat akibat cedera corpus spongiosum mungkin terjadi terjadi

di perineum serta melalui meatus uretra. Tekanan yang dilakukan pada perineum

di atas lokasi cedera biasanya dapat membantu mengontrol perdarahan. Jika

perdarahan tidak dapat dikontrol, tindakan operatif perlu segera dilakukan.2

Komplikasi akibat ekstravasasi urin terutama sepsis dan infeksi dapat

ditemukan. Diperlukan debridemen dan drainase yang agresif jika terdapat infeksi.

Striktur di lokasi cedera adalah komplikasi yang umum terjadi, tetapi rekonstruksi

bedah mungkin tidak diperlukan kecuali striktur secara signifikan dapat

mengurangi laju aliran kemih.2

Tatalaksana

Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, namun apabila tidak dilakukan

tatalaksana maka cedera ini dapat mengakibatkan striktura uretra, sehingga setelah

4 - 6 bulan terjadinya kontusio uretra, perlu dilakukan pemeriksaan uretrografi

ulangan. Pada ruptur uretra parsial dengan ekstravasasi ringan, cukup dilakukan

sistostomi untuk mengalihkan aliran urine. Kateter sistostomi dapat dipertahankan

sampai dengan 2 minggu, dan dapat dilepas setelah melakukan pemeriksaan untuk

mengkonfirmasi indikasi pelepasan kateter sistostomi.1


Gambar 3 A. Cedera selangkangan menyebabkan ruptura uretra pars bulbosa. B. Lapisan yang membungkus
uretra mulai dari korpus spongiosum (k.s), fasia Buck (fB), dan fasia Colles (fC). C dan D. Robekan uretra
dengan fasia Buck masih utuh menyebabkan hematom terbat
(sumber: Basuki B. Dasar-dasar urologi. Malang: Sagung seto. 2015: hal.132)

Prognosis

Striktur uretra merupakan komplikasi utama tetapi, pada banyak kasus,

komplikasi tersebut tidak memerlukan penanganan rekonstruksi bedah. Apabila

ketika striktur ditangani dan ditemukan laju aliran urin masih tetap memburuk
disertai dengan infeksi saluran kemih dan keterdapatan fistula uretra, maka

rekonstruksi bedah diperlukan.2

Trauma Urethra Posterior

Etiologi Uretra membranosa (berselaput) akan melewati dasar panggul dan

sfingter urin eksterna dan merupakan bagian uretra posterior yang kemungkinan

besar akan mengalami trauma. Saat fraktur panggul terjadi akibat trauma tumpul,

uretra membranosa (berselaput) dapat terpotong dari puncak prostat di

persimpangan prostatomembran. Uretra dapat ditranseksikan dengan mekanisme

yang sama di permukaan bagian dalam uretra berselaput.2

Gambar 4 Trauma pada urethra posterior


(sumber: McAninch JW, Lue TF, editors. Smith & Tanagho's general urology. New York: McGraw-Hill
Medical; 2013, p.292).
Manifestasi Klinis

Gejala Pasien biasanya mengeluhkan sakit perut bagian bawah dan

ketidakmampuan untuk buang air kecil. Riwayat cedera yang meremukkan

panggul biasanya didapat.2

Tanda Darah di meatus uretra merupakan tanda cidera yang paling penting.

Namun, pentingnya temuan ini tidak dapat terlalu ditekankan, karena upaya untuk

memasang atau meloloskan kateter uretra dapat mengakibatkan infeksi hematoma

periprostatik dan periveikal dan perkembangan laserasi yang tidak lengkap

menjadi laserasi lengkap. Kehadiran darah di meatus uretra eksternal

menunjukkan bahwa urethrography diperlukan secara langsung untuk dapat

menegakkan diagnosis.2

Pelunakan suprapubik dan adanya fraktur panggul dapat ditemukan selama

dilakukannya pemeriksaan fisik. Hematoma yang membesar pada panggul

biasanya dapat teraba. Kontusio perineum atau suprapubik sering ditemukan.

Pemeriksaan rektal dapat mengungkapkan besarnya ukuran hematoma pelvis

dengan dirasakannya pergeseran prostat ke arah superior. Pemeriksaan colok

dubur dapat memberikan hasil yang tidak akurat karena konsistensi hematoma

pelvis yang menegang dapat menyerupai konsistensi prostat saat dilakukan

palpasi. Perpindahan superior dari prostat tidak terjadi jika ligamen puboprostatik

tetap utuh. Gangguan sebagian uretra berselaput (saat ini pada 10% kasus) tidak

disertai dengan perpindahan prostat.2


Pemeriksaan Penunjang

Temuan pencitraan Fraktur tulang panggul biasanya ditemukan. Urethrogram

(menggunakan 20-30 mL bahan kontras yang larut dalam air) menunjukkan lokasi

ekstravasasi di persimpangan prostatomembran. Biasanya, terdapat material

kontras yang berekstravasasi secara bebas ke ruang perivesikal. Gangguan

prostatomembran yang tidak lengkap biasanya dianggap sebagai ekstravasasi

minor, dengan sebagian bahan kontras melewati ke dalam uretra dan kandung

kemih prostat.2

Gambar 5 Ruptura uretra prostatomembran menunjukkan ekstravasasi bebas pada pemeriksaan


urethrogram. Tidak ada medium kontras yang terlihat memasuki uretra prostat.
(sumber: McAninch JW, Lue TF, editors. Smith & Tanagho's general urology. New York:
McGraw-Hill Medical; 2013, p.293).

Pemeriksaan menggunakan instrumen Instrumentasi yang dapat digunakan untuk

menegakkan diagnosis ini hanya urethrography. Kateterisasi atau urethroscopy

tidak dapat dilakukan, karena prosedur ini dapat menimbulkan peningkatan risiko

hematoma, infeksi, dan kerusakan lebih lanjut pada gangguan uretra parsial.2
Uretrografi Ketika darah di meatus uretra ditemukan, program uretrografi

retrograde langsung harus dilakukan untuk mengesampingkan cedera uretra.

Inspeksi langsung oleh urethroscopy disarankan sebagai pengganti urethrography

pada wanita pasien dengan dugaan cedera uretra.3

Gambar 6 Retrograde urethrogram pada pasien dengan fraktura pelvis (sumber: McDougal WS,

Wein AJ, Kavoussi LR, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 11th Edition Review E-

Book. Elsevier Health Sciences; 2015 Sep 25, p.2389).

Diagnosis Banding Ruptur kandung kemih dapat dikaitkan dengan cidera uretra

posterior pada sekitar 20% kasus. Sistografi tidak dapat dilakukan sebelum

tindakan operasi, karena kateter uretra tidak bisa dilalui. Evaluasi yang cermat

terhadap kandung kemih pada prosedur operasi merupakan tindakan yang

diperlukan.

Komplikasi Striktur, impotensi, dan inkontinensia merupakan komplikasi

gangguan yang paling parah dan merupakan komplikasi yang paling melemahkan

yang dihasilkan dari trauma sistem kemih. Striktur setelah perbaikan primer dan

anastomosis terjadi pada sekitar 50% kasus. Jika pendekatan cystostomy


suprapubik dengan perbaikan tertunda digunakan, insiden striktur dapat dikurangi

menjadi sekitar 5%.2

Tatalaksana Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada

organ lain (abdomen dan fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa

perdarahan. Oleh karena itu sebaiknya di bidang urologi tidak perlu melakukan

tindakan yang invasif pada uretra. Tindakan yang berlebihan akan menyebabkan

timbulnya perdarahan yang lebih banyak pada kavum pelvis dan prostat serta

menambah kerusakan pada uretra dan struktur neurovaskuler di sekitarnya.

Kerusakan neurovaskuler menambah kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi dan

inkontinensia.1

Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi

untuk diversi urine. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi melakukan

primary endoscopic realigment yaitu melakukan pemasangan kateter uretra

sebagai splint melalui tuntunan uretroskopi. Dengan cara ini diharapkan kedua

ujung uretra yang terpisah dapat saling didekatkan. Tindakan ini dilakukan

sebelum 1 minggu pasca ruptura dan kateter uretra dipertahankan selama 14 hari.1

Sebagian ahli lain mengerjakan reparasi uretra (uretroplasti) setelah 3

bulan pasca trauma dengan asumsi bahwa jaringan parut pada uretra telah stabil

dan matang sehingga tindakan rekonstruksi membuahkan hasil yang lebih baik.1
REFERENSI

1. Basuki B. Dasar-dasar urologi. Malang: Sagung seto. 2015:93-100.

2. McAninch JW, Lue TF, editors. Smith & Tanagho's general urology. New

York: McGraw-Hill Medical; 2013.

3. McDougal WS, Wein AJ, Kavoussi LR, Partin AW, Peters CA. Campbell-

Walsh Urology 11th Edition Review E-Book. Elsevier Health Sciences; 2015

Sep 25.

Anda mungkin juga menyukai