Disusun Oleh :
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDSUTR
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Atas segala karunia dan nikmatNya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang
berjudul “Peningkatan Sampah di Kota-Kota Kalimantan Timur Beserta Strategi
Penangananya” disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengetahuan Lingkungan.
Meski telah disusun secara maksimal, namun kami sebagai manusia biasa menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya kami yang menulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.
Besar harapan saya makalah ini dapat menjadi sarana membantu teman-teman maupun
masyrakat dalam memahami mengenai permasalahan sampah dan solusinya di
Kalimantan Timur
Demikian apa yang bisa kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat
dari makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................i
Kata Pengantar.......................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................iii
Daftar Gambar........................................................................................iv
Daftar Grafik...........................................................................................v
BAB I Pendahuluan................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................3
1.3 Tujuan Pembahasan.....................................................................................3
BAB IV PENUTUP............................................................................................16
4.1 Kesimpulan....................................................................................................16
4.2 Saran...............................................................................................................16
Daftar Pustaka........................................................................................17
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR GRAFIK
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Diperkirakan hanya sekitar 60 % sampah di kota-kota besar di Indonesia yang dapat
terangkut ke TPA (Tempat Pengelolaan Akhir), yang operasi utamanya adalah
pengurugan (landfilling). Banyaknya sampah yang tidak terangkut kemungkinan besar
tidak terdata secara sistematis, karena biasanya dihitung berdasarkan muatan truk
menuju TPA. Sampai saat ini paradigma pengelolaan sampah yang digunakan adalah:
Kumpul – Angkut dan Buang seperti pada gambar 1.1, dan andalan utama sebuah kota
dalam menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan landfilling pada
sebuah TPA. Berikut ini merupakan alur pengolahan sampah yang ada di masyarakat,
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Permasalahan sampah di Kalimantan Timur ?
2. Bagaimana cara (solusi) mengatasin permasalahan sampah di Kalimantan Timur ?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Wasito (1970) sampah ialah segala zat padat atau semi padat yang terbuang
atau yang sudah tidak berguna, baik yang dapat membusuk atau yang tidak dapat
membusuk kecuali zat-zat buangan atau kotoran yang keluar dari tubuh manusia
(kotoran atau najis manusia).
Soedarso (1985) menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah bahan
buangan sebagai akibat aktifitas manusia dan binatang, yang merupakan bahan yang
sudah tidak penting lagi sehingga dibuang sebagai barang yang sudah tidak berguna
lagi. Sedangkan menurut Murtadho (1988), sampah organik meliputi sampah semi
basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian dan
makanan misalnya sisa dapur, sisa makanan, sampah sayuran dan kulit buah yang
kesemuanya mudah membusuk.
Keuntungan pembuangan sampah yang dapat diperoleh dari pengelolaan sampah yang
baik dapat dilihat dari beberapa segi yaitu: (1) Dari segi sanitasi, menjamin tempat kerja
4
yang bersih, mencegah tempat berkembang biaknya vektor hama penyakit dan
mencegah pencemaran lingkungan termasuk timbulnya pengotoran sumber air; (2)
Dari segi ekonomi mengurangi biaya perawatan dan pengobatan sebagai akibat yang
ditimbulkan sampah. Tempat kerja yang bersih akan meningkatkan gairah kerja dan
akan menambah produktivitas serta efisiensi pekerja, menarik banyak tamu atau
pengunjung, mengurangi kerusakan sehingga mengurangi biaya perbaikan (3) Dari
segi estetika, menghilangkan pemandangan tidak sedap dipandang mata menghilangkan
timbulnya bau–bauan yang tidak enak, mencegah keadaan lingkungan yang kotor dan
tercemar. Penanganan sampah yang baik akan memberikan manfaat yang besar bagi
kehidupan manusia dan lingkungan.
Menurut Azwar (1995), semakin maju tingkat budaya masyarakat maka semakin
komplek sumber sampah dan dalam kehidupan sehari-hari dikenal beberapa sumber
sampah yaitu dari rumah tangga, daerah pemukiman, daerah perdagangan daerah
industri, daerah peternakan, daerah pertanian, daerah pertambangan dan dari jalan.
Selanjutnya Hadiwiyoto (1983) menyatakan bahwa sampah adalah sisa-sisa bahan yang
telah mengalami perlakuan baik karena telah diambil bagian utamanya atau karena
pengolahan dan sudah tidak bermanfaat sedangkan jika ditinjau dari sosial ekonomi
sudah tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran
atau gangguan kelestarian.
5
2.2 Penggolongan Sampah
Sumber sampah adalah asal timbulan sampah. Penghasil sampah adalah setiap orang
dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah (Undang-undang
Republik Indonesia Nomor: 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah pasal 1
Menurut Hadiwiyoto (1983) sumber sampah adalah: (1) Rumah tangga termasuk
asrama,rumah sakit, hotel dan kantor; (2) Pertanian meliputi perkebunan
perikanan,peternakan, yang sering juga disebut limbah hasil pertanian; (3) Hasil
kegiatan perdagangan,seperti pasar dan pertokoan; (4) Hasil 16 kegiatan industry dan
pabrik; (5) Hasil kegiatan pembangunan; dan (6) Sampah jalan raya.
Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua macam yaitu: (1) Sampah
yang seragam, bersumber dari industri dan perkantoran (2) Sampah yang tidak seragam/
campuran bersumber dari pasar/tempat-tempat umum, rumah tangga pertanian dan
lainnya.
Berdasarkan bentuknya sampah ada tiga macam, yaitu: (1) Sampah padat (solid)
misalnya daun, kertas, karton, sisa bangunan, plastik, ban bekas; (2) Sampah berbentuk
cair; (3) Sampah berbentuk gas (Reksosoebroto, 1990).
6
Gambar 2.2 Sampah berdasarkan bentuk
Terdapat 2 macam sampah berdasarkan sifat-sifatnya, yaitu: (1) Sampah organik adalah
sampah yang tersusun dari unsur karbon, hydrogen dan oksigen.(2) Sampah Anorganik,
merupakan bahan yang tersusun dari senyawa organik yang sulit terdegradasi oleh
mikroba (Soemirat, 2000).
7
Sampah dapat dibedakan atas dasar sifat biologis dan kimianya yaitu: (1) Sampah yang
dapat membusuk (garbage, sampah organik) seperti sisa makanan daun, sampah kebun,
pertanian, dan lainnya. Pembusukan sampah ini menghasilkan gas metan gas H2S
(bersifat racun bagi tubuh dan sangat bau sehingga mengganggu estetika); (2) Sampah
yang tidak dapat membusuk/sulit membusuk (sampah Anorganik), yang dapat didaur
ulang dan atau di bakar (3) Sampah yang berupa debu/abu hasil pembakaran.
Ukurannya relatip kecil < 10 mikron, dapat memasuki saluran pernapasan sehingga
dapat menimbulkan penyakit Pneumoconiosis; (4) Sampah yang berbahaya terhadap
kesehatan, seperti sampah industri (bahan beracun berbahaya/B3).
8
BAB III
PEMBAHASAN
Pada 1987, Pemkot Samarinda menerbitkan Perda No. 5/ 1987. Kemudian pada tahun
2002 diterbitkan Perda No. 19/2002 untuk mengganti Perda sebelumnya. Kebijakan-
kebijakan itu mengatur persoalan yang sama dengan tujuan untuk menciptakan
lingkungan kota yang bersih dan sehat. Tetapi pada kenyataannya pengelolaan sampah
di kota ini masih menyisakan permasalahan. Produksi sampah cenderung meningkat
dari tahun ke tahun sementara peningkatan kemampuan pengangkutan sampah masih
terbatas dan bahkan tertinggal dibandingkan pertumbuhan produksi sampah (lihat
Grafik 1).
9
Sektor rumah tangga menghasilkan ribuan ton sampah setiap hari dan peningkatan
jumlah penduduk juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi sampah
rumah tangga. Di sisi lain, kemampuan pemerintah kota untuk mengangkut sampah
tidak mencukupi dengan volume sampah yang dihasilkan warga. Fakta tersebut tidak
hanya berimplikasi terhadap persoalan kesehatan warga, tetapi juga secara lebih luas
menimbulkan permasalahan keindahan kota (estetika), kesehatan lingkungan dan
mengancam terwujudnya visi kota Samarinda. Hal ini seharusnya mendorong
pemerintah kota untuk mengevaluasi kebijakan pengelolaan sampah yang sudah ada.
Kebijakan pengelolaan sampah ini memberikan mandat kepada pemerintah kota untuk
menyusun peraturan-peraturan turunan yang memungkinkan kebijakan pegelolaan
sampah bisa diimplementasikan dengan baik. Seperti Pasal 18, Pasal 19, Pasal 24 dan
Pasal 25 yang masing masing mengamanatkan disusun Peraturan Walikota dalam hal
pengurangan sampah, pengelolaan sampah, petunjuk sistem darurat, dan penyediaan
tempat pembuangan sampah sementara.
Selanjutnya, Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) menjadi instansi yang memiliki
peran penting dalam implementasi kebijakan ini. Untuk melaksanakan tugas tersebut,
DKP mengoperasikan truk angkutan sampah dan merekrut para pekerja kebersihan.
Walaupun kebijakan ini telah diterapkan sejak beberapa tahun yang lalu, tetapi pada
kenyataannya permasalahan sampah masih belum bisa diselesaikan dengan baik. Pada
2010, instansi ini tercatat mengoperasikan 31 unit truk (dump truck) untuk angkutan
sampah.
10
Kemudian pada 2011 mengalami penurunan yaitu hanya mengoperasikan 25 unit truk
dan mengakibatkan menurunnya kemampuan pengumpulan sampah sehingga sampah
yang tidak terkumpul menjadi meningkat sebanyak 334.147 ton. Selanjutnya, pada 2012
dan 2013 jumlah truk pengangkut sampah meningkat menjadi masing-masing 36 unit
dan 52 unit (BPS, 2014 : 108). Walaupun secara umum ada peningkatan jumlah armada
pengangkut sampah dari 2010 hingga 2013, tetapi masih terjadi kesenjangan antara
volume sampah yang diproduksi dengan jumlah sampah yang berhasil diangkut. Bahkan
setelah 2011 ketika kebijakan tersebut dikeluarkan, masih banyak jumlah sampah yang
tidak terangkut.
Bagi sebagian penduduk kota tepian yang tinggal di bantaran sungai Karang Mumus
mungkin masih mengingat banyak hal menarik di sepanjang sungai ini, terutama pada
era tahun 1970-1980. Kala itu rumah-rumah yang terbuat dari papan berjajar di
sepanjang sungai ini, dilengkapi batang dari rakit kayu gelondongan dan diatasnya
dibuat jamban. Batang berfungsi sebagai tempat MCK (Mandi-Cuci-Kakus).
11
Sungai Karang Mumus kini kondisinya tercemar. Airnya keruh kecoklat-coklatan,
bahkan sekali waktu hitam dan berbau busuk sangat menyengat. Tumpukan sampah
mendangkalkan sungai, terutama di kawasan jalan perniagaan pasar segiri, mengendap
membentuk sedimen. Warga yang tak bertanggung jawab terus membuang limbah
pribadi ke sungai pun limbah berbagai jenis usaha, sortiran sayur yang tidak terjual,
bahkan limbah ternak ayam.
Akibat dari pencemaran pada aliran sungai tersebut masyarakat yang berada di kawasan
permukiman kumuh yang berdiri di bantaran sungai sangat rentan terkena penyakit yang
menyerang sistem pencernaan seperti diare dan muntaber, serta penyakit kulit yang
dapat meyebabkan iritasi pada kulit dikarenakan sebagian besar warga permukiman
kumuh menggunakan sungai tersebut sebagai sumber air.
Sungai karang mumus ini merupakan sungai yang cukup padat dari aktivitas masyarakat
yang bermukim di kawasan aliran sungai ini. Sungai ini juga merupakan sebagai jalur
transportasi air yang terhubung dengan sungai mahakam, kawasan ini juga terdapat
industri kecil seperti industri pengolahan kayu. Tidak hanya permukiman kumuh
sebagai salah satu penyebab pencemaran air sungai, akan tetapi pembangunan industri
di wilayah kota pada pertengahan dekade tahun 1980 an juga turut sebagai penyumbang
pada pencemaran air sungai.
12
Aktivitas industri tersebut telah berjalan sejak lama sehingga salah satu pencemaran
pada sungai karang mumus ini adalah adanya aktivitas industri, aktivitas industri
tersebut juga memanfaatkan aliran sungai sebagai sumber air dalam menjalankan
industri yang berada di kawasan sungai tersebut. Akan tetapi pengolahan limbah dari
industri tersebut sangat tidak beraturan sehingga limbah yang tidak diolah terlebih
dahulu, dengan secara langsung melakukan pembuangan ke aliran sungai tersebut.
Pada aliran sungai karang mumus tersebut terdapat aktivitas bengkel yang juga turut
menggunakan aliran sungai ini sebagai sumber air dalam menjalankan kegiatan pada
bengkel kendaraan tersebut. Akan tetapi limbah dari aktivitas bengkel tersebut juga
turut menyumbangkan pencemaran air pada aliran sungai tersebut. Pencemaran air yang
terus bertambah setiap harinya membuat air tersebut kian memiliki warna keruh, bahkan
dibeberapa titk sungai ditemukan aliran sungai yang berwarna hitam yang diakibatkan
dari pencemaran tersebut. Air keruh yang berwarna hitam tersebut umumnya ditemukan
di kawasan permukiman kumuh yang berdiri di sepanjang bantaran sungai. pada
umumnya warna pada aliran sungai karang mumus berwarna coklat keruh. Hal ini
menunjukan sungai karang mumus merupakan sungai yang sudah tercemar cukup
parah, apalagi ditemukan adanya warna air sungai yang berwarna hitam.
Pencemaran pada sungai karang mumus ini tidak hanya disebabkan oleh limbah cair
saja, akan tetapi limbah padat seperti pembuangan sampah juga turut menyumbang
pencemaran terhadap sungai ini. masih banyaknya masyarakat yang belum sadar akan
dampak negatif dari pembuangan sampah ke aliran sungai sehingga sampai saat ini
masih banyak masyarakat kawasan sungai yang membuang sampah pada aliran sungai
tersebut.
Alasan yang cukup miris dari masyarakat kawasan sungai karang mumus ini adalah
terletak pada jarak, dikarenakan masyarakat berpendapat tidak perlu untuk berjalan jauh
dalam melakukan pembuangan sampah. Akan tetapi dengan melakukan pembuangan
pada aliran sungai. hal ini sangat memprihatinkan dikarenakan ketersediaan jumlah
tempat pembuangan sampah (TPS) tersebut sangat minim sehingga tidak ada pilihan
lain oleh warga dalam melakukan pembuangan sampah ke aliran sungai.
13
3.3. Strategi menangani permasalahan sampah di kota Samarinda
Pemerintah sebagai lembaga tertinggi dalam suatu Negara berwenang untuk mengatur
ataupun mengendalikan apa saja yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup
di Indonesia, dan dalam Undang-undang Dasar 1945 Amandemen IIV dalam pasal 33
yang mengatur tentang sumber-sumber Negara yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat.
2. Membuat organisasi atau komunitas Pengelola sampah. Saat ini pemerintah masih
terbatas pada pengumpulan sampah tanpa upaya berkelanjutan, pemerintah harus
membuat komunitas pengolah sampah disetiap wilayah,sehingga sampahsampah yang
sudah terkumpul dalam bentuk sampah organik dan an-organik dapat ditindaklanjuti
untuk menjadi sesuatu yang baru,karena sekarang ini ketika orang-orang sudah mulai
mengelompokan sampah berdasarkan sifatnya ketika sampah itu di angkut oleh mobil
kebersihan akhirnya malah di campur kembali.Sampah organik dapat diubah menjadi
14
kompos, sedangkan untuk sampah anorganik kita dapat mengolahnya menjadi barang
kerajinan, atau kita bisa melibatkan para penjual produk dari barang-barang tersebut
untuk berpartisipasi dengan mendaur ulang bekas produk mereka untuk di daur ulang
kembali.
3. Membiasakan masyarakat dengan gerakan cintai bumi. Disini dituntut partisipasi dan
kesadaran masyarakat. Sebelum seseorang berniat untuk mengubah lingkungan maka
orang tersebut harus memulai dengan mengubah dirinya, pengelolaan sampah secara
mandiri merupakan salah satu solusi yang tepat, mulai menyediakan 2 jenis tong
sampah untuk organik dan an-organik di rumah. Hal itu dapat memudahkan proses
selanjutnya dari pengolahan sampah itu sendiri, disini keberhasilan program
pengelolaan sampah ditentukan.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Permasalahan Sampah di Samarinda adalah produksi sampah cenderung meningkat
dari tahun ke tahun sementara peningkatan kemampuan pengangkutan sampah
masih terbatas di mana salah satu faktor penyebabnya adalah pertumbuhan populasi
di Samarinda dan juga sikap warga yang tidak bertanggung jawab yang membuang
limbah pribadi yang menyebabkan pencemaran lingkungan yaitu pada daerah
Sungai Karang Mumus.
4.2 Saran
Sebaiknya masyarakat menjadi pelopor lingkungan bersih dan sehat karena manfaat
untuk lingkungan yang bersih kita sendiri yang merasakan manfaatnya ,jangan
membuang sampah sembarangan, kurangi pemakaian barang atau benda yang
melahirkan sampah serta untuk Pemerintah agar menjadikan sampah menjadi prioritas
perhatian.
16
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Ida Ayu. Jakarta.
17