KELOMPOK A-11
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2017
Skenario 2
Pada tahun 2011, ditetapkan KLB (Kejadian Luar Biasa) Demam Berdarah Dengue di Kota
Pekanbaru. Pernyataan resmi ini disampaikan Pejabat Wali Kota Pekanbaru setelah mendenger
laporan Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dalam rapat koordinasi. Pada bulan Febuari tahun
2010 terdapat sebanyak 202 kasus dan bulan Febuari tahun 2011 mencapai 450 kasus. Hal ini
menunjukkan peningkatan sebesar kurang lebih dua kali lipat dari periode tahun sebelumnya. IR
(Incidence Rate) DBD menurut WHO di Indonesia adalah sebesar <50 per 100.000 penduduk dengan
CFR (Case Fatality Rate) 0,2. Kematian yang terjadi pada kasus DBD disebabkan masih kurangnya
pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap gejala DBD. Sering kali pasien datang ke
puskesmas dalam stadium lanjut, dimana terdapat perdarahan spontan dan syok. Pada stadium
demam terdapat kebiasaan masyarakat yang cenderung untuk mengobati diri sendiri dengan cara
membaluri badan dengan bawang merah yang dicampur minyak goreng terlebih dahulu kemudian
membeli obat penurun panas di warung atau atau toko obat. Masyarakat tidak mengerti kalau pada
saat mulai demam harus segera dibawa ke Puskemas.
Banyaknya penderita DBD di Puskesmas membutuhkan obat-obatan dan cairan infus bagi
pasien yang jumlahnya sangat banyak, sementara persediaan di Puskesmas juga terbatas. Untuk
mengatasi hal tersebut Puskesmas melakukan rujukan kesehatan masyarakat ke Dinas Kesehatan
Kota Pekanbaru.
Program penanggulangan DBD yang berjalan seharusnya bukan hanyak dikerjakan oleh
puskesmas sendiri secara lintas program, tetapi juga dikerjakan secara lintas sektroal demi untuk
meningkatkan mutu pelayanan. Pada saat yang bersamaan, terjadi ledakan kasus Campak di
Puskesmas setempat. Ternyata cakupan imunisasi Campak dalam 3 tahun terakhir selalu berada pada
kisaran <50%.
Dalam pertemuan lintas sektoral, tokoh agama juga terlibat dalam ikut urun rembuk
penyelesaian masalah kesehatan di masyarakat. Tokoh agama menyampaikan, bahwa dalam
pandangan Islam menciptakan kemaslahatan insani yang hakiki adalah merupakan salah satu tujuan
syariat Islam dan hukum menjaga kesehatan dan berobat adalah wajib.
2
I. KATA SULIT
a. Incidence Rate
Frrekuseni penyakit / kasus baru yang berjangkit dalam masyarakat disuatu
tempat/wilayah/negara pada waktu tertentu dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang mungkin terkena penyakit baru tersebut.
c. Lintas sektoral
Penggabungan/penghubung program dalam suatu instansi.
d. Lintas program
Penggabungan/penghubung program dalam satu instansi.
e. KLB
Kondisi dimana suatu penyakit disuatu daerah terjadi dalam jumlah yang banyak
dalam waktu singkat.
3
6. Lintas Program hanya dilakukan oleh satu intansi, sedangakan lintas sektoral dilakukan
oleh beberapa instansi untuk mengerjakan suatu program yang ada.
7. Promkes.
IV. HIPOTESIS
KLB adalah kondisi dimana suatu penyakit disuatu daerah terjadi dalam jumlah yang
banyak dalam waktu singkat dengan kriteria daerah tersebut timbul suatu penyakit menular
yang sebelumnya tidak ada / tidak dikenal, peningkatan kejadian dua kali lipat lebih banyak
dari peiode sebelumnya, peningkatan kejadian penyakit/kematian terus – menerus selama tiga
kurun waktu yang dapat ditanggulangi secara lintas sekotral yang dilakukan dalam beberapa
instansi seperti dinas kesehatan, tokoh/masyarakat, dan puskesmas yang akan melakukan
penyelidikan epidemiologi melakukan survey, pengumupulan data, pengolahan data,
pengumpulan hasil, penyuluhan, dan feedback oleh promkes.
V. SASARAN BELAJAR
4
LI 1 Memahami dan Menjelaskan KLB (Kejadian Luar Biasa)
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna
secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu (Kep. Dirjen PPM&PLP No.451
I/PD.03.04/1991. Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan salah satu istilah yang sering digunakan
dalam epidemiologi. Istilah ini juga tidak jauh dari istilah wabah yang sring kita dengar dalam
kehidupan sehari-hari. Kedua istilah ini sering digunakan akan tetapi sering kali kita tidak
mengetahui apa arti kedua kata tersebut.Menurut UU : 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB)
adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Wabah: berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan, mencabut daerah tertentu dalam wilayah
Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah
5
3. PANDEMI adalah Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit),
frekuensinya dalam waktu singkat meningkat tinggi dan penyebarannya telah mencakup wilayah
yang luas.
4. ENDEMI adalah Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit),
frekuensinya pada wilayah tertentu menetap dalam waktu lama berkenaan dengan adanya
penyakit yang secara normal biasa timbul dalam suatu wilayah tertentu.
Klasifikasi
Klasifikasi KLB
Menurut Penyebab
- Toksin
Enterotoxin, misalnya yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio,
Cholera, Escherichia, Shigella.
Eksotoxin (bakteri), misalnya yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens.
Endotoxin
- Infeksi (Virus, Bakteri, Protozoa, Cacing)
- Toksin Biologis (Racun jamur, Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-
tumbuhan)
- Toksin Kimia
Zat kimia organik : logam berat (seperti air raksa, timah), logam lain
Cyanida
Zat kimia organik : nitrit, pestisida
Gas-gas beracun : CO, CO2, HCN, dan sebagainya
Menurut Sumber KLB
- Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti :
Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis.
- Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,
penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
- Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira,
Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
- Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.
- Udara, misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
- Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella.
- Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.
- Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.
Menurut Penyakit Wabah
Beberapa penyakit dari sumber di atas yang sering menjadi wabah :
6
Klasifikasi Wabah :
1. Common Source Epidemic
Adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang
dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat.
Adapun Common Source Epidemic itu berupa keterpaparan umum, biasa pada letusan
keracunan makanan, polusi kimia di udara terbuka, menggambarkan satu puncak epidemi,
jarak antara satu kasus dengan kasus, selanjutnya hanya dalam hitungan jam,tidak ada angka
serangan ke dua
2. Propagated/Progresive Epidemic
Bentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang sehingga waktu lebih lama dan
masa tunas yang lebih lama pula. Propagated atau progressive epidemic terjadi karena adanya
penularan dari orang ke orang baik langsung maupun melalui vector, relatif lama waktunya
dan lama masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masya
yang rentan serta morbilitas dari pddk setempat, masa epidemi cukup lama dengan situasi
peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada batas minimal abggota
masyarakat yang rentan, lebih memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan
urutan generasi kasus.
7
10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan
11. Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi
12. Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
8
mengetahui kemampuan sistem surveilans, atau mengetahui pertanda mikrobiologik yang
dapat digunakan (Goodman et al., 1990).
Strategi penemuan kasus, strategi penemuan kasus ini sangat penting kaitannya dengan
pelaksanaan penyelidikan nantinya. Pada penyelidikan KLB pertimbangan penetapan strategi
yang tepat tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh informasi yang akurat, tetapi
juga harus dipertimbangkan beberapa hal yaitu :
a. Sumber daya yang ada (dana, sarana, tenaga)
b. Luas wilayah KLB
c. Asal KLB diketahui
d. Sifat penyakitnya.
Beberapa strategi penemuan kasus yang dapat digunakan pada penyelidikan KLB dengan
beberapa keuntungan dan kelemahannya (Bres, 1986) :
a. Penggunaan data fasilitas kesehatan Cepat Terjadi bias seleksi kasus
b. Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan Lebih mudah untuk mengetahui kasus dan
kontak Hanya kasus-kasus yang berat
c. Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena Cepat, tidak ada bias menaksir
populasi Kesalahan interpretasi pertanyaan
d. Kunjungan ke tempat yang diduga sebagai sumber penularan Mudah untuk menge-
tahui hubungan kasus dan kontak Terjadi bias seleksi dan keadaan sudah spesifik
e. Survai masyarakat (survai rumah tanggal, total survai) Dapat dilihat keadaan yang
sebenarnya Memerlukan waktu lama, memerlukan organisasi tim dengan baik
f. Survai pada penderita Jika diketahui kasus dengan pasti Memerlukan waktu lama,
hasil hanya terbatas pada kasus yang diketahui
g. Survai agent dengan isolasi atau serologi Kepastian tinggi, di-gunakan pada penya-kit
dengan carrier Mahal, hanya dilakukan jika pemerik saan lab dapat dikerjakan
3. Pertemuan dengan pejabat setempat.
Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan KLB,
kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh izin dan pengamanan.
Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah
berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang
dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Dalam membandingkan insidensi
penyakit berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa
(endemis) dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). Penggambaran pola
temporal penyakit yang penting untuk penetapan KLB adalah, pola musiman penyakit
(periode 12 bulan) dan kecenderungan jangka panjang (periode tahunan – pola maksimum
dan minimum penyakit). Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus
dibandingkan dengan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan
yang sama tahun berbeda (CDC, 1979).
9
KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang tidak
mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui.
KLB palsu (pesudo-epidemic), terjadi oleh karena :
1. Perubahan cara mendiagnosis penyakit
2. Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut, atau
3. Perubahan organisasi pelayanan kesehatan,
4. Perhatian yang berlebihan.
Untuk mentetapkan KLB dapat dipakai beberapa definisi KLB yang telah disusun oleh
Depkes. Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan
grafik Pola Maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.
Deskripsi KLB
Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung),
yang digambarkan dalam suatu kurva epidemik.
Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat
mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Kurva ini digambarkan dengan axs
horizontal adalah saat mulainya sakit dan sebagai axis vertikal adalah jumlah kasus.
Kurva epidemik dapat digunakan untuk tujuan :
a. Menentukan / memprakirakan sumber atau cara penularan penyakit dengan melihat tipe
kurva epidemik tersebut (common source atau propagated).
b. Mengidentifikasikan waktu paparan atau pencarian kasus awal (index case). Dengan cara
menghitung berdasarkan masa inkubasi rata-rata atau masa inkubasi maksimum dan
minimum.
Deskripsi Kasus Berdasarkan Tempat
Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan petunjuk
populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil
analisis ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai,
maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal, blok
sensus), tempat pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi,
sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari
orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980).
10
seperti pemberntasan serangga dan binatang pengerat serta peningkatan
lingkungan sosial seperti kepadatan rumah tangga.
Meningkatkan daya tahan pejamu meliputi perbaikan status gizi,kualitas hidup
penduduk, pemberian imunisasi serta peningkatan status psikologis.
b. Pencegahan tingkat kedua
Sasaran pencegahan ini terutama ditunjukkan pada mereka yang menderita atau
dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita (masa tunas) dengan
cara diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dicegah meluasnya penyakit atau
untuk mencegah timbulnya wabah serta untuk segera mencegah proses penyakit lebih
lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi.
c. Pencegahan tingkat ketiga
Bertujuan untuk mencegah jangan sampai penderita mengalami cacat atau kelainan
permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian
akibat penyakit tersebut dengan dilakukannya rehabilitasi.
d. Strategi pencegahan penyakit
Dilakukan usaha peningkatan derajad kesehatan individu dan masyarakat,
perlindungan terhadap ancaman dan gangguan kesehatan, pemeliharaan kesehatan,
penanganan dan pengurangan gangguan serta masalah kesehatan serta rehabilitasi
lingkungan.
11
2. Pembentukan Pusat Rehidrasi
Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
a. Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
b. Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala
diagnosa dsb.
c. Memberikan data penderita ke Petugas TGC
d. Mengatur logistik
e. Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi.
f. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga
g. Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
h. Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk
diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb.
12
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Penyelidikan Epidemiologi (PE)
Definisi
Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari pengetahuan Ilmu Kesehatan Masyarakat
(Public Health) yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan penyakit dan masalah
kesehatan lainnya dalam masyarakat. Keberadaan penyakit masyarakat itu didekati oleh
epidemiologi secara kuantitatif. Karena itu, epidemiologi akan mewujudkan dirinya sebagai
suatu metode pendekatan banyak memberikan perlakuan kuantitatif dalam menjelaskan
masalah kesehatan.
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi, frekuensi, dan determinan
penyakit pada populasi.
Distribusi : Orang, tempat, waktu
Frekuensi, ukuran frekuensi : Insiden dan atau prevalen
Determinan faktor risiko : faktor yang mempengaruhi atau faktor yang memberi risiko
atas terjadinya penyakit atau masalah kesehatan
13
a. Epidemi (singkat dan tinggi)
b. Pandemi (peningkatan yang sangat tinggi dan telah amat luas)
c. Endemi (frekuansi tetap dalam waktu yang lama)
d. Sporadik (berubah-ubah menurut perubahan waktu)
14
Ukuran – Ukuran Dalam Epidemiologi
Ratio adalah perbandingan dua bilangan yang tidak saling tergantung. Ratio digunakan untuk
menyatakan besarnya kejadian
Contoh: Jumlah Mahasiswa Stikes = 100, ratio pria : wanita = 2 : 3. Berapa jumlah masing2
mahasiswa?
Rate adalah perbandingan suatu kejadian dengan jumlah penduduk yang mempunyai risiko
kejadian tersebut. Rate digunakan untuk menyatakan dinamika dan kecepatan kejadian
tertentu dalam masyarakat
15
Contoh:
Campak → berisiko pada balita
Diare → berisiko pada semua penduduk
Ca servik → berisiko pada wanita
INCIDENCE RATE
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu
tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu
PREVALENCE RATE
Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam masyarakat di
suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu. PR yang ditentukan pada waktu tertentu
(misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate. PR yang ditentukan pada periode
tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut Periode Prevalence Rate.
ATTACK RATE
Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam
masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu
16
SPECIFIC DEATH RATE
SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun dibagi
jumlah penduduk pada pertengahan tahun
17
PERINATAL MORTALITY RATE
PMR = AKP = angka Kematian Perinatal adalah jumlah kematian janin umur 28 minggu s/d
7 hari seudah lahir per 1000 kelahiran hidup
19
Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah
diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan
kesehatan.
3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health
provider)
Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat
positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi.
Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama
yang terjalin.
Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana
kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
Jenjang Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan
dibedakan atas lima, yaitu:
1. Tingkat rumah tangga
Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.
2. Tingkat masyarakat
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu,
polindes, POD, saka bakti husada, dan lain-lain.
3. Fasilitas pelayanan tingkat pertama
Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan puskesmas dan unit fungsional
dibawahnya, praktek dokter swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.
4. Fasilitas pelayanan tingkat kedua
Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit paru
(BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja masyarakat
(BKKM), balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM), sentra pengembangan dan
penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit kabupaten atau kota, rumah sakit
swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dan lain-lain.
5. Fasilitas pelayanan tingkat ketiga
Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah sakit
provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.
Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:
Rujukan upaya kesehatan perorangan
20
1. Antara masyarakat dengan puskesmas
2. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas
3. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
4. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
lainnya.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat
1. Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota
2. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun
lintas sektoral
3. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu
mananggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).
21
5. Pelayanan Kesehatan tingkat kedua (secondary health service)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang
memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C, dan memerlukan tersedianya
tenaga-tenaga spesialis. Pelayanan kesehatan sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat
(inpantient services). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :
Dokter Spesialis
Dokter Subspesialis terbatas
22
Manfaat Sistem Rujukan
Berikut ini manfaat sistem rujukan ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan :
4. Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker)
Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai
macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
Memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja
antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
5. Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health consumer)
Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang
sama secara berulang-ulang.
Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah
diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan
kesehatan.
6. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health
provider)
Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat
positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi.
Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama
yang terjalin.
Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana
kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
2. Tingkat masyarakat
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu,
polindes, POD, saka bakti husada, dan lain-lain.
23
5. Fasilitas pelayanan tingkat ketiga
Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah sakit
provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.
Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:
Rujukan upaya kesehatan perorangan
a. Antara masyarakat dengan puskesmas
b. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas
c. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
d. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
lainnya.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat
a. Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota
b. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun
lintas sektoral
c. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu mananggulangi,
bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).
Seperti telah diuraikan sepintas dalam bagian terdahulu bahwa sistem adalah
gabungan dari elemen-elemen (sub sistem) didalam suatu proses atau struktur dan berfungsi
sebagai satu kesatuan organisasi. Didalam suatu sistem terdapat elemen-elemen atau bagian-
bagian dimana didalamnya juga membentuk suatu proses didalam suatu kesatuan maka
disebut sub sistem (bagian dari sistem). Selanjutnya sub sistem tersebut juga terjadi suatu
proses berfungsi sebagai suatu kesatuan sendiri sebagai bagian dari sub sistem tersebut.
Demikian seterusnya dari sistem yang besarnya ini, misalnya pelayanan kesehatan sebagai
suatu sistem terdiri dari sub sistem pelayanan medik, pelayanan keperawatan, pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan sebagainya, dan masing-masing sub sistem terdiri sub-sub sistem
lagi.
Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling
mempengaruhi. Apabila salah satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka
akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis besar, elemen-elemen dalam sistem itu
adalah sebagai berikut :
Masukan (Input) adalah sub-sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk
berfungsinya sistem.
Proses ialah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga
menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.
Keluaran (out put) ialah hal yang dihasilkan oleh proses.
Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu
lamanya.
Umpan balik (feed back) ialah juga merupakan hasil dari proses yang sekaligus
sebagai masukan untuk sistem tersebut.
Lingkungan (environment) ialah dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem
tersebut.
24
Contoh :
Didalam pelayanan puskesmas yang menjadi input adalah dokter, perawat, obat-
obatan, fasilitas lain, dan sebagainya. Prosesnya adalah kegiatan pelayanan puskesmas
tersebut. Outputnya adalah pasien sembuh / tak sembuh, jumlah ibu hamil yang dilayani dan
sebagainya.
Dampaknya adalah meningkatnya status kesehatan masyarakat. Sedangkan umpan
balik pelayanan puskesmas antara lain keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan sedangkan
lingkungan adalah masyarakat dan instansi-instansi diluar puskesmas tersebut.Sistem
pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan
kesehatan masyarakat (public health services). Dalam artikel ini, hanya akan dibahas sistem
pelayanan kesehatan masyarakat saja. Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat adalah
merupakan sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif
(pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan
kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan)
Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan
rakyat banyak maka peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai
porsi yang besar. Namun demikian karena keterbatasan sumber daya pemerintah maka
potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam upaya pelayanan kesehatan
masyarakat tersebut. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mempunyai kewajiban
dan tanggung jawab dalam menggali dan membina potensi masyarakat dalam upaya
pelayanan kesehatan masyarakat ini. Menggalang potensi masyarakat disini mencakup 3
dimensi, yakni :
a. Potensi masyarakat dalam arti komunitas (misal masyarakat RT, RW, kelurahan,
dsb)
Misalnya dengan adanya dana sehat, iuran untuk pengadaan PMT (Pembinaan
Makanan Tambahan) untuk anak balita, kader kesehatan, dan sebagainya adalah bentuk-
bentuk partisipasi dan penggalian potensi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
25
Pelayanan kesehatan masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain :
1. Penanggung Jawab
Suatu sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus ada penanggung jawab oleh pemerintah
maupun oleh swasta. Namun demikian di Indonesia, pemerintah (dalam hal ini Departemen
Kesehatan) merupakan tanggung jawab yang paling tinggi. Artinya pengawasan, standar
pelayanan dan sebagainya bagi pelayanan kesehatan masyarakat baik pemerintah
(puskesmas) maupun swasta (balkesmas) adalah dibawah koordinasi Departemen Kesehatan.
2. Standar Pelayanan
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta harus berdasarkan
pada suatu standar tertentu. Di Indonesia, standar ini telah ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan dengan adanya buku Pedoman Puskesmas.
3. Hubungan Kerja
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus mempunyai pembagian kerja yang jelas antara
bagian satu dengan yang lain. Artinya fasilitas kesehatan tersebut harus mempunyai struktur
organisasi yang jelas dan menggambarkan hubungan kerja, baik horizontal maupun vertikal.
26
dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin
dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja bukanlah kesehatan yang baik.
5. Bermutu (quality)
Mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik serta standart yang telah ditetapkan.
5. Memberdayakan pelanggan
Menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumberdaya atau perangkat
tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari.
Layanan kesehatan yang bermutu dapat disimpulkan sebagai suatu layanan kesehatan yang
dibutuhkan yang ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik
oleh pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Sedangkan mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang
berhubungan dengan standar-standar) dan suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat
memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan
kekurangan gizi (Djoko Wijono, 2000 : 35).
27
Dimensi mutu tersebut, sebagai berikut:
a.Dimensi Kompetensi Teknis; berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan
mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan,
kepatuhan, kebenaran dan konsistensi.
b.Dimensi Keterjangkauan; artinya layanan kesehataan yang diberikan harus dapat dicapai
oleh masyarakat, baik dari segi geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa.
c.Dimensi Efektivitas; layanan kesehatan yang diberikan harus mampu mengobati atau
mengurangi keluhan masyarakat/pasien dan mampu mencegah meluasnya penyakit yang
diderita.
d.Dimensi Efisiensi; dengan adanya layanan kesehatan yang efisiens maka masyarakat atau
pasien tidak perlu menunggu terlalu lama yang dapat mengakibatkan masyarakat/pasien
tersebut membayar lebih mahal.
e.Dimensi Kesinambungan; masyarakat/pasien dilayani secara terus-menerus sesuai dengan
kebutuhannya, termasuk rujukan yang tidak perlu mengulangi prosedur.
f.Dimensi Keamanan; layanan kesehatan harus aman dari resiko cidera, infeksi, efek
samping, atau bahaya lainnya, sehingga prosedur yang akan menjamin pemberi dan penerima
pelayan disusun.
g.Dimensi Kenyamanan; layanan kesehatan yang diberikan akan terasa nyaman bagi
masyarakat/pasien jika dapat mempengaruhi kepuasan dan menimbulkan kepercayaan untuk
datang kembali.
h.Dimensi Informasi; layanan kesehatan ini sangat perlu diberikan oleh petugas puskesmas
dan rumah sakit kepada masyarakat, yang mana dapat mempengaruhi perubahan perilaku.
i.Dimensi Ketepatan Waktu; layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu dan cara yang
tepat, oleh pemberi layanan yang tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta
biaya yang tepat (efisien).
J.Dimensi Hubungan Antarmanusia; hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan
kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling
menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-lain.
Cakupan Mutu
Sistem mutu adalah program perencanaan, kegiatan, sumberdaya dan kejadian yang
didorong oleh manajemen, berlaku diseluruh organisme dan proses dalam memenuhi
kebutuhan pelanggan. Selain dari dimensi mutu, cakupan dari mutu juga harus diperhatikan.
Yang mana cakupan tersebut sebagai berikut:
1. Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan.
2. Menterjemahkan secara cepat dan dicirikan pada produk jasa yang kita berikan.
3. Merancang sistem agar produk jasa disampaikan secara tepat dan cepat.
28
4. Mempersiapkan personal yang akan memberikan pelayanan.
5. Memepersiapkan material untuk menghasilkan informasi pelayanan tersebut.
6. Mempersiapkan sistem untuk memperoleh informasi baik.
Jika pemberi pelayanan bisa menerapkan dimensi mutu dan cakupan mutu yang di
butuhkan di wilayahnya sesuai dengan situasi dan kondisi dari masyarakat setempat. Maka
pelayanan yang bermutu dapat diperoleh oleh semua tingkat ekonomi dimasyarakat. Agar
semakin mudah dalam menerapkan di masyrakat, pelayanan kesehatan perlu melakukan
tahap-tahap yang terdapat dalam siklus mutu.
Untuk memberikan pelayanan berkualitas yang berorentasi pada kebutuhan pelanggan
dan citra rumah sakit yang baik dimasyarakat maka pihak rumah sakit perlu melakukan upaya
perbaikan yang berkesinambungan dengan langkah-langkah sbb :
1) Meningkatkan pelayanan kepada pasien dengan sikap yang ramah dan juga bisa mengerti
dan memahami keadaan pasien.
2) Meningkatkan kedisiplinan dan kometmen dalam bekerja pada seluruh petugas Rumah
Sakit agar bisa memberikan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, dan dapat melaksanakan
tugas, fungsi serta peranannya dengan baik sesuai dengan visi dan misi.
3) Untuk meningkatkan kualitas teknis, perlu dilaksanakan program pendidikan dan pelatihan
yang sesuai dengan standar pelayanan prima sehingga mampu memberikan pelayanan yang
dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi pasien.
4) Untuk meningkatkan kualitas fungsional, perlu dilaksanakan pelatihan terutama yang
berkaitan dengan hubungan manusia yaitu mengenai sikap dan cara komunikasi yang baik
guna memberikan karakter kepribadian pada sumber daya manusia.
5) Pihak Rumah Sakit diharapkan terus meningkatkan sarana, prasarana dan kesehatan
lingkungan Rumah Sakit serta memelihara dan memperbaiki fasilitas yang telah ada, seperti
pengadaan alat-alat medis dan penunjang medis, perbaikan fasilitas di ruang rawat inap dan
kebersihan lingkungan Rumah Sakit
Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah suatu organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat
diterima dan terjangkau oleh masyarakat, serta biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat.
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah untuk
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan
kesadaran serta kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan ‘Indonesia Sehat 2010’.
Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan
untuk masyarakat luas bagi mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan
mutu pelayanan kepada perorangan. Pelayanan di Puskesmas merupakan unit pelaksana
teknis kesehatan di bawah supervise Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Secara umum,
mereka harus memberikan pelayanan preventif, promotif, kuratif sampai dengan rehabilitatif
baik melalui upaya kesehatan perorangan (UKP) atau upaya kesehatan masyarakat (UKM).
Puskesmas dapat memberikan pelayanan rawat inap selain pelayanan rawat jalan.
Imunisasi :
Artinya adalah kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.
Macam kekebalan :
1. Kekebalan tidak spesifik
29
pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan
misalnya reflex batuk, bersin, kulit, air mata
2. Kekebalan spesifik
Berasal dari 2 sumber yaitu
1. genetik
2. kekebalan yang diperoleh
kekebalan aktif diperoleh melalui imunisasi dan sembuh dari penyakit tertentu.
Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta.
30
Tujuan Khusus :
Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap
minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010.
Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden dibawah 1 per 1.000
kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.
Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-2005, serta
sertifikasi bebas polio pada tahun 2008.
Tercapainya Reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005.
Sasaran :
Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)
Ibu hamil ( awal kehamilan -8 bulan)
Wanita usia subur (calon mempelai wanita)
Anak sekolah dasar kelas I dan VI
Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.
1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan
didahului pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan
vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang
berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B
monovalen atau vaksin kombinasi.
2. Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0).
Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2
bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat
diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak
umur lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td, di-booster setiap 10
tahun.
5. Vaksin Campak. Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1
(program BIAS).
31
6. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1
kali. Keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal
2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup
satu kali.
7. Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus
pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14
minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin
rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui
umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur 6-14
minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur
kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
8. Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun
terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari
12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
9. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur
kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 –
<36 bulan, dosis 0,25 mL.
10. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10
tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin
HPV tetravalen dengan interval 0, 2, 6 bulan.
Pemberian vaksin bisa melalui injeksi, misalnya vaksin BCG, DPT, DT, TT, Campak dan
Hepatitis B. Sedangkan yang diberikan secara oral yaitu vaksin polio
BCG : 1 X (bayi 0-11 bulan)
DPT : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu
Polio : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu
Campak : 1X ( anak 9-11 bulan)
TT IH : - 1 x ( BOOSTER) bila ibu hamil pernah menerima TT 2 X pada
o Waktu calon pengantin atau pada kehamilan
sebelumnya)
2 X (selang 4 minggu) bila ibu hamil belum pernah divaksinasi TT
o Selama kehamilan. Bila pada waktu kontak berikutnya
(saat pemberian TT2 tetap) diberikan dengan maksud
untuk memberikan perlindungan pada kehamilan
berikutnya
DT : 2x ( selang 4 minggu) anak kelas 1 sampai wanita
TT : 2x ( 4 minggu ) anak kelas 6 SD sampai wanita
TT calon pengantin wanita : 2 X ( selang 4 minggu) sebelum akad nikah
32
Polio : Tetes mulut, dosis 2 tetes.
DPT, HB, Campak : Subcutan, dosis 0,5 cc.
Pemberian obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis pemberian.
Memberikan Informasi kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi berikutnya.
Pencatatan / pelaporan : Imunisasi yang diberikan dicatat dalam buku catatan imunisasi dan
Buku KIA / KMS.
Langkah-langkah kegiatan :
1. Petugas Imunisasi menerima kunjungan bayi sasaran Imunisasi yang telah membawa
Buku KIA / KMS di Ruang Imunisasi setelah mendaftar di loket pendaftaran.
2. Petugas memriksa status Imunisasi dalam buku KIA / KMS dan menentukan jenis
imunisasi yang akan diberikan.
3. Petugas menanyakan keadaan bayi kepada orang tuanya ( keadaan bayi yang
memungkinkan untuk diberikan imunisasi atau bila tidak akan dirujuk ke Ruang
Pengobatan ).
4. Petugas menyiapkan alat ( menyeteril alat suntik dan kapas air hangat ).
5. Petugas menyiapkan vaksin ( vaksin dimasukkan ke dalam termos es ).
6. Petugas menyiapkan sasaran ( memberitahukan kepada orang bayi tentang tempat
penyuntikan.
7. Petugas memberikan Imunisasi ( memasukkan vaksin ke dalam alat suntik, desinfeksi
tempat suntikan dengan kapas air hangat, memberikan suntikan vaksin / meneteskan
vaksin sesuai dengan jadwal imunisasi yang akan diberikan.
8. Petugas melakukan KIE tentang efek samping pasca imunisasi kepada orang tua bayi
sasaran imunisasi.
9. Petugas memberikan obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis
pemberian.
10. Petugas memberitahukan kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi
berikutnya.Petugas mencatat hasil imunisasi dalam Buku KIA / KMS dan Buku
Catatan Imunisasi serta rekapitulasi setiap akhir bulannya
33
a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit.
c. perilaku gizi (makanan & minuman).
2) Perilaku Pencarian atau Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau
sering disebut Perilaku Pencarian Pengobatan (health seeking behavior) adalah
menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita dan atau kecelakaan.
Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai
mencari pengobatan ke luar negeri.
3) Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang terhadap
makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan, meliputi pengetahuan, persepsi,
sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di
dalamnya/zat gizi, pengelolaan makanan, dll.
4) Perilaku Kesehatan Lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan bagaimana sehingga lingkungan
tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Seorang ahli lain (Becker, 1979)
membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan ini.
a. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya
atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya. Perilaku ini mencakup antara lain :
a) Menu seimbang
b) Olahraga teratur
c) Tidak merokok
d) Tidak minum-minuman keras dan narkoba
e) Istirahat yang cukup
f) Pengendalian stres
g) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan
b. Perilaku sakit mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit.
Persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala
penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya, dsb.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) mencakup :
a) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b) Mengenal/mengetahu fasilitas atau sasaran pelayanan penyembuhan
penyakit yang layak.
c) Mengetahui hak (misalnya : hak memperoleh perawatan dan
pelayanan kesehatan).
34
sosial pada umumnya. Proses ini mengikuti suatu keteraturan tertentu yang dapat
diklasifikasikan dalam 4 bagian, yakni :
1) Adanya suatu penilaian dari orang yang bersangkutan terhadap suatu gangguan atau
ancaman kesehatan. Dalam hal ini persepsi individu yang bersangkutan atau orang
lain (anggota keluarga) terhadap gangguan tersebut akan berperan. Selanjutnya
gangguan dikomunikasikan kepada orang lain (anggota keluarga) dan mereka yang
diberi informasi tersebut menilai dengan kriteria subjektif.
2) Timbulnya kecemasan karena adanya persepsi terhadap gangguan tersebut. Disadari
bahwa setiap gangguan kesehatan akan menimbulkan kecemasan baik bagi yang
bersangkutan maupun bagi anggota keluarga lainnya. Bahkan gangguan tersebut
dikaitkan dengan ancaman adanya kematian. Dari ancaman-ancaman ini akan
menimbulkan bermacam-macam bentuk perilaku.
3) Penerapan pengetahuan orang yang bersangkutan mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan masalah kesehatan, khususnya mengenai gangguan yang dialaminya. Oleh
karena gangguan kesehatan terjadi secara teratur di dalam suatu kelompok tertentu
maka setiap orang di dalam kelompok tersebut dapat menghimpun pengetahuan
tentang berbagai macam gangguan kesehatan yang mungkin terjadi. Dari sini
sekaligus orang menghimpun berbagai cara mengatasi gangguan kesehatan itu baik
secara tradisional maupun modern. Berbagai cara penerapan pengetahuan baik dalam
menghimpun berbagai macam gangguan maupun cara-cara mengatasinya tersebut
merupakan pencerminan dari berbagai bentuk perilaku.
4) Dilakukannya tindakan manipulatif untuk meniadakan atau menghilangkan
kecemasan atau gangguan tersebut. Di dalam hal ini baik orang awam maupun tenaga
kesehatan melakukan manipulasi tertentu dalam arti melakukan sesuatu untuk
mengatasi gangguan kesehatan. Dari sini lahirlah pranata-pranata kesehatan baik
tradisional maupun modern.
Secara lebih detail, Becker (1979) membagi perilaku masyarakat yang berhubungan dengan
kesehatan menjadi tiga, yaitu:
1. perilaku kesehatan : hal yang berkaitan dengan tindakan seseorang dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatannya. Contoh : memilih makanan yang sehat, tindakan-tindakan
yang dapat mencegah penyakit.
2. perilaku sakit : segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang individuyang
merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Contoh
pengetahuan individu untuk memperoleh keuntungan.
3. perilaku peran sakit : segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang
sedang sakit untuk memperoleh kesehatan.
Terdapat dua paradigma dalam kesehatan yaitu paradigma sakit dan paradigma
sehat.Paradigma sakit adalah paradigma yang beranggapan bahwa rumah sakit adalah
tempatnya orang sakit. Hanya di saat sakit, seseorang diantar masuk ke rumah sakit. Ini
adalah paradigma yang salah yang menitikberatkan kepada aspek kuratif dan rehabilitatif.
Sedangkan paradigma sehat Menitikberatkan pada aspek promotif dan preventif,
berpandangan bahwa tindakan pencegahan itu lebih baik dan lebih murah dibandingkan
pengobatan.
KLASIFIKASI PERILAKU
a. Perilaku kesehatan ( health behavior) yaitu hal hal yang berkaitan dengan memelihara ,
meningkatkan dan mencegah penyakit dengan tindakan tindakan perorangan seperti
sanitasi, memilih makanan dn kebersihan
35
b. Perilaku sakit ( illness behavior) yaitu tindakan seseorang dalam menyikapi sakit dan
kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyakit ,penyebab penyakit serta usaha
usaha mencegah penyakit tersebut.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yaitu tindakan seseorang yang sedang sakit
untuk memperoleh kesembuhan . perilaku ini disamping berpengaruh terhadap
kesehatan /kesakitanya sendiri juga berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitanya sendiri
juga berpengaruh terhadap orang lain terutama anak anak yang belm mempunyai
kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatanya.
PERUBAHAN PERILAKU
a. Teori Stimulus dan Transformasi
b. Teori teori belajar social ( social searching )
Tingkah laku sama ( same behavior )
Tingkah laku tergantung ( matched dependent behavior 0
Tingkah laku salinan ( copying behavior )
a. Teori belajar social dari bandara dan walter
Efek modeling ( modeling effect ) yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui
asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model
Efek menghambat ( inhibition) dan menghapus hambatan ( dishinbition ) dimana
tingkah laku yang tidak sesuai dengaan model dihambat timbulnya, sedangkan
tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya
sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata
Efek kemudahan ( facilitation effect ) yaitu tingkah laku yang sudah pernah dipelajari
oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.
36
Masyarakat jika menderita sakit cenderung mengobati sendiri terlebih dahulu dengan
membeli obat di warung seperti tetes mata, salep di apotik tanpa resep dari dokter, mereka
hanya menanyakan kepada penjaga apotik obat mana yang biasa digunakan untuk mata
merah, padahal dengan mereka membeli obat tanpa resep dokter belum tentu itu baik buat
kesehatan mata, dan belum tentu obat tersebut tidak menimbulkan efek samping jika
mengabaikan aturan pemakaian. Dan ada juga yang mengobati secara tradisional yaitu
dengan mengompres mata dengan air hangat, air sirih, air teh, daun kelor dan air bambu. Di
sisi lain masyarakat dengan pengetahuan baik (22%) dan bersikap baik (92%) berperilaku
langsung mengobati ke puskesmas atau rumah sakit. Hal ini dikarenakan mereka mengetahui
apa yang akan terjadi jika terlambat dalam melakukan pengobatan, dan juga mereka memiliki
dasar pengetahuan yang baik tentang kesehatan, khususnya kesehatan mata. Sehingga jika
mengalami gangguan pada mata mereka langsung mengobati dengan rasional.
37
2. Holistik Modern
Sudah saatnya bagi masyarakat untuk beralih ke layanan kesehatan “holistik modern”.
Dalam situasi biaya pelayanan kesehatan umum sekarang ini sangat tinggi dan kadang-
kadang terasa mencekik dan sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat, maka untuk
mendapatkan konsultasi dan pengobatan berbagai penyakit secara maksimum dengan
akurat dan hemat, sudah saatnya masyarakat memanfaatkan layanan kesehatan “Holistik
Modern”.
DR.ASVIAL RIVAI, M.D (M.A) sang pelopor dan pengembang layanan kesehatan
holistik modern itu di Indonesia sejak tahun 1997, menjelaskan. Di bawah ini, kami
tampilkan wawancara Kris Sadipun dari Bekasi Ekspres (BE) dengan DR.ASVIAL
RIVAI (AR) di Kantor Pusat Holistik Moderen, Mall Belannova, Sentul City, Bogor,
dalam bentuk tanya-jawab menyangkut keunggulan layanan kesehatan Holistik Moderen
BE: Apa yang dimaksud dengan layanan kesehatan “Holistik Modern”?
AR: Itu hanya sebuah nama. Apalah arti sebuah nama, banyak orang berkata
begitu. Tapi sebenarnya “holistik modern” merupakan sebuah sebutan terhadap
satu sistem pelayanan “terpadu” dalam memenuhi berbagai kebutuhan untuk
pemeliharaan dan perbaikan tingkat kesehatan yang mungkin sudah rusak yang
disebut sakit-sakitan. Layanan kesehatan “holistik modern” dalam arti yang sangat
dalam, meliputi berbagai pelayanan termasuk layanan pemeriksaan kesehatan
secara menyeluruh, konsultasi kesehatan secara menyeluruh (baik fisik, emosional
dan juga kejiwaan), perawatan / pengobatan penyakit-penyakit secara menyeluruh
(juga fisik, emosional dan kejiwaan), pemberian nasehat dan anjuran-anjuran
kesehatan secara menyeluruh (berlaku juga untuk kesehatan fisik, emosional dan
kejiwaan), kontrol ulang serta bimbingan / tuntunan selama penyakit-penyakitnya
belum sembuh atau selama masih dibutuhkan oleh sipenderita. Itu dilakukan
secara terpadu oleh satu tenaga praktisi yang sudah dilatih untuk menekuni profesi
itu, tanpa harus rujuk kesana sini, tanpa harus ambil darah, tanpa suntikan, tanpa
melukai dan malah tanpa buka-buka pakaian sangat etis.
Dalam melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh, digunakan berbagai metode
yang megacu pada ilmu pengetahuan kesehatan dengan benar, sebagai satu pandangan
lain nonmedis, yang merupakan terobosan baru dalam bidang kesehatan yang sangat
sederhana tapi sangat efektif, yaitu ilmu iridology yang berasal atau ditemukan oleh
seorang dokter medis di Eropa (yaitu satu ilmu pengetahuan bagaimana mendeteksi
penyakit malalui tanda-tanda yang terjadi pada mata akibat adanya gangguan penyakit
itu), Ilmu kinesiology yang berasal atau ditemukan oleh seorang ahli saraf di Amerika
(yaitu ilmu pengetahuan bagaimana mengetahui tingkat kesehatan organ-organ dan sistem
tubuh melalui kelemahan yang terjadi pada otot lengan) dan ilmu phytobiophysics yang
berasal atau ditemukan oleh seorang dokter juga di Inggris (yaitu bagaimana mengetahui
dan memperbaiki tingkat penyakit dan kelemahan tubuh seseorang melalui perobahan
energy yang terjadi pada tubuh yang ditest dengan energy bunga-bungaan berbagai
warna). Dan ada juga berbagai cara pendeteksian dan perawatan yang lain, seperti “heart
lock”, “jump leading”, “universal energy”, “podorachidian” dan lain-lain.
3. Pelayanan Kesehatan Tradisional
Sekalipun pelayanan kesehatan moderen telah berkembang di Indonesia, namun
jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Menurut
Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2001 ditemukan sekitar 57,7% penduduk Indonesia
melakukan pengobatan sendiri, sekitar 31,7% menggunakan obat tradisional serta sekitar
9,8% menggunakan cara pengobatan.
Adapun yang dimaksud dengan pengobatan tradisional disini adalah cara pengobatan
atau perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran atau ilmu
38
keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan yang diperoleh secara turun temurun, atau berguru melalui pendidikan, baik
asli maupun yang berasal dari luar Indonesia, dan diterapkan sesuai norma yang berlaku
dalam masyarakat (UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).
Banyak faktor yang berperan, kenapa pemanfatan pengobatan tradisional masih tinggi di
Indonesia. Beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah:
1. Pengobatan tradisional merupakan bagian dari sosial budaya masyarakat.
2. Tingkat pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan latar belakang budaya masyarakat
menguntungkan pengobatan tradisional.
3. Terbatasnya akses dan keterjangkauan pelayanan kesehatan moderen.
4. Keterbatasan dan kegagalan pengobatan modern dalam mengatasi beberapa penyakit
tertentu.
5. Meningkatnya minat masyarakat terhadap pemanfaatan bahan-bahan (obat) yang berasal
dari alam (back to nature).
6. Meningkatnya minat profesi kesehatan mempelajari pengobatan tradisional.
7. Meningkatnya modernisasi pengobatan tradisional.
8. Meningkatnya publikasi dan promosi pengobatan tradisional.
9. Meningkatnya globalisasi pelayanan kesehatan tradisional.
10. Meningkatnya minat mendirikan sarana dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tradisional.
39
Salah satu ciri pengobatan alternatif adalah penggunaan doa ataupun bacaan-bacaan.
Doa atau bacaan dapat menjadi unsur penyembuh utama ketika dijadikan terapi tunggal
dalam penyembuhan.Selain doa ada juga ciri yang lain yaitu adanya pantangan pantangan.
Pantangan berarti suatu aturan-aturan yang harus dijalankan oleh pasien. Pantangan-
pantangan tersebut harus dipatuhi demi kelancaran proses pengobatan, agar penyembuhan
dapat selesai dengan cepat.
Dimana pantanganpantangan tersebut sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.
Seperti misalnya penyakit patah tulang maupun terkilir, biasanya dilarang unutk
mengkonsumsi minum es dan kacang-kacangan. Makanan-makanan tersebut menurutnya
dapat mengganggu aliran syaraf-syaraf yang akan disembuhkan.
Komunikasi
Komunikasi kesehatan disebut juga promosi kesehatab. Karena komunikasie
merupakan kegiatan untuk mgnondisikan fakktor-faktor predisposisi. Kurangnya
pengetahuan, dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, adanya tradisi,
kepercayaan yang negative tentang penyakit, makanan, lingkungan, dan sebagainya, mereka
tidak berprilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Untuk itu maka diperlukan komunikasi,
pemberian informasi-informasi tentang kesehatan. Untuk berkomunikasi yang efektif para
petugas kesehatan perlu dibekali ilmu komunikasi, termasuk media komunikasinya.
Pola Pikir
Perilaku pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior) adalah pola atau perilaku
pencarian pelayanan kesehatan di masyarakat. Dua hal yang perannya kuat dalam
menentukan pengambilan keputusan tentang pengobatan.
Pertama adalah persepsi mereka terhadap penyakit.
Orang yang mempesepsikan penyakitnya sebagai penyakit ringan cenderung untuk
memilih pengobatan sendiri (self medication) misalnya dengan mencari obat di warung
atau apotik, orang yang mengganggap penyakit mereka serius, biasanya tiga hari
sampai seminggu tidak sembuh cenderung untuk memilih datang ke dokter atau
layanan kesehatan, tetapi mereka yang menganggap penyakitnya sangat serius atau
kronis seperti diabetes, stroke dan hipertensi justru memilih pengobatan alternatif baik
itu tabib, pengobatan herbal, maupun dukun.
40
Kedua adalah persepsi mereka tentang layanan kesehatan profesional.
Mereka yang mempersepsikan bahwa pengobatan profesional sulit untuk dijangkau,
mahal dan tidak efektif cenderung untuk lari ke pengobatan sendiri dan pengobatan
alternatif. Pada penderita penyakit kronis yang sifatnya degeneratif seperti penyakit
diabetes dan darah tinggi atau strok, tampaknya kebanyakan mengangap bahwa
penyembuhan melalui usaha medis adalah sia-sia.
Kebiasaan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Bentuk
dari perilaku tersebut ada dua yaitu pasif dan aktif. Perilaku pasif merupakan respon internal
dan hanya dapat dilihat oleh diri sendiri sedangkan perilaku aktif dapat dilihat oleh orang
lain. Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku terhadap kesehatan. Perilaku tersebut
umumnya dibagi menjadi dua, yaitu perilaku sehat dan perilaku sakit :
Perilaku sehat yaitu perilaku seseorang yang sehat dan meningkatkan kesehatannya
tersebut. Perilaku sehat mencakup perilaku-perilaku dalam mencegah atau
menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah, atau penyebab
masalah (perilaku preventif). Contoh dari perilaku sehat ini antara lain makan
makanan dengan gizi seimbang, olah raga secara teratur, dan menggosok gigi sebelum
tidur.
Perilaku sakit. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau telah terkena
masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah
kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health
seeking behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang
bila terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan melalui sarana
pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit.
Secara lebih detail, Becker (1979) membagi perilaku masyarakat yang berhubungan dengan
kesehatan menjadi tiga, yaitu:
Perilaku kesehatan
Hal yang berkaitan dengan tindakan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya.
Contoh : memilih makanan yang sehat, tindakan-tindakan yang dapat mencegah
penyakit.
Perilaku sakit
Segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang individuyang merasa sakit,
untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
Contoh : pengetahuan individu untuk memperoleh keuntungan.
Perilaku peran sakit
Segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesehatan.
Terdapat dua paradigma dalam kesehatan yaitu paradigma sakit dan paradigma sehat :
Paradigma sakit adalah paradigma yang beranggapan bahwa rumah sakit adalah
tempatnya orang sakit. Hanya di saat sakit, seseorang diantar masuk ke rumah sakit.
Ini adalah paradigma yang salah yang menitikberatkan kepada aspek kuratif dan
rehabilitatif.
41
Paradigma sehat Menitikberatkan pada aspek promotif dan preventif, berpandangan
bahwa tindakan pencegahan itu lebih baik dan lebih murah dibandingkan pengobatan.
Penanggulangan
Dampak
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being ,
merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan
ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling
besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor
seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama
(yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
42
Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus ( specific Protection) missal :
imunisasi
Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (early diagnostic
and promt treatment ) missal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat
menghindari dari resiko kecacatan
Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi missal : dengan memulihkan kondisi
cacat melalui latihan latihan tertentu
43
LI 6 Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kesehatan dan KLB dalam Islam
Menurut buku “Syariah dan Ibadah” (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim Dirasah
Islamiyah dari Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan
utama dari Syariat Islam, yaitu:
Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lil’alamin, maka
Allah SWT telah membuat peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan
murtad: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang
mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisaa [4]:
48).
Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan ditumpas.
“Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash (pembalasan) pada
orang-orang yang dibunuh…” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau
daiat (ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:
“Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang baik
dan hendaklah (orang yang diberi maaf) membayar diat kepada yang memberi maaf dengan
cara yang baik (pula)” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para calon
pembunuh akan berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai taruhannya.
Dengan begitu, jiwa orang beriman akan terpelihara.
44
“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman keras) dan
judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS Al-Baqarah [2]: 219).
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan dosa
perjudian.
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional
(dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Al-Maidah [5]: 38).
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan alasan
yang sangat kuat sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri dengan serta merta
dihukum potong tangan. Dilihat dulu akar masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya.
Jika ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil beberapa butir buah untuk mengganjal
laparnya, tentunya tidak akan dipotong tangan. Berbeda dengan para koruptor yang sengaja
memperkaya diri dengan menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah pasti
buatnya. Dengan demikian Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib
masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian..
KLB Dalam Pandangan Islam
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Q.s.
As-Syura: 30)
Dalam sudut pandang wahyu Allah terakhir, musibah dan bencana ada kaitannya dengan dosa
atau maksiat yang dilakukan oleh manusia-manusia pendurhaka.Bencana alam berupa letusan
gunung api, banjir bandang, wabah penyakit, kekeringan, kelaparan, kebakaran, dan lain
sebagainya, dalam pandangan alam Islam (Islamic worldview), tidaklah sekedar fenomena
45
alam. Al-Qur’an menyatakan dengan lugas bahwa segala kerusakan dan musibah yang
menimpa umat manusia itu disebabkan oleh “perbuatan tangan mereka sendiri”. Tentu saja
kata ‘tangan’ sebatas simbol perbuatan dosa/maksiat, karena suatu perbuatan maksiat
melibatkan panca indera, dan juga dikendalikan dan diprogram sedemikian rupa oleh otak,
kehendak dan hawa nafsu manusia. Maksiat, sebagaimana taat, ada yang bersifat menentang
tasyri’ Allah seperti melanggar perkara yang haram, dan ada yang bersifat menentang takwin
Allah (sunnatullah) seperti melanggar dan merusak alam lingkungan. Bahkan sebelum dunia
mengenal karantina, Nabi Muhammad Saw. telah menetapkan dalam salah satu sabdanya,
Apabila kalian mendengar adanya wabah di suatu daerah,janganlah mengunjungi daerah itu,
tetapi apabila kalian berada di daerah itu, janganlah meninggalkannya.
7.2. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Dalam Menjaga Kesehatan dan
Berobat
Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani,
harta, dan keturunan.Setidaknya tiga dari yang disebut berkaitan dengankesehatan. Tidak
heran jika ditemukan bahwa Islam amat kayadengan tuntunan kesehatan.
Paling tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang digunakan untuk menunjuk tentang
pentingnya kesehatan dalampandangan Islam.
1. Kesehatan, yang terambil dari kata sehat;
2. Afiat.
Keduanya dalam bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat afiat. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesra, kata "afiat" dipersamakan dengan "sehat". Afiat diartikan sehat dan
kuat,sedangkan sehat (sendiri) antara lain diartikan sebagai keadaan baik segenap badan serta
bagian-bagiannya (bebas dari sakit).Kalau sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap
anggota badan, maka agaknya dapat dikatakan bahwa mata yang sehat adalah mata yang
dapat melihat maupun membaca tanpa menggunakan kacamata. Tetapi, mata yang afiat
adalah yang dapat melihat dan membaca objek-objek yang bermanfaat serta mengalihkan
pandangan dari objek-objek yang terlarang, karena itulah fungsi yang diharapkan dari
penciptaan mata. Dalam konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda Nabi
Muhammad Saw.:
Demikian Nabi Saw. menegur beberapa sahabatnya yang bermaksud melampaui batas
beribadah, sehingga kebutuhan jasmaniahnya terabaikan dan kesehatannya terganggu.
Pembicaraan literatur keagamaan tentang kesehatan fisik, dimulai dengan meletakkan prinsip:
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Karena itu dalam konteks kesehatan ditemukan
sekian banyak petunjuk Kitab Suci dan Sunah Nabi Saw. yang pada dasarnya mengarah pada
upaya pencegahan.
Salah satu sifat manusia yang secara tegas dicintai Allah adalah orang yang menjaga
kebersihan. Kebersihan digandengkan dengan taubat dalam surat Al-Baqarah (2): 222:
Sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat,dan senang kepada orang yang
membersihkan diri.
Tobat menghasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriah menghasilkan
kesehatan fisik.Wahyu kedua (atau ketiga) yang diterima Nabi Muhammad Saw. adalah: “
46
Dan bersihkan pakaianmu dan tinggalkan segala macam kekotoran (QS Al-Muddatstsir [74]:
4-5)”.
و ال ت تداووا ب ان حرام، ف تداووا، وج عم ن كم داء دواء، إن هللا أن زل ان داء وان دواء
‘’Sesungguhnya Alloh menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap
penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang haram.’’
(HR.Abu Dawud 3874, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if al-Jami’
2643)
2. Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ف إن هللا ن م ي ض[[ع داء إ ال و ض[[ع ن ه ش ف[[اء إ ال داء واح[[د ) ق، ( ت داووا: ي ا ر سىل هللا أ ال ن تداوي ؟ ق ال
ي ا ر سىل: ان ىا
) ( انهرم: هللا وما هى ؟ ق ال
‘’Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?,Nabi bersabda,’’berobatlah, karena sesungguhnya
Alloh tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit
(yang tidak ada obatnya),’’ mereka bertanya,’’apa itu’’ ? Nabi bersabda,’’penyakit tua.’’
(HR.Tirmidzi 2038, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Sunan Ibnu Majah 3436)
47
i. Berobat menjadi makruh dalam beberapa kondisi
a. Jika penyakitnya termasuk yang sulit disembuhkan, sedangkan obat yang digunakan
diduga kuat tidak bermanfaat, maka lebih baik tidak berobat karena hal itu diduga
kuat akan berbuat sis- sia dan membuang harta.
b. Jika seorang bersabar dengan penyakit yang diderita, mengharap balasan surga dari
ujian ini, maka lebih utama tidak berobat, dan para ulama membawa hadits Ibnu
Abbas dalam kisah seorang wanita yang bersabar atas penyakitnya kepada masalah
ini.
c. Jika seorang fajir/rusak, dan selalu dholim menjadi sadar dengan penyakit yang
diderita, tetapi jika sembuh ia akan kembali menjadi rusak, maka saat itu lebih baik
tidak berobat.
d. Seorang yang telah jatuh kepada perbuatan maksiyat, lalu ditimpa suatu penyakit, dan
dengan penyakit itu dia berharap kepada Alloh mengampuni dosanya dengan sebab
kesabarannya.
e. Dan semua kondisi ini disyaratlkan jika penyakitnya tidak mengantarkan kepada
kebinasaan, jika mengantarkan kepada kebinasaan dan dia mampu berobat, maka
berobat menjadi wajib.
5. Berobat menjadi haram
Jika berobat dengan sesuatu yang haram atau cara yang haram maka hukumnya haram,
seperti berobat dengan khomer/minuman keras, atau sesuatu yang haram lainnya.
48
DAFTAR PUSTAKA
49