Anda di halaman 1dari 49

WRAP UP SKENARIO 2

BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS

“KEJADIAN PENYAKIT DAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT”

KELOMPOK A-11

Ketua : Ida Nurainun Adjad Makassar (1102012116)


Sekretaris : Laura Rahardini (1102014147)
Anggota : Giri Mahesa Putra Zatnika (1102012100)
Kartika Pradipta (1102013144)
Andhika Shahnaz (1102014023)
Aulia Elma Azzahra (1102014049)
Dayu Dwi Deria (1102014066)
Diah Ayu Kusuma Wardani (1102014072)
Ina Romantin (1102014128)
Khaulah Nurul Fadhilah (1102014144)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2017
Skenario 2

Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pada tahun 2011, ditetapkan KLB (Kejadian Luar Biasa) Demam Berdarah Dengue di Kota
Pekanbaru. Pernyataan resmi ini disampaikan Pejabat Wali Kota Pekanbaru setelah mendenger
laporan Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dalam rapat koordinasi. Pada bulan Febuari tahun
2010 terdapat sebanyak 202 kasus dan bulan Febuari tahun 2011 mencapai 450 kasus. Hal ini
menunjukkan peningkatan sebesar kurang lebih dua kali lipat dari periode tahun sebelumnya. IR
(Incidence Rate) DBD menurut WHO di Indonesia adalah sebesar <50 per 100.000 penduduk dengan
CFR (Case Fatality Rate) 0,2. Kematian yang terjadi pada kasus DBD disebabkan masih kurangnya
pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap gejala DBD. Sering kali pasien datang ke
puskesmas dalam stadium lanjut, dimana terdapat perdarahan spontan dan syok. Pada stadium
demam terdapat kebiasaan masyarakat yang cenderung untuk mengobati diri sendiri dengan cara
membaluri badan dengan bawang merah yang dicampur minyak goreng terlebih dahulu kemudian
membeli obat penurun panas di warung atau atau toko obat. Masyarakat tidak mengerti kalau pada
saat mulai demam harus segera dibawa ke Puskemas.

Karena adanya KLB tersebur, Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) ke


lapangan untuk mengetahui penyebab terjadinya KLB. Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi
tersebut, Puskesmas melakukan tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi KLB.

Banyaknya penderita DBD di Puskesmas membutuhkan obat-obatan dan cairan infus bagi
pasien yang jumlahnya sangat banyak, sementara persediaan di Puskesmas juga terbatas. Untuk
mengatasi hal tersebut Puskesmas melakukan rujukan kesehatan masyarakat ke Dinas Kesehatan
Kota Pekanbaru.

Program penanggulangan DBD yang berjalan seharusnya bukan hanyak dikerjakan oleh
puskesmas sendiri secara lintas program, tetapi juga dikerjakan secara lintas sektroal demi untuk
meningkatkan mutu pelayanan. Pada saat yang bersamaan, terjadi ledakan kasus Campak di
Puskesmas setempat. Ternyata cakupan imunisasi Campak dalam 3 tahun terakhir selalu berada pada
kisaran <50%.

Dalam pertemuan lintas sektoral, tokoh agama juga terlibat dalam ikut urun rembuk
penyelesaian masalah kesehatan di masyarakat. Tokoh agama menyampaikan, bahwa dalam
pandangan Islam menciptakan kemaslahatan insani yang hakiki adalah merupakan salah satu tujuan
syariat Islam dan hukum menjaga kesehatan dan berobat adalah wajib.

2
I. KATA SULIT

a. Incidence Rate
Frrekuseni penyakit / kasus baru yang berjangkit dalam masyarakat disuatu
tempat/wilayah/negara pada waktu tertentu dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang mungkin terkena penyakit baru tersebut.

b. Case Fatality Rate


Persentasi angka kematian oleh sebab penyakit tertentu untuk menentukan
kegawatan/keganasan penyakit tersebut.

c. Lintas sektoral
Penggabungan/penghubung program dalam suatu instansi.

d. Lintas program
Penggabungan/penghubung program dalam satu instansi.

e. KLB
Kondisi dimana suatu penyakit disuatu daerah terjadi dalam jumlah yang banyak
dalam waktu singkat.

II. RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja kriteria KLB?
2. Kapan suatu daerah ditetapkan sebagai daerah KLB?
3. Tindakan apa saja yang dilakukan puskesmas untuk menanggulangi KLB?
4. Bagaimana tahapan penyelidikan epidemiologi?
5. Siapa sajakah yang terkait lintas sektoral?
6. Mengapa program yang berjalan seharusnya tidak hanya dikerjakan lintas program tapi
juga dikerjakan oleh lintas sektoral?
7. Siapa/kelompok mana yang harus melaksanakan penyelidikan epidemiologi?

III. ANALISIS MASALAH


1. – timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada / tidak dikenal
- Peningkatan kejadian dua kali lipat lebih banyak dari peiode sebelumnya
- Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus – menerus selama tiga kurun waktu
2. Apabila daerah tersebut memiliki kriteria tersebut :
– timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada / tidak dikenal
- Peningkatan kejadian dua kali lipat lebih banyak dari peiode sebelumnya
- Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus – menerus selama tiga kurun waktu
3. Melakukan penyelidikan epidemiologi (PE).
4. Melakukan survey, pengumupulan data, pengolahan data, pengumpulan hasil,
penyuluhan, dan feedback.
5. Dinas kesehatan, tokoh masyarakat/agama, dan puskesmas.

3
6. Lintas Program hanya dilakukan oleh satu intansi, sedangakan lintas sektoral dilakukan
oleh beberapa instansi untuk mengerjakan suatu program yang ada.
7. Promkes.

IV. HIPOTESIS
KLB adalah kondisi dimana suatu penyakit disuatu daerah terjadi dalam jumlah yang
banyak dalam waktu singkat dengan kriteria daerah tersebut timbul suatu penyakit menular
yang sebelumnya tidak ada / tidak dikenal, peningkatan kejadian dua kali lipat lebih banyak
dari peiode sebelumnya, peningkatan kejadian penyakit/kematian terus – menerus selama tiga
kurun waktu yang dapat ditanggulangi secara lintas sekotral yang dilakukan dalam beberapa
instansi seperti dinas kesehatan, tokoh/masyarakat, dan puskesmas yang akan melakukan
penyelidikan epidemiologi melakukan survey, pengumupulan data, pengolahan data,
pengumpulan hasil, penyuluhan, dan feedback oleh promkes.

V. SASARAN BELAJAR

LI 1 Memahami dan Menjelaskan KLB (Kejadian Luar Biasa)


LI 2 Memahami dan Menjelaskan Penyelidikan Epidemiologi (PE)
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Sistem Rujukan Kesehatan
LI 4 Memahami dan Menjelaskan Cakupan dan Mutu Pelayanan Kesehatan
LI 5 Memahami dan Menjelaskan Aspek Sosial dan Budaya
LI 6 Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kesehatan dan KLB dalam Islam

4
LI 1 Memahami dan Menjelaskan KLB (Kejadian Luar Biasa)

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna
secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu (Kep. Dirjen PPM&PLP No.451
I/PD.03.04/1991. Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan salah satu istilah yang sering digunakan
dalam epidemiologi. Istilah ini juga tidak jauh dari istilah wabah yang sring kita dengar dalam
kehidupan sehari-hari. Kedua istilah ini sering digunakan akan tetapi sering kali kita tidak
mengetahui apa arti kedua kata tersebut.Menurut UU : 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB)
adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Wabah: berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan, mencabut daerah tertentu dalam wilayah
Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah

Perbedaan definisi antara Wabah dan KLB :


Wabah harus mencakup:
o Jumlah kasus yang besar.
o Daerah yang luas
o Waktu yang lebih lama.
o Dampak yang timbulkan lebih berat.
Kriteria KLB
KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk
mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen
PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu :
 Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
 Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut
menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)
 Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
 Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
 Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih
dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
 Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan
kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
 Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
 Beberapa penyakit khusus : Kholera, “DHF/DSS”, (a)Setiap peningkatan kasus dari periode
sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada
periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang
bersangkutan.
Istilah-istilah yang sering terdapat dalam kejadian luar biasa :
1. OUTBREAK adalah Suatu episode dimana terjadi dua atau lebih penderita suatu penyakit
yang sama dimana penderita tersebut mempunyai hubungan satu sama lain.
2. EPIDEMI adalah Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang
ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat frekuensinya meningkat.

5
3. PANDEMI adalah Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit),
frekuensinya dalam waktu singkat meningkat tinggi dan penyebarannya telah mencakup wilayah
yang luas.
4. ENDEMI adalah Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit),
frekuensinya pada wilayah tertentu menetap dalam waktu lama berkenaan dengan adanya
penyakit yang secara normal biasa timbul dalam suatu wilayah tertentu.

Klasifikasi
Klasifikasi KLB
 Menurut Penyebab
- Toksin
 Enterotoxin, misalnya yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio,
Cholera, Escherichia, Shigella.
 Eksotoxin (bakteri), misalnya yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens.
 Endotoxin
- Infeksi (Virus, Bakteri, Protozoa, Cacing)
- Toksin Biologis (Racun jamur, Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-
tumbuhan)
- Toksin Kimia
 Zat kimia organik : logam berat (seperti air raksa, timah), logam lain
 Cyanida
 Zat kimia organik : nitrit, pestisida
 Gas-gas beracun : CO, CO2, HCN, dan sebagainya
 Menurut Sumber KLB
- Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti :
Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis.
- Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,
penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
- Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira,
Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
- Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.
- Udara, misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
- Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella.
- Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.
- Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.
 Menurut Penyakit Wabah
Beberapa penyakit dari sumber di atas yang sering menjadi wabah :

- Cholera Dengue - Tifus perut


- Pes (DBD) - Meningitis
- Demam - Campak - Encephalitis
kuning - Polio - SARS
- Demam - Difteri - Anthrax
bolak-balik - Pertusis
- Tifus bercak - Rabies
wabah - Malaria
- Demam - Influenza
Berdarah - Hepatitis

6
Klasifikasi Wabah :
1. Common Source Epidemic
Adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang
dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat.
Adapun Common Source Epidemic itu berupa keterpaparan umum, biasa pada letusan
keracunan makanan, polusi kimia di udara terbuka, menggambarkan satu puncak epidemi,
jarak antara satu kasus dengan kasus, selanjutnya hanya dalam hitungan jam,tidak ada angka
serangan ke dua
2. Propagated/Progresive Epidemic
Bentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang sehingga waktu lebih lama dan
masa tunas yang lebih lama pula. Propagated atau progressive epidemic terjadi karena adanya
penularan dari orang ke orang baik langsung maupun melalui vector, relatif lama waktunya
dan lama masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masya
yang rentan serta morbilitas dari pddk setempat, masa epidemi cukup lama dengan situasi
peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada batas minimal abggota
masyarakat yang rentan, lebih memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan
urutan generasi kasus.

Metodologi Penyelidikan KLB


Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit ditentukan, sehingga metoda yang
dipakai pada penyelidikan KLB sangat bervariasi. Menurut Kelsey et al., 1986; Goodman et
al., 1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :
1. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau retrospektif
tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat merupakan suatu penelitian
deskriptif, analitik atau keduanya.
2. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif),
3. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya (Rumah sakit,
klinik, laboratorium dan lapangan).
4. Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu mencegah
meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang
(pengendalian), dengan tujuan khusus :
a. Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit
b. Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB
c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan terjadi
KLB

Langkah-langkah Penyelidikan KLB


1. Persiapan penelitian lapangan
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3. Memastikan Diagnose Etiologis
4. Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7. Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran
8. Mengidentikasi keadaan penyebab KLB
9. Merencanakan penelitian lain yang sistematis

7
10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan
11. Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi
12. Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi

Persiapan Penelitian Lapangan


Sebelum penyelidikan KLB dilaksanakan perlu adanya persiapan dan rencana kerja.
Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah
adanya informasi (Kelsey., 1986), Greg (1985) dan Bres (1986) mengatakan bahwa persiapan
penelitian lapangan meliputi :
1. Pemantapan (konfirmasi) informasi.
Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga diperlukan
pemantapan informasi untuk melengkapi informasi awal, yang dilakukan dengan kontak
dengan daerah setempat. Informasi awal yang digunakan sebagai arahan untuk membuat
rencana kerja (plan of action), yang meliputi informasi sebagai berikut :
a. Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia informasi adanya KLB dapat berasal dari
fasilitas kesehatan primer (laporan W1), analisis sistem kewaspadaan dini di daerah
tersebut (laporan W2), hasil laboratorium, laporan Rumah sakit (Laporan KD-RS)
atau masyarakat (Laporan S-0).
b. Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala klinis,
pemeriksaan yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis dan hasil
pemeriksaannya, komplikasi yang terjadi (misal kematian, kecacatan. Kelumpuhan
dan lainnya).
c. Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di daerah/lokasi KLB.
2. Pembuatan rencana kerja
Berdasar informasi tersebut disusun rencana penyelidikan (proposal), yang minimal berisi :
a. Tujuan penyelidikan KLB
b. Definisi kasus awal
c. Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber penularan
d. Macam dan sumber data yang diperlukan
e. Strategi penemuan kasus
f. Sarana dan tenaga yang diperlukan.
Definisi kasus : definisi kasus sangat berguna untuk arahan pada pencarian kasus nantinya.
Mengingat informasi yang didapat mungkin hanya merupakan persangkaan penyakit tertentu
atau gejala klinis yang ditemui, maka definisi kasus sebaiknya dibuat longgar, dengan
kemungkinan kasus-kasus lain akan masuk. Perbaikan definisi kasus akan dilakukan setelah
pemastian diagnose, pada langkah identifikasi kasus dan paparan.
Hipotesis awal, hendaknya meliputi penyakit penyebab KLB, sumber dan cara penularan.
Untuk membuat hipotesis awal ini dapat dengan mempelajari gejala klinis, ciri dan pola
epidemiologis penyakit tersangka. Hipotesis awal ini dapat berubah atau lebih spesifik dan
dibuktikan pada waktu penyelidikan (Bres, 1986).
Tujuan penyelidikan KLB selalu dimulai dengan tujuan utama mengadakan penanggulangan
dan pengendalian KLB, dengan beberapa tujuan khusus, di antaranya :
a. Memastikan diagnosis penyakit
b. Menetapkan KLB
c. Menentukan sumber dan cara penularan
d. Mengetahui keadaan penyebab KLB
Pada penyelidikan KLB diperlukan beberapa tujuan tambahan yang berhubungan dengan
penggunaan hasil penyelidikan. Misalnya untuk mengetahui pelaksanaan program imunisasi,

8
mengetahui kemampuan sistem surveilans, atau mengetahui pertanda mikrobiologik yang
dapat digunakan (Goodman et al., 1990).
Strategi penemuan kasus, strategi penemuan kasus ini sangat penting kaitannya dengan
pelaksanaan penyelidikan nantinya. Pada penyelidikan KLB pertimbangan penetapan strategi
yang tepat tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh informasi yang akurat, tetapi
juga harus dipertimbangkan beberapa hal yaitu :
a. Sumber daya yang ada (dana, sarana, tenaga)
b. Luas wilayah KLB
c. Asal KLB diketahui
d. Sifat penyakitnya.
Beberapa strategi penemuan kasus yang dapat digunakan pada penyelidikan KLB dengan
beberapa keuntungan dan kelemahannya (Bres, 1986) :
a. Penggunaan data fasilitas kesehatan Cepat Terjadi bias seleksi kasus
b. Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan Lebih mudah untuk mengetahui kasus dan
kontak Hanya kasus-kasus yang berat
c. Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena Cepat, tidak ada bias menaksir
populasi Kesalahan interpretasi pertanyaan
d. Kunjungan ke tempat yang diduga sebagai sumber penularan Mudah untuk menge-
tahui hubungan kasus dan kontak Terjadi bias seleksi dan keadaan sudah spesifik
e. Survai masyarakat (survai rumah tanggal, total survai) Dapat dilihat keadaan yang
sebenarnya Memerlukan waktu lama, memerlukan organisasi tim dengan baik
f. Survai pada penderita Jika diketahui kasus dengan pasti Memerlukan waktu lama,
hasil hanya terbatas pada kasus yang diketahui
g. Survai agent dengan isolasi atau serologi Kepastian tinggi, di-gunakan pada penya-kit
dengan carrier Mahal, hanya dilakukan jika pemerik saan lab dapat dikerjakan
3. Pertemuan dengan pejabat setempat.
Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan KLB,
kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh izin dan pengamanan.

Pemastian Diagnosis Penyakit Dan Penetapan KLB


Pemastian Diagnosis Penyakit
Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda
penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya.
Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus
adalah sebagai berikut :
1. Buat daftar gejala yang ada pada kasus
2. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
3. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya

Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah
berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang
dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Dalam membandingkan insidensi
penyakit berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa
(endemis) dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). Penggambaran pola
temporal penyakit yang penting untuk penetapan KLB adalah, pola musiman penyakit
(periode 12 bulan) dan kecenderungan jangka panjang (periode tahunan – pola maksimum
dan minimum penyakit). Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus
dibandingkan dengan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan
yang sama tahun berbeda (CDC, 1979).

9
KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang tidak
mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui.
KLB palsu (pesudo-epidemic), terjadi oleh karena :
1. Perubahan cara mendiagnosis penyakit
2. Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut, atau
3. Perubahan organisasi pelayanan kesehatan,
4. Perhatian yang berlebihan.
Untuk mentetapkan KLB dapat dipakai beberapa definisi KLB yang telah disusun oleh
Depkes. Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan
grafik Pola Maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.

Deskripsi KLB
 Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung),
yang digambarkan dalam suatu kurva epidemik.
Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat
mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Kurva ini digambarkan dengan axs
horizontal adalah saat mulainya sakit dan sebagai axis vertikal adalah jumlah kasus.
Kurva epidemik dapat digunakan untuk tujuan :
a. Menentukan / memprakirakan sumber atau cara penularan penyakit dengan melihat tipe
kurva epidemik tersebut (common source atau propagated).
b. Mengidentifikasikan waktu paparan atau pencarian kasus awal (index case). Dengan cara
menghitung berdasarkan masa inkubasi rata-rata atau masa inkubasi maksimum dan
minimum.
 Deskripsi Kasus Berdasarkan Tempat
Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan petunjuk
populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil
analisis ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai,
maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal, blok
sensus), tempat pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi,
sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari
orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980).

 Deskripsi KLB Berdasarkan Orang


Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan atau etiologi
penyakit. Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan,
status perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang
hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan
memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan
umur harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya
penyakit. Analisis ini akan berguna untuk membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab
penyakit atau sebagai kunci yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit

Pencegahan terjadinya wabah/KLB


a. Pencegahan tingkat pertama
 Menurunkan faktor penyebab terjadinya wabah serendah mungkin dengan cara
desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi yang bertujuan untuk menghilangkan
mikroorganisme penyebab penyakit dan menghilangkan sumner penularan.
 Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik seperti
peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan, peningkatan lingkungan biologis

10
seperti pemberntasan serangga dan binatang pengerat serta peningkatan
lingkungan sosial seperti kepadatan rumah tangga.
 Meningkatkan daya tahan pejamu meliputi perbaikan status gizi,kualitas hidup
penduduk, pemberian imunisasi serta peningkatan status psikologis.
b. Pencegahan tingkat kedua
Sasaran pencegahan ini terutama ditunjukkan pada mereka yang menderita atau
dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita (masa tunas) dengan
cara diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dicegah meluasnya penyakit atau
untuk mencegah timbulnya wabah serta untuk segera mencegah proses penyakit lebih
lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi.
c. Pencegahan tingkat ketiga
Bertujuan untuk mencegah jangan sampai penderita mengalami cacat atau kelainan
permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian
akibat penyakit tersebut dengan dilakukannya rehabilitasi.
d. Strategi pencegahan penyakit
Dilakukan usaha peningkatan derajad kesehatan individu dan masyarakat,
perlindungan terhadap ancaman dan gangguan kesehatan, pemeliharaan kesehatan,
penanganan dan pengurangan gangguan serta masalah kesehatan serta rehabilitasi
lingkungan.

Prosedur Penanggulangan KLB


1.   Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan
Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh
lainnya : 
a. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik. 
b. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
c. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat 
d. Memperbaiki kerja laboratorium
e. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain

Tim Gerak Cepat (TGC)


Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan
penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data
penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan :
a. Pengamatan : Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga
Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan
sebagai sumber penularan.

b. Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi


penyebarannya
Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang
ditemukan di lapangan.
c. Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga
d. Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara
lengkap.

11
2.  Pembentukan Pusat Rehidrasi
Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
a. Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
b. Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala
diagnosa dsb.
c. Memberikan data penderita ke Petugas TGC
d. Mengatur logistik
e. Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi.
f. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga 
g. Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
h. Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk
diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb.

Faktor penyebab KLB


Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/Wabah adalah Herd
Immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki
oleh sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan
dengan tingkat kekebalan individu yaitu makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin
sulit terkena penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd immunity, makin banyak proporsi
penduduk yang kebal berarti makin tinggi tingkat herd immunity-nya hingga penyebaran
penyakit menjadi semakin sulit.  Setelah terjadi wabah, jumlah penduduk yang kebal
bertambah hingga herd immunity meningkat hingga penyebaran penyakit berhenti. Setelah
beberapa waktu jumlah penduduk yang kebal menurun demikian pula dengan herd immunity-
nya dan wabah penyakit tersebut datang kembali, demikianlah seterusnya.
Kekebalan Kelompok (Herd Immunity) Adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu
kelompok penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab penyakit
menular tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut.
Herd Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah di masyarakat
serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk tertentu.
Wabah terjadi karena 2 keadaan :
 Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika agent penyakit
infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen tersebut
atau kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama absen dalam populasi
tersebut.
 Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat tertutup dan
mudah terjadi kontak langsung, masuknya sejumlah orang-orang yang peka terhadap
penyakit tertentu dalam populasi tsb. Ex: Asrama mahasiswa/tentara

12
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Definisi
Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari pengetahuan Ilmu Kesehatan Masyarakat
(Public Health) yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan penyakit dan masalah
kesehatan lainnya dalam masyarakat. Keberadaan penyakit masyarakat itu didekati oleh
epidemiologi secara kuantitatif. Karena itu, epidemiologi akan mewujudkan dirinya sebagai
suatu metode pendekatan banyak memberikan perlakuan kuantitatif dalam menjelaskan
masalah kesehatan.
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi, frekuensi, dan determinan
penyakit pada populasi.
 Distribusi : Orang, tempat, waktu
 Frekuensi, ukuran frekuensi : Insiden dan atau prevalen
 Determinan faktor risiko : faktor yang mempengaruhi atau faktor yang memberi risiko
atas terjadinya penyakit atau masalah kesehatan

Definisi Penyelidikan Epidemiologi (PE)


Penyelidikan Epidemiologi adalah rangkaian kegiatan untuk mengetahui suatu kejadian baik
sedang berlangsung maupun yang telah terjadi, sifatnya penelitian, melalui pengumpulan data
primer dan sekunder, pengolahan dan analisa data, membuat kesimpulan dan rekomendasi
dalam bentuk laporan.

Tujuan dan Manfaat Epidemiologi


Manfaat Epidemiologi antara lain:
1. Membantu pekerjaan Administrasi Kesehatan
2. Dapat menerangkan penyebab masalah kesehatan
3. Dapat menerangkan perkembangan alamiah penyakit
4. Dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan

13
a. Epidemi (singkat dan tinggi)
b. Pandemi (peningkatan yang sangat tinggi dan telah amat luas)
c. Endemi (frekuansi tetap dalam waktu yang lama)
d. Sporadik (berubah-ubah menurut perubahan waktu)

Tujuan Penyelidikan Epidemiologi (PE)


Mendapatkan besaran masalah yang sesunguhnya, Mendapatkan gambaran klinis dari suatu
penyakit, Mendapatkan gambaran kasus menurut variabel Epidemiology, Mendapatkan
informasi tentang faktor risiko (lingkungan, vektor, perilaku, dll) dan etiologi, Dari ke empat
tujuan di tersebut dapat dianalisis sehingga dapat memberikan suatu penanggulangan atau
pencegahan dari penyak

Langkah Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE)

1. Tahap survey pendahuluan :


a. Memastikan adanya KLB
b. Menegakan diagnosa
c. Buat hypotesa sementara ( penyebab, cara penularan, faktor yg mempengaruhi)

2. Tahap Pengumpulan Data :


a. Identifikasi kasus kedalam variabel epid (orang, tempat, waktu)
b. Uji hipotesis
c. Menentukan kelompok yg rentan

3. Tahap pengolahan data :


a. Lakukan pengolahan menurut variable epid, menurut ukuran epid, menurut nilai
statstik.
b. Lakukan analisa data menurut variable epid, ukuran epid,dan nilai statistik.
Bandingkan dg nilai yang sudah ada
c. Buat intepretasi hasil analisa
d. Buat laporan hasil penanggulangan

4. Tentukan tindakan penanggulangan dan pencegahan :


a. Tindakan penanggulangan :
1. Pengobatan penderita
2. Isolasi kasus
b. Tindakan pencegahan :
1. Surveilans yg ketat
2. Perbaikan mutu lingkungan
3. Perbaikan status kesehatan masyarakat

Indikasi Penyelidikan Epidemiologi (PE)


 Pencegahan & Penanggulangan
 Laporan masyarakat, politik, serta kepentingan legal aspek
 On the Job Traning
 Penelitian
 Masalah Program Pemberantasan

14
Ukuran – Ukuran Dalam Epidemiologi

Proporsiadalah perbandingan yang pembilangnya merupakan bagian dari penyebut. Proporsi


digunakan untuk melihat komposisi suatu variabel dalam populasi

Ratio adalah perbandingan dua bilangan yang tidak saling tergantung. Ratio digunakan untuk
menyatakan besarnya kejadian

Contoh: Jumlah Mahasiswa Stikes = 100, ratio pria : wanita = 2 : 3. Berapa jumlah masing2
mahasiswa?
Rate adalah perbandingan suatu kejadian dengan jumlah penduduk yang mempunyai risiko
kejadian tersebut. Rate digunakan untuk menyatakan dinamika dan kecepatan kejadian
tertentu dalam masyarakat

15
Contoh:
 Campak → berisiko pada balita
 Diare → berisiko pada semua penduduk
 Ca servik → berisiko pada wanita

PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS

INCIDENCE RATE
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu
tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu

PREVALENCE RATE
Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam masyarakat di
suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu. PR yang ditentukan pada waktu tertentu
(misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate. PR yang ditentukan pada periode
tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut Periode Prevalence Rate.

ATTACK RATE
Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam
masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu

PENGUKURAN MORTALITY RATE

CRUDE DEATH RATE


CDR adalah angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun dibagi
jumlah penduduk pada pertengahan tahun

16
SPECIFIC DEATH RATE
SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun dibagi
jumlah penduduk pada pertengahan tahun

CASE FATALITY RATE


CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan
kegawatan/ keganasan penyakit tersebut

MATERNAL MORTALITY RATE


MMR = AKI = Angka kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/
melahirkan/ nifas (sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup

INFANT MORTALITY RATE


IMR = AKB = angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000
kelahiran hidup

NEONATAL MORTALITY RATE


NMR = AKN = Angka Kematian Neonatal adalah jumlah kematian bayi sampai umur < 4
minggu atau 28 hari per 1000 kelahiran hidup

17
PERINATAL MORTALITY RATE
PMR = AKP = angka Kematian Perinatal adalah jumlah kematian janin umur 28 minggu s/d
7 hari seudah lahir per 1000 kelahiran hidup

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Sistem Rujukan Kesehatan

Definisi Sistem Rujukan Masyarakat


UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan :
 KEWAJIBAN DOKTER adalah merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi
lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan (Pasal 51)
 KETENTUAN PIDANA adalah kurungan paling lama satu tahun atau denda
paling banyak Rp. 50.000.000, setiap dokter atau dokter gigi yang dengan
sengaja tidak memenuhi kewajiban tersebut (Pasal 79)

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan


pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah
kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal
(antara unit-unit setingkat kemampuannya)

Bentuk Pelayanan Kesehatan


Pada sistem rujukan masyarakat, yang dirujuk tidak hanya pasien saja tetapi masalah
kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan laboratorium dll. Terdapat 3 bentuk pelayanan
kesehatan di Indonesia :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan
masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.
Pelayanan yang diperlukan untuk kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar
(basic health service). Bentuk Pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas
pembantu, puskesmas keliling, dan Balkesmas. Pelayanan tipe ini lebih mengutamakan
pelayanan yang bersifat dasar, dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh :
 Dokter Umum (Tenaga Medis)
 Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)
Primary health care pada pokoknya ditujukan kepada masyarakat yang sebagian besar
bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan
kesehatan sifatnya berobat jalan (Ambulatory Services)
18
2. Pelayanan Kesehatan tingkat kedua (secondary health service)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang
memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C, dan memerlukan tersedianya
tenaga-tenaga spesialis. Pelayanan kesehatan sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat
(inpantient services). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :
 Dokter Spesialis
 Dokter Subspesialis terbatas

3. Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)


Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang
sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks
dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis, contoh di Indonesia seperti Rumah sakit tipe
A dan B. Pelayanan kesehatan sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan atau pelayanan
rawat inap (rehabilitasi). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :
 Dokter Subspesialis
 Dokter Subspesialis Luas

Klasifikasi Sistem Rujukan Masyarakat


Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi dua yakni :
1. Rujukan medis
Berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien. Disamping
itu mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan bahan-bahan pemeriksaan
kesehatan.
2. Rujukan kesehatan masyarakat
Berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan
(promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.

Manfaat Sistem Rujukan


Berikut ini manfaat sistem rujukan ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan :
1. Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker)
 Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai
macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
 Memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja
antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
 Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
2. Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health consumer)
 Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang
sama secara berulang-ulang.

19
 Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah
diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan
kesehatan.
3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health
provider)
 Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat
positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi.
 Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama
yang terjalin.
 Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana
kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
Jenjang Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan
dibedakan atas lima, yaitu:
1. Tingkat rumah tangga
Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.
2. Tingkat masyarakat
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu,
polindes, POD, saka bakti husada, dan lain-lain.
3. Fasilitas pelayanan tingkat pertama
Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan puskesmas dan unit fungsional
dibawahnya, praktek dokter swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.
4. Fasilitas pelayanan tingkat kedua
Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit paru
(BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja masyarakat
(BKKM), balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM), sentra pengembangan dan
penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit kabupaten atau kota, rumah sakit
swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dan lain-lain.
5. Fasilitas pelayanan tingkat ketiga
Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah sakit
provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.
Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:
 Rujukan upaya kesehatan perorangan

20
1. Antara masyarakat dengan puskesmas
2. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas
3. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
4. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
lainnya.
 Rujukan upaya kesehatan masyarakat
1. Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota
2. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun
lintas sektoral
3. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu
mananggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

Definisi Sistem Rujukan Masyarakat


UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan :
 KEWAJIBAN DOKTER adalah merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi
lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan (Pasal 51)
 KETENTUAN PIDANA adalah kurungan paling lama satu tahun atau denda
paling banyak Rp. 50.000.000, setiap dokter atau dokter gigi yang dengan
sengaja tidak memenuhi kewajiban tersebut (Pasal 79)

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan


pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah
kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal
(antara unit-unit setingkat kemampuannya)

Bentuk Pelayanan Kesehatan


Pada sistem rujukan masyarakat, yang dirujuk tidak hanya pasien saja tetapi masalah
kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan laboratorium dll. Terdapat 3 bentuk pelayanan
kesehatan di Indonesia :
4. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan
masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.
Pelayanan yang diperlukan untuk kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar
(basic health service). Bentuk Pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas
pembantu, puskesmas keliling, dan Balkesmas. Pelayanan tipe ini lebih mengutamakan
pelayanan yang bersifat dasar, dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh :
 Dokter Umum (Tenaga Medis)
 Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)
Primary health care pada pokoknya ditujukan kepada masyarakat yang sebagian besar
bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan
kesehatan sifatnya berobat jalan (Ambulatory Services)

21
5. Pelayanan Kesehatan tingkat kedua (secondary health service)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang
memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C, dan memerlukan tersedianya
tenaga-tenaga spesialis. Pelayanan kesehatan sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat
(inpantient services). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :
 Dokter Spesialis
 Dokter Subspesialis terbatas

6. Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)


Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang
sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks
dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis, contoh di Indonesia seperti Rumah sakit tipe
A dan B. Pelayanan kesehatan sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan atau pelayanan
rawat inap (rehabilitasi). Pelayanan kesehatan dilakukan oleh :
 Dokter Subspesialis
 Dokter Subspesialis Luas

Klasifikasi Sistem Rujukan Masyarakat


Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi dua yakni :
3. Rujukan medis
Berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien. Disamping
itu mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan bahan-bahan pemeriksaan
kesehatan.
4. Rujukan kesehatan masyarakat
Berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan
(promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.

22
Manfaat Sistem Rujukan
Berikut ini manfaat sistem rujukan ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan :
4. Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker)
 Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai
macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
 Memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja
antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
 Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
5. Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health consumer)
 Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang
sama secara berulang-ulang.
 Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah
diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan
kesehatan.
6. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health
provider)
 Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat
positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi.
 Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama
yang terjalin.
 Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana
kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.

Jenjang Pelayanan Kesehatan


Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanan kesehatan dibedakan atas
lima, yaitu:
1. Tingkat rumah tangga
Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.

2. Tingkat masyarakat
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu,
polindes, POD, saka bakti husada, dan lain-lain.

3. Fasilitas pelayanan tingkat pertama


Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan puskesmas dan unit fungsional dibawahnya,
praktek dokter swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.

4. Fasilitas pelayanan tingkat kedua


Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit paru
(BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja masyarakat
(BKKM), balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM), sentra pengembangan dan
penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit kabupaten atau kota, rumah sakit
swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dan lain-lain.

23
5. Fasilitas pelayanan tingkat ketiga
Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah sakit
provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.
Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:
 Rujukan upaya kesehatan perorangan
a. Antara masyarakat dengan puskesmas
b. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas
c. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
d. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
lainnya.
 Rujukan upaya kesehatan masyarakat
a. Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota
b. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun
lintas sektoral
c. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu mananggulangi,
bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

LI 4 Memahami dan Menjelaskan Cakupan dan Mutu Pelayanan Kesehatan

Seperti telah diuraikan sepintas dalam bagian terdahulu bahwa sistem adalah
gabungan dari elemen-elemen (sub sistem) didalam suatu proses atau struktur dan berfungsi
sebagai satu kesatuan organisasi. Didalam suatu sistem terdapat elemen-elemen atau bagian-
bagian dimana didalamnya juga membentuk suatu proses didalam suatu kesatuan maka
disebut sub sistem (bagian dari sistem). Selanjutnya sub sistem tersebut juga terjadi suatu
proses berfungsi sebagai suatu kesatuan sendiri sebagai bagian dari sub sistem tersebut.
Demikian seterusnya dari sistem yang besarnya ini, misalnya pelayanan kesehatan sebagai
suatu sistem terdiri dari sub sistem pelayanan medik, pelayanan keperawatan, pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan sebagainya, dan masing-masing sub sistem terdiri sub-sub sistem
lagi.
Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling
mempengaruhi. Apabila salah satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka
akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis besar, elemen-elemen dalam sistem itu
adalah sebagai berikut :
 Masukan (Input) adalah sub-sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk
berfungsinya sistem.
 Proses ialah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga
menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.
 Keluaran (out put) ialah hal yang dihasilkan oleh proses.
 Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu
lamanya.
 Umpan balik (feed back) ialah juga merupakan hasil dari proses yang sekaligus
sebagai masukan untuk sistem tersebut.
 Lingkungan (environment) ialah dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem
tersebut.

24
Contoh :
Didalam pelayanan puskesmas yang menjadi input adalah dokter, perawat, obat-
obatan, fasilitas lain, dan sebagainya. Prosesnya adalah kegiatan pelayanan puskesmas
tersebut. Outputnya adalah pasien sembuh / tak sembuh, jumlah ibu hamil yang dilayani dan
sebagainya.
Dampaknya adalah meningkatnya status kesehatan masyarakat. Sedangkan umpan
balik pelayanan puskesmas antara lain keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan sedangkan
lingkungan adalah masyarakat dan instansi-instansi diluar puskesmas tersebut.Sistem
pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan
kesehatan masyarakat (public health services). Dalam artikel ini, hanya akan dibahas sistem
pelayanan kesehatan masyarakat saja. Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat adalah
merupakan sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif
(pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan
kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan)
Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan
rakyat banyak maka peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai
porsi yang besar. Namun demikian karena keterbatasan sumber daya pemerintah maka
potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam upaya pelayanan kesehatan
masyarakat tersebut. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mempunyai kewajiban
dan tanggung jawab dalam menggali dan membina potensi masyarakat dalam upaya
pelayanan kesehatan masyarakat ini. Menggalang potensi masyarakat disini mencakup 3
dimensi, yakni :
a. Potensi masyarakat dalam arti komunitas (misal masyarakat RT, RW, kelurahan,
dsb)
Misalnya dengan adanya dana sehat, iuran untuk pengadaan PMT (Pembinaan
Makanan Tambahan) untuk anak balita, kader kesehatan, dan sebagainya adalah bentuk-
bentuk partisipasi dan penggalian potensi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat.

b. Potensi masyarakat melalui organisasi-organisasi masyarakat atau sering disebut


Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Penyelenggaraan pelayanan-pelayanan kesehatan masyarakat oleh LSM-LSM pada
hakekatnya juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat.

c. Menggalang potensi masyarakat melalui perusahaan-perusahaan swasta yang ikut


membantu meringankan beban penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas,
balkesmas, dan sebagainya), juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat.

25
Pelayanan kesehatan masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain :

1. Penanggung Jawab
Suatu sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus ada penanggung jawab oleh pemerintah
maupun oleh swasta. Namun demikian di Indonesia, pemerintah (dalam hal ini Departemen
Kesehatan) merupakan tanggung jawab yang paling tinggi. Artinya pengawasan, standar
pelayanan dan sebagainya bagi pelayanan kesehatan masyarakat baik pemerintah
(puskesmas) maupun swasta (balkesmas) adalah dibawah koordinasi Departemen Kesehatan.

2. Standar Pelayanan
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta harus berdasarkan
pada suatu standar tertentu. Di Indonesia, standar ini telah ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan dengan adanya buku Pedoman Puskesmas.

3. Hubungan Kerja
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus mempunyai pembagian kerja yang jelas antara
bagian satu dengan yang lain. Artinya fasilitas kesehatan tersebut harus mempunyai struktur
organisasi yang jelas dan menggambarkan hubungan kerja, baik horizontal maupun vertikal.

4. Pengorganisasian Potensi Masyarakat


Ciri khas dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau
pengorganisasian masyarakat. Upaya ini penting (terutama di Indonesia) karena adanya
keterbatasan sumber-sumber daya dari penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat, perlu
keikutsertaan masyarakat ini.

Syarat pokok pelayanan kesehatan


Suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila:
1. Tersedia (available) dan berkesinambungan (continuous)
Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan,
serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.

2. Dapat diterima (acceptable) dan bersifat wajar (appropriate)


Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan
masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan,
keyakinan dan kepercayaan mesyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan
kesehatan yang baik.

3. Mudah dicapai (accessible)


Ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian, untuk dapat
mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan
menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan
saja, dan sementara itu tidak ditemukan didaerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan
yang baik.

4. Mudah dijangkau (affordable)


Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan
keadaan yang seperti itu harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai

26
dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin
dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja bukanlah kesehatan yang baik.

5. Bermutu (quality)
Mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik serta standart yang telah ditetapkan.

Prinsip pelayanan prima di bidang kesehatan


1. Mengutamakan pelanggan
Prosedur pelayanan disusun demi kemudahan dan kenyamanan pelanggan, bukan untuk
memperlancar pekerjaan kita sendiri. Jika pelayanan kita memiliki pelanggan eksternal dan
internal, maka harus ada prosedur yang berbeda, dan terpisah untuk keduanya. Jika pelayanan
kita juga memiliki pelanggan tak langsung maka harus dipersiapkan jenis-jenis layanan yang
sesuai untuk keduanya dan utamakan pelanggan tak langsung.

2. Sistem yang efektif


Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata (hard system), yaitu tatanan
yang memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi. Perpaduan tersebut
harus terlihat sebagai sebuah proses pelayanan yang berlangsung dengan tertib dan lancar
dimata para pelanggan.

3. Melayani dengan hati nurani (soft system)


Dalam transaksi tatap muka dengan pelanggan, yang diutamakan keaslian sikap dan perilaku
sesuai dengan hati nurani, perilaku yang dibuat-buat sangat mudah dikenali pelanggan dan
memperburuk citra pribadi pelayan. Keaslian perilaku hanya dapat muncul pada pribadi yang
sudah matang.

4. Perbaikan yang berkelanjutan


Pelanggan pada dasarnya juga belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses pelayanan.
Semakin baik mutu pelayanan akan menghasilkan pelanggan yang semakin sulit untuk
dipuaskan, karena tuntutannya juga semakin tinggi, kebutuhannya juga semakin meluas dan
beragam, maka sebagai pemberi jasa harus mengadakan perbaikan terus menerus.

5. Memberdayakan pelanggan
Menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumberdaya atau perangkat
tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari.

Layanan kesehatan yang bermutu dapat disimpulkan sebagai suatu layanan kesehatan yang
dibutuhkan yang ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik
oleh pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Sedangkan mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang
berhubungan dengan standar-standar) dan suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat
memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan
kekurangan gizi (Djoko Wijono, 2000 : 35).

27
Dimensi mutu tersebut, sebagai berikut:
a.Dimensi Kompetensi Teknis; berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan
mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan,
kepatuhan, kebenaran dan konsistensi.
b.Dimensi Keterjangkauan; artinya layanan kesehataan yang diberikan harus dapat dicapai
oleh masyarakat, baik dari segi geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa.
c.Dimensi Efektivitas; layanan kesehatan yang diberikan harus mampu mengobati atau
mengurangi keluhan masyarakat/pasien dan mampu mencegah meluasnya penyakit yang
diderita.
d.Dimensi Efisiensi; dengan adanya layanan kesehatan yang efisiens maka masyarakat atau
pasien tidak perlu menunggu terlalu lama yang dapat mengakibatkan masyarakat/pasien
tersebut membayar lebih mahal.
e.Dimensi Kesinambungan; masyarakat/pasien dilayani secara terus-menerus sesuai dengan
kebutuhannya, termasuk rujukan yang tidak perlu mengulangi prosedur.
f.Dimensi Keamanan; layanan kesehatan harus aman dari resiko cidera, infeksi, efek
samping, atau bahaya lainnya, sehingga prosedur yang akan menjamin pemberi dan penerima
pelayan disusun.
g.Dimensi Kenyamanan; layanan kesehatan yang diberikan akan terasa nyaman bagi
masyarakat/pasien jika dapat mempengaruhi kepuasan dan menimbulkan kepercayaan untuk
datang kembali.
h.Dimensi Informasi; layanan kesehatan ini sangat perlu diberikan oleh petugas puskesmas
dan rumah sakit kepada masyarakat, yang mana dapat mempengaruhi perubahan perilaku.
i.Dimensi Ketepatan Waktu; layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu dan cara yang
tepat, oleh pemberi layanan yang tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta
biaya yang tepat (efisien).
J.Dimensi Hubungan Antarmanusia; hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan
kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling
menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-lain.

Cakupan Mutu
Sistem mutu adalah program perencanaan, kegiatan, sumberdaya dan kejadian yang
didorong oleh manajemen, berlaku diseluruh organisme dan proses dalam memenuhi
kebutuhan pelanggan. Selain dari dimensi mutu, cakupan dari mutu juga harus diperhatikan.
Yang mana cakupan tersebut sebagai berikut:
1. Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan.
2. Menterjemahkan secara cepat dan dicirikan pada produk jasa yang kita berikan.
3. Merancang sistem agar produk jasa disampaikan secara tepat dan cepat.

28
4. Mempersiapkan personal yang akan memberikan pelayanan.
5. Memepersiapkan material untuk menghasilkan informasi pelayanan tersebut.
6. Mempersiapkan sistem untuk memperoleh informasi baik.

Jika pemberi pelayanan bisa menerapkan dimensi mutu dan cakupan mutu yang di
butuhkan di wilayahnya sesuai dengan situasi dan kondisi dari masyarakat setempat. Maka
pelayanan yang bermutu dapat diperoleh oleh semua tingkat ekonomi dimasyarakat. Agar
semakin mudah dalam menerapkan di masyrakat, pelayanan kesehatan perlu melakukan
tahap-tahap yang terdapat dalam siklus mutu.
Untuk memberikan pelayanan berkualitas yang berorentasi pada kebutuhan pelanggan
dan citra rumah sakit yang baik dimasyarakat maka pihak rumah sakit perlu melakukan upaya
perbaikan yang berkesinambungan dengan langkah-langkah sbb :
1) Meningkatkan pelayanan kepada pasien dengan sikap yang ramah dan juga bisa mengerti
dan memahami keadaan pasien.
2) Meningkatkan kedisiplinan dan kometmen dalam bekerja pada seluruh petugas Rumah
Sakit agar bisa memberikan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, dan dapat melaksanakan
tugas, fungsi serta peranannya dengan baik sesuai dengan visi dan misi.
3) Untuk meningkatkan kualitas teknis, perlu dilaksanakan program pendidikan dan pelatihan
yang sesuai dengan standar pelayanan prima sehingga mampu memberikan pelayanan yang
dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi pasien.
4) Untuk meningkatkan kualitas fungsional, perlu dilaksanakan pelatihan terutama yang
berkaitan dengan hubungan manusia yaitu mengenai sikap dan cara komunikasi yang baik
guna memberikan karakter kepribadian pada sumber daya manusia.
5) Pihak Rumah Sakit diharapkan terus meningkatkan sarana, prasarana dan kesehatan
lingkungan Rumah Sakit serta memelihara dan memperbaiki fasilitas yang telah ada, seperti
pengadaan alat-alat medis dan penunjang medis, perbaikan fasilitas di ruang rawat inap dan
kebersihan lingkungan Rumah Sakit
Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah suatu organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat
diterima dan terjangkau oleh masyarakat, serta biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat.
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah untuk
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan
kesadaran serta kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan ‘Indonesia Sehat 2010’.
Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan
untuk masyarakat luas bagi mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan
mutu pelayanan kepada perorangan. Pelayanan di Puskesmas merupakan unit pelaksana
teknis kesehatan di bawah supervise Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Secara umum,
mereka harus memberikan pelayanan preventif, promotif, kuratif sampai dengan rehabilitatif
baik melalui upaya kesehatan perorangan (UKP) atau upaya kesehatan masyarakat (UKM).
Puskesmas dapat memberikan pelayanan rawat inap selain pelayanan rawat jalan.

Imunisasi :
Artinya adalah kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.
Macam kekebalan :
1. Kekebalan tidak spesifik

29
pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan
misalnya reflex batuk, bersin, kulit, air mata
2. Kekebalan spesifik
Berasal dari 2 sumber yaitu
1. genetik
2. kekebalan yang diperoleh
kekebalan aktif diperoleh melalui imunisasi dan sembuh dari penyakit tertentu.
Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta.

Faktor yang mempengaruhi kekebalan :


a. umur
b. seks
c. kehamilan
d. gizi
e. trauma
Sejak penetapan the Expanded Program on Immunisation (EPI) oleh WHO, cakupan
imunisasi dasar anak meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia. Sekurang-
kurangnya ada 2,7 juta kematian akibat campak, tetanus neonatorum dan pertusis serta
200.000 kelumpuhan akibat polio yang dapat dicegah setiap tahunnya.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan Indonesia, pada tanggal 27 mei 2011 menunjukkan angka cakupan imunisasi di
tahun 2010 adalah campak 89,5%, DTP-3 90,4%, polio-4 87,4%, dan hepatitis B-3 mencapai
91%. Dari data yang ada, terlihat angka cakupan imunisasi dasar di Indonesia sudah cukup
tinggi, namun pada beberapa daerah masih ditemukan angka cakupan di bawah standar
nasional
(Depkes RI, 2011)
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar meliputi
pengetahuan, motif, pengalaman, pekerjaan, dukungan keluarga, fasilitas posyandu,
lingkungan, sikap, tenaga kesehatan, penghasilan dan pendidikan.
Tujuan Umum program imunisasi :
Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Pada saat ini Indonesia berupaya menurunkan angka penyakit seperti disentri, tetanus, batuk
rejan (pertusis), campak, polio dan tuberculosis.

30
Tujuan Khusus :
 Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap
minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010.
 Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden dibawah 1 per 1.000
kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.
 Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-2005, serta
sertifikasi bebas polio pada tahun 2008.
 Tercapainya Reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005.

Sasaran :
 Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)
 Ibu hamil ( awal kehamilan -8 bulan)
 Wanita usia subur (calon mempelai wanita)
 Anak sekolah dasar kelas I dan VI

Jadwal pemberian imunisasi :

Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.
1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan
didahului pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan
vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang
berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B
monovalen atau vaksin kombinasi.
2. Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0).
Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2
bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat
diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak
umur lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td, di-booster setiap 10
tahun.
5. Vaksin Campak. Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1
(program BIAS).

31
6. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1
kali. Keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal
2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup
satu kali.
7. Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus
pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14
minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin
rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui
umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur 6-14
minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur
kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
8. Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun
terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari
12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
9. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur
kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 –
<36 bulan, dosis 0,25 mL.
10. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10
tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin
HPV tetravalen dengan interval 0, 2, 6 bulan.

Pemberian vaksin bisa melalui injeksi, misalnya vaksin BCG, DPT, DT, TT, Campak dan
Hepatitis B. Sedangkan yang diberikan secara oral yaitu vaksin polio
 BCG : 1 X (bayi 0-11 bulan)
 DPT : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu
 Polio : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu
 Campak : 1X ( anak 9-11 bulan)
 TT IH : - 1 x ( BOOSTER) bila ibu hamil pernah menerima TT 2 X pada
o Waktu calon pengantin atau pada kehamilan
sebelumnya)
 2 X (selang 4 minggu) bila ibu hamil belum pernah divaksinasi TT
o Selama kehamilan. Bila pada waktu kontak berikutnya
(saat pemberian TT2 tetap) diberikan dengan maksud
untuk memberikan perlindungan pada kehamilan
berikutnya
 DT : 2x ( selang 4 minggu) anak kelas 1 sampai wanita
 TT : 2x ( 4 minggu ) anak kelas 6 SD sampai wanita
 TT calon pengantin wanita : 2 X ( selang 4 minggu) sebelum akad nikah

Persiapan alat : Spuit lengkap, alat sterilisator, kapas air hangat.


Persiapan Vaksin : Vaksin yang sesuai dengan sasaran dimasukkan dalam termos es
( vaksin carier ).
Persiapan sasaran : Pemberitahuan kepada orang tua bayi ( sasaran ) tempat penyuntikan
dan efek sampingnya.
Pemberian Imunisasi : Pengambilan vaksin sesuai dengan dosisnya. Desinfeksi pada tempat
yang akan disuntik. Pemberian Imunisasi sesuai dengan jenis vaksin sbb :
 BCG : Intra cutan, dosis 0,05 cc.

32
 Polio : Tetes mulut, dosis 2 tetes.
 DPT, HB, Campak : Subcutan, dosis 0,5 cc.

Pemberian obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis pemberian.
Memberikan Informasi kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi berikutnya.
Pencatatan / pelaporan : Imunisasi yang diberikan dicatat dalam buku catatan imunisasi dan
Buku KIA / KMS.

Langkah-langkah kegiatan :
1. Petugas Imunisasi menerima kunjungan bayi sasaran Imunisasi yang telah membawa
Buku KIA / KMS di Ruang Imunisasi setelah mendaftar di loket pendaftaran.
2. Petugas memriksa status Imunisasi dalam buku KIA / KMS dan menentukan jenis
imunisasi yang akan diberikan.
3. Petugas menanyakan keadaan bayi kepada orang tuanya ( keadaan bayi yang
memungkinkan untuk diberikan imunisasi atau bila tidak akan dirujuk ke Ruang
Pengobatan ).
4. Petugas menyiapkan alat ( menyeteril alat suntik dan kapas air hangat ).
5. Petugas menyiapkan vaksin ( vaksin dimasukkan ke dalam termos es ).
6. Petugas menyiapkan sasaran ( memberitahukan kepada orang bayi tentang tempat
penyuntikan.
7. Petugas memberikan Imunisasi ( memasukkan vaksin ke dalam alat suntik, desinfeksi
tempat suntikan dengan kapas air hangat, memberikan suntikan vaksin / meneteskan
vaksin sesuai dengan jadwal imunisasi yang akan diberikan.
8. Petugas melakukan KIE tentang efek samping pasca imunisasi kepada orang tua bayi
sasaran imunisasi.
9. Petugas memberikan obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis
pemberian.
10. Petugas memberitahukan kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi
berikutnya.Petugas mencatat hasil imunisasi dalam Buku KIA / KMS dan Buku
Catatan Imunisasi serta rekapitulasi setiap akhir bulannya

LI 5 Memahami dan Menjelaskan Aspek Sosial dan Budaya


Perilaku Kesehatan Individu
Perilaku kesehatan individu pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai 2 unsur pokok, yakni respons dan
stimulus atau perangsangan. Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan,
persepsi, dan sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Sedangkan
stimulus atau rangsangan terdiri 4 unsur pokok, yakni : sakit & penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, dan lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi 4 kelompok :
1) Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintenance) adalah perilaku atau usaha-
usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha
untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebeb itu perilaku pemeliharaan kesehatan
ini terdiri dari 3 aspek :

33
a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit.
c. perilaku gizi (makanan & minuman).
2) Perilaku Pencarian atau Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau
sering disebut Perilaku Pencarian Pengobatan (health seeking behavior) adalah
menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita dan atau kecelakaan.
Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai
mencari pengobatan ke luar negeri.
3) Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang terhadap
makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan, meliputi pengetahuan, persepsi,
sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di
dalamnya/zat gizi, pengelolaan makanan, dll.
4) Perilaku Kesehatan Lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan bagaimana sehingga lingkungan
tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Seorang ahli lain (Becker, 1979)
membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan ini.
a. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya
atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya. Perilaku ini mencakup antara lain :
a) Menu seimbang
b) Olahraga teratur
c) Tidak merokok
d) Tidak minum-minuman keras dan narkoba
e) Istirahat yang cukup
f) Pengendalian stres
g) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan
b. Perilaku sakit mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit.
Persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala
penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya, dsb.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) mencakup :
a) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b) Mengenal/mengetahu fasilitas atau sasaran pelayanan penyembuhan
penyakit yang layak.
c) Mengetahui hak (misalnya : hak memperoleh perawatan dan
pelayanan kesehatan).

Kosa & Robertson mengatakan bahwa perilaku kesehatan individu cenderung


dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang
diinginkan dan kurang berdasarkan pada pengetahuan biologi. Memang kenyataannya
demikian, tiap indivisu mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan
penyembuhan atau pencegahan yang berbeda meskipun gangguan kesehatannya sama.
Pada umumnya tindakan yang diambil berdasarkan penilaian individu atau mungkin
dibantu oleh orang lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian semacam ini menunjukkan
bahwa gangguan yang dirasakan individu menstimulasi dimulainya suatu proses sosial
psikologis. Proses semacam ini menggambarkan berbagai tindakan yang dilakukan si
penderita mengenai gangguan yang dialami dan merupakan bagian integral interaksi

34
sosial pada umumnya. Proses ini mengikuti suatu keteraturan tertentu yang dapat
diklasifikasikan dalam 4 bagian, yakni :
1) Adanya suatu penilaian dari orang yang bersangkutan terhadap suatu gangguan atau
ancaman kesehatan. Dalam hal ini persepsi individu yang bersangkutan atau orang
lain (anggota keluarga) terhadap gangguan tersebut akan berperan. Selanjutnya
gangguan dikomunikasikan kepada orang lain (anggota keluarga) dan mereka yang
diberi informasi tersebut menilai dengan kriteria subjektif.
2) Timbulnya kecemasan karena adanya persepsi terhadap gangguan tersebut. Disadari
bahwa setiap gangguan kesehatan akan menimbulkan kecemasan baik bagi yang
bersangkutan maupun bagi anggota keluarga lainnya. Bahkan gangguan tersebut
dikaitkan dengan ancaman adanya kematian. Dari ancaman-ancaman ini akan
menimbulkan bermacam-macam bentuk perilaku.
3) Penerapan pengetahuan orang yang bersangkutan mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan masalah kesehatan, khususnya mengenai gangguan yang dialaminya. Oleh
karena gangguan kesehatan terjadi secara teratur di dalam suatu kelompok tertentu
maka setiap orang di dalam kelompok tersebut dapat menghimpun pengetahuan
tentang berbagai macam gangguan kesehatan yang mungkin terjadi. Dari sini
sekaligus orang menghimpun berbagai cara mengatasi gangguan kesehatan itu baik
secara tradisional maupun modern. Berbagai cara penerapan pengetahuan baik dalam
menghimpun berbagai macam gangguan maupun cara-cara mengatasinya tersebut
merupakan pencerminan dari berbagai bentuk perilaku.
4) Dilakukannya tindakan manipulatif untuk meniadakan atau menghilangkan
kecemasan atau gangguan tersebut. Di dalam hal ini baik orang awam maupun tenaga
kesehatan melakukan manipulasi tertentu dalam arti melakukan sesuatu untuk
mengatasi gangguan kesehatan. Dari sini lahirlah pranata-pranata kesehatan baik
tradisional maupun modern.
Secara lebih detail, Becker (1979) membagi perilaku masyarakat yang berhubungan dengan
kesehatan menjadi tiga, yaitu:
1. perilaku kesehatan : hal yang berkaitan dengan tindakan seseorang dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatannya. Contoh : memilih makanan yang sehat, tindakan-tindakan
yang dapat mencegah penyakit.
2. perilaku sakit : segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang individuyang
merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Contoh
pengetahuan individu untuk memperoleh keuntungan.
3. perilaku peran sakit : segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang
sedang sakit untuk memperoleh kesehatan.
Terdapat dua paradigma dalam kesehatan yaitu paradigma sakit dan paradigma
sehat.Paradigma sakit adalah paradigma yang beranggapan bahwa rumah sakit adalah
tempatnya orang sakit. Hanya di saat sakit, seseorang diantar masuk ke rumah sakit. Ini
adalah paradigma yang salah yang menitikberatkan kepada aspek kuratif dan rehabilitatif.
Sedangkan paradigma sehat Menitikberatkan pada aspek promotif dan preventif,
berpandangan bahwa tindakan pencegahan itu lebih baik dan lebih murah dibandingkan
pengobatan.

KLASIFIKASI PERILAKU
a. Perilaku kesehatan ( health behavior) yaitu hal hal yang berkaitan dengan memelihara ,
meningkatkan dan mencegah penyakit dengan tindakan tindakan perorangan seperti
sanitasi, memilih makanan dn kebersihan

35
b. Perilaku sakit ( illness behavior) yaitu tindakan seseorang dalam menyikapi sakit dan
kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyakit ,penyebab penyakit serta usaha
usaha mencegah penyakit tersebut.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yaitu tindakan seseorang yang sedang sakit
untuk memperoleh kesembuhan . perilaku ini disamping berpengaruh terhadap
kesehatan /kesakitanya sendiri juga berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitanya sendiri
juga berpengaruh terhadap orang lain terutama anak anak yang belm mempunyai
kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatanya.

RESPON PERILAKU TERHADAP PENYAKIT


a. Bentuk pasif : respon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat oleh orang lain missal tanggapan atau sikap batin dan
pengetahuan.
b. Bentuk Aktif : yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung misalnya
pada kedua contoh diatas si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


a. Faktor predisposing berupa pengetahuan , sikap , kepercayaa, tradisi, nilai dll
b. Faktor enabling /pemungkin berupa ketersediaan sumber sumber / fasilitas peraturan
peraturan
c. Faktor reinforcing/ mendorong/memperkuat berupa tokoh agama , tokoh masyarakat.

PERUBAHAN PERILAKU
a. Teori Stimulus dan Transformasi
b. Teori teori belajar social ( social searching )
 Tingkah laku sama ( same behavior )
 Tingkah laku tergantung ( matched dependent behavior 0
 Tingkah laku salinan ( copying behavior )
a. Teori belajar social dari bandara dan walter
 Efek modeling ( modeling effect ) yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui
asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model
 Efek menghambat ( inhibition) dan menghapus hambatan ( dishinbition ) dimana
tingkah laku yang tidak sesuai dengaan model dihambat timbulnya, sedangkan
tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya
sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata
 Efek kemudahan ( facilitation effect ) yaitu tingkah laku yang sudah pernah dipelajari
oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Mengobati


Mayoritas masyarakat dengan pengetahuan kurang dan sedang (78%), sikap yang
sedang (8%) cenderung akan berobat ke puskesmas jika mereka telah menderita atau
merasakan matanya sakit seperti gatal, mata merah, belekan, jika telah mengalami kebutaan,
bila sudah tidak dapat bekerja , tidak dapat mengenali seseorang dalam jarak dekat maupun
jauh, dan tidak bisa berjalan dengan baik. Mereka biasanya akan mengeluh sakit pada
matanya sehingga mereka baru memeriksakan sakitnya ke puskesmas. Berdasarkan teori
perilaku pencarian pelayanan kesehatan disebutkan bahwa perilaku orang yang sakit untuk
memperoleh penyembuhan mencakup tindakan- tindakan seperti perilaku pencarian dan
penggunaan fasilitas/tempat pelayanan kesehatan (baik tradisional maupun modern).
Tindakan ini dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan di luar negeri

36
Masyarakat jika menderita sakit cenderung mengobati sendiri terlebih dahulu dengan
membeli obat di warung seperti tetes mata, salep di apotik tanpa resep dari dokter, mereka
hanya menanyakan kepada penjaga apotik obat mana yang biasa digunakan untuk mata
merah, padahal dengan mereka membeli obat tanpa resep dokter belum tentu itu baik buat
kesehatan mata, dan belum tentu obat tersebut tidak menimbulkan efek samping jika
mengabaikan aturan pemakaian. Dan ada juga yang mengobati secara tradisional yaitu
dengan mengompres mata dengan air hangat, air sirih, air teh, daun kelor dan air bambu. Di
sisi lain masyarakat dengan pengetahuan baik (22%) dan bersikap baik (92%) berperilaku
langsung mengobati ke puskesmas atau rumah sakit. Hal ini dikarenakan mereka mengetahui
apa yang akan terjadi jika terlambat dalam melakukan pengobatan, dan juga mereka memiliki
dasar pengetahuan yang baik tentang kesehatan, khususnya kesehatan mata. Sehingga jika
mengalami gangguan pada mata mereka langsung mengobati dengan rasional.

Pelayanan Kesehatan Modern


1. Polindes.
Polindes adalah salah satu program pembangunan oleh pemerintah RI bidang
kesehatan yang berangkat dari persoalan tingginya angka kesakitan dan kematian ibu
karena hamil dan bersalin. Program ini merupakan program penyediaan fasilitas layanan
kesehatan di desa yang jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai. Tiga tujuan utama
program adalah:
 sebagai tempat pelayanan kesehatan ibu, anak dan KB.
 sebagai tempat pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan.
 sebagai tempat konsultasi, penyuluhan dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat,
dukun bayi dan kader kesehatan.
Secara institusi dan gagasan, polindes merupakan representasi sistim medis modern
yang dalam proses intervensi di masyarakat sasaran akan bertemu dengan sistim medis
lokal tradisional. Dinamika dan proses komunikasi yang terjadi antara keduanya
menghasilkan adopsi parsial program oleh masyarakat sasaran. Hal yang menarik dari
data temuan lapangan adalah terdapat perbedaan perspektif antara program dan nilai-nilai
lokal dalam menginterpretasi kehamilan dan persalinan dan etiologi tentang sehat sakit.
Program beroperasi atas dasar prinsip-prinsip fisiologis dan model-model biomedis serta
bekerja atas diktum preventif.
Hal ini konsisten dengan cara kerja sistem medis modern (dalam hal ini program KIA
di polindes) yaitu mencegah lebih baik dari pada mengobati. Bagi pengetahuah lokal,
kehamilan dan persalinan lebih dijelaskan dalam kerangka religius dan transendental
sehingga campur tangan manusia dianggap minimal dan pasif. Dalam konteks pemikiran
ini, pemeliharaan dan perawatan dengan makna mencegah resiko sebalum terjadi tidak
dikenal dan dianggap mendahului takdir yang memberi rasionalisasi rendahnya angka
kunjungan konsultasi ibu selama kehamilan hingga paska bersalin. Pada gilirannya hal ini
menghambat deteksi dini resiko pada kehamilan ibu dan menghalangi upaya-upaya untuk
mengatasinya. Pendekatan program yang cendrung tekhnikal medis membuat program
menjadi keras dan impersonal bagi ibu. Memperhatikan dan mengadopsi sistim kognisi
lokal, etiologi setempat dan pola keterlibatan individu-individu dalam sistim sosial
setempat kedalam program dapat memberi keuntungan pada program dalam jangka
panjang hingga program dapat menyediakan layanan yang lebih sesuai dengan kondisi
dan pengetahuan lokal. Upaya memahami nilai-nilai budaya dan sistim sosial setempat
memberi pemahaman tentang faktor- faktor yang menghambat diadopsinya program dan
merancang strategi yang dapat mendukung program. Kata kunci: Polindes, pelayanan
kesehatan ibu hamil bersalin, faklor sosial budaya.

37
2. Holistik Modern
Sudah saatnya bagi masyarakat untuk beralih ke layanan kesehatan “holistik modern”.
Dalam situasi biaya pelayanan kesehatan umum sekarang ini sangat tinggi dan kadang-
kadang terasa mencekik dan sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat, maka untuk
mendapatkan konsultasi dan pengobatan berbagai penyakit secara maksimum dengan
akurat dan hemat, sudah saatnya masyarakat memanfaatkan layanan kesehatan “Holistik
Modern”.  
DR.ASVIAL RIVAI, M.D (M.A) sang pelopor dan pengembang layanan kesehatan
holistik modern itu di Indonesia sejak tahun 1997, menjelaskan. Di bawah ini, kami
tampilkan wawancara Kris Sadipun dari Bekasi Ekspres (BE) dengan DR.ASVIAL
RIVAI (AR) di Kantor Pusat Holistik Moderen, Mall Belannova, Sentul City, Bogor,
dalam bentuk tanya-jawab menyangkut keunggulan layanan kesehatan Holistik Moderen
 BE: Apa yang dimaksud dengan layanan kesehatan “Holistik Modern”?
 AR: Itu hanya sebuah nama. Apalah arti sebuah nama, banyak orang berkata
begitu. Tapi sebenarnya  “holistik modern” merupakan sebuah sebutan terhadap
satu sistem pelayanan “terpadu” dalam memenuhi berbagai kebutuhan untuk
pemeliharaan  dan perbaikan tingkat kesehatan yang mungkin sudah rusak yang
disebut sakit-sakitan. Layanan kesehatan “holistik modern” dalam arti yang sangat
dalam, meliputi berbagai pelayanan termasuk layanan pemeriksaan kesehatan
secara menyeluruh, konsultasi kesehatan secara menyeluruh (baik fisik, emosional
dan juga kejiwaan), perawatan / pengobatan penyakit-penyakit secara menyeluruh
(juga fisik, emosional dan kejiwaan), pemberian nasehat dan anjuran-anjuran
kesehatan secara menyeluruh (berlaku juga untuk kesehatan fisik, emosional dan
kejiwaan), kontrol ulang serta bimbingan / tuntunan selama penyakit-penyakitnya
belum sembuh atau selama masih dibutuhkan oleh sipenderita. Itu dilakukan
secara terpadu oleh satu tenaga praktisi yang sudah dilatih untuk menekuni profesi
itu, tanpa harus rujuk kesana sini, tanpa harus ambil darah, tanpa suntikan, tanpa
melukai dan malah tanpa buka-buka pakaian sangat etis.
Dalam melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh, digunakan berbagai metode
yang megacu pada ilmu pengetahuan kesehatan dengan benar, sebagai satu pandangan
lain nonmedis, yang merupakan terobosan baru dalam bidang kesehatan yang sangat
sederhana tapi sangat efektif, yaitu ilmu iridology yang berasal atau ditemukan oleh
seorang dokter medis di Eropa (yaitu satu ilmu pengetahuan bagaimana mendeteksi
penyakit malalui tanda-tanda yang terjadi pada mata akibat adanya gangguan penyakit
itu), Ilmu kinesiology yang berasal atau ditemukan oleh seorang ahli saraf  di Amerika
(yaitu ilmu pengetahuan bagaimana mengetahui tingkat kesehatan organ-organ dan sistem
tubuh melalui kelemahan yang terjadi pada otot lengan) dan ilmu phytobiophysics yang
berasal atau ditemukan oleh seorang dokter juga di Inggris (yaitu bagaimana mengetahui
dan memperbaiki tingkat penyakit dan kelemahan tubuh seseorang melalui perobahan
energy yang terjadi pada tubuh yang ditest dengan energy bunga-bungaan berbagai
warna). Dan ada juga berbagai cara pendeteksian dan perawatan yang lain, seperti “heart
lock”, “jump leading”, “universal energy”, “podorachidian” dan lain-lain.
3. Pelayanan Kesehatan Tradisional
Sekalipun pelayanan kesehatan moderen telah berkembang di Indonesia, namun
jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Menurut
Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2001 ditemukan sekitar 57,7% penduduk Indonesia
melakukan pengobatan sendiri, sekitar 31,7% menggunakan obat tradisional serta sekitar
9,8% menggunakan cara pengobatan.
Adapun yang dimaksud dengan pengobatan tradisional disini adalah cara pengobatan
atau perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran atau ilmu

38
keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan yang diperoleh secara turun temurun, atau berguru melalui pendidikan, baik
asli maupun yang berasal dari luar Indonesia, dan diterapkan sesuai norma yang berlaku
dalam masyarakat (UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).

Banyak faktor yang berperan, kenapa pemanfatan pengobatan tradisional masih tinggi di
Indonesia. Beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah:
1. Pengobatan tradisional merupakan bagian dari sosial budaya masyarakat.
2. Tingkat pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan latar belakang budaya  masyarakat
menguntungkan pengobatan tradisional.
3. Terbatasnya akses dan keterjangkauan pelayanan kesehatan moderen.
4. Keterbatasan dan kegagalan pengobatan modern dalam mengatasi beberapa penyakit
tertentu.
5. Meningkatnya minat masyarakat terhadap pemanfaatan bahan-bahan (obat) yang berasal
dari alam (back to nature).
6. Meningkatnya minat profesi kesehatan mempelajari pengobatan tradisional.
7. Meningkatnya modernisasi pengobatan tradisional.
8. Meningkatnya publikasi dan promosi pengobatan tradisional.
9. Meningkatnya globalisasi pelayanan kesehatan tradisional.
10. Meningkatnya minat mendirikan sarana dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tradisional.

Pengobatan alternatif bias dilakukan dengan menggunakan obat-obat tradisional, yaitu


bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang turun-temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengobatan alternatif merupakan bentuk
pelayanan pengobatan yang menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam
standar pengobatan kedokteran moderen (pelayanan kedoteran standar) dan digunakan
sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran moderen tersebut.
Berbagai istilah telah digunakan untuk cara pengobatan yang berkembang di tengah
masyarakat. WHO (1974) menyebut sebagai “traditional medicine” atau pengobatan
tradisional. Para ilmuwan lebih menyukai “traditional healding”. Adapula yang
menyebutkan“alternatif medicine”. Ada juga yang menyebutkan dengan folk medicine, ethno
medicine, indigenous medicine (Agoes, 1992;59).
Dalam sehari-hari kita menyebutnya “pengobatan dukun”. Untuk memudahkan penyebutan
maka dalam hal ini lebih baik digunakan istilah pengobatan alternatif, karena dengan istilah
ini apat ditarik garis tegas perbedaan antara pengobatan moderen dengan pengobatan di
luarnya dan juga
dapat merangkum sistem-sistem pengobatan oriental (timur) seperti pengobatan tradisional
atau sistem penyembuhan yang berakar dari budaya turun temurun yang khas satu etnis (etno
medicine).
Pengobatan alternatif sendiri mencakup seluruh pengobatan tradisional dan pengobatan
alternatif adalah pengobatan tradisional yang telah diakui oleh pemerintah. Pengobatan yang
banyak dijumpai adalah pengobatan alternatif yang berlatar belakang akar budaya tradisi
suku bangsa maupun agama. Pengobat (curer) ataupun penyembuh (healer) dari jasa
pengobatan maupun penyembuhan tersebut sering disebut tabib atau dukun. Pengobatan
maupun diagnosa yang dilakukan tabib atau dukun tersebut selalu identik dengan campur
tangan kekuatan gaib ataupun yang memadukan antara kekuata rasio dan batin.

39
Salah satu ciri pengobatan alternatif adalah penggunaan doa ataupun bacaan-bacaan.
Doa atau bacaan dapat menjadi unsur penyembuh utama ketika dijadikan terapi tunggal
dalam penyembuhan.Selain doa ada juga ciri yang lain yaitu adanya pantangan pantangan.
Pantangan berarti suatu aturan-aturan yang harus dijalankan oleh pasien. Pantangan-
pantangan tersebut harus dipatuhi demi kelancaran proses pengobatan, agar penyembuhan
dapat selesai dengan cepat.
Dimana pantanganpantangan tersebut sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.
Seperti misalnya penyakit patah tulang maupun terkilir, biasanya dilarang unutk
mengkonsumsi minum es dan kacang-kacangan. Makanan-makanan tersebut menurutnya
dapat mengganggu aliran syaraf-syaraf yang akan disembuhkan.

LI 5 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SOSIAL BUDAYA DALAM PELAYANAN


KESEHATAN MASYARAKAT
Pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat Tantangan berat yang masih
dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalahsebagai berikut.
1. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta
penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah.
2. Tingkat pengetahuan masyarakat yang belum memadai terutama pada
golongan wanita.
3. Kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, dan perilaku yang
kurang menunjang dalam bidang kesehatan.
4. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan bidang
kesehatan.Aspek sosial budaya yang berhubungan dengan kesehatanAspek soaial
budaya yang berhubungan dengan kesehatan anatara lain adalah faktorkemiskinan,
masalah kependudukan, masalah lingkungan hidup, pelacuran dan homoseksual.

Komunikasi
Komunikasi kesehatan disebut juga promosi kesehatab. Karena komunikasie
merupakan kegiatan untuk mgnondisikan fakktor-faktor predisposisi. Kurangnya
pengetahuan, dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, adanya tradisi,
kepercayaan yang negative tentang penyakit, makanan, lingkungan, dan sebagainya, mereka
tidak berprilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Untuk itu maka diperlukan komunikasi,
pemberian informasi-informasi tentang kesehatan. Untuk berkomunikasi yang efektif para
petugas kesehatan perlu dibekali ilmu komunikasi, termasuk media komunikasinya.

Pola Pikir
Perilaku pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior) adalah pola atau perilaku
pencarian pelayanan kesehatan di masyarakat. Dua hal yang perannya kuat dalam
menentukan pengambilan keputusan tentang pengobatan.
 Pertama adalah persepsi mereka terhadap penyakit.
Orang yang mempesepsikan penyakitnya sebagai penyakit ringan cenderung untuk
memilih pengobatan sendiri (self medication) misalnya dengan mencari obat di warung
atau apotik, orang yang mengganggap penyakit mereka serius, biasanya tiga hari
sampai seminggu tidak sembuh cenderung untuk memilih datang ke dokter atau
layanan kesehatan, tetapi mereka yang menganggap penyakitnya sangat serius atau
kronis seperti diabetes, stroke dan hipertensi justru memilih pengobatan alternatif baik
itu tabib, pengobatan herbal, maupun dukun.

40
 Kedua adalah persepsi mereka tentang layanan kesehatan profesional.
Mereka yang mempersepsikan bahwa pengobatan profesional sulit untuk dijangkau,
mahal dan tidak efektif cenderung untuk lari ke pengobatan sendiri dan pengobatan
alternatif. Pada penderita penyakit kronis yang sifatnya degeneratif seperti penyakit
diabetes dan darah tinggi atau strok, tampaknya kebanyakan mengangap bahwa
penyembuhan melalui usaha medis adalah sia-sia.

Kebiasaan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Bentuk
dari perilaku tersebut ada dua yaitu pasif dan aktif. Perilaku pasif merupakan respon internal
dan hanya dapat dilihat oleh diri sendiri sedangkan perilaku aktif dapat dilihat oleh orang
lain. Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku terhadap kesehatan. Perilaku tersebut
umumnya dibagi menjadi dua, yaitu perilaku sehat dan perilaku sakit :
 Perilaku sehat yaitu perilaku seseorang yang sehat dan meningkatkan kesehatannya
tersebut. Perilaku sehat mencakup perilaku-perilaku dalam mencegah atau
menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah, atau penyebab
masalah (perilaku preventif). Contoh dari perilaku sehat ini antara lain makan
makanan dengan gizi seimbang, olah raga secara teratur, dan menggosok gigi sebelum
tidur.
 Perilaku sakit. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau telah terkena
masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah
kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health
seeking behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang
bila terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan melalui sarana
pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit.

Secara lebih detail, Becker (1979) membagi perilaku masyarakat yang berhubungan dengan
kesehatan menjadi tiga, yaitu:
 Perilaku kesehatan
Hal yang berkaitan dengan tindakan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya.
Contoh : memilih makanan yang sehat, tindakan-tindakan yang dapat mencegah
penyakit.
 Perilaku sakit
Segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang individuyang merasa sakit,
untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
Contoh : pengetahuan individu untuk memperoleh keuntungan.
 Perilaku peran sakit
Segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesehatan.

Terdapat dua paradigma dalam kesehatan yaitu paradigma sakit dan paradigma sehat :
 Paradigma sakit adalah paradigma yang beranggapan bahwa rumah sakit adalah
tempatnya orang sakit. Hanya di saat sakit, seseorang diantar masuk ke rumah sakit.
Ini adalah paradigma yang salah yang menitikberatkan kepada aspek kuratif dan
rehabilitatif.

41
 Paradigma sehat Menitikberatkan pada aspek promotif dan preventif, berpandangan
bahwa tindakan pencegahan itu lebih baik dan lebih murah dibandingkan pengobatan.

Penanggulangan
Dampak
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being ,
merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan
ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling
besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor
seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama
(yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.

PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT


Prinsip pendidikan kesehatan masyarakat
a. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas tetapi merupakan kumpulan
pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan
sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan
b. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang
lain karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan
dan tingkah lakunya sendiri.
c. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu
keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri.
d. Penddikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan ( individu),keluarga,
kelompok, dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan.

Ruang Lingkup Pendidikan kesehatan masyarakat.


Dimensi sasaran
 Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu
 Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu
 Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas
Dimensi tempat pelaksanaan
 Pendidikan kesehatan dirumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga
 Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar
 Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran masyarakat
atau pekerja
Dimensi tingkat pelayanan kesehhatan
 Pendidikan kesehatan promosi kesehatan ( health promotion) missal ;
Peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan , gaya hidup dan sebagainya

42
 Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus ( specific Protection) missal :
imunisasi
 Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (early diagnostic
and promt treatment ) missal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat
menghindari dari resiko kecacatan
 Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi missal : dengan memulihkan kondisi
cacat melalui latihan latihan tertentu

METODE PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT


a. Metode pendidikan individual ( perorangan)
 Bimbingan dan penyuluhan ( guidance and counseling) yaitu ; kontak antara klien
dengan petugas lebih intensif, setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat
dikoreksi dan dibantu penyelesaianya, akhirnya klien tersebut akan dengan
sukarela dan bedasarkan kesadaran penuh pengertian akan menerima perilaku
tersebut ( mengubah prilaku)
 Interview ( wawancara);Yaitu merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
dan menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubhan untuk
mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai
dasar pngertian dan kesadara yang kuat apabila belum maka peru penyuluhan
yang lebih mendalam lagi.
b. Metode pendidikan kelompok
 Kelompok Besar : Ceramah, seminar
 kelompok Kecil : diskusi kelompok , Curah pendapat ( brain storming),
Bola salju ( snow balling), kelompok kecil kecil ( buzz group), Memainkan
peranan ( role play), Permainan simulasi ( simulation game ).
c. Metode pendidikan massa
 Ceramah umum ( public speaking)
 Pidato pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV
maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan
massa
 Simulasi dialog atar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya
tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui tv atau radio
 Tulisan tulisan di majalah / Koran baik dalam bentuk artikel maupun Tanya
jawab / konsultasi tentang kesehatan
 Bill board yang dipasang dipinggir jalan ,spanduk dan poster
d. Alat bantu dan media pendidikan kesehatan masayarakat
 Alat bantu (peraga) Alat alat yang digunakan oleh peserta didik dalam
menyampaikan bahan pendidikan /pengajaran. Macam macam alat bantu
pendidikan : - Alat bantu lihat ( visual body) seperti Slide , film,
film strip
 Alat bantu dengar ( audio aids) seperti piringan hitam, radio, pita suara
 Alat bantu lihat dengar seperti : Televisi
e. Media Pendidikan Kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pedidikan ( audio visual aids)
disebut media pendidikan karena alat alat tersebut merupakan alat saluran ( channel) untuk
menyampaikan kesehatan karena alat alat tersebut digunakan untuk mempermudah
penerimaan pesan pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien . berdasarkan fungsinya
sebagai penyaluran pesan pesa kesehatan ( media) media ini dibagi menjadi 3 : Cetak ,
elektronik. Media papan ( billboard)

43
LI 6 Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kesehatan dan KLB dalam Islam

Menurut buku “Syariah dan Ibadah” (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim Dirasah
Islamiyah dari Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan
utama dari Syariat Islam, yaitu:

1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)


Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang
hendak merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk
memilih agama, seperti ayat Al-Quran: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam)…” (QS Al-Baqarah [2]: 256).

Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lil’alamin, maka
Allah SWT telah membuat peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan
murtad: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang
mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisaa [4]:
48).

Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan ditumpas.

2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)


Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum
qishash yang merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh
orang lain akan dibunuh, seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai,
seseorang yang yang telah menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal. Dengan
demikian seseorang akan takut melakukan kejahatan. Ayat Al-Quran menegaskan:

“Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash (pembalasan) pada
orang-orang yang dibunuh…” (QS Al-Baqarah [2]: 178).

Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau
daiat (ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:
“Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang baik
dan hendaklah (orang yang diberi maaf) membayar diat kepada yang memberi maaf dengan
cara yang baik (pula)” (QS Al-Baqarah [2]: 178).

Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para calon
pembunuh akan berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai taruhannya.
Dengan begitu, jiwa orang beriman akan terpelihara.

3. Memelihara akal (Hifzh al-’aqli)


Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan
untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia
kamil. Salah satu cara yang paling utama dalam memelihara akan adalah dengan menghindari
khamar (minuman keras) dan judi. Ayat-ayat Al-Quran menjelaskan sebagai berikut:

44
“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman keras) dan
judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS Al-Baqarah [2]: 219).
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan dosa
perjudian.

4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)


Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam
telah jelas ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi.
Al-Quran telah mengatur hal-hal ini:

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.


Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia
menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 221).
“Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang
yang beriman.” (QS An-Nur [24]: 2).

Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional
(dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.

5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)


Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman,
karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti yang
tertulis di dalam Al-Quran:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Al-Maidah [5]: 38).

Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan alasan
yang sangat kuat sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri dengan serta merta
dihukum potong tangan. Dilihat dulu akar masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya.
Jika ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil beberapa butir buah untuk mengganjal
laparnya, tentunya tidak akan dipotong tangan. Berbeda dengan para koruptor yang sengaja
memperkaya diri dengan menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah pasti
buatnya. Dengan demikian Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib
masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian..
KLB Dalam Pandangan Islam
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Q.s.
As-Syura: 30)

Dalam sudut pandang wahyu Allah terakhir, musibah dan bencana ada kaitannya dengan dosa
atau maksiat yang dilakukan oleh manusia-manusia pendurhaka.Bencana alam berupa letusan
gunung api, banjir bandang, wabah penyakit, kekeringan, kelaparan, kebakaran, dan lain
sebagainya, dalam pandangan alam Islam (Islamic worldview), tidaklah sekedar fenomena

45
alam. Al-Qur’an menyatakan dengan lugas bahwa segala kerusakan dan musibah yang
menimpa umat manusia itu disebabkan oleh “perbuatan tangan mereka sendiri”. Tentu saja
kata ‘tangan’ sebatas simbol perbuatan dosa/maksiat, karena suatu perbuatan maksiat
melibatkan panca indera, dan juga dikendalikan dan diprogram sedemikian rupa oleh otak,
kehendak dan hawa nafsu manusia. Maksiat, sebagaimana taat, ada yang bersifat menentang
tasyri’ Allah seperti melanggar perkara yang haram, dan ada yang bersifat menentang takwin
Allah (sunnatullah) seperti melanggar dan merusak alam lingkungan. Bahkan sebelum dunia
mengenal karantina, Nabi Muhammad Saw. telah menetapkan dalam salah satu sabdanya,

Apabila kalian mendengar adanya wabah di suatu daerah,janganlah mengunjungi daerah itu,
tetapi apabila kalian berada di daerah itu, janganlah meninggalkannya.
7.2. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Dalam Menjaga Kesehatan dan
Berobat
Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani,
harta, dan keturunan.Setidaknya tiga dari yang disebut berkaitan dengankesehatan. Tidak
heran jika ditemukan bahwa Islam amat kayadengan tuntunan kesehatan.

Paling tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang digunakan untuk menunjuk tentang
pentingnya kesehatan dalampandangan Islam.
1. Kesehatan, yang terambil dari kata sehat;
2. Afiat.

Keduanya dalam bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat afiat. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesra, kata "afiat" dipersamakan dengan "sehat". Afiat diartikan sehat dan
kuat,sedangkan sehat (sendiri) antara lain diartikan sebagai keadaan baik segenap badan serta
bagian-bagiannya (bebas dari sakit).Kalau sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap
anggota badan, maka agaknya dapat dikatakan bahwa mata yang sehat adalah mata yang
dapat melihat maupun membaca tanpa menggunakan kacamata. Tetapi, mata yang afiat
adalah yang dapat melihat dan membaca objek-objek yang bermanfaat serta mengalihkan
pandangan dari objek-objek yang terlarang, karena itulah fungsi yang diharapkan dari
penciptaan mata. Dalam konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda Nabi
Muhammad Saw.:

Sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu.

Demikian Nabi Saw. menegur beberapa sahabatnya yang bermaksud melampaui batas
beribadah, sehingga kebutuhan jasmaniahnya terabaikan dan kesehatannya terganggu.

Pembicaraan literatur keagamaan tentang kesehatan fisik, dimulai dengan meletakkan prinsip:
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Karena itu dalam konteks kesehatan ditemukan
sekian banyak petunjuk Kitab Suci dan Sunah Nabi Saw. yang pada dasarnya mengarah pada
upaya pencegahan.
Salah satu sifat manusia yang secara tegas dicintai Allah adalah orang yang menjaga
kebersihan. Kebersihan digandengkan dengan taubat dalam surat Al-Baqarah (2): 222:

Sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat,dan senang kepada orang yang
membersihkan diri.
Tobat menghasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriah menghasilkan
kesehatan fisik.Wahyu kedua (atau ketiga) yang diterima Nabi Muhammad Saw. adalah: “

46
Dan bersihkan pakaianmu dan tinggalkan segala macam kekotoran (QS Al-Muddatstsir [74]:
4-5)”.

ISLAM MEMERINTAHKAN UMATNYA UNTUK BEROBAT


Berobat pada dasarnya dianjurkan dalam agama islam sebab berobat termasuk upaya
memelihara jiwa dan raga, dan ini termasuk salah satu tujuan syari’at islam ditegakkan,
terdapat banyak hadits dalam hal ini, diantaranya;

1. Dari Abu Darda berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ و ال ت تداووا ب ان حرام‬، ‫ ف تداووا‬، ‫ وج عم ن كم داء دواء‬، ‫إن هللا أن زل ان داء وان دواء‬
‘’Sesungguhnya Alloh menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap
penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang haram.’’
(HR.Abu Dawud 3874, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if al-Jami’
2643)

2. Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ ف إن هللا ن م ي ض[[ع داء إ ال و ض[[ع ن ه ش ف[[اء إ ال داء واح[[د ) ق‬، ‫ ( ت داووا‬: ‫ي ا ر سىل هللا أ ال ن تداوي ؟ ق ال‬
‫ ي ا ر سىل‬: ‫ان ىا‬
) ‫ ( انهرم‬: ‫هللا وما هى ؟ ق ال‬
‘’Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?,Nabi bersabda,’’berobatlah, karena sesungguhnya
Alloh tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit
(yang tidak ada obatnya),’’ mereka bertanya,’’apa itu’’ ? Nabi bersabda,’’penyakit tua.’’
(HR.Tirmidzi 2038, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Sunan Ibnu Majah 3436)

1. Menjadi wajib dalam beberapa kondisi:


a. Jika penyakit tersebut diduga kuat mengakibatkan kematian, maka menyelamatkan
jiwa adalah wajib.
b. Jika penyakit itu menjadikan penderitanya meninggalkan perkara wajib padahal dia
mampu berobat, dan diduga kuat penyakitnya bisa sembuh, berobat semacam ini
adalah untuk perkara wajib, sehingga dihukumi wajib.
c. Jika penyakit itu menular kepada yang lain, mengobati penyakit menular adalah wajib
untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
d. Jika penyakit diduga kuat mengakibatkan kelumpuhan total, atau memperburuk
penderitanya, dan tidak akan sembuh jika dibiarkan, lalu mudhorot yang timbul lebih
banyak daripada maslahatnya seperti berakibat tidak bisa mencari nafkah untuk diri
dan keluarga, atau membebani orang lain dalam perawatan dan biayanya, maka dia
wajib berobat untuk kemaslahatan diri dan orang lain.
e.
2. Berobat menjadi sunnah/ mustahab
Jika tidak berobat berakibat lemahnya badan tetapi tidak sampai membahayakan diri dan
orang lain, tidak membebani orang lain, tidak mematikan, dan tidak menular , maka berobat
menjadi sunnah baginya.

3. Berobat menjadi mubah/ boleh


Jika sakitnya tergolong ringan, tidak melemahkan badan dan tidak berakibat seperti kondisi
hukum wajib dan sunnah untuk berobat, maka boleh baginya berobat atau tidak berobat

47
i. Berobat menjadi makruh dalam beberapa kondisi
a. Jika penyakitnya termasuk yang sulit disembuhkan, sedangkan obat yang digunakan
diduga kuat tidak bermanfaat, maka lebih baik tidak berobat karena hal itu diduga
kuat akan berbuat sis- sia dan membuang harta.
b. Jika seorang bersabar dengan penyakit yang diderita, mengharap balasan surga dari
ujian ini, maka lebih utama tidak berobat, dan para ulama membawa hadits Ibnu
Abbas dalam kisah seorang wanita yang bersabar atas penyakitnya kepada masalah
ini.
c. Jika seorang fajir/rusak, dan selalu dholim menjadi sadar dengan penyakit yang
diderita, tetapi jika sembuh ia akan kembali menjadi rusak, maka saat itu lebih baik
tidak berobat.
d. Seorang yang telah jatuh kepada perbuatan maksiyat, lalu ditimpa suatu penyakit, dan
dengan penyakit itu dia berharap kepada Alloh mengampuni dosanya dengan sebab
kesabarannya.
e. Dan semua kondisi ini disyaratlkan jika penyakitnya tidak mengantarkan kepada
kebinasaan, jika mengantarkan kepada kebinasaan dan dia mampu berobat, maka
berobat menjadi wajib.
5. Berobat menjadi haram
Jika berobat dengan sesuatu yang haram atau cara yang haram maka hukumnya haram,
seperti berobat dengan khomer/minuman keras, atau sesuatu yang haram lainnya.

48
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Jurnal. 2013. Konsep Kesehatan dalam Islam.


Anonim. Pedoman Penanggulangan KLB-DBD bagi keperawatan di RS dan Puskesmas
Hadinegoro, Sri Rezeki. 2011. Panduan Imunisasi Anak, ed.1. Ikatan Dokter Anak Indonesia
http://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2013/04/20/konsep-kesehatan-dalam-islam/(21 Mei
2013)
http://www.depkes.go.id
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.%20001%20ttg%20Sistem
%20Rujukan%20Pelayanan%20Kesehatan%20Perorangan.pdf
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Rajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta :
EGC
Tamher dan Noorsiani. 2008. Flu Burung : Aspek Klinis dan Epidemiologis . Jakarta :
Salemba Medika
Trihono. 2010. Arrimes : Manajemen Puskesmas berbasis paradigma sehat. Jakarta : Sagung
Seto

49

Anda mungkin juga menyukai