Disusun Oleh :
Kelompok 8 / 3B
YOGYAKARTA
2020
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mual dan muntah merupakan hal normal yang sering terjadi pada usia
kehamilan muda dan terbanyak pada usia kehamilan 6-12 minggu dan akan
berakhir dalam 20 minggu pertama kehamilan. Keluhan ini terjadi 70%-80%
dari seluruh wanita yang hamil. Keluhan mual dan muntah terkadang begitu
hebat sehingga segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan oleh ibu
hamil yang dapat mempengaruhi keadaan umum serta mengganggu
kehidupan sehari-hari atau lebih dikenal dengan hiperemesis gravidarum
(Prawirohardjo, 2014).
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan yang terjadi
selama masa hamil. Muntah yang membahayakan ini dibedakan dari mual
dan muntah normal yang umum dialami wanita hamil karena intensitasnya
melebihi mual muntah normal yang berlangsung selama trimester pertama
kehamilan. Muntah yang berlebihan dan tidak terkendali selama masa
kehamilan dapat menyebabkan kehilangan berat badan 5% dari berat badan
awal sebelum hamil, dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, defisiensi
nutrisi, serta ketonuria (Bobak dkk, 2012).
Menurut WHO sebagai badan PBB yang menangani masalah bidang
kesehatan, mengatakan bahwa hiperemesis gravidarum terjadi diseluruh
dunia, diantaranya negara-negara di benua Amerika dengan angka kejadian
yang beragam. Sementara itu, kejadian hiperemesis gravidarum juga banyak
terjadi di Asia contohnya Pakistan, Turki, dan Malaysia (Maulana, 2012 cit
Isnaini & Refiani, 2018). Berdasarkan data WHO (2013) jumlah kejadian
hiperemesis gravidarum mencapai 12,5% dari jumlah seluruh kehamilan di
dunia (Indrayani, 2018).
1
Angka kejadian hiperemesis gravidarum di Indonesia 1-3% dari seluruh
kehamilan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan bahwa
lebih dari 80% ibu hamil di Indonesia mengalami mual dan muntah yang
berlebihan, yang dapat menyebabkan ibu hamil menghindari jenis makanan
tertentu dan akan dapat menyebabkan risiko bagi dirinya maupun janin yang
sedang dikandungnya (Oktavia, 2016). Hasil pengumpulan data tingkat pusat,
Subdirektorat Kebidanan dan Kandungan, Subdirektorat Kesehatan Keluarga
tahun 2011 dari 325 kabupaten/kota menunjukkan bahwa sebesar 20.44% ibu
hamil dengan hiperemesis gravidarum berat dirujuk dan harus mendapatkan
pelayanan kesehatan lebih lanjut (SDKI, 2012).
Berdasarkan hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta didapatkan jumlah ibu hamil yang
melakukan pemeriksaan kehamilan dipoli kandungan/kebidanan dari periode
Januari 2018 hingga periode Desember 2018 sebanyak 813 orang dan yang
mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 42 orang (Alulu, 2019).
Sementara itu, angka kejadian hiperemesis gravidarum di RSUD PKU
Muhammadiyah Bantul pada tahun 2017 terdapat 115 ibu yang mengalami
hiperemesis gravidarum, sedangkan di RSUD Panembahan Senopati Bantul
pada tahun 2018 sebanyak 271 ibu hamil (Afrilina, 2019).
2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan tentang gangguan kehamilan hiperemesis gravidarum
dan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala,
patofisiologi, pathway, penatalaksanaan pada hiperemesis gravidarum.
b. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada hiperemesis
gravidarum diantaranya pengkajian, diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul, dan rencana asuhan keperawatannya.
3
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Hiperemisis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan selama hamil.
Muntah yang membahayakan ini dibedakan dari morning sickness normal
yang umum dialami wanita hamil karena intensitas muntah melebihi batas
normal dan berlangsung selama trimester pertama kehamilan (Atiqoh, 2020).
Hiperemisis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan atau tidak
terkendali selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit, atau defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat
badan (Marmi dkk, 2016). Hiperemisis gravidarum merupakan gejala yang
wajar dan sering terjadi pada kehamilan trimester pertama, mual biasanya
terjadi pada pagi hari tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari,
dapat pula menyebabkan dehidrasi ketidakseimbangan elektrolit, defisiensi
nutrisi dan kehilangan berat badan. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6
minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang
lebih 10 minggu (Wiknjosastro, 2006 dalam Aspiani, 2017).
B. Etiologi
Penyebab hiperemisis gravidarum belum diketahui pasti. Tidak ada bukti
bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik dan tidak ditemukan adanya
kelainan biokimia. Perubahan-perubahan anatomik pada otak, jantung, hati
dan susunan saraf oleh kekurangan vitamin dan zat-zat lain akibat inanisi.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hiperemisis gravidarum adalah:
1. Faktor predisposisi, sering terjadi pada primigravidarum, mola
hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola
hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaaan bahwa faktor
hormon memegang peranan, karena pada keadaan tersebut hormon
chorionic gonadotropin dibentuk berlebihan.
4
2. Faktor organik, masuknya vili chorialis dalam srkulasi maternal dan
perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari
pihak ibu terhadap anak.
3. Alergi sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga
disebut salah satu faktor organik.
4. Faktor psikologik, memegang peran penting pada penyakit ini, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan
dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat
menyebabkan konlik mental yang dapat memperberat mual dan
muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi
hamil atau sebagai pelarian terhadap hidup (Wiknjosastro, 2006 dalam
Aspiani, 2017).
5
f. Berat badan turun dan mata menjadi cekung.
g. Tekanan darah turun.
h. Oliguria.
i. Konstipasi.
j. Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan, karena mempunyai
aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
3. Hiperemisis gravidarum tingkat ketiga
a. Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti.
b. Kesadaran menurun sampai koma.
c. Nadi kecil dan cepat.
d. Suhu meningkat dan tekanan darah turun.
e. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
Ensefalopati Wernick dengan gejala nistagmus, diplopia dan
perubahan mental (Wiknjosastro, 2006 dalam Aspiani, 2017).
D. Patofisiologi
Patofisiologi hiperemesis gravidarum diawali oleh mual muntah yang
berlebihan sehingga dapat menimbulkan dehidrasi, tekanan darah turun, dan
diuresis menurun. Hal ini menimbulkan perfusi ke jaringan menutup untuk
memberikan nutrisi dan mengonsumsi O2. Oleh karena itu dapat terjadi
perubahan metabolisme menuju kearah anaerobik yang menimbulkan benda
keton dan asam laktat. Muntah yang berlebih dapat menimbulkan perubahan
elektrolit sehingga pH darah menjadi tinggi (Manuaba, 2008 cit Atiqoh,
2020).
Peningkatan kadar progesterone, esterogen dan HCG dapat menjadi faktor
pencetus mual dan muntah. Peningkatan hormon progesteron menyebabkan
otot polos pada sistem gastrointestinal mengalami relaksasi sehingga motilitas
lambung menurun dan pengosongan lambung melambat. Refluks esofagus,
penurunan motilitas lambung, dan penurunan sekresi asam hidroklorid juga
berkontribusi terhadap terjadinya mual dan muntah. Hal ini diperberat oleh
6
adanya penyebab lain berkaitan dengan faktor psikologis, spiritual,
lingkungan dan sosiokultural (Runiari, 2010 cit Atiqoh, 2020).
Pada beberapa kasus berat perubahan yang terjadi berhubungan dengan
malnutrisi dan dehidrasi yang menyebabkan terdapatnya nonprotein nitrogen,
B6, dan B12 yang mengakibatkan terjadinya neuropati perifer dan anemia;
bahkan pada kasus berat, kekurangan vitamin B1 dapat mengakibatkan
terjadinya wernicke enchepalopati. Wernicke enchepalopati adalah kelainan
saraf yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B1 (Thiamin).
7
E. Pathway
Merangsang muntah
Hiperemesis
gravidarum
Absorbsi menurun
HCL meningkat Dehidrasi
Hemokonsentrasi Inbalance
Kelemahan Mobilisasi lemak
elektrolit
protein di jaringan
Gangguan rasa
nyaman
Intoleransi Suplai 0² dan nutrisi
aktivitas transplasenta
Alkalosis
BB menurun Ketosis darah respiratori
Resiko perubahan
nutrisi pada fetal
8
F. Penatalaksanaan Medik
Sumber : Mitayani, 2013 Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada hiperemisis gravidarum
G. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada hiperemisis gravidarum menurut
Hernawati dan Kamila (2017) antara lain :
a. Rawat inap.
b. Psikoterapi.
c. Lakukan evaluasi dalam 24 jam pertama.
d. Bila keadaan membaik, boleh diberikan makan dan minum secara
bertahap.
e. Bila dalam 24 jam tidak membaik pertimbangkan untuk rujukan.
f. Jika dehidrasi diatasi, anjurkan makan makanan lunak porsi kecil tapi
sering, hindari makanan yang berminyak dan berlemak, kurangi
karbohidrat, banyak makan makanan yang mengandung gula.
9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Mitayani (2013) pengkajian merupakan pendekatan yang
sistematis untuk mengumpulkan data, mengelompokan, dan menganalisis,
sehingga didapatkan masalah dan kebutuhan untuk perawatan ibu. tujuan
utama pengkajian adalah untuk memberikan gambaran secara terus – menerus
mengenai kesehatan ibu yang memungkinkan perawat merencanakan asuhan
keperawatan. Langkah pertama dalam pengkajian ibu hiperemesis gravidarum
adalah mengumpulkan data. Data-data yang akan dikumpulkan adalah
sebagai berikut:
1. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pada riwayat kesehatan sekarang terdapat keluhan yang
dirasakan oleh ibu sesuai gejala-gejala pad hyperemesis gravidarum,
yaitu: mual dan muntah yang terus-menerus, merasa lemah dan
kelelahan, merasa haus dan terasa asam dimulut, serta kontipasi dan
demam. Selanjutnya dapat juga ditemukan berat badan yang
menurun. Tugor kulit yang buruk dan gaguan elektrolit. Terjadinya
oliguria, takikardia, mata cekung, dan ikterus.
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Kemungkinan ibu pernah mengalami hyperemesis gravidarum
sebelumnya.
2) Kemungkinan ibu pernah mengalami penyakit yang
berhubungan dengan saluran perncernaan yang menyebabkan
mual muntah.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan adanya riwayat kehamilan ganda pada keluarga.
10
2. Data fisik biologis
Data yang dapat ditemukan pada ibu dengan hyperemesis gravidarum
adalah mamae yang membengkak, hiperpigmentasi pada areola mamae,
terdapat kloasma gravidarum, mukosa membran dan bibir kering, tugor
kulit buruk, mata cekung, dan sedikit ikterik, ibu tampak pucat dan
lemah, takikardi, hipotensi, serta pusing dan kehilangan kesadaran.
3. Riwayat menstruasi
a. Kemungkinan menarche usia 12-14 tahun
b. Siklus 28-30 hari
c. Lamanya 5-7 hari
d. Banyaknya 2-3 kali ganti duk/hari
e. Kemungkinan ada keluhan waktu haid seperti nyeri, sakit kepala dan
muntah
4. Riwayat perkawinan
Kemungkinan terjadi pada perkawinan usia muda.
5. Riwayat kehamilan dan persalinan
a. Hamil muda : ibu pusing, mual dan muntah, serta tidak ada nafsu
makan.
b. Hamil tua: pemeriksaan umum terhadap ibu mengenai kenaikan
berat badan, tekanan darah, dan tingkat kesadaran.
6. Data psikologi
Riwayat psikologi sangat penting dikaji agar dapat diketahui keadaan
jiwa ibu sehubungan dengan perilaku terhadap kehamilan, keadaan jiwa
ibu yang labil, mudah marah, cemas, takut akan kegagalan persalinan,
mudah menangis, sedih, serta kekecewaan dapat memperberat mual dan
muntah. Pola pertahanan diri (koping) yang digunakan ibu bergantung
pada pengalamannya terhadap kehamilan serta dukungan dari keluarga
dan perawat.
11
7. Data sosial ekonomi
Hyperemesis gravidarum bias terjadi pada semua golongan ekonomi,
namun pada umumnya terjadi pada tingkat ekonomi menengah kebawah.
Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki.
8. Data penunjang
Data penun jang didapat dari hasil laboratorium, yaitu pemeriksaan
darah dan urine. Pemeriksaan darah yaitu nilai hemaglobin dan
hematokrit yang meningkat menunjukan hemokonsentrasi yang berkaitan
dengan dehidrasi. Pemeriksaan urinalisis yaitu urine yang sedikit dan
konsentrasi yang tinggi akibat dehidrasi, juga terdapatnya aseton didalam
urine.
B. Diagnosa keperawatan
Dari pengkajian yang telah diuraikan, maka ada beberapa kemungkinan
diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan menurut Mitayani (2013)
antara lain :
1. Kekurangan cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan muntah yang
berlebihan dan pemasukan yang tidak adekuat.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan mual dan muntah terus-menerus.
3. Nyeri pada epigastrum yang berhubungan dengan muntah yang berulang.
4. Tidak efektifnya pola pertahanan diri yang berhubungan dengan efek
psikologis terhadap kehamilan dan perubahan peran sebagi ibu.
5. Risiko perubahan nutrisi fetal yang berhubungan dengan berkurangnya
peredaran darah dan makanan ke fetal (janin).
12
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan menurut Mitayani (2013) yaitu :
13
kekurangan cairan di dalam
system sirkulasi.
14
sehingga diharapkan kebutuhan
nutrisinya dapt terpenuhi.
15
3. Perhatikan kebersihan mulut 3. Kebersihan mulut yang baik dan
ibu sesudah dan sebelum terpelihara dapat menimbulkan
makan. rasa nyaman juga diharapkan
dapat mengurangi mual dan
muntah.
16
mengenai masalah yang koping ibu dalam menghadapi
dihadapi dan pemecahan masalahnya
masalah yang dapat dilakukan.
4. Dengan membantu memecahkan
4. Bantu ibu untuk memecahkan masalah ibu, maka perawat dapat
masalahnya, terutama yang menemukan pola koping ibu yang
berhubungan dengan efektif.
kehamilan.
5. Dukung dapat menambah rasa
5. Dukung ibu dalam menemukan percaya diri ibu dalam
pemecahan masalah yang menemukan pemecahan masalah.
konstruktif.
6. Keluarga dapat diajak bekerja
6. Libatkan keluarga dalam sama dalam memberikan
kehamilan ibu. dukungan pada ibu terhadap
kehamilannya.
17
3. Pantau denyut jantung janin. 3. Denyut jantung yang masih dalam
keadaan normal dan aktif
menandakan janin masih dalam
keadaan baik.
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada
wanita hamil sampai mengganggu aktivitas sehari-hari karena keadaan umum
pasien yang buruk akibat dehidrasi. Penyebab hiperemesis gravidarum belum
diketahui secara pasti. Tanda dan gejala yang muncul pada hiperemesis
gravidarum dapat dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan berat ringannya
gejala. Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus
dilakukan rawat inap di rumah sakit dengan pemberian terapi medikamentosa,
nutrisi, cairan parenteral, dan alternative. Diagnosis hiperemesis gravidarum
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
B. Saran
Dari asuhan keperawatan dengan hiperemesis gravidarum, penulis
mengajukan saran :
1. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan petugas kesehatan dapat meningkatkan pelayanan asuhan
keperawatan dapat memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhan
pasien khususnya ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum, serta
memberikan promosi kesehatan tentang pencegahan hiperemesis
gravidarum.
2. Bagi masyarakat dan keluarga
Diharapkan ibu hamil untuk memperhatikan masalah selama selama
kehamilan termasuk hiperemesis gravidarum. Ibu hamil diharapkan
memeriksakan kehamilannya secara teratur agar dapat segera mendeteksi
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Hernawati, Erni dan Kamila, Lia. 2017. Buku Ajar Bidan Kegawatdaruratan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : CV. Trans Info Media
Isnaini, Nurul dan Refiani, Reza. 2018. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil
Trimester I Tentang Hiperemesis Gravidarum di Bpm Wirahayu Panjang
Bandar Lampung Tahun 2017. Jurnal Kebidanan, vol. 4, no. 1, hal 11.
Diakses pada 03 September 2020 pukul 11.50 WIB
20
Oktavia, Lina. 2016. Kejadian Hiperemesis Gravidarum Pada Ibu Hamil
Trimester Pertama Di RSKDIA Siti Fatimah Tahun 2012. Jurnal Ilmu
Kesehatan Aisyah, vol. 1, no. 2, hal 41-45. Diunduh pada 03 September
2020 pukul 15.00
21