Anda di halaman 1dari 6

Pemasangan propaganda pemilu disembarang tempat

Panwaslu Tak Berkutik Turunkan Alat


Peraga 
TANGSEL-Panwaslu Kota Tangsel mengaku tak bisa berbuat banyak terkait maraknya atribut Calon
Legislatif (Caleg) ataupun Partai Politik (Parpol) yang dipasang di sembarang tempat. Pasalnya,
hingga saat ini payung hukum dari Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel belum resmi dikeluarkan
terkait zonasi pemasangan atribut tersebut.  

Ketua Panwaslu Kota Tangsel, Engel Hartiabayangkara mengatakan revisi titik pembatasan atribut
di Kota Tangsel atau zonasi kampanye belum diterima pihaknya. Karena itu, dia terus mendorong
agarPemkot Tangsel untuk mengeluarkan SK Wali Kota mengenai zonasi pemasangan spanduk dan
alat peraga.

”Kami sudah mengajukan ke Pemkot Tangsel sebulan lalu, terkait revisi zonasi kampanye.  Kami
masih menunggu revisi tersebut untuk selanjutnya dijadikan payung hukum penertiban spanduk
atau alat propaganda lainnya,” ujarnya. Karena lambannya revisi zonasi kampanye tersebut, terang
Engel lagi, pihaknya belum bisa menertibkan alat propaganda Caleg ataupun Parpol yang
ditempatkan di sembarang tempat.

Padahal, ujar Engel juga, maraknya atribut Parpol maupun Caleg yang ditempatkan di sembarang
tempat membuat Kota Tangsel terkesan kumuh dan esetetika kota menjadi sembrawut.  ”Bahkan
pemasangan atribut di pohon dengan dipaku dapat merusak kualitas lingkungan,” paparnya juga.

Sementara itu, Kepala Kesbangpolinmas Kota Tangsel, Dedi Budiawan mengatakan keberadaan
aturan zonasi atribut kampanye memang mendesak.Karena itu pihaknya akan sama-sama
mendorong percepatan pengesahan payung hukum tersebut. Belum selesainya revisi zonasi
kampanye karena saat ini sedang dirumuskan dan agar tidak sia-sia dan juga berbenturan dengan
perundangan yang ada di atasnya.

”Memang sudah sangat mendesak. Namun, persiapannya juga harus matang agar tidak sia-sia
payung hukum itu dibuat,” ujarnya.  Untuk diketahui, Pemkot Tangsel beberapa bulan lalu telah
membuat 17 jalan protokol yang tidak boleh dijadikan lokasi pemasangan atribut kampanye pada
Pemilu Legislatif (Pileg) 2014.

Namun, setelah ada kajian, maka dilakukan perubahan.

Awalnya 17 titik yang dilarang tidak boleh dipasang atribut yakni, di Jalan Raya Serpong, Jalan
Pahalawan Seribu, Jalan Buaran Rawa Buntu, Jalan Puspitek, Jalan Raya Puspitek Muncul, Jalan
Raya Sliwangi, Jalan Surya Kencana, Jalan Setia Budi, Jalan Raya Padjajaran, Jalan Otista, Jalan
Dewi Satika, Jalan, Ir. H. Juanda, Jalan RE. Martadinata, Jalan Cabe Raya, Jalan Cirendeu Raya,
Jalan Arta Putera dan Jalan Jombang Raya.

Direktur LSM Lingkungan Wahana Hijau Fortuna, Romly Revolvere mengatakan,pemasangan


atribut Caleg dan Parpol yang marak di wilayah Kota Tangsel secepatnya ditertibkan. Karena
pemasangan atribut disembarang tempat oleh Caleg ataupun Parpol apalagi cara dipakukan ke
pohon mencerminkan pembiaran dan ketidakpedulian menjaga lingkungan. 

”Kami sangat menyayangkan pemasangan atribut partai politik pol dan calon legislatif di pohon-
pohondengan cara dipaku. Jelas kesengajaan merusak lingkungan. Karena itu secepatnya pihak
terkait harus melakukan penertiban bahkan pemberian sanksi kepada Caleg dan Parpol yang
melakukannya,” ujarnya.   

Romly sendiri mengimbau agar masyarakat tidak memilih calon legislatif yang berperilaku buruk
pada lingkungan. Salah satunya memasangi atribut berupa spanduk, baner atau pamphlet untuk
mendongkrak popularitas dengan dipaku ke pohon.(fin)

http://www.indopos.co.id/2013/07/panwaslu-tak-berkutik-turunkan-alat-peraga.html
Kampanye Minus Etika

Suara bising keluar dari konvoi sepeda motor sebuah partai politik yang sedang
berkampanye. Para pengendara motor seolah memang sengaja meraung-raungkan suara
sepeda motornya.  Banyak diantara mereka yang tidak menggunakan helm. Hal itu
tentunya melanggar peraturan lalu lintas tetapi polisi yang mengawalnya pun seolah tidak
peduli.

Sambil berdiri dan menari-nari, penumpang yang membawa bendera partai mengibar-
ngibarkannya, tidak peduli bahwa hal itu bisa membahayakan dirinya sendiri dan orang lain.
Seolah jalanan milik mereka sendiri, tidak peduli hak pengguna jalan lain. Belum lagi suara
keras yang keluar dari sound systemmemekakan telinga yang mendengarnya.

Kampanye memacetkan jalan? Itu hampir pasti selalu terjadi. Kemacetan yang sudah parah
bertambah parah karena banyaknya kerumunan massa yang berkampanye. Para
pengguna jalan harus ekstra hati-hati jika berpapasan dengan massa yang berkampanye
dan harus mengalah membiarkan mereka untuk lewat lebih dulu.

Masa kampanye adalah salah satu tahapan pemilu. Melalui kampanye, parpol peserta
pemilu diharapkan menyampaikan visi dan misinya kepada masyarakat sehingga mampu
menarik simpati calon pemilih untuk memilihnya. Jauh-jauh hari sebelum masa kampanye,
para caleg sudah mensosialisasikan dirinya melalui baligo, spanduk, poster, sticker, dan
media lainnya kepada masyarakat. Pohon, jalan, jembatan, tiang listik, tembok bangunan
menjadi tempat bagi mereka untuk memperkenalkan diri. Dan pada masa kampanye, jalan
yang sudah semrawut, semakin semrawut alias tidak enak dipandang karena banyak alat
peraga kampanye (APK) yang dipasang sembarangan dan tanpa izin.

Berkaitan dengan pemasangan APK, ada hal yang cukup menarik. Para tim sukses caleg
biasanya memasang APK pada malam hari. Entah apa alasan utamanya. Mungkin supaya
lebih adem kalau malam hari, supaya tidak ketahuan oleh tim sukses caleg lain, supaya
tidak dilihat oleh masyarakat umum, atau tidak ketahuan bahwa mereka-lah yang merusak
dan memaku pohon-pohon di pinggir jalan. Mungkin mereka masih memiliki rasa malu
bahwa sebenarnya memaku pohon itu merusak lingkungan tapi karena kepentingan
kampanye, mereka pun mengabaikannya. Satu pohon bisa dipasangi foto beberapa caleg
sehingga pohon-pohon tersebut banyak “penunggunya”.

Kegiatan kampanye yang seharusnya menaati aturan yang telah ditetapkan oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU) pada kenyataannya banyak yang dilanggar. Bentuk pelanggaran
yang dimaksud antara lain, memasang APK bukan pada tempat yang seharusnya seperti di
sekolah, tempat ibadah, rumah sakit, menyertakan anak-anak pada saat kampanye, politik
uang (money politic), mobilisasi PNS, menggunakan fasilitas negara untuk kegiatan
kampanye, pejabat negara yang kampanye di luar waktu cuti kampanye, dan sebagainya.
Badan  Pengawas Pemilu (Bawaslu) seolah tidak berdaya menangani berbagai
pelanggaran kampanye tersebut.

Selain banyak melanggar peraturan KPU, peserta kampanye juga banyak melanggar etika.
Antara lain, merusak pohon, memasang alat peraga kampanye di sembarang tempat,
meninggalkan sampah setelah kampanye, membuat kegaduhan, mengganggu
kenyamanan pengguna jalan, dan sebagainya. Bagaimana kita bisa berharap partai-partai
ini bisa menepati janjinya sementara mereka sendiri banyak melanggar aturan dan etika.

Persaingan yang sengit antarparpol dan antarcapres menyebabkan kegiatan kampanye


yang seharusnya diisi dengan pemaparan visi dan misi, berubah menjadi ajang propaganda
keberhasilan partainya dan ajang untuk membunuh karakter, saling menjatuhkan, saling
sindir antarlawan politik, dan saling menyalahkan sehingga masyarakat yang tadinya
mengharapkan sebuah kampanye yang cerdas dan berbobot pada kenyatannya tak
ubahnya seperti mendengarkan program infotainment yang dihiasi gosip murahan.

Untuk menarik massa dan menambah meriah, parpol peserta kampanye menghadirkan juru
kampanye (jurkam) handal seperti ketua parpol, capres, atau artis-artis yang kebetulan
menjadi caleg parpol tersebut. Selain itu, kegiatan kampanye diisi dengan acara hiburan
yang didominasi musik dangdut yang memamerkan erotisme dan fornoaksi dimana hal
tersebut juga ditonton oleh anak-anak. Massa yang menghadiri kampanye banyak yang
tidak peduli atau tidak paham terhadap visi, misi, dan janji-janji kampanye yang
disampaikan oleh jurkam tetapi hanya ikut-ikutan dan lebih tertarik dengan hiburan gratis
yang disajikan.

Model kampanye yang dilakukan parpol dari pemilu ke pemilu memang tidak banyak
berubah. Sebuah kampanye dikatakan berhasil jika banyak massa yang datang ke lokasi
kampanye sehingga mereka melakukan berbagai upaya untuk mengerahkan massa. Kita
mengharapkan kampanye yang kreatif, menarik, simpatik, dan santun. Model kampanye
seperti itu selain mampu meyakinkan massa yang sudah jadi konstituennya, juga mampu
menarik simpati pemilih-pemilih rasional dan pemilih mengambang (swing voter) sehingga
mereka mantap menyalurkan pilihannya pada hari-H pemilu.

http://politik.kompasiana.com/2014/03/30/kampanye-minus-etika-643104.html

Kamis, 10 Oktober 2013 , 07:25:00

Caleg Tak Boleh Lagi Pasang Baliho dan Spanduk

PENAJAM-Panwaslu Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) berharap kepada KPU PPU agar segera menggelar
sosialisasi mengenai peraturan baru KPU terkait pelaksanaan teknis kampanye pemilu legislatif (pileg) 9 April 2014.

Mengingat hal itu penting, sehingga seluruh kontestan caleg, parpol dan publik dapat mengetahui dengan jelas
pelaksanaan tempat-tempat pemasangan alat peraga kampanye (algaka) caleg maupun parpolnya.

“Kami berharap Panwaslu bersama KPU PPU segera lakukan sosialisasi peraturan baru KPU mengenai pemasangan
algaka caleg dan parpol sebelum masuk masa kampanye, sebab keluarnya aturan baru itu sampai saat ini masih
banyak caleg, parpol dan publik belum tahu,” ujar anggota Panwaslu PPU Daud Yusuf saat berkoordinasi dengan
komisioner KPU PPU di Kantor Sekretariat KPU PPU, Rabu (9/10).

Ia mengatakan, keluarnya PKPU No 15/2013 mengatur tentang kampanye yang membatasi para caleg melakukan
sosialisasi melalui pemasangan algaka di sembarang tempat. Dengan peraturan baru itu, kini para caleg tak lagi asal-
asalan memasang foto caleg di sembarang tempat.

Para caleg tak boleh lagi memasang fotonya dalam baliho dan spanduk di masing-masing dapil, pemasangan algaka
hanya boleh dari pengurus parpol yang memuat visi-misi dan program kerja parpol dalam pileg itu.

“Misalnya setiap dapil algaka hanya ditentukan dipasang baliho satu titik di satu kelurahan atau desa. Spanduk hanya
boleh dipasang di satu titik di satu dapil. Kalau soal membagi kartu nama caleg dan stiker tak masalah,” sebut Daud. 

Ia menegaskan, karena saat ini sudah mulai bermunculan baliho-baliho dan spanduk para caleg dipasang diluar
ketentun KPU yang baru itu, maka pihak Panwaslu segera melakukan penertiban.

“Kami akan koordinasi dengan aparat instansi terkait lakukan penertiban algaka caleg. Namun, sebelumnya kami
berharap dengan KPU adakan sosialisasi terlebih dahulu,” harapnya.

Anggota komisioner H Hatta dan Nasir menyambut baik permintaan Panwaslu melakukan sosialisasi bersama. “Kami
siap saja laksanakan sosialisasi, karena di daerah-daerah lain sudah berjalan,” tutur Hatta dan Nasir.  

Nasir menambahkan, ketentuan baru soal pemasangan tanda algaka bertujuan demi terciptanya azas pemerataan,
sebab selama ini pemasangan baliho dan spanduk terkesan tak beraturan, hingga berdampak pada nilai estetika.  

“Apalagi, caleg pemilik modal besar bisa seenaknya saja pasang baliho dan spanduk di mana-mana, sementara caleg
modal pas-pasan tak bisa seperti itu. Jadi, peraturan KPU itu tujuannya sangat baik, supaya ada pemerataan dan tak
merusak nilai estetika,” tukas Nasir.(pam)
http://www.balikpapanpos.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=101386

pejabat negara yang kampanye di luar waktu cuti kampanye

Anda mungkin juga menyukai