INSTALASI FARMASI
TENTANG
MEMUTUSKAN
Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal : 04 Februari 2019
DIREKTUR RSU ZAHIRAH,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan
pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah Sakit.
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,termasuk pelayanan farmasi klinik,yang
terjangkau bagi semua lapisan masyaraka termasuk pelayanan farmasi klinik. Tuntutan
pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengharuskan adanya perubahan
pelayanan dari paradigma lama (drug oriented ) ke paradigma baru ( patient oriented )
dengan filosofi Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian). Praktek pelayanan
kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan
kesehatan.
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi
pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi
hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum.
Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi
Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan
Kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun
farmasi klinik.
Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan Sistem Infomasi
Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen kefarmasian, sehingga diharapkan
dengan model ini akan terjadi efisiensi tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh
kemudian dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara
intensif.
Untuk itu, dalam menjamin pelayanan farmasi di Rumah Sakit Umum Zahirah yang
bermutu dengan kontinuitas yang tinggi yang berdasarkan konsep Pharmaceutical Care,
diperlukan suatu Pedoman Pelayanan Farmasi yang menjadi acuan dalam pelaksanaan
pelayanan farmasi di Rumah Sakit Umum Zahirah. Dengan adanya peningkatan kualitas
pelayanan farmasi dan kualitas hidup pasien.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktik kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian yang
diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dan perkembangan
konsep Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar Pelayanan Kefarmasian
dengan Peraturan Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau kembali Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2016
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
B. Tujuan
1. Sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan farmasi di lingkungan Rumah Sakit
Umum Zahirah
2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan Kefarmasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Zahirah
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
4. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam
rangka keselamatan pasien (patient safety).
5. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun
dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang
tersedia
6. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian
dan etik profesi
7. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat;
8. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku termasuk
monitoring efek samping obat (MESO)
9. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan;
10. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
C. Ruang Lingkup
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif
untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat 3
undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit menyatakan bahwa
pengelolaan alat kesehatan, Sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di rumah
sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu dimana satu kebijakan
kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan dan pendistribusian
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien melalui instalasi farmasi rumah sakit.
Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yaitu meliputi:
1. Pemilihan
Adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai kebutuhan.
2. Perencanaan kebutuhan
3. Pengadaan
4. Penerimaan
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan
keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan persyaratan kefarmasian.
6. Pendistribusian
7. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Pengendalian
Dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Pengendalian Penggunaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dapat dilakukan oleh Instalasi
Farmasi harus bersama dengan tim Farmasi dan Terapi (TFT) di rumah sakit.
9. Administrasi
2. Administrasi keuangan
3. Administrasi penghapusan
Merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping
karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup
pasien (quality of life) terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan ini, meliputi adalah sebagai berikut:
Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien
Tanggal resep
Stabilitas
Duplikasi pengobatan
Kontraindikasi
Interaksi obat
3. Rekonsiliasi obat
5. Konseling
Adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari
Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan
menyusui)
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi dan lain-
lain)
6. Visite
Merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat
yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
Untuk hal ini harus dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit khususnya di RS
Mekar Sari Bekasi dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas
produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian obat.
Merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari
dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari
apoteker kepada dokter.
1. UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menjadi landasan hukum yang kuat
untuk pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan
2. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan Kefarmasian
5. Kemenkes no 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman organisasi rumah
sakit umum
6. Kemenkes no 1009/Menkes/SK/X/1995 tentang pembentukan Komite
Nasional Farmasi dan Terapi
7. Permenkes no 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit
8. Kemenkes no 1747/Menkes/SK/XII/2000 tentang pedoman penetapan standar
pelayanan minimal dalam bidang kesehatan di Kabupaten/Kota
BAB II
STANDAR KETENAGAAN PELAYANAN FARMASI
NAMA
URAIAN TUGAS KUALIFIKASI
JABATAN
B. Distribusi Ketenagaan
1. Shift Pagi
TTK Rawat Jalan
Uraian Pekerjaan
Kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian adalah:
a. Pengelolaan resep
1) Pengambilan resep
2) Penghargaan Resep
3) Pengambilan obat
4) Pengerjaan obat (racikan, obat jadi)
5) Beri Etiket obat
6) Beri Tanggal Expired Obat
7) Cross check antara resep dan obat yang sudah disiapkan
Analisa Beban Kerja
• Diketahui :
• Jumlah resep rata – rata : 150 resep
• Waktu efektif kerja : 7 jam
• Waktu rata – rata yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemeriksaan :
- Penghargaan resep : 5 menit/resep
- Resep obat jadi : 5 menit/resep
- Resep racikan : 10 menit/resep
- Kegiatan lain : 3 menit/resep
Perhitungan
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan :
- Penghargaan resep : 5 menit x 150 = 750 menit
- Resep obat jadi : 5 menit x 100 = 500 menit
- Resep racikan : 10 menit x 50 = 500 menit
- Kegiatan lain : 3 Menit / resep = 3 x 150 = 450 menit
Jika waktu efektif kerja shift pagi adalah 7 jam, maka petugas farmasi yang di
butuhkan adalah :
Jika waktu efektif kerja shift pagi adalah 7 jam, maka petugas farmasi yang di
butuhkan adalah :
b. Mengecek 7 Benar Obat ( Benar Pasien, Benar Obat, Benar Dosis, Benar Cara
(Rute), Benar Waktu, Benar Expired date, dan Benar Pendokumentasian )
c. Verivikasi Resep
d. Penyerahan obat Rawat Jalan
Cross check antara resep, nama pasie dan tanggal Expired obat
Penyerahan obat
Analisa Beban Kerja
• Diketahui :
• Jumlah resep rata – rata : 150 resep
• Waktu efektif kerja : 7 jam
• Waktu rata – rata yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemeriksaan :
- Telaah Resep : 1 menit/resep
- Mengecek 7 Benar : 1 menit/resep
- Verivikasi Resep : 1 menit/resep
- Penyerahan obat Rawat jalan : 5 menit/resep
- Kegiatan lain : 3 menit/r esep
Perhitungan
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan :
- Telaah resep : 1 menit x 150 = 150 menit
- Mengecek 7 Benar : 1 menit x 150 = 150 menit
- Verivikasi Resep : 1 menit x 150 = 150 menit
- Penyerahan obat rawat jalan : 5 menit x 150 = 450 menit
- Kegiatan lain : 3 Menit / resep = 3 x 150 = 450 menit
Total waktu = 1350 menit = 22.5 jam
Jika waktu efektif kerja shift pagi adalah 7 jam, maka petugas farmasi yang di
butuhkan adalah :
Jika waktu efektif kerja shift pagi adalah 7 jam, maka petugas farmasi yang di
butuhkan adalah :
Jika waktu efektif kerja shift pagi adalah 7 jam, maka petugas farmasi yang di
butuhkan adalah :
Jika waktu efektif kerja shift pagi adalah 7 jam, maka petugas farmasi yang di
butuhkan adalah :
Jika waktu efektif kerja shift pagi adalah 7 jam, maka petugas farmasi yang di
butuhkan adalah :
3. Shift Malam
Uraian Pekerjaan
Kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian adalah:
a. Pengelolaan resep
Pengambilan resep
Penghargaan Resep
Pengambilan obat
Pengerjaan obat (racikan, obat jadi)
Beri Etiket obat
Beri tanggal kadaluarsa Obat
Penyerahan obat
a) Cross check antara resep dan obat yang sudah disiapkan
b) Penyerahan obat Rawat jalan dan Penyerahan obat rawat inap Instalasi
Keperawatan 318
1) Analisa Beban Kerja
• Diketahui :
Jumlah resep rata – rata : 15 resep
Waktu efektif kerja : 5 jam
Waktu rata – rata yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemeriksaan :
- Penghargaan resep : 5 menit/resep
- Resep obat jadi : 5 menit/resep
- Resep racikan : 15 menit/resep
- Penyerahan obat : 3 menir/resep
- Kegiatan lain : 10 menit/resep
2) Perhitungan
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan :
- Penghargaan resep : 5 menit x 15 = 75 menit
- Resep obat jadi : 5 menit x 15 = 75 menit
- Resep racikan : 15 menit x 15 = 250 menit
- Penyerahan obat : 3 menit x 15 = 45 menit
- Kegiatan lain : 10 menit x 15 = 150 menit
Jika waktu efektif kerja shift sore adalah 5 jam, maka petugas farmasi yang di butuhkan
adalah :
H. Pengaturan Jaga
Instalasi Farmasi merupakan salah satu penunjang medis terpenting di dalam rumah sakit,
sehingga farmasi harus ada sewaktu – waktu, sehingga farmasi dibuat 24 jam untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. untuk pembagian dinas, farmasi dibuat 3 shift untuk dapat
memenuhi kebutuhan tersebut :
A. Dinas pagi 7 jam dan untuk office hour 9 jam kerja dengan kualifikasi ketenagaan : 1
orang Kepala Instalasi Farmasi, 1 Apoteker Rawat Jalan, 1 Orang Admin Rawat Jalan,
2 Orang TTK Rawat Inap, dan 1 Orang TTK Pelayanan, 1 orang Apoteker Rawat Inap
B. Dinas sore 7 jam kerja dengan kualifikasi ketenagaan : 1 Apoteker Pelaksana Rawat
Jalan, , 2 Orang TTK Rawat Inap, 2 TTK Rawat Jalan, dan 1 Orang Admin Rawat
Jalan.
C. Dinas malam 10 jam kerja dengan kualifikasi ketenagaan 2 orang Tenaga Teknis
Kefarmasian
BAB III
STANDAR FASILITAS INSTALASI FARMASI
Nebules
Tablet Paten
Injeksi Generik
Injeksi
Rak Obat Generik Paten
Opthalmic
/Tetes
N Telinga
ar
ko Ruang racik Meja ka Salep
Ps ins far
ik
Rak
Alkes,dan
Bahan
Medis
Habis
Pakai
Keperluan logistik di Instalasi farmasi meliputi Obat, Alkes, dan Bahan Medis Habis
Pakai Sedangkan untuk bahan ATK (Alat Tulis Kantor) dipenuhi melalui Instalasi logistik
umum.
A. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan
medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Dalam melaksanakan kegiatan pemilihan yang
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Direkomendasikan oleh Panitia farmasi dan terapi berdasarkan pola penyakit, efektivitas
dan keamanan, pengobatan berdasarkan bukti, mutu, harga dan ketersediaan di pasaran
2. Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi RS berperan aktif menyiapkan bahan untuk
pertimbangan pemberian rekomendasi
3. Tahapan dalam penyusunan Formularium adalah:
a) Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik fungsional (SMF)
berdasarkan standar terapi dan standar pelayanan medik
b) Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
c) Membahas usulan tersebut dalam Panitia farmasi dan Terapi
d) Mengumpulan item-item obat beserta nama principal dan distributornya, merekap,dan
diserahkan kembali kepada SMF untuk mendapatkan umpan balik
e) Membahas hasil umpan balik dari masing-msing SMF
f) Menetapkan daftar obat yang dapat masuk ke dalam formularium Rumah sakit
g) Menyusun kebijakan dan implementasi
h) Melakukan edukasi mengenai formularium rumah sakit dan melakukan monitoring
4. Memprioritaskan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dengan
berpedoman pada :
a. Formularium Nasional JKN
b. Formularium Rumah Sakit Umum Zahirah
c. Standar sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang ditetapkan
5. Formularium rumah sakit harus tersedia untuk semua penulis resep, pemberi obat dan
penyedia obat di Rumah sakit
6. Setiap ada permintaan obat baru dari SMF untuk dimasukkan dalam formularium Rumah
sakit, SMF harus mengisi form usulan obat baru yang nantinya akan dipertimbangkan
oleh PFT untuk diadakan atau tidak
7. Kriteria dalam pemilihan obat masuk ke Rumah sakit adalah PFT melakukan review
tahunan formularium (perubahan formularium) berdasarkan :
a. Mengutamakan penggunan obat generik
b. Memiliki resiko manfaat-resiko yang paling menguntungkan penderita
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavaibilitas
d. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
e. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
f. Memiliki rasio manfaat-biaya yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak
langsung
g. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicine) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
h. PFT melakukan review tahunan formularium (perubahan dalam formularium)
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi sehingga dapat memenuhi
kebutuhan pengobatan yang rasional.
i. PFT melakukan evaluasi keamanan dan efikasi obat setiap tahun
B. Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan Medis Habis Pakai
1) Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis habis pakai sesuai
dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat
jumlah, tepat waktu dan efisien
2) Dilakukan review tahunan perencanaan, termasuk membandingkan antara perencanaan
yang telah dibuat dengan realisasi yang ada.
C. Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
1) Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan, pengadaan yang efektif hanya menjamin ketersediaan, jumlah dan waktu
yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan
merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah
yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan pemasok,
penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan dan pembayaran.
2) Dilaksanakan oleh Logistik farmasi dan kepala Instalasi farmasi Rumah Sakit
3) Pembelian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus sesuai
dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
4) Rumah sakit dapat segera memperoleh obat yang tidak ada dalam stok atau yang normal
tidak tersedia di rumah sakit atau sewaktu-waktu bilamana farmasi tutup melalui pihak
ketiga yang telah melakukan kerjasama (MOU) dengan rumah sakit
1) Alur Permintaan Barang Bahan Medis dan Non Medis
Bagian
Pengadaan
Logistik
Permintaan umum
Instalasi-Instalasi
pelayanan dan Barang
instalasi Kperawatan Bagian
Pengadaan
Logistik
farmasi
2) Perencanaan
Pengadaan bahan farmasi harus mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut :
a) Tingkat Persediaan
Pada umumnya tingkat persediaan harus selalu sama dengan jumlah persediaan
yaitu jumlah persediaan minimum ditambah jumlah safety stock.
Tingkat persediaan minimum adalah jumlah bahan yang diperlukan untuk
memenuhi kegiatan operasional normal, sampai pengadaan berikutnya dari pembekalan
atau ruang penyimpanan umum.
Safety stock adalah jumlah persediaan cadangan yang harus ada untuk bahan –
bahan yang dibutuhkan atau yang sering terlambat diterima dari pemasok.
Buffer stock adalah stock penyangga kekurangan sediaan farmasi dan alat
kesehatan di farmasi. Reserve stock adalah cadangan reagen/sisa.
b) Perkiraan jumlah kebutuhan
Perkiraan kebutuhan dapat diperoleh berdasarkan jumlah pemakaian atau pembelian
bahan dalam periode 6-12 bulan yang lalu dan proyeksi jumlah pemeriksaan untuk
periode 6-12 bulan untuk tahun yang akan datang. Jumlah rata – rata pemakaian bahan
untuk satu bulan perlu dicatat.
c) Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan ( delivery time )
Lamanya waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai bahan diterima
dari pemasok perlu diperhitungkan, terutama untuk bahan yang sulit didapat.
Perencanaan dimulai dari Penanggung jawab administrasi dan Logistik yang mendata
kebutuhan barang–barang medis dan non medis habis pakai setiap bulan, mengecek
barang dan kebutuhan yang diperlukan dan membuat bon permintaan barang yang
kemudian diserahkan kepada kepala instalasi farmasi untuk ditandatangani untuk
kemudian diberikan kepada bagian pengadaan atau kebagian logistik sesuai dengan
kebutuhan pemesanannya.
3) Permintaan
Permintaan barang tersebut dilakukan sesuai kebutuhan permintaan, kebagian farmasi atau
kebagian pengadaan dengan menggunakan formulir bon permintan barang.Dalam keadaan
mendesak dan stok barang difarmasi kosong, maka permintaan barang bisa dilakukan
sewaktu – waktu pada jam kerja sesuai kebutuhan.
4) Penerimaan
a) Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima.
b) Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
c) Pedoman dalam penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis pakai :
Barang harus bersumber dari distributor utama
Untuk bahan-bahan berbahaya harus mempunyai Material Safety Data Shett
Khusus untuk alat kesehatan / kedokteran harus mempunyai Certificate of Origin
Kadaluarsa minimal 2 tahun kecuali untuk reagensia, vaksin, dan bahan laboratorium
5) Penyimpanan
Bahan farmasi yang sudah ada harus ditangani secara cermat dengan mempertimbangkan :
a) Perputaran pemakaian dengan menggunakan kaidah :
Pertama masuk – petama keluar ( FIFO – first in – first out ), yaitu bahwa barang
yang lebih dahulu masuk persediaan harus digunakan lebih dahulu.
Masa kadarluarsa pendek dipakai dahulu ( FEFO – first expired – first out)
Hal ini adalah untuk menjamin barang tidak rusak akibat penyimpanan yang terlalu
lama.
b) Tempat penyimpanan
c) Suhu / kelembaban
d) Sirkulasi udara
6) Penggunaan
Penggunaan barang dan reagensia yang lebih dahulu masuk persediaan harus digunakan
lebih dahulu sedangkan yang memiliki masa kadarluarsa pendek juga dipakai terlebih
dahulu.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien ( patient safety ) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : Asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
Pelaporan dan analisis insiden, Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu
aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan
farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem
pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan, aspek klinik meliputi skrining
permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan
pemberian informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Kegiatan farmasi klinik
sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima pengobatan dengan risiko
tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat
keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi besar
dalam menurunkan insiden/kesalahan.
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :
a. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat
diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-
obat sesuai formularium.
b. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan
sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
Melakukan evaluasi terhadap distributor mengenai transportasi yang aman,
ketepatan waktu, dan ketersediaan obat.
c. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan
kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
- Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-
alike,sound-alike medication names) secara terpisah.
- Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di
tempat khusus. Misalnya:
• Menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin,
warfarin, insulin, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents,
thrombolitik, dan agonis adrenergik.
• Kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan
obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
• Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
- Menyimpan obat menurut abjad dan bentuk sediaan
- Disesuaikan dengan suhu, kelembaban, dan pengaruh cahaya
- Obat narkotika, psikotropika, prekursor disimpan dalam lemari khusus
terkunci
- Melakukan pemeriksaan berkala untuk penyimpanan obat yang benar
dan kadaluarsa
d. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication
error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
- Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan
tanggal lahir dan nomor rekam medis
- Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi
resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan
resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
- Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti:
• Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis
(alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker
perlu mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima
obat-obat dengan indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan
dosis.
• Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-
tanda vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus
mengetahui data laboratorium yang penting, terutama untuk obat-
obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada
penurunan fungsi ginjal).
- Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
- Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi
(e-prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah
disebutkan diatas.
- Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk
memastikan obat yang diminta benar, dengan mengaja nama obat serta
memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan
kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang
menerima permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah
mendapat konfirmasi.
e. Dispensing
- Penyiapan yang aman
• Menjamin proses peracikan yang aman
• Menyediakan lingkungan yang mendukung penyiapan yang
aman
• Menyediakan informasi obat mengenai cara penyiapan yang
aman
• Edukasi kepada petugas mengenai penyiapan yang aman
• Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
- Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali
yaitu pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat
dari wadah, pada saat mengembalikan obat ke rak.
- Dispensing yang aman
• Menjamin obat yang didistribusi dari farmasi adalah obat yang
benar dengan menyediakan serangkaian proses pemeriksaan dan
dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
• Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket,
aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat,
kesesuaian resep terhadap isi etiket. Mengedukasi petugas agar
dapat memberikan informasi obat kepada petugas bangsal
B. Tujuan
Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai
C. Tatalaksana Keselamatan Pasien
1. Membuat daftar obat-obatan baik yang aman maupun yang harus diwaspadai
2. Memberi label yang jelas pada obat-obat yang harus diwaspadai
3. Membatasi akses masuk dimana hanya orang tertentu yang boleh masuk ke
dalamtempat penyimpanan obat yang perlu diwaspadai untuk mencegah pemberian
yang tidak disengaja / kurang hati-hati (restricted area)
4. Obat/konsentrat tinggi tidak boleh diletakkan di dalam ruang pelayanan
5. Tempat pelayanan obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip tidak
boleh diletakkan di dalam 1 rak / disandingkan
Tanggung Jawab :
1) Tanggung jawab tahapan proses diatas dipegang oleh kepala instalasi farmasi
dan setiap Instalasi yang terkait
2) Apabila yang tersebut diatas tidak ada maka tanggung jawab dialihkan ke wakil
kepala masing-masing instalasi atau staff pengganti yang telah ditunjuk.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Mutu Pelayanan
1) Pengertian mutu
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (komitmen) yang selalu
dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar
d. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan
2) Pihak yang berkepentingan dengan Mutu
a. Konsumen
b. Pembayar / perusahaan / asuransi
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.
3) Dimensi Mutu
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek sosial budaya
4) Mutu terkait dengan Input, Proses, Output
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan 3
variabel, yaitu :
a. Input ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi,
organisasi, informasi dan lain – lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu
memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan
mutu pelayanan kesehatan adalah perencanaan dan peggerakan pelayanan
kesehatan.
b. Proses ialah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(Pasien / Masyarakat). Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang
penting.
c. Output ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada
konsumen (pasien / masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
B. Upaya Peningkatan Mutu
Upaya peningkatan mutu pelayanan dilakukan melalui upaya peningkatan mutu
pelayanan RSU Zahirah secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang
optimal. Upaya ini dilakukan melalui :
a. Optimalisasi tenaga, sarana dan prasarana
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan
Setiap petugas harus mempunyai kompetensi bidang profesinya, sehingga mutu
pelayanan dapat ditingkatkan, angka kesalahan tindakan dapat diperkecil sesuai
dengan target mutu farmasi dan kepuasan pelanggan dapat meningkat.
d. Mutu sesuai dengan Menkes nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar
pelayanan minimal rumah sakit yaitu:
1) Kepatuhan Identifikasi pasien
2) Kepatuhan penggunaan Formularium Nasional
Formularium obat adalah daftar obat yang digunakan di rumah sakit dengan
standar penulisan 100%.
3) Insiden keamanan Obat yang Diwaspadai
4) Ketidaktepatan Pemberian Obat
Kesalahan pemberian obat meliputi :
a. Salah dalam memberikan jenis obat
b. Salah dalam memberikan dosis
c. Salah orang
d. Salah jumlah
Dengan standar tidak adanya kesalahan 100 %
5) Kepuasan Pasien dan Keluarga
Adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap pelayanan farmasi dengan
standar kepuasan ≥ 80%.
6) Waktu tunggu pelayanan obat jadi
Adalah tenggang waktu mulai pasien menyerahkan resep sampai dengan
menerima obat jadi dengan standar waktu ≤ 30 menit.
7) Waktu tunggu pelayanan obat racikan
Adalah tenggang waktu mulai pasien menyerahkan resep sampai dengan
menerima obat racikan dengan standar waktu ≤ 60 menit.
EVALUASI
1. Jenis Evaluasi
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi tiga jenis program evaluasi:
a. Prospektif : program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan.
Contoh : Standar Prosedur Oprasioal, Pedoman
b. Konkuren: program dijalankan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan.
Contoh : memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan resep oleh Tenaga
Teknis Kefarmasian
c. Retrospektif : program pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan
dilaksanakan
Contoh : survei konsumen, laporan mutasi barang, Audit internal
2. Metoda Evaluasi
Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian atas semua
kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara berkala. Kualitas pelayanan
meliputi: teknis pelayanan, proses pelayanan, tata cara/standar prosedur operasional,
waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan.
a. Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar
b. Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya, penulisan
resep.
c. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara
langsung.
d. Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan antrian, ketepatan penyerahan obat.
BAB IX
PENUTUP
38