Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
………….
………………………..
………………..
….
….
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas karunia Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan limpahan berkahnya, kami dapat menyelesaikan Makalah Asuhan Kebidanan
Fetomaternal ini dengan tepat waktu. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing dan semua pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan Asuhan
Kebidanan mengenai Gawat Janin, Kehamilan Kembar, Perdarahan Kehamilan
Trimester III, Malposisi dan Malpresentasi ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan yang akan
datang.
Semoga Asuhan Kebidanan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Tujuan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................6
A. Gawat Janin Dalam Persalinan........................................................6
B. Kehamilan Kembar....................................................................13
C. Perdarahan Kehamilan Trimester III..............................................25
D. Malposisi dan Malpresentasi..........................................................44
BAB III PENUTUP..................................................................................47
A. Kesimpulan.....................................................................................47
B. Saran...........................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................48
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
B. Kehamilan Kembar
1. Defenisi kehamilan kembar
a. Kehamilan gemeli atau kembar adalah satu kehamilan dengan dua
janin atau lebih. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian
wanita itu sendiri, dokter dan masyarakat pada umumnya. Bahaya
bagi ibu tidak begitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar
memerlukan pengawasan dan perhatian khususnya bila diinginkan
hasil yang memuaskan. (Sarwono, 2006: 386 ).
b. Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan yang terjadi apabila
dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi (dizigotik) atau
apabila satu ovum yang dibuahi secara dini hingga membentuk dua
embrio yang sama pada stadium massa sel dalam atau lebih awal
(monozigotik).
c. Kehamilan kembar atau ganda yaitu suatu proses fertilisasi
menghasilkan janin lebih dari satu. Kehamilan ganda mempunyai
arti yang cukup penting dalam bidang obsestri karena di samping
merupakan fenomena yang menarik, keadaan ini juga termasuk
dalam kategori tinggi dalam kehamilan dan persalinan. (Saifuddin,
2006: 311).
2. Macam – macam kehamilan kembar
a. Gemeli monozigotik ( kembar 1 telur, homolog, uniovuler,
identik).
1) Satu telur dengan dua inti, hambatan pada tingkat blastula.
2) Hambatan pada tingkat segmentasi.
3) Hambatan setelah amnion dibentuk, tetapi sebelum primitive
streak.
b. Gemeli dizigotik ( kembar 2 telur, heterolog, biovuler, dan
fraternal).
1) 1 ovarium dan dari 2 folikell de graff
2) 1 ovarium dan dari 1 folikell de graff
3) 1 dari ovarium kanan dan 1 dari ovarium kiri.
c. Conjuined twins: kembar siam dimana terjadi perlekatan.
d. Superfekundasi: pembuahan pada dua telur yang dikeluarkan pada
ovulasi yang sama pada dua kali koitus denga jarak yang pendek.
e. Superfetasi: kehamilan kedua yang terjadi beberapa minggu atau
bulan setelah kehamilan pertama. Belum pernah ditemukan pada
manusia tetapi pada hewan yaitu kuda. (Nugraheni, Esti: 2009.76).
Kehamilan kembar monozigotik biasanya mempunyai 2
amnion, 1 korion, dan 1 plasenta. Kadang-kadang terdapat 1 amnion, 1
korion, atau jarang sekali 2 amnion, 2 karion. Semua ini tergantung
pada saatnya pemisahan. Jika pemisahan terjadi sangat dini, yaitu
dalam 72 jam pertama fertilisasi maka kemungkinan terjadi 2
amnion, 2 korion dan 2 plasenta ( kembar monozigotik, diamnion,
atau dikorion). Jika pemisahan pada hari ke-4 sampai ke-8 fertilisasi,
akan terjadi kembar monozigotik, diamnion, atau monokorion. Jika
pemisahan terjadi hari ke-8 sampai hari ke-13 setelah fertilisasi, akan
terjadi kembar monozigotik, monoamnion, atau monokorion.
Kehamilan kembar zigotik mempunyai 2 plasenta, 2 korion,
dan 2 amnion. Kadang- kadang dua plasenta menjadi satu. Kedua sel
dapat berasal dari 1 ovarium atau masing-masing dari ovarium yang
berlainan.
Frekuensi kehamilan 2 telur selain dipegaruhi rekayasa
kedokteran, seperti pemberian obat untuk induksi ovulasi dan
fertilisasi in vitro, dipengaruhi pula oleh perbedaan bangsa, keturunan,
paritas,dan umur ibu. Makin tua umur ibu makin paritasnya, makin
besar kemungkinana anaknya kembar.
2. Solusio Plasenta
a. Definisi Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan.
Yang terjadi pada kehamilan 22 minggu atau berat janin di atas
500 gr (Rustam 2002 ).
Solusio plasenta adalah : terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal dari uterus,sebelum janin
dilahirkan.defenisi ini berlaku pada kehamilan dengan usia
kehamilan (masa gestasi ) di atas 22 minggu atau berat janin diatas
500 gr. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya
perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma
retroplasenter (Saefuddin AB,2006).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada uterus,sebelum janin dilahirkan.
(Sarwono prawirohardjo 2009).
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat
implantasinya pada korpus uteri sebelum bayi lahir. dapat terjadi
pada setiap saat dalam kehamilan. Terlepasnya plasenta dapat
sebagian (parsialis),atau seluruhnya(totalis) atau hanya rupture
pada tepinya (rupture sinus marginalis) (dr.Handayo,dkk).
b. Klasifikasi
1) Klasifikasi dari solusio plasenta adalah sebagai berikut:
a) Solusio plasenta parsialis : bila hanya sebagian saja
plasenta terlepas dari tempat perlengkatannya.
b) Solusio plasenta totalis ( komplek ) : bila seluruh plasenta
sudah terlepas dari tempat perlengketannya.
c) Prolapsus plasenta : kadang-kadang plasenta ini turun ke
bawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.
2) Solusio plasenta di bagi menurut tingkat gejala klinik yaitu :
a) Kelas 0 : asimptomatik
Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan
menemukan hematoma atau daerah yang mengalami
pendesakan pada plasenta. Rupture sinus marginal juga
dimasukkan dalam kategori ini.
b) Kelas 1 : gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 %
kasus.
Solusio plasenta ringan yaitu : rupture sinus marginalis atau
terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah
banyak,sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu atau
janinnya.
Gejala : perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-
hitaman dan sedikit sekali bahkan tidak ada,perut terasa
agak sakit terus-menerus agak tegang,tekanan darah dan
denyut jantung maternal normal,tidak ada koagulopati,dan
tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress.
c) Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27%
kasus.
Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lebih
dari seperempatnya tetapi belum sampai dua pertiga luas
permukaannya.
Gejala : perdarahan pervaginan yang berwarna kehitam-
hitaman,perut mendadak sakit terus-menerus dan tidak
lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam
walaupun tampak sedikit tapi kemungkinan lebih banyak
perdarahan di dalam,didinding uterus teraba terus-menerus
dan nyeri tekan sehingga bagian bagian janin sulit
diraba,apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar di
dengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop
ultrasonic,terdapat fetal distress,dan hipofibrinogenemi
(150 – 250 % mg/dl).
d) Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.
Solusio plasenta berat,plasenta lebih dari dua pertiga
permukaannya,terjadinya sangat tiba-tiba biasanya ibu
masuk syok dan janinnya telah meninggal.
Gejala : ibu telah masuk dalam keadaan syok,dan
kemungkinan janin telah meninggal,uterus sangat tegang
seperti papan dan sangat nyeri,perdarahan pervaginam
tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok
ibu,perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi
besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah
dan kelainan ginjal,hipofibrinogenemi (< 150 mg/dl).
3) Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam
a) Solusio plasenta ringan : Perdarahan pervaginam
<100 -200 cc.
b) Solusio plasenta sedang : Perdarahan pervaginam >
200 cc,hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus,syok
ringan,dapat terjadi fetal distress.
c) Solusio plasenta berat : Perdarahan pervaginam luas > 500
ml,uterus tetanik,syok maternal sampai kematian janin dan
koagulopati.
4) Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam
a) Solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed) :
Terjadi perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan
jumlah kehilangan darah,tidak terdapat ketegangan
uterus,atau hanya ringan.
b) Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed) : Tidak
terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan
hipertonus,sering terjadi fetal distress berat. Tipe ini sering
di sebut perdarahan Retroplasental.
c) Solusio plasenta tipe campuran (mixed) : Terjadi
perdarahan baik retroplasental atau pervaginam,uterus
tetanik.
5) Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus
a) Solusio plasenta ringan : Plasenta yang kurang dari ¼
bagian plasenta yang terlepas. Perdarahan kurang dari 250
ml.
b) Solusio plasenta sedang : Plasenta yang terlepas ¼ –
½ bagian. Perdarahan <1000 ml,uterus tegang,terdapat fetal
distress akibat insufisiensi uteroplasenta.
c) Solusio plasenta berat : Plasenta yang terlepas > ½
bagian,perdarahan >1000 ml,terdapat fetal distress sampai
dengan kematian janin,syok maternal serta koagulopati.
c. Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum
diketahui dengan jelas. Meskipun demikian,beberapa hal di bawah
ini di duga merupakan factor-faktor yang berpengaruh pada
kejadiannya,antara lain sebagai berikut :
1) Hipertensi esensial atau preeklampsi.
2) Tali pusat yang pendek karena pergerakan janin yang banyak
atau bebas.
3) Trauma abdomen seperti terjatuh terkelungkup,tendangan anak
yang sedang di gendong.
4) Tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior.
5) Uterus yang sangat kecil.
6) Umur ibu (< 20 tahun atau > 35 tahun
7) Ketuban pecah sebelum waktunya.
8) Mioma uteri.
9) Defisiensi asam folat.
10) Merokok,alcohol,dan kokain.
11) Perdarahan retroplasenta.
12) Kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas.
13) Peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah ke janin
tidak ada.
14) Pengecilan yang tiba-tiba pada hidromnion dan gamely.
Factor-faktor yang mempengaruhi solusio plasenta antara lain
sebagai berikut :
1) Factor vaskuler (80-90%) yaitu toksemia
gravidarum,glomerulonefritis kronik,dan hipertensi esensial.
Adanya desakan darah yang tinggi membuat pembuluh darah
mudah pecah sehingga terjadi hematoma retroplasenter dan
plasenta sebagian terlepas.
2) Factor trauma.
a) Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidromnion dan
gamely.
b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat dari pergerakan
janin yang banyak/bebas,atau pertolongan persalinan.
3) Factor paritas : Lebih banyak dijumpai pada multi dari pada
primi. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta
dijumpai 45 multi dan 18 primi.
4) Pengaruh lain seperti anemia,malnutrisi,tekanan uterus pada
vena cava inferior,dan lain-lain.
5) Trauma langsung seperti jatuh,kena tendang dan lain-lain.
d. Patofisiologis
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau
uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta
terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit,
hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,
pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan
tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah
plasenta lahir,yang pada pemeriksaan di dapatkan cekungan pada
permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna
kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena
otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu
untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahanny.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh
permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut
uterus Couvelaire (Perut terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat
kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,
maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah
ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,yang
akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen.
Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan
pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat
tubuh yang lainnya.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas
dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya
terlepas,akan terjadi anoksia sehingga mengakibatkan kematian
janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak
berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat
janin. Waktu sangat menentukan beratnyaa gangguan pembekuan
darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin. Makin lama penanganan
solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin hebat
komplikasinya.
Pada solusio plasenta, darah dari tempat pelepasan akan
mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim hingga
akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah perdarahan
keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang darah tidak
keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom
retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke
dalam atau perdarahan tersembunyi.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan
tanda yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam
dan menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena
jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok.
Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun
dapat juga berasal dari anak.
Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan
timbunan darah antara plasenta dan dinding uterus yang
menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.
e. Gejala
1) Perdarahan yang disertai nyeri.
2) Anemia dan syok,beratnya anemia dan syok sering tidak sesuai
dengan banyaknya darah yang keluar.
3) Rahim keras seperti papan dan terasa nyeri saat dipegang
karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di
belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois).
4) Palpasi sulit dilakukan karena rahim keras.
5) Fundus uteri makin lama makin baik.
6) Bunyi jantung biasanya tidak ada.
7) Pada toucher teraba ketuban yang teregang terus-menerus
(karena isi rahim bertambah).
8) Sering terjadi proteinuria karena disertai preeklampsi.
f. Diagnosa
1) Diagnosis solusio plasenta kadang sukar ditegakkan.
2) Penderita biasanya datang dengan gejala klinis :
a) Perdarahan pervaginam (80%)
b) Nyeri abdomen atau pinggang dan nyeri tekan uterus (70%)
c) Gawat janin (60 %)
d) Kelainan kontraksi uterus (35%)
e) Kelainan premature idiopatik (25%)
f) Dan kematian janin (15%)
3) Syok yang terjadi kadang tidak sesuai dengan banyak
perdarahan
4) Pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan diagnosis
banding solusio plasenta antara lain :
a) Hitung sel darah lengkap
b) Fibrinogen
c) Waktu prothrombin/waktu tromboplastin parsial teraktifasi
untuk mengetahui terjadinya DIC
d) Nitrogen urea/kreatinin dalam darah
e) Kleithauer-Betke test untuk mendeteksi adanya sel darah
merah janin di dalam sirkulasi ibu
5) Pemeriksaan penunjang ultrasonografi (USG) membantu
menentukan lokasi plasenta (untuk menyingkirkan
kemungkinan plasenta previa). Saat ini lebih dari 50% pasien
yang diduga mengalami solusio plasenta dapat teridentifikasi
melalui USG.
6) Hematom retroplasenter dapat dikenali sekitar 2-15% dari
semua solusio plasenta. Pengenalan hematoma tergantung pada
derajat hematoma (besar dan lamanya) serta keahlian operator.
7) Pemeriksaan histologik setelah plasenta dikeluarkan dapat
memperlihatkan hematoma retroplasenter.
8) Penemuan lain yang mungkin adalah adanya ektravasasi darah
ke miometrium,yang tampak sebagai bercak ungu pada tunika
serosa uterus yang dikenal sebagai Uterus Couvelaire.
9) Secara klinis diketahui dari adanya nyeri dan tegang pada
uterus.
10) Diagnosis banding lain perdarahan pada trimester ketiga selain
plasenta previa adalah vasa previa,trauma vaginal,serta
keganasan (jarang).
g. Komplikasi
1) Komplikasi pada ibu
5) Presentasi bahu
PENUTUP
A. Kesimpulan
Deteksi awal pada kehamilan dapat dijadikan sebagai salah satu
upaya untuk mendeteksi sekaligus menangani kehamilan resiko tinggi
pada ibu hamil. Resiko tinggi kehamilan merupakan suatu kehamilan
dimana jiwa dan kesehatan ibu dan atau bayi dapat terancam. Kehamilan
beresiko merupakan suatu kehamilan yang memiliki risiko lebih besar dari
biasanya (baik bagi ibu maupun bayinya), yang dapat mengakibatkan
terjadinya penyakit atau kematian sebelum maupun sesudah persalinan.
B. Saran
Diharapkan tenaga kesehatan khususnya bidan dapat melakukan upaya
untuk mengatasi permasalahan kesehatan dalam mendeteksi sekaligus
menangani kehamilan resiko tinggi sehingga dapat mengurunkan angka
kematian ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Desember 2020
http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/963/3/BAB%20II%20TINJAUAN
%20PUSTAKA.pdf diakses pada 22 Desember 2020
http://perpustakaan.poltekkesmalang.ac.id/assets/file/kti/1402100052/LTA_B
AB_2.pdf diakses pada 22 Desember 2020