Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN FETOMATERNAL

GAWAT JANIN, KEHAMILAN KEMBAR, PERDARAHAN

KEHAMILAN TRIMESTER III, MALPOSISI DAN MALPRESENTASI

Dosen Pembimbing :

Disusun Oleh :

………….

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

………………………..

………………..

….

….
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas karunia Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan limpahan berkahnya, kami dapat menyelesaikan Makalah Asuhan Kebidanan
Fetomaternal ini dengan tepat waktu. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing dan semua pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan Asuhan
Kebidanan mengenai Gawat Janin, Kehamilan Kembar, Perdarahan Kehamilan
Trimester III, Malposisi dan Malpresentasi ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan yang akan
datang.
Semoga Asuhan Kebidanan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Samarinda, 22 Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Tujuan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................6
A. Gawat Janin Dalam Persalinan........................................................6
B. Kehamilan Kembar....................................................................13
C. Perdarahan Kehamilan Trimester III..............................................25
D. Malposisi dan Malpresentasi..........................................................44
BAB III PENUTUP..................................................................................47
A. Kesimpulan.....................................................................................47
B. Saran...........................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................48
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap wanita akan mengalami berbagai perubahan – perubahan


fisiologis sepanjang siklus kehidupannya. Dimulai dengan pembuahan
oleh sel sperma kepada sel telur yang akan menjadikan wanita tersebut
mengalami kehamilan. Berjangka waktu kurang lebih 9 bulan atau 37-42
minggu wanita akan mengandung janin yang berada di Rahimnya
(Prawirohardjo, 2011).

Fase tersebut akan di akhiri dengan persalinan yang melalui


beberapa tahap sehingga dan akan diakhiripada masa nifas. Tetapi tidak
banyak proses tersebut yang dapat membahayakan wanita dan janinnya
bahkan dapat menyebabkan kematian. Ada awalnya masa kehamilan,
persalinan, nifas dan neonatus yang semula fisiologis bisa berkembang
menjadi patologis dan dapat mengancam ibu dan janinnya (Saifuddin,
2009).

Kehamilan dengan komplikasi pada ibu hamil dan bersalin


merupakan masalah yang kompleks, karena komplikasi kehamilan tersebut
dapat menyebabkan kematian langsung ibu hamil atau bersalin. Wanita
meninggal setiap tahun sbanyak 50.000 oarang di Nigeria karena komplikasi
kehamilan dan persalinan (Erim, 2012). Sebagian besar 50 % kematian ibu terjadi
pada satu minguu setelah persalinan dan 25% terjadi pada saat 24 jam pertama
setelah melahirkan.

Pelayanan ibu hamil resiko tinggi/komplikasi pada tahun 2017 di


Kabupaten Bantul mencapai 2.715 orang. Ibu hamil resiko tinggi (Bumil
resti/komplikasi yang di rujuk sebanyak 19,13% dari target jumlah ibu hamil.
Pencapaian ini turun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 95,2%.
Target penanganan bumil risti yahun 2017 adalah 100% dan seluruh ibu
hamil beresiko yang ditemukan seluruhnya sudah ditangani. Cakupan pelayanan
ibu hamil komplikasi di Puskesmas Kasihan I Bantul mencapai 91-95 % (Dink es,
2018). Penelitian ini bertujuan untuk deteksi dini kehamilan beresiko berdasarkan
karakteristik ibu hamil yaitu umur, paritas, riwayat abortus,jarak kehamilan dan
tinggi badan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mempersiapkan peserta didik untuk menjadi kandidat bidan dalam


mengaplikasikan ilmu di perkuliahan agar menjadi bidan yang
profesional.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui dan memahami pengrtian hingga penataaksanaan tentang


gawat janin
b. Mengetahui dan memahami pengrtian hingga penataaksanaan tentang
kehamilan kembar,
c. Mengetahui dan memahami pengrtian hingga penataaksanaan tentang
perdarahan kehamilan trimester III
d. Mengetahui dan memahami pengrtian hingga penataaksanaan tentang
malposisi dan malpresentasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gawat Janin dalam Persalinan


1. Pengertian Gawat Janin
Gawat janin adalah Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per
menit atau lebih dari 180 per menit (Nugroho, 2012). Gawat janin
terjadi bila janin tidak menerima O2 yang cukup, sehingga akan
mengalami hipoksia. Situasi ini dapat terjadi (kronik) dalam jangka
waktu yang lama atau akut. Disebut gawat janin bila ditemukan denyut
jantung janin diatas 160/menit atau dibawah 100/menit, denyut 21
jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal
persalinan (Prawirohardjo, 2009). Gawat janin merupakan suatu reaksi
ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup (Dewi.A.h.,
Cristine.C.P., 2010).
2. Penyebab Gawat Janin
Menurut Prawirohardjo (2007) penyebab gawat janin sebagai berikut :
a. Persalinan berlangsung lama
Persalinan lama adalah persalinan yang terjadi lebih dari 24
jam pada primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida
(Nugrahaeni, 2010). Persalinan lama dapat mengakibatkan ibu
menjadi Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi
cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering
dijumpai: Bandle Ring, oedema serviks, cairan ketuban berbau,
terdapat mekonium.
b. Induksi persalinan dengan oksitosin
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil
belum inpartu baik secara operatif maupun mesinal, untuk
merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan.
Akibat pemberian oksitosin yang berlebih-lebihan dalam
persalinan dapat mengakibatkan relaksasi uterus tidak cukup
memberikan pengisian plasenta.
c. Ada perdarahan
Perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu
karena solusio plasenta. Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh
perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua tersebut kemudian
terbelah sehingga meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada
miometrium. Sebagai akibatnya, proses tersebut dalam stadium
awal akan terdiri dari pembentukan hematoma desidua yang
menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran
plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
d. Infeksi
Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya ketuban pada
partus lama dapat membahayakan ibu dan janin,karena bakteri
didalam amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu
dan janin. Pneomonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion
yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya (Prawirohadjo,
2009).
e. Insufisiensi plasenta
1) Insufisiensi uteroplasenter akut hal ini terjadi karena akibat
berkurangnya aliran darah uterusplasenta dalam waktu singkat,
berupa: aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonika uterus,
dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin, hipotensi ibu,
kompresi vena kava, posisi 23 terlentang, perdarahan ibu
karena solusio plasenta.
2) Insufisiensi uteroplasenter kronis Hal ini terjadi karena
kurangnya aliran darah dalam uterusplasenta dalam waktu yang
lama. Misalnya : pada ibu dengan riwayat penyakit hipertensi.
f. Kehamilan Postterm
Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa
dengan diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG,
bersifat prediktif terhadap gawat janin pada intrapartum, terutama
bila disertai dengan oligohidramnion. Penurunan cairan amnion
biasanya terjadi ketika usia kehamilan telah melewati 42 minggu,
mingkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume
cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebabnya
terbentuknya mek 24 darah dalam plasenta menjadi terhambat dan
menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadian gawat
janin.
g. Preeklamsia
Menurut Prawirohardjo (2009), Preeklamsia dapat
menyebabkan kegawatan janin seperti sindroma distres napas. Hal
tersebut dapat terjadi karena vasopasme yang merupakan akibat
dari kegagalan invasi trofoblas kedalam lapisan otot pembuluh
darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan
menyebabkan aliran 24 darah dalam plasenta menjadi terhambat
dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadian gawat
janin.
3. Penilaian Klinik Gawat Janin
Menurut Prawirohardjo (2007) tanda gejala gawat janin dapat
diketahui dengan :
a. DJJ Abnormal dibawah ini dijelaskan denyut jantung janin
abnormal adalah sebagai berikut :
1) Denyut jantung janin irreguller dalam persalinan sangat
bervariasi dan dapat kembali setelah beberapa waktu. Bila DJJ
tidak kembali normal setelah kontraksi, hal ini menunjukan
adanya hipoksia.
2) Bradikardi yang terjadi diluar saat kontraksi, atau tidak
menghilang setelah kontraksi menunjukan adanya gawat janin.
3) Takchikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya :
a) Demam pada ibu
b) Obat-obat yang menyebabkan takhikardi (misal: obat
tokolitik)
Bila ibu tidak mengalami takhikardi, DJJ yang lebih dari 160
per menit menunjukan adanya anval hipoksia.

Denyut jantung janin abnormal dapat disebut juga dengan fetal


distress. Fetal distress dibagi menjadi dua yaitu fetal distress akut dan fetal
distress kronis. Menurut Marmi, Retno A.M.S., 25 Fatmawaty.E (2010)
dibawah ini dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhinya.
a. Faktor yang mempengaruhi fetal distress akut
1) Kontraksi uterus
Kontraksi uterus hipertonik yang lama dan kuat adalah abnormal
dan uterus dalam keadaan istirahat yang lama dapat mempengaruhi
sirkulasi utero plasenta, ketika kontraksi sehingga mengakibatkan
hipoksia uterus.
2) Kompresi tali pusat
Kompresi tali pusat akan mengganggu sirkulasi darah fetus dan
dapat mengakibatkan hipoksia. Tali pusat dapat tertekan pada
prolapsus, lilitan talu pusat.
3) Kondisi tali pusat
Plasenta terlepas, terjadi solusio plasenta. Hal ini berhubungan
dengan kelainan fetus.
4) Depresi pusat pada sistem pernafasan
Depresi sistem pernafasan pada bayi baru lahir sebagai akibat
pemberian analgetika pada ibu dalam persalinan dan perlukaan
pada proses kelahiran menyebabkan hipoksia.
b. Faktor yang mempengaruhi fetal distress kronis Fetal distress kronis
berhubungan dengan faktor sosial yang kompleks.
1) Status sosial ekonomi rendah
Hal ini berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas. Status sosial ekonomi adalah suatu gambaran
kekurangan penghasilan tetapi juga kekurangan pendidikan, nutrisi,
kesehtan fisik dan psikis.
2) Umur maternal
Umur ibu yangg sangat muda dan tua lebih dari 35 tahun
merupakan umur resiko tinggi.
3) Merokok
Nikotin dapat menyebabkan vasokontriksi, dan menyebabkan
penurunan aliran darah uterus dimana karbonmonoksida
mengurangi transport oksigen. Angka mortalitas perinatal
maningkat.
4) Penyalah gunaan obat terlarang
Penyalah gunaan obat terlarang dalam kehamilan berhubungan
dengan banyak komplikasi meliputi IUGR, hipoksia dan persalinan
preterm yang semuanya meningkatkan resiko kematian perinatal.
5) Riwayat obstetrik yang buruk
Riwayat abortus sebelumnya, persalinan preterm atau lahir mati
berhubungan dengan resiko tinggi pada janin dalam kehamilan ini.
6) Penyakit maternal
Kondisi yang meningkatkan resiko fetal distress kronis dapat
mempengaruhi sistem sirkulasi maternal dan menyebabkan
insufisiensi aliran darah dalam uterus seperti: Hipertensi yang
diinduksi kehamilan, hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal
kronis. Sedangakan faktor yang mempengaruhi penurunan
oksigenasi arteri maternal seperti: penyakit skle sel, anemia berat
(Hb kurang dari 9% dl atau kurang), penyakit paru-paru, penyakit
jantung, epilepsi (jiak tidak terkontrol dengan baik), infeksi
maternal berat. Kondisi tersebut meliputi insufisiensi plasenta, post
matur, perdarahan antepartum yang dapat mengakibatkan
pengurangan suplai oksigen ke fetus.
7) Kondisi plasenta
Kondisi tersebut meliputi: insufisiensi plasenta, postmatur,
perdarahan antepartum yang dapat mengakibatkan resiko hipoksia
intra uterin. Resiko ini mengakibatkan pengurangan suplai oksigen
ke fetus.
8) Kondisi fetal malformasi konginetal tertentu, infeksi intra uterin
dan incompatibilitas resus yang meningkatkan resiko hipoksia intra
uterin. Resiko ini meningkat pada kehamilan ganda.
9) Faktor resiko inta partum Selama persalinan faktor yang
berhubungan dengan peningkatan resiko fetal distress, yaitu:
malpresentasi seperti presentasi bokong, kelahiran dengan forcep,
SC, sedatif atau analgetik yang berlebihan, komplikasi anastesi
(meliputi: hipotensi dan hipoksia), partum presipitatus atau partus
lama.
c. Deteksi fetus melalui pemeriksaan antenatal Pemeriksaan yang
digukankan untuk mendeteksi fetus meliputi:
1) USG untuk menilai pertumbuhan fetus
2) Profil biofisikal Pemeriksaan fisik pada fetus menggunakan USG
parameter yang digunakan untuk menilai meliputi: gerakan
pernafasan fetus, gerakan fetus, tonus fetusindeks cairan amnion
dan NST.
3) Non Stress Tes (NST) Eksternal kardiotokograf (CTG), Kriteria
yang seharusnya diamati meliputi 2 hal atau lebih, yaitu : denyut
jantung janin, mengalami penurunan sedikitnya 15 denyutan
permenit, menetap sedikitnya 15 detik dalam 20 menit.
4) Doppler Menurut Marmi, Retno A.M.S., Fatmawaty.E (2010)
tanda fetal distress dalam persalinan, sebagai berikut :
a) Denyut jantung
(1) Takikardi diatas 160 kali perdetik atau brakikardi dibawah
120 kali perdetik.
(2) Deselerasi dini Ketika denyut jantung turun lebih dari 15
kali permenit pada saat kontraksi, kontraksi deselarasi
menggambarkan kontraksi dan biasanya dianggap masalah
serius.
(3) Deselerasi yang berubah-ubah Deselerasi yang berubah-
ubah hal ini sangat sulit dijelaskan Ini dapat terjadi pada
awal atau akhir penurunan denyut jantung dan bentuknya
tidak sama. Hubungan antar peningkatan asidosis fetus
dengan dalam dan lamanya deselerasi adalah adanya
abnormalitas denyut jantung janin.
(4) Deselerasi lambat Penurunan denyut jantung janin
menunjukan tingkat deselerasi paling rendah tetapi
menunjukan kontraksi pada saat tingkat yang paling tinggi.
Deselerasi yang lambat menyebabkan penurunan 30 aliran
darah fetus dan pengurangan transfer oksigen selama
kontraksi. Penurunan tersebut mempengaruhi oksigenasi
serebral fetus. Jika pola tersebut terjadi disertai dengan
abnormalitas denyut jantung janin harus dipikirkan untuk
ancaman yang serius dalam kesejahteraan fetus.
(5) Tidak adanya denyut jantung Ini mungkin disebabkan oleh
karena hipoksia kronis atau berat dimana sistem syaraf
otonom tidak dapat merespon stress.
(6) Mekonium bercampur air ketuban.
b) Mekonium cairan amnion yang hijau kental menunjukkan bahwa
air ketuban jumlahnya sedikit. Kondisi ini mengharuskan adanya
intervensi. Intervensi ini tidak perlu dilakukan bila air ketuban
kehijauan tanpa tanda kegawatan lainnya, atau pada fase akhir
suatu persalinan letak bokong.
4. Penanganan Gawat Janin pada Persalinan
Menurut Prawirohardjo (2009) penanganan gawat janin saat persalinan
adalah sebagai berikut :
a. Cara pemantauan
1) Kasus resiko rendah – auskultasi DJJ selama persalinan :
a) Setiap 15 menit kala I
b) Setiap setelah his kala II
c) Hitung selama satu menit setelah his selesai
2) Kasus resiko tinggi – gunakan pemantauan
DJJ elektronik secara berkesinambungan.
3) Hendaknya sarana untuk pemeriksaan pH darah janin
disediakan
b. Interpretasi data dan pengelolaan
1) Untuk memperbaiki aliran darah uterus : Pasien dibaringkan
miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
2) Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan)
3) Berikan oksigen 6-8 L/menit
4) Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian anastesi
epidural) segera berikan infus 1 L infus RL
5) Kecepatan infus cairan-cairan intravaskular hendaknya
dinaikkan untuk meningkatkan aliran darah dalam arteri
uterina.
c. Untuk memperbaiki aliran darah umbilikus
1) Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi
plasenta.
2) Berikan ibu oksigen 6-8 L/menit
3) Perlu kehadirkan dokter spesialis anak Biasanya resusitasi
intrauterin tersebut diatas dilakukan selama 20 menit.
Tergantung terpenuhinya syarat-syarat, melahirkan janin dapat
pervaginam atau perabdominal.

B. Kehamilan Kembar
1. Defenisi kehamilan kembar
a. Kehamilan gemeli atau kembar adalah satu kehamilan dengan dua
janin atau lebih. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian
wanita itu sendiri, dokter dan masyarakat pada umumnya. Bahaya
bagi ibu tidak begitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar
memerlukan pengawasan dan perhatian khususnya bila diinginkan
hasil yang memuaskan. (Sarwono, 2006: 386 ).
b. Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan yang terjadi apabila
dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi (dizigotik) atau
apabila satu ovum yang dibuahi secara dini hingga membentuk dua
embrio yang sama pada stadium massa sel dalam atau lebih awal
(monozigotik).
c. Kehamilan kembar atau ganda yaitu suatu proses fertilisasi
menghasilkan janin lebih dari satu. Kehamilan ganda mempunyai
arti yang cukup penting dalam bidang obsestri karena di samping
merupakan fenomena yang menarik, keadaan ini juga termasuk
dalam kategori tinggi dalam kehamilan dan persalinan. (Saifuddin,
2006: 311).
2. Macam – macam kehamilan kembar
a. Gemeli monozigotik ( kembar 1 telur, homolog, uniovuler,
identik).
1) Satu telur dengan dua inti, hambatan pada tingkat blastula.
2) Hambatan pada tingkat segmentasi.
3) Hambatan setelah amnion dibentuk, tetapi sebelum primitive
streak.
b. Gemeli dizigotik ( kembar 2 telur, heterolog, biovuler, dan
fraternal).
1) 1 ovarium dan dari 2 folikell de graff
2) 1 ovarium dan dari 1 folikell de graff
3) 1 dari ovarium kanan dan 1 dari ovarium kiri.
c. Conjuined twins: kembar siam dimana terjadi perlekatan.
d. Superfekundasi: pembuahan pada dua telur yang dikeluarkan pada
ovulasi yang sama pada dua kali koitus denga jarak yang pendek.
e. Superfetasi: kehamilan kedua yang terjadi beberapa minggu atau
bulan setelah kehamilan pertama. Belum pernah ditemukan pada
manusia tetapi pada hewan yaitu kuda. (Nugraheni, Esti: 2009.76).
Kehamilan kembar monozigotik biasanya mempunyai 2
amnion, 1 korion, dan 1 plasenta. Kadang-kadang terdapat 1 amnion, 1
korion, atau jarang sekali 2 amnion, 2 karion. Semua ini tergantung
pada saatnya pemisahan. Jika pemisahan terjadi sangat dini, yaitu
dalam 72 jam pertama fertilisasi maka kemungkinan terjadi 2
amnion, 2 korion dan 2 plasenta ( kembar monozigotik, diamnion,
atau dikorion). Jika pemisahan pada hari ke-4 sampai ke-8 fertilisasi,
akan terjadi kembar monozigotik, diamnion, atau monokorion. Jika
pemisahan terjadi hari ke-8 sampai hari ke-13 setelah fertilisasi, akan
terjadi kembar monozigotik, monoamnion, atau monokorion.
Kehamilan kembar zigotik mempunyai 2 plasenta, 2 korion,
dan 2 amnion. Kadang- kadang dua plasenta menjadi satu. Kedua sel
dapat berasal dari 1 ovarium atau masing-masing dari ovarium yang
berlainan.
Frekuensi kehamilan 2 telur selain dipegaruhi rekayasa
kedokteran, seperti pemberian obat untuk induksi ovulasi dan
fertilisasi in vitro, dipengaruhi pula oleh perbedaan bangsa, keturunan,
paritas,dan umur ibu. Makin tua umur ibu makin paritasnya, makin
besar kemungkinana anaknya kembar.

Superfekundasi dan superfetasi


Superfekundasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan
pada ovulasi yang sama pada dua koitus yang sama dilakukan dengan
jarak waktu yang pendek. Kehamilan demikian ini sukar dibedakan
dengan kehamilan kembar dizigotik. Pada tahun 1910 oleh acher
dilaporkan bahwa seorang wanita kulit putih yang melakukan koitus
berturut-turut dengan seorang kulit putih dan kemudian dengan
seorang Negro melahirkan bayi kembar dengan satu bayi berwarna
putih dan yang lainnya berupa mullto.
Superfetasi adalah kehamilan kedua yang terjadi beberapa
minggu atau beberapa bulan setelah kehamilan pertama terjadi.
Keadaan ini pada manusia belum pernah dibuktikan, akan tetapi dapat
ditemukan pada kuda. Sebagian pihak beranggapan bahwa kasus-kasus
yang diduga superfetasi pada manusia terjadi akibat
ketidakseimbangan yang mencolok dalam tumbuh kembang janin
kembar dengan usia gestasi sama. (Sarwono, 2006: 390).
3. Etiologi Kehamilan Kembar
a. Ras/bangsa
Menurut literatur, ras yang berwarna seperti Asia dan
Afrika berpeluang lebih besar mengalami kehamilan ganda
ketimbang ras yang berkulit putih atau Eropa. Meski belum dapat
dibuktikan secara empiris, tapi banyak kasus memang terlihat
kehamilan ganda lebih sering dialami kulit berwarna dibandingkan
ibu-ibu yang berkulit putih.
b. Usia
Dengan bertambahnya usia, kemungkinan terjadinya
kehamilan ganda semakin besar. Akan tetapi selepas umur 40
tahun, probabilitas akan terjadinya kehamilan ganda kembali
menurun.
c. Hereditas
Hamil kembar biasanya diwariskan secara maternal (garis
keturunan ibu). Bila dari garis keturunan ibu ada yang kembar,
maka presentasi melahirkan kehamilan kembar lebih besar. Namun
tidak tertutup kemungkinan garis keturunan ayah bisa
menimbulkan kehamilan kembar. Yang pasti, angka kejadian dari
garis maternal lebih besar dibanding dari garis paternal.
d. Paritas
Frekuensi kehamilan kembar juga meningkat dengan paritas ibu.
Dari angka 9,8 per 1000 persalinan untuk primipara frekuensi
kehamilan kembar naik sampai 18,8 per 1000 untuk
oktipara/multipara.
e. Obat-obatan
Ibu yang memakai obat pemicu ovulasi untuk mematangkan sel
telurnya juga ikut meningkatkan peluang terjadinya kehamilan
kembar. Hal ini disebabkan, dengan obat tersebut sel telur yamg
matang pada setiap siklus jadi lebih dari satu. Obat ini biasanya
diberikan pada pasangan yang sulit hamil dengan faktor penyebab
infertilisasi indung telur. Itulah sebabnya pada kasus-kasus
pasangan yang sulit mendapatkan anak kemudian menjalani terapi
obat–obat penyubur ini, bila akhirnya terjadi kehamilan, biasanya
merupakan kehamilan kembar.
4. Gambaran klinis
Sedikit kehamilan kembar terdiagnosis pada pertegahan pertama
kehamilan kecuali dengan scinning ultrasound. Namun kehamilan
kembar dapat diduga jika:
a. Riwayat
1) Riwayat masalah infertilisasi kini yang diobati dengan obat-
obatan fertilisasi.
2) Riwayat masuknya beberapa zigot dalam uterus.
3) Riwayat kembar dalam keluarga.
b. Tanda dan gejala
1) Ukuran uterus, tinggi fundus uteri, dan lingkar abdomen
melebihi ukuran yang seharusnya untuk usia kehamilan akibat
pertumbuhan uterus yang pesat selama trimester kedua.
2) Mual dan muntah berat (akibat peningkatan kadar HCG).
3) Pada palpasi abdomen didapat tiga atau lebih bagian besar dan
atau banyak bagian kecil, yang akan semakin mudah diraba
terutama pada trimester ketiga.
4) Pada auskultasi ditemukan lebih dari satu bunyi jantung janin
yang jelas-jelas berada pada satu sama lain (berbeda lebih dari
10 denyut jantung per menit dan terpisah dari detak jantung
ibu).
c. Komplikasi potensial
1) Polihidroamnion lebih umum terjadi.
2) Insiden preeklamsia meningkat lima kali lipat.
3) Umum terjadi anemia.
4) Dapat terjadi tranfusi dari kembar ke kembar, pertumbuhan
satu bayi bisa lebih lambat dari yang lain.
5) Malformasi kongenital lebih sering terjadi.
6) Prematuritas adalah penyebab terbesar morbiditas janin dan
mortalitas pada kehamilan kembar.
7) Mortalitas janin meningkat empat kali lipat pada kehamilan
kembar. Resiko mortalitas kembar kedua adalah dua kali
kembar pertama.
8) Malpresentasi, ketuban pecah dini (KPD, prolaps tali pusat)
lebih sering terjadi.
9) Distosia saat persalinan dan seksio sesarea lebih mungkin
terjadi.
10) Perdarahan pascapartum lebih sering terjadi karena distensi
uterus yang berlebihan.
d. Ketidaknyamanan
1) Ketidaknyamanan berhubungan volume intrauterus yang besar
a) Dispnea
b) Nyeri ulu hati
c) Nyeri abdomen
2) Penambahan berat badan yang berlebihan karena:
a) Peningkatan volume kandung uterus
b) Peningkatan retensi air
c) Polihidroamnion
d) Makanan yang berlebihan
3) Keluhan terhadap aktivitas janin yang
berlebihan sering ditemukan.
4) Peningkatan rasa letih dan lapar. (Morgan, 2009: 374).
5. Diagnosis kehamilan kembar
Kehamilan kembar sangat penting diindentifikasi sejak dini.
komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, serta
masa nifas pada wanita yang mengandung lebih dari satu janin.
Seharusnya tidak seorang pun wanita yang menerima perawatan
antepartum dapat memasuki persalinan dengan kondisi hamil kembar
yang tidak teridentifikasi.
Pernyataan ini tidak bermakna bahwa setiap kehamilan harus
melalui penapisan ultrasonografi rutin, melainkan lebih menekankan
pada pentingnya bidan memiliki keterampilan klinis sehingga dapat
membuat penilaian yang tepat. (Varney, 2007:631)
Diagnosis kehamilan kembar sering tidak dibuat bukan karena sulit
untuk ditegakkan, tetapi karena pemeriksaan tidak memikirkan
kemungkinan tentang hal tersebut. Untuk mempertinggi ketepatan
diagnosis, haruslah dipikirkan kemungkinan kehamilan kembar bila
didapat hal-hal berikut:
a. Anamnesa
1) Perut lebih besar dari tuanya kehamilan
2) Gerakan janin dirasakan lebih banyak
3) Uterus terasa lebih besar
4) Riwayat hamil kembar
b. Inspeksi dan palpasi
1) Perut teraba lebih besar dari tuanya kehamilan
2) Bagian terkecil teraba lebih banyak
3) Teraba tiga bagian besar janin
4) Teraba dua ballotoment
c. Auskultasi : terdengar 2 DJJ pada dua tempat yang agak berjauhan
dengan kecepatan 10 denyut permenit.
d. Rotgen terdapat gambaran dua janin.
e. USG: tampak dua janin atau dua jantung pada triwulan I.
f. Reaksi kehamilan: titer β HCG 1/200 (bandingkan dengan mola).
(Nugraheni, 2009: 77)
6. Pertumbuhan janin kembar
Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan dari pada
janin dengan kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama.
Sampai kehamilan 30 minggu kenaikan berat badan janin kembar sama
dengan berat janin kehamilan tunggal.
Setelah itu, kenaikan berat badan lebih kecil, mungkin karena
regangan yang berlebihan menyebabkan peredaran darah plasenta
berkurang.
Berat badan satu janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000 g
lebih ringan dari pada janin kehamilan tunggal. Berat badan janin yang
baru lahir pada umumnya pada kehamilan kembar kurang dari 2500 g,
pada triplet kurang dari 2000 g, dan pada kuadruplet kurang dari 1500
g. suatu faktor penting dalam hal ini adalah kecendrungan terjadi
partus prematuritas.
Selain itu, berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak
sama, dapat berbeda antara 50 sampai 100 g. Pada kembar dizigotik
plasenta yang satu dapat berimplantasi lebih menguntungkan,
dipandang dari sudut pandang tempat pada dinding uterus dan
penyediaan darah, dari pada plasenta yang lain. Dengan demikian,
pertumbuhan plasenta itu serta janinnya lebih baik dari pada plasenta
yang lain serta janinnya.
Demikian juga pada kehamilan kembar monozigotik pembangian
darah pada plasenta untuk kedua janin tidak sama, sehingga yang satu
kurang bertumbuh dibandingkan dengan yang lain. (Sarwono, 2005:
391)
Bentuk kelainan pertumbuhan tersebut diantaranya:
a. Berat badan satu janin kelahiran rata-rata lebih ringan dari janin
tunggal dibawah 2500 g.
b. Berat badan janin kembar berselisih antara 50-100 g. (Nugraheni,
2009: 76).
7. Letak pada presentasi janin
Pada umumnya janin kembar tidak besar dan memiliki cairan
amnion lebih banyak dari pada janin biasa, sehingga sering terjadi
perubahan presentasi dan posisi janin. Demikian pula letak janin kedua
dapat berubah setelah kelahiran bayi pertama, misalnya dari letak
lintang menjadi letak sungsang.
Berbagai kombinasi letak serta presentasi dapat terjadi. Yang
paling sering ditemukan ialah kedua janin dalam letak memanjang
dengan presentasi kepala, kemudian menyusul presentasi kepala dan
bokong, keduanya presentasi bokong, presentasi kepala dan bahu,
presentasi bokong dan bahu, dan yang paling jarang keduanya
presentasi bahu.
Berbagai kombinasi letak, presentasi dan posisi biasa terjadi, yang
paling sering dijumpai adalah:
a. Kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala (44-47%).
b. Letak membujur, presentasi kepala bokong (37-38%).
c. Keduanya presentasi bokong (8-10%).
d. Letak lintang dan presentasi kepala (5-5,2%).
e. Letak lintang dengan presentasi bokong (1,5-2%).
f. Dua-duanya letak lintang (0,2-0,6%).
g. Letak dan presentasi “69” berbahaya karena terjadi inectrlocking.
(Nugraheni, Esti, 2009: 77).
8. Pengaruh kehamilan kembar terhadap ibu dan janin
a. Terhadap ibu
1) Kebutuhan zat bertambah mengakibatkan anemia dan
defesinesi zat.
2) Hidramnion.
3) Pre eklamsia dan eklamsia.
4) Sesak nafas, sering kencing, edema dan varises pada tungkai
dan vulva.
5) Inersia uteri, perdarahan pascapartum, solusio plasenta.
b. Terhadap janin
1) Partus prematuritas.
2) Kelainan letak.
3) Kematian janin.(nugraheni, 2009: 79).

9. Penatalaksanaan Kehamilan Kembar


a. Penatalaksanaan dalam kehamilan
1) Jadwal kunjungan perorangan yang disesuaikan dengan kondisi
kehamilan dan faktor resiko yang diidentifikasi.
2) Konseling tentang faktor nutrisi meternal yang sangat penting
bagi perkembangan janin:
a) Tambahkan kalori dan protein bagi masing- masing janin.
b) Pantau kenaikan berat badan. Rata-rata kenaikan berat
badan total pada wanita dengan berat badan normal adalah
17,5 hingga 22,5 kg.
c) Tingkatkan suplementasi zat besi dan vitamin sesuai
kebutuhan.
3) Jadwalkan ultrasonografi sekurang-kurangnya sebulan sekali,
yang mulai pada minggu ke-20 hingga ke-24:
a) Kaji pertumbuhan masing-masing janin.
b) Tentukan lokasi plasenta.
c) Evaluasi volume cairan amnion.
d) Ukur panjang serviks dan kaji dilatasi ostium uteri
internum.
4) Lakukan skrinig glukosa pada minggu ke-26 karena
peningkatan resiko diabetes gestiosional.
5) Pengkajian persalinan kurang bulan pada tiap kunjungan:
a) Tinjau gejala persalinan kurang bulan pada masing-masing
kunjungan.
b) Lakukan pemeriksaan serviks sesuai indikasi.
c) Modifikasi jadwal dan atau beban kerja sesuai indikasi.
6) Dorong untuk istirahat yang cukup, dalam satu atau beberapa
periode istirahat setiap hari.
7) Skrinig preeklampsia:
a) Observasi ketak tekanan darah, kenaikan berat badan,
proteunaria, dan edema.
b) Pengkajian sakit kepala dan perubahan penglihatan.
8) Surveilans janin:
a) Jika pertubuhan janin kembar konkordan:
Propil biofisik mingguan dari minggu ke-36 hingga ke-38
hingga lahir.
b) Jika pertumbuhan janin diskordan:
(1) Propil biofisik satu dua kali seminggu sejak
teridentifikasi diskordan hingga lahir.
(2) Rujuk untuk konsultasi dan penatalaksanaan medis.
(Kriebs, 2010 : 296).
b. Penatalaksanaan dalam persalinan
Bayi I
1) Cek presentasi.
a) Bila vertex lakukan pertolongan sama dengan presentasi
normal dan lakukan pertolongan monitoring dengan
partograf.
b) Bila presentasi bokong lakukan pertolongan sama dengan
bayi tunggal presentasi bokong.
c) Bila letak lintang lakukan seksio sesarea.
2) Monitoring janin dengan auskultasi djj.
3) Pada kala II beri oksitosin 2,5 IU dalam 500 ml Dekstrose 5%
atau Ringer Laktat 10 kali per 10 menit.
Bayi II
1) Segera setelah kelahiran bayi I:
a) Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan adanya bayi
selanjutnya.
b) Bila letak lintang lakukan versi luar.
c) Periksa djj.
2) Lakukan pemeriksaan vaginal untuk : adanya prolaps funukuli,
ketuban pecah atau intak, presentasi bayi.
3) Bila presentasi verteks:
a) Bila kepala belum masuk, masukkan pada PAP secara
manual.
b) Ketuban pecah.
c) Periksa djj.
d) Bila tak timbul kontraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin
dipercepat sampai His adekuat.
e) Bila 30 menit belum lahir lakukan tindakan menurut
persyaratan yang ada (vakum,forsep,secsio).
4) Bila presentasi bokong:
a) Lakukan persalinan pervaginam bila pembukaan lengkap
dan bayi tersebut tidak lebih besar dari bayi I.
b) Bila tak ada kontraksi sampai 10 menit, tetesan oksitosin
dipercepat sampai his adekuat.
c) Pecahkan ketuban.
d) Periksa djj
e) Bila gawat janin lakukan ekstraksi.
f) Bila tidak mungkin melakukan persalinan
pervaginam lakukan seksio sesarea.
5) Bila letak lintang:
a) Bila ketuban intak, lakukan versi luar.
b) Bila versi luar gagal dan pembukaan lengkap lakukan versi
ekstraksi.
c) Bila gagal lakukan seksio sesarea.
6) Pasca persalinan berikan oksitosin drips 20 IU dalam 1 liter
cairan 60 tetes/menit atau berikan ergometrin 0,2 mg IM 1
menit sesudah kelahiran anak yang terakhir dan lakukan
manejemen aktif kala III. Untuk mengurangi pendarahan pasca
persalinan (Hanifa Winkjosastro,2006: 314-315).

C. Perdarahan Kehamilan Trimester III


1. Plasenta Previa
a. Definisi Plasenta Previa
Plasenta dengan implantasi disekitar segmen bawah rahim.
Sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uetri
internum. Kejadian plasenta previa sekitar 0,3 sampai 0,6 % dari
persalinan. Sedangkan dirumah sakit lebih tinggi, karena menerima
rujukan dari luar. Secara teoritis plasenta previa dibagi atas
plasenta previa totalis dan plasenta previa parsialis, serta plasenta
previa marginalis (Manuaba,2012).
Pada suatu keadaan dimana letak plasenta berada pada
posisi yang tidak normal atau menutupi jalan lahir (serviks) pada
segmen bawah rahim pada kehamilan lebih dari 20 minggu
dinamakan plasenta previa (Rahmawati,2011).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh
atau sebagian dari ostium uteri internum (Sarwono,2009).
b. Etiologi
Penyebab plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim
belumlah diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja
plasenta menimpa desidua didaerah SBR tanpa latar belakang yang
mungkin. Teori yang lain mengemukakan sebagai salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai,
mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi
(Sarwono,2009).
Paritas tinggi, usia lanjut, adanya bekas operasi
sesar,miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses
peradangan dan kejadian atrifi di endometrium yang semuanya
dapat dipandang sebagai faktor resiko terjadinya plasenta previa.
Bekas operasi bedah sesar dapat meningklatkan insiden 2 sampai 3
kali. Dan paada perempuan yang merokok dijumpai insiden
plasenta previa tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-
oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi
hipertropi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar
seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis dapat
menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar kesegmen bawah
rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum (Sarwono,2009).
Apabila plasenta terlihat menutupi jalan lahir pada usia
kehamilan muda (trimester pertama hingga awal trimester kedua)
maka ada kemungkinan plasenta masih bbisa bergeser/ mengalami
migrasi karena rahim semakin membesar. Yang terjadi bukanlah
plasenta yang bergerak namun plasenta akan menjauhi mulut
rahim/ jzlan lahir karena ukuran rahim yang membesar kearah atas
(Rahmawati,2009).
c. Patofisiologi
Plasenta previa akan menganggu prose persalinan sehingga
terjadi perdarahan. Implantasi plsenta di segmen bawah rahim
dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap
menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan
perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi janin, vili
korealis pada korion laeve yang persisten (Manuaba,2012).
Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari
jaringan matrenal yaitu sebagian desidua basalis yang bertumbuh
menjadi bagian dari plasenta. Dengan melebarnya ismus uteri
menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi
sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada
desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks
mendatar (Effacement) dan membuka (Dilatasi) ada bagian tapak
plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi
perdarahan yang beasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
inter villlus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukkan
SBR itu perdarahan pada plasenta previa pasti akan terjadi.
Perdarahan akan menjadi banyak karena SBR dan serviks
tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal, akibatnya pembuluh darah pada
tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan
berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi yang
mengenai sinus yang besar dari plasenta maka perdarahan akan
berlangsung lama dan lebih banyak (Sarwono,2009).
d. Tanda Gejala
Keluhan adanya plasenta previa yang biasanya muncul
adalah perdarahan dari kemaluan yang tidak terasa nyeri, darah
berwarna merah segar, perut tidak tegang, tidak ada kontraksi, dan
bila terjadi perdarahan banyak dapat menimbulkan syok dan
anemia. Pada pemeriksaan ditemukannya adanya kelainan letak
janin, bagian terbawah (kepala atau bokong) tidak masuk panggul.
Plasenta previa dipastikan dengan pemeriksaan USG atau
dilakukan pemeriksaan dalam di atas meja operasi (PDMO)
(Rahmawati,2011).
e. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi plasenta previa menurut Sarwono (2009)
yaitu:
1) Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum.
2) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi
sebagian ostium uteri internum.
3) Plasenta previa marginalis adalah plasent yang tepinya berad
pada pinggir ostium uteri internum.
4) Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada
jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang
lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.
f. Faktor Resiko
Beberapa kondisi yang menjadi faktor resiko terjadinya plasenta
previa menurut Rahmawati (2011), yaitu :
1) Pernah operasi sesar
2) Pernah dilakukan kuretase atau operasi pengangkatan miom
3) Punya riwayat plasenta previa sebelumnya
4) Usia 35 tahun keatas
5) Merokok
6) Mengalami kehamilan kembar
Adapun kondisi lainnya yang dapat menjadi faktor resiko
terjadinya plasenta previa menurut Manuaba (2012), sebagai
berikut :
1) Umur penderita
a) Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
b) Umur > dari 35 tahun karena tumbuhnya endometrium
yang kurang subur.
2) Paritas, pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin
besar karena endometrium belum sempat sembuh.
3) Endometrium yang cacat :
a) Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek.
b) Bekas operasi, bekas kuretase atau plasenta manual.
c) Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip.
d) Pada keadaan malnutrisi.
g. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama menurut Sarwono (2009)
yang bisa terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa,
diantaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak dan fatal.
1) Oleh karena pembentukkan segmen bawah rahim terjadi secara
ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya uterus
dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahan yang
terjadi tidak dicegah sehingga penderita menjadi anemia
bahkan syok.
2) Oleh karna plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim dan sifat segmennya tipis mudahlah jaringan trofoblas
dengan kemampuan invasinya menerobos kedalam
miometrium bahkan sampai ke peritonium dan menjadi sebab
dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta. Paling
ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat
tetapi vilinya masih belum masuk kedalam miometrium.
3) Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya
pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai dengan
perdarahan yang banyak.
4) Kelainan letak janin pada plasenta previa lebih sering terjadi.
5) Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan
sebagian oleh karena tindakan terminasi kehamilan yang
terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada
kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk
mengetahui kematangan paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mmepercepat pematangan paru janin
sebagai upaya antisipasi.
6) Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam
kepustakaan selain masa rawatan yang lebih lama, adalah
beresiko tinggi untuk terjadinya solusio plasenta, kelainan letak
janin, perdarahan pasca persalinan, kematian maternal akibat
perdarahan, dan disseminated intravascular coagulation (DIC).
h. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada gejala klinis, pemeriksaan khusus,
dan pemeriksaan penunjang menurut Rahmawati (2011) :
1) Anamnesa
a) Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
b) Sifat perdarahan (tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba, tanpa sebab
yang jelas, dapat berulang, perdarahan menimbulkan penyulit pada
ibu maupun janin dalam rahim).
2) Pada inspeksi dijumpai:
a) perdarahan pervaginam encer sampai mengumpal
b) Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis
3) Pemeriksaan fisik
a) Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaaan normal sampai syok
b) Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma.
c) Pada pemeriksaan dapat dijumpai (tekanan darah, nadi, dan
pernapasan dalam batas normal; tekanan darah, nadi, dan
pernapasan meningkat; daerah ujung menjadi dingin, tampak
anemis)
4) Pemeriksaan khusus kebidanan:
a) pemeriksaan palpasi abdomen (janin belum cukup bulan, tinggi
fundus sesuai dengan usia kehamilan, karena plasenta di segmen
bawah rahim, maka dapat dijumpai kelainan letak janin dalam rahim
dan bagian terendah masih tinggi).
b) Pemeriksaan DJJ bervariasi dari normal sampai asfiksia dan
kematian dalam rahim.
c) Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk
segera mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam untuk
menegakkan diagnosis pasti, mempersiapkan tindakan untuk
melakukan operasi persalinan atau hanya memecahkan ketuban.
Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar ostium uteri
internum.
d) Pemeriksaan penunjang (ultrasonografi, mengurangi pemeriksaan
dalam,menegakkan diagnosis).
Adapun cara mendiagnosis plasenta previa menurut Sarwono
(2009) yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam dilakukan dengan
lembut dan hati-hati, hal itupun tidak menjamin tidak akan
menyebabkan perdarahan yang banyak, bisa berdampak pada kondisi
yang lebih buruk lagi.untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan
pemeriksaan transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung
kemih dikosongkan akan memberikan kepastian diagnosis plasenta
previa dengan ketepatan tinggi.MRI juga dapat dipergunakan untuk
mendeteksi kelainan pada plasenta previa. MRI kalah praktis jika
dibandingkan dengan USG, terlebih dalam suasana yang mendesak.
i. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan menurut Rahmawati (2011) yaitu ;
apabila plasenta previa menutupi jalan lahir baik total maupun sebagian
maka tindakan bedah sesar adalah pilihan yang paling aman. Jika plasenta
tidak menutupi mulut rahim (plasenta marginalis atau letak rendah) maka
persalinan pervaginam bisa dilakukan selama tidak ada perdarahn yang
banyak saat persalinan. Masalah yang sering muncul adalah jika terjadi
perdarahan saat janin belum cukup bulan (38 minggu) maka tindakan
persalinan dapat dilakukan jika terjadi perdarahan berulang dan banyak.
Maka umumnya dokter akan memberikan obat pematangan paru bagi
janin. Apabila perdarahan berhenti maka dapat dilakukan tindakan
konservatif (persalinan ditunggu hingga janin cukup bulan).
Pada keadaan yang kelihatan stabil dalam rawatan diluar rumah
sakit hubungan suami isteri, pekerjaan yang berat dihindari kecuali jika
setelah pemeriksaan ultrasonografi ulangan, dianjurkan minimal setelah 4
minggu, untuk melihat adanya migrasi plasenta menjauhi ostium uteri
internum. Bila hasil USG tidak demikian, pasien tetap dinasehati untuk
mengurangi kegiatan fisiknya dan melakukan perjalanan yang jauh tidak
dianjurkan sebagai antisipasi terhadap perdarahan yang berulang sewaktu-
waktu (Sarwono,2009).
Selama rawat inap mungkin perlu diberikan transfusi darah dan
terhadap pasien dilakukan pemantauan kesehatan janin dan observasi
kesehatan maternal yang ketat bilamana perdarahan dapat terjadi
kembali.dalam keadaan janin masih prematur dipertimbangkan
memberikan sulfas magnesikus untuk menekan his buat sementara waktu
sembari memberi steroid untuk mempercepat pematangan paru janin
(Sarwono,2009).
Perdarahan dalam trimester ketiga perlu pengawasan yang ketat
dengan istirahat baring yang lebih lama dalam rumah sakit dan dalam
keadaan yang serius, cukup alasan untuk merawatnya sampai melahirkan.
Bila usia kehamilan 36 minggu dan bila pada amniosentesis menunjukkan
paru janin telah matang, terminasi dapat dilakukan dan jika perlu melalui
seksio sesarea. Pada pasien yang pernah seksio sesarea perlu diperiksa
dengan ultrasonografi atau MRI untuk melihat kemungkinan adanya
plasenta akreta, inkreta atau perkreta (Sarwono,2009).

2. Solusio Plasenta
a. Definisi Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan.
Yang terjadi pada kehamilan 22 minggu atau berat janin di atas
500 gr (Rustam 2002 ).
Solusio plasenta adalah : terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal dari uterus,sebelum janin
dilahirkan.defenisi ini berlaku pada kehamilan dengan usia
kehamilan (masa gestasi ) di atas 22 minggu atau berat janin diatas
500 gr. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya
perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma
retroplasenter (Saefuddin AB,2006).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada uterus,sebelum janin dilahirkan.
(Sarwono prawirohardjo 2009).
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat
implantasinya pada korpus uteri sebelum bayi lahir. dapat terjadi
pada setiap saat dalam kehamilan. Terlepasnya plasenta dapat
sebagian (parsialis),atau seluruhnya(totalis) atau hanya rupture
pada tepinya (rupture sinus marginalis) (dr.Handayo,dkk).
b. Klasifikasi
1) Klasifikasi dari solusio plasenta adalah sebagai berikut:
a) Solusio plasenta parsialis : bila hanya sebagian saja
plasenta terlepas dari tempat perlengkatannya.
b) Solusio plasenta totalis ( komplek ) : bila seluruh plasenta
sudah terlepas dari tempat perlengketannya.
c) Prolapsus plasenta : kadang-kadang plasenta ini turun ke
bawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.
2) Solusio plasenta di bagi menurut tingkat gejala klinik yaitu :
a) Kelas 0 : asimptomatik
Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan
menemukan hematoma atau daerah yang mengalami
pendesakan pada plasenta. Rupture sinus marginal juga
dimasukkan dalam kategori ini.
b) Kelas 1 : gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 %
kasus.
Solusio plasenta ringan yaitu : rupture sinus marginalis atau
terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah
banyak,sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu atau
janinnya.
Gejala : perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-
hitaman dan sedikit sekali bahkan tidak ada,perut terasa
agak sakit terus-menerus agak tegang,tekanan darah dan
denyut jantung maternal normal,tidak ada koagulopati,dan
tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress.
c) Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27%
kasus.
Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lebih
dari seperempatnya tetapi belum sampai dua pertiga luas
permukaannya.
Gejala : perdarahan pervaginan yang berwarna kehitam-
hitaman,perut mendadak sakit terus-menerus dan tidak
lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam
walaupun tampak sedikit tapi kemungkinan lebih banyak
perdarahan di dalam,didinding uterus teraba terus-menerus
dan nyeri tekan sehingga bagian bagian janin sulit
diraba,apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar di
dengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop
ultrasonic,terdapat fetal distress,dan hipofibrinogenemi
(150 – 250 % mg/dl).
d) Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.
Solusio plasenta berat,plasenta lebih dari dua pertiga
permukaannya,terjadinya sangat tiba-tiba biasanya ibu
masuk syok dan janinnya telah meninggal.
Gejala : ibu telah masuk dalam keadaan syok,dan
kemungkinan janin telah meninggal,uterus sangat tegang
seperti papan dan sangat nyeri,perdarahan pervaginam
tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok
ibu,perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi
besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah
dan kelainan ginjal,hipofibrinogenemi (< 150 mg/dl).
3) Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam
a) Solusio plasenta ringan : Perdarahan pervaginam
<100 -200 cc.
b) Solusio plasenta sedang : Perdarahan pervaginam >
200 cc,hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus,syok
ringan,dapat terjadi fetal distress.
c) Solusio plasenta berat : Perdarahan pervaginam luas > 500
ml,uterus tetanik,syok maternal sampai kematian janin dan
koagulopati.
4) Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam
a) Solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed) :
Terjadi perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan
jumlah kehilangan darah,tidak terdapat ketegangan
uterus,atau hanya ringan.
b) Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed) : Tidak
terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan
hipertonus,sering terjadi fetal distress berat. Tipe ini sering
di sebut perdarahan Retroplasental.
c) Solusio plasenta tipe campuran (mixed) : Terjadi
perdarahan baik retroplasental atau pervaginam,uterus
tetanik.
5) Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus
a) Solusio plasenta ringan : Plasenta yang kurang dari ¼
bagian plasenta yang terlepas. Perdarahan kurang dari 250
ml.
b) Solusio plasenta sedang : Plasenta yang terlepas ¼ –
½ bagian. Perdarahan <1000 ml,uterus tegang,terdapat fetal
distress akibat insufisiensi uteroplasenta.
c) Solusio plasenta berat : Plasenta yang terlepas > ½
bagian,perdarahan >1000 ml,terdapat fetal distress sampai
dengan kematian janin,syok maternal serta koagulopati.
c. Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum
diketahui dengan jelas. Meskipun demikian,beberapa hal di bawah
ini di duga merupakan factor-faktor yang berpengaruh pada
kejadiannya,antara lain sebagai berikut :
1) Hipertensi esensial atau preeklampsi.
2) Tali pusat yang pendek karena pergerakan janin yang banyak
atau bebas.
3) Trauma abdomen seperti terjatuh terkelungkup,tendangan anak
yang sedang di gendong.
4) Tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior.
5) Uterus yang sangat kecil.
6) Umur ibu (< 20 tahun atau > 35 tahun
7) Ketuban pecah sebelum waktunya.
8) Mioma uteri.
9) Defisiensi asam folat.
10) Merokok,alcohol,dan kokain.
11) Perdarahan retroplasenta.
12) Kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas.
13) Peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah ke janin
tidak ada.
14) Pengecilan yang tiba-tiba pada hidromnion dan gamely.
Factor-faktor yang mempengaruhi solusio plasenta antara lain
sebagai berikut :
1) Factor vaskuler (80-90%) yaitu toksemia
gravidarum,glomerulonefritis kronik,dan hipertensi esensial.
Adanya desakan darah yang tinggi membuat pembuluh darah
mudah pecah sehingga terjadi hematoma retroplasenter dan
plasenta sebagian terlepas.
2) Factor trauma.
a) Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidromnion dan
gamely.
b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat dari pergerakan
janin yang banyak/bebas,atau pertolongan persalinan.
3) Factor paritas : Lebih banyak dijumpai pada multi dari pada
primi. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta
dijumpai 45 multi dan 18 primi.
4) Pengaruh lain seperti anemia,malnutrisi,tekanan uterus pada
vena cava inferior,dan lain-lain.
5) Trauma langsung seperti jatuh,kena tendang dan lain-lain.
d. Patofisiologis
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau
uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta
terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit,
hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,
pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan
tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah
plasenta lahir,yang pada pemeriksaan di dapatkan cekungan pada
permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna
kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena
otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu
untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahanny.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh
permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut
uterus Couvelaire (Perut terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat
kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,
maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah
ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,yang
akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen.
Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan
pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat
tubuh yang lainnya.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas
dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya
terlepas,akan terjadi anoksia sehingga mengakibatkan kematian
janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak
berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat
janin. Waktu sangat menentukan beratnyaa gangguan pembekuan
darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin. Makin lama penanganan
solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin hebat
komplikasinya.
Pada solusio plasenta, darah dari tempat pelepasan  akan
mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim hingga
akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah perdarahan
keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang darah tidak
keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom
retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke
dalam atau perdarahan tersembunyi.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan
tanda yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam
dan menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena
jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok.
Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun
dapat juga berasal dari anak.
Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan
timbunan darah antara plasenta dan dinding uterus yang
menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.
e. Gejala
1) Perdarahan yang disertai nyeri.
2) Anemia dan syok,beratnya anemia dan syok sering tidak sesuai
dengan banyaknya darah yang keluar.
3) Rahim keras seperti papan dan terasa nyeri saat dipegang
karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di
belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois).
4) Palpasi sulit dilakukan karena rahim keras.
5) Fundus uteri makin lama makin baik.
6) Bunyi jantung biasanya tidak ada.
7) Pada toucher teraba ketuban yang teregang terus-menerus
(karena isi rahim bertambah).
8) Sering terjadi proteinuria karena disertai preeklampsi.
f. Diagnosa
1) Diagnosis solusio plasenta kadang sukar ditegakkan.
2) Penderita biasanya datang dengan gejala klinis :
a) Perdarahan pervaginam (80%)
b) Nyeri abdomen atau pinggang dan nyeri tekan uterus (70%)
c) Gawat janin (60 %)
d) Kelainan kontraksi uterus (35%)
e) Kelainan premature idiopatik (25%)
f) Dan kematian janin (15%)
3) Syok yang terjadi kadang tidak sesuai dengan banyak
perdarahan
4) Pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan diagnosis
banding solusio plasenta antara lain :
a) Hitung sel darah lengkap
b) Fibrinogen
c) Waktu prothrombin/waktu tromboplastin parsial teraktifasi
untuk mengetahui terjadinya DIC
d) Nitrogen urea/kreatinin dalam darah
e) Kleithauer-Betke test untuk mendeteksi adanya sel darah
merah janin di dalam sirkulasi ibu
5) Pemeriksaan penunjang ultrasonografi (USG) membantu
menentukan lokasi plasenta (untuk menyingkirkan
kemungkinan plasenta previa). Saat ini lebih dari 50% pasien
yang diduga mengalami solusio plasenta dapat teridentifikasi
melalui USG.
6) Hematom retroplasenter dapat dikenali sekitar 2-15% dari
semua solusio plasenta. Pengenalan hematoma tergantung pada
derajat hematoma (besar dan lamanya) serta keahlian operator.
7) Pemeriksaan histologik setelah plasenta dikeluarkan dapat
memperlihatkan hematoma retroplasenter.
8) Penemuan lain yang mungkin adalah adanya ektravasasi darah
ke miometrium,yang tampak sebagai bercak ungu pada tunika
serosa uterus yang dikenal sebagai Uterus Couvelaire.
9) Secara klinis diketahui dari adanya nyeri dan tegang pada
uterus.
10) Diagnosis banding lain perdarahan pada trimester ketiga selain
plasenta previa adalah vasa previa,trauma vaginal,serta
keganasan (jarang).
g. Komplikasi
1) Komplikasi pada ibu

a) Perdarahan yang dapat menimbulkan : variasi turunnya


tekanan darah sampai keadaan syok,perdarahan tidak sesuai
keadaan penderita anemis sampai syok,kesadaran bervariasi
dari baik sampai syok.
b) Gangguan pembekuan darah : masuknya trombosit ke
dalam sirkulasi darah menyebabkan pembekuan darah
intravaskuler dan diserti hemolisis,terjadinya penurunan
fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat mengganggu
pembekuan darah.
c) Oliguria menyebabkan terjadinya sumbatan glomerulus
ginjal dan dapat menimbulkan produksi urin makin
berkurang.
d) Perdarahan postpartum : pada solusio plasenta sedang
sampai berat terjadi infiltrasi darah ke otot rahim,sehingga
mengganggu kontraksi dan menimbulkan perdarahan
karena atonia uteri,kegagalan pembekuan darah menambah
bertanya perdarahan.
e) Koagulopati konsumtif,DIC: solusio plasenta merupakan
penyebab koagulopati konsumtif yang tersering pada
kehamilan.
f) Utero renal reflex
g) Ruptur uteri
2) Komplikasi pada janin
a) Asfiksia ringan sampai berat dan kematian janin,karena
perdarahan yang tertimbun dibelakang plasenta yang
mengganggu sirkulasi dan nutrisi kearah janin. Rintangan
kejadian asfiksia sampai kematian janin dalam rahim
tergantung pada beberapa sebagian placenta telah lepas dari
implantasinya di fundus uteri.
b) Kelainan susunan system saraf pusat
c) Retardasi pertumbuhan
d) Anemi
h. Cara melakukan deteksi terhadap kemungkinan solusio plasenta
1) Amannesis,yakni : ibu mengeluh terjadi perdarahan disertai
sakit yang tiba-tiba diperut untuk menentukan tempat
terlepasnya plasenta. Perdarahan pervaginam dengan berupa
darah segar dan bekuan-bekuan darah. Pergerakan anak mulai
hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (tidak
bergerak lagi). Kepala pusing,lemas,pucat,pandangan
berkunang-kunang,ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar. Kadang0kadang ibu dapat
menceritakan trauma.
2) Perika pandang (inspeksi ): pasien tampak gelisah,pasien
terlihat pucat,sianosis dan keringat dingin,terlihat darah keluar
pervaginam.
3) Pada saat palpasi : didapatkan hasil fundus uteri teraba naik
karena terbentukmya retroplasenta hematoma,uterus tidak
sesuai dengan kehamilan: uterus teraba tegang dank eras seperti
papan disebut uterus in bois (wooden uterus baik waktu his
maupun di luar his),nyeri tekan terutama ditempat
plasenta,bagian-bagian janin sudah dikenali,karena perut
(uterus) tegang.
4) Auskultasi sulit,karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin
terdengar biasanya di atas 140 x/menit,kemudian turun
dibawah 100 x/menit dan akhirnya hilang biila plasenta yang
terlepas dari sepertiganya.
5) Pada pemeriksaan dalam teraba servik biasanya lebih terbuka
atau masih tertutup. Kalau servik sudah terbuka maka ketuban
dapat teraba menonjol dan tegang,baik sewaktu his maupun
diluar his,kalu ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas
seluruhnya,plasenta ini akan turun ke bawah dan pemeriksaan
disebut prolapsus plasenta.
6) Hasil pemeriksaan umum : tekanan darah semula mungkin
tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit
vaskuler,tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok,nadi
cepat dan kecil filiformis.
7) Pemeriksaan laboratorium : urin : protein (+) dan reduksi
(-),albumin (+) pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan
lekosit. Darah : hemoglobin (Hb) anemi, pemeiksaan golongan
darah,kalau bisa cross match tets.
8) Pemeriksaan plasenta sesudah bayi dan plaseta lahir,maka kita
harus memeriksa plasentanya. Biasanya plasenta tampak tipis
dan cekung dibagian plasenta yang terlepas (krater) dan
terdapat koagulan atau darah dibelakang plasenta yang disebut
hematoma retroplasenter.
i. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaannya antara lain :
1) Pasien (ibu) dirawat dirumah sakit,istirahat baring dan
mengukur keseimbangan cairan
2) Optimalisasi keadaan umum pasien (ibu),dengan perbaikan:
memberikan infuse dan transfuse darah segar
3) Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin,hematokrit,COT(Clot
Observation Test/test pembekuan darah),kadar fibrinogen
plasma,urine lengkap,fungsi ginjal
4) Pasien (ibu) gelisah diberikan obat analgetika
5) Terminasi kehamilan : persalina segera,pervaginam atau
section sesarea. Yang tujuannya adalah untuk menyelamatkan
nyawa janin dan dengan lahirnya plasenta,berjutuan agar dapat
menghentikan perdarahan.
6) Bila terjadi gangguan pembekuan darah (COT >30 menit)
diberikan darah segar dalam jumlah besar dan bila perlu
fibrinogen dengan monitoring berkala pemeriksaan COT dan
hemoglobin
7) Untuk mengurangi tekanan intrauterine yang dapt
menyebabkan nekrosis ginjal (reflek utero ginjal) selaput
ketuban segera dipecahkan.
j. Rujukan
Dalam melakukan rujukan, bidan dapat memberikan pertolongan
darurat dengan :
1) Memasang infus
2) Tampa melakukan pemeriksaan dalam
3) Menyertakan petugas dalam merujuk pasien
4) Mempersiapkan donor darah dari keluarga/masyarakat
5) Mentyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan
dalm pemberian pertolongan pertama.
k. Section caesaria : indikasi section saesaria dapat dilihat dari sisi ibu
dan /atau anak. Tindakan section caesaria dipilih bila persalinan
diperkirakan tidak akan berakhir dalam waktu singkat (dengan
dilatasi 3-4 cm kejadian solusio plasenta pada nulipara).

D. Malposisi dan Malpresentasi


1. Definisi
Malposisi adalah kepala janin relative terhadap pelvix dengan
oksiput sebagai titik referensi, sedangkan Malpresentasi adalah semua
presentasi janin selain vertex, masalah : janin yang dalam keadaan
malpresntasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama
atau partus macet.
2. Partus macet karena kelainan posisi janin
a) Persisten Oksipito Posterior (POP)
Persisten Oksipito Posterior (POP) yaitu ubun-ubun kecil tidak
berputar ke depan, sehingga tetap berada di belakang disebakan
karena usaha penyesuain kepala terhadap bentuk dan ukuran
panggul. Etiologi POP yaitu usaha penyesuaian kepala terhadap
bentuk dan ukuran panggul, pada diameter anteroposterior lebih
besar dari diameter transversal pada panggul anterior, segmen
depan menyempit seperti pada panggul android, ubun-ubun kecil
akan sulit memutar ke depan, otot-otot dasar panggul lembek pada
multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat sehingga tak ada
paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan
(Rukiyah, dan Lia, 2010).

b) Deep Transverse Position (DTP)

Deep Transverse Position yaitu keadaan dimana pembukaan


serviks telah lengkap, kepala berada di dasar panggul dan sutura
sagitalis melintang (Marmi, dkk, 2016).
3. Partus macet karena kelainan presentasi janin
Menurut Prawirohardjo Sarwono (2010), Presentasi adalah titik
tunjuk untuk menentukan bagian terendah janin. Adapun Kelainan
presentasi janin dibedakan menjadi beberapa macam yaitu :
1) Presentasi puncak kepala
Menurut Marmi, dkk (2016) presentasi puncak kepala
atau disebut juga presentasi sinsiput, terjadi apabila derajat
defleksinya ringan, sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian
terendah. Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan
kedudukan sementara yang kemudian akan berubah menjadi
presentasi belakang kepala.
2) Presentasi dahi
Menurut Rukiyah dan Lia (2010), presentasi dahi adalah
keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi
maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah. Janin dengan
presentasi dahi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
kemiringan anterior uterus, kontraksi pelvis, polihidramnion dan
abnormalitas kongenital misalnya, anensefalus.
Pada umumnya presentasi dahi bersifat sementara untuk
kemudian dapat berubah menjadi presentasi belakang kepala atau
presentasi muka, atau tetap menjadi presentasi dahi, oleh karena itu
apabila tidak terdapat gawat janin menunggu kemajuan persalinan
dapat dilakukan. Bila presentasinya tetap presentasi dahi, maka
janin tidak dapat dilahirkan pervaginam karena besarnya diameter
oksipitomental yang harus melewati panggul, maka tindakan seksio
sesarea diperlukan untuk melahirkan janin dengan presentasi dahi
(Prawirahardjo Sarwono, 2010).
3) Presentasi muka
Menurut Cunningham, dkk (2012) presentasi muka
merupakan presentasi kepala dengan defleksi maksimal hingga
oksiput mengenai punggung dan muka terarah ke bawah. Penyebab
presentasi muka yaitu adanya pembesaran leher yang nyata atau
lilitan tali pusat di sekitar leher dapat menyebabkan ekstensi, janin
anensefalus, panggul sempit, janin sangat besar, paritas tinggi dan
perut gantung.
4) Presentasi bokong
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan
bagian terendahnya bokong, kaki atau kombinasi keduanya. Faktor
resiko terjadinya presentasi bokong adalah panggul sempit,
terdapat lilitan tali pusat atau tali pusat pendek, kelainan uterus
(uterus arkuatum, uterus septum, aterus dupleks), terdapat tumor di
pelvis minor yang menggangu masuknya kepala janin ke pintu atas
panggul, plasenta previa, kehamilan ganda (Manuaba, 2008).

5) Presentasi bahu

Presentasi bahu adalah janin dalam kondisi melintang di


dalam uterus dengan sumbu janin tegak lurus atau hampir tegak
lurus dengan sumbu panjang ibu dan bahu sebagai bagian terendah
janin. Penyebab presentasi bahu yaitu dinding perut yang kendur
pada multipara, kesempitan panggul, plasenta previa, prematuritas,
kelainan bentuk rahim seperti uterus arkuatum, mioma uteri dan
kehamilan ganda (Fauziyah Yulia, 2012).
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Deteksi awal pada kehamilan dapat dijadikan sebagai salah satu
upaya untuk mendeteksi sekaligus menangani kehamilan resiko tinggi
pada ibu hamil. Resiko tinggi kehamilan merupakan suatu kehamilan
dimana jiwa dan kesehatan ibu dan atau bayi dapat terancam. Kehamilan
beresiko merupakan suatu kehamilan yang memiliki risiko lebih besar dari
biasanya (baik bagi ibu maupun bayinya), yang dapat mengakibatkan
terjadinya penyakit atau kematian sebelum maupun sesudah persalinan.

B. Saran
Diharapkan tenaga kesehatan khususnya bidan dapat melakukan upaya
untuk mengatasi permasalahan kesehatan dalam mendeteksi sekaligus
menangani kehamilan resiko tinggi sehingga dapat mengurunkan angka
kematian ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, S.Pelayanan Kesehatan Maternal. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka, 2011.
Saifuddin, AB.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka , 2009.
Assessing health and economic outcomest of interventions to reduce
pregnancy related mortality in Nigeria. Daniel O Erim, Stephen C
Resch and Sue J Goldie. 2012, BMC Public Health, hal.
doi:10.1186/1471-2458-12-543.
Nurcahyo.Gaya Hidup dan Kesehatan Kehamilan Resiko. Jakarta : s.n.,
2007.
Dinkes.Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tahun 2017. Yogyakarta :
Dinkes Bantul, 2018.
A.Cooper, Margaret. 2009. Myles Buku Ajar Bidan . Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta :
Media Aesculapius.
Manuaba, Ida Bagus Gede, dkk. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan
dan keluarga     Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gede, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan
dan KB untuk Pendidikan Bidan Edisi 2.  Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono prawirohardjo.
Varney, Helen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1.
Jakarta : EGC.
V. Walsh Linda. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC.
CarpeitoL.J, 2000, Diagnose Keperawatan, edisi 8, Jakarta : EGC
Novita.Fithya,2008, Asuhan Keperawatan Ny.W Hamil Trimester III Dengan

Plasenta Previa di Ruang C RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.

Marilynn E. Doenges and Mary Frances Moorhouse, 2001, Rencana


Perawatan Maternal/Bayi, edisi kedua. EGC. Jakarta.
Hamilton, Persis Mary, 1995, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas
,Jakarta  :  EGC
Manuaba, Fajar, 2007, pengantar kuliah obsteri, Jakarta : EGC

http://repository.unimus.ac.id/1306/3/5.BAB%20II.pdf diakses pada 22

Desember 2020

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/3790/1/dewi%20sartika.pdf diakses pada


22 Desember 2020

http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/963/3/BAB%20II%20TINJAUAN
%20PUSTAKA.pdf diakses pada 22 Desember 2020

http://perpustakaan.poltekkesmalang.ac.id/assets/file/kti/1402100052/LTA_B
AB_2.pdf diakses pada 22 Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai