Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH GEOKIMIA

A. Pengertian dan Tujuan Geokimia

Geokimia adalah suatu bidang ilmu sains yang titik beratnya mempelajari kimia
bumi.
Tujuan utama ilmu geokimia mempelajari sebagai berikut :
1. Menentukan banyaknya unsur dan spesies atom (isotop) secara mutlak dan
relative di dalam bumi
2. Mempelajari penyebaran dan pemindahan unsur-unsur individu dibeberapa
bagian bumi ini (atmosfer, hidrosfer, kerak bumi, dan lain-lain) dan di dalam
mineral dan batuan, dengan tujuan memenuhi prinsip-prinsip penyebaran dan
pemindahan.

Sehingga ke tahap tertentu, lingkup ilmu geokimia sudah dibuktikan oleh sejarah
perkembangan ilmu geologi terutama yang berhubungan dengan mineralogy dan
petrologi. Kajian geokimia sangat penting untuk mengetahui keberadaan dan jumlah
unsur-unsur di permukaan bumi.

B. Sejarah Geokimia

Berjalannya waktu dan sejarah mengajarkan kepada kita, bahwa kemajuan


suatu negara termasuk kemajuan budaya sangat tergantung pada keberadaan
kekayaan sumber daya alam dari negara tersebut. Sebagian besar dari kekayaan itu
terdapat di dalam bumi, lapisan-lapisan batuan yang ada dalam bumi termasuk dalam
nodule yang ada di dasar laut dan tanah dasar laut berguna bagi kehidupan manusia.
Bahkan di badan air proses kimia mineral yang berinteraksi dengan aspek biologi
dapat mendatangkan energi untuk keperluan hidup manusia, oleh karenanya ada
bagian ilmu yang membahas khusus untuk itu, yaitu disebut “biogeokimia”. Sebelum
masuk ke pengetahuan dan perkembangan geokimia, kita ketahui lebih dahulu
bagaimana bumi yang kita tempati, struktur lapisannya dan zat-zat apa yang
mendominasinya.
Bumi tempat kita tinggal saat ini merupakan salah satu anggota tata surya
dengan matahari sebagai pusatnya. Jarak bumi dengan matahari sekitar 150 juta km.
Bumi berbentuk bulat pepat dengan jari-jari ± 6.370 km. Bumi merupakan planet
dengan urutan ketiga dari delapan planet yang dekat dengan matahari. Bumi
diperkirakan telah terbentuk sekitar 4,6 milyar tahun yang lalu, dan merupakan satu-
satunya planet yang dapat dihuni oleh berbagai jenis mahluk hidup. Permukaan bumi
terdiri dari daratan dan lautan. Jika bumi diiris maka akan tampak lapisan-lapisan
pada gambar di bawah ini :

Lapisan bumi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut :


1.) Kerak bumi
Kerak bumi adalah lapisan terluar bumi yang terbagi menjadi dua kategori,
yaitu kerak samudera dan kerak benua. Kerak samudera mempunyai ketebalan
sekitar 5-10 km sedangkan kerak benua mempunyai ketebalan sekitar 20-70 km.
Tebal lapisan kerak bumi mencapai 70 km dan merupakan lapisan tanah dan
batuan .Lapisan ini menjadi tempat tinggal bagi seluruh mahluk hidup. Suhu di
bagian bawah kerak bumi mencapai 1.100 derajad Celcius. Lapisan kerak bumi dan
bagian di bawahnya hingga kedalaman 100 km dinamakan litosfer.
Unsur-unsur kimia utama pembentuk kerak bumi adalah: Oksigen
(46,6%), Silikon (27,7%), Aluminium (8,1%), Besi (5,0%), Kalsium (3,6%)
Natrium (2,8%), Kalium (2,6%) dan Magnesium (2,1%). Unsur–unsur tersebut
membentuk satu senyawa yang disebut dengan batuan (Skinner dan Brian, 1976).

2.) Selimut atau Selubung Mantel.


Selimut merupakan lapisan yang terletak di bawah lapisan kerak bumi.
Lapisan ini dikenal juga sebagai lapisan Pyrosphere. Tebal selimut bumi mencapai
2.900 km dan merupakan lapisan batuan padat. Suhu di bagian bawah selimut bumi
mencapai 3.000 derajat Celcius. Mantel ini terdiri dari besi dan mineral SIMA.
Density sekitar 3.5 SG. Tekanan dari lapisan diatasnya membuat lapisan ini selalu
dalam kondisi solid, tapi tetap bisa melelehkan batuan. Lapisan mantle paling luar
sekitar 200 km dinamai dengan asthenosphere. Pada lapisan ini tekanan dan suhu
berada pada kondisi berimbang sehingga lapisan ini bersifat plastis.

3.) Inti Bumi.


Inti bumi terdiri dari material cair, dengan penyusun utama logam besi (90%),
nikel (8%), dan lain-lain yang terdapat pada kedalaman 2900–5200 km. Lapisan ini
dibedakan menjadi lapisan inti luar dan lapisan inti dalam. Lapisan inti luar tebalnya
sekitar 2.000 km dan terdiri atas besi cair yang suhunya mencapai 2.200 oC. Inti
dalam merupakan pusat bumi berbentuk bola dengan diameter sekitar 2.700 km. Inti
dalam ini terdiri dari nikel dan besi yang suhunya mencapai 4500oC.

Berdasarkan penyusunnya lapisan bumi terbagi atas litosfer, astenosfer, dan


mesosfer. Litosfer adalah lapisan paling luar bumi (tebal kira-kira 100 km) dan terdiri
dari kerak bumi dan bagian atas selubung. Litosfer memiliki kemampuan menahan
beban permukaan yang luas misalkan gunung api. Litosfer bersuhu dingin dan kaku.
Di bawah litosfer pada kedalaman kira-kira 700 km terdapat astenosfer. Astenosfer
hampir berada dalam titik leburnya dan karena itu bersifat seperti fluida. Astenosfer
mengalir akibat tekanan yang terjadi sepanjang waktu. Lapisan berikutnya mesosfer.
Mesosfer lebih kaku dibandingkan astenosfer namun lebih kental dibandingkan
litosfer. Mesosfer terdiri dari sebagian besar selubung hingga inti bumi. Permukaan
bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan besar yang disebut lempeng. Ketebalannya
sekitar 70 km. Ketebalan lempeng kira-kira hampir sama dengan litosfer yang
merupakan kulit terluar bumi yang padat. Litosfer terdiri dari kerak dan selubung
atas. Lempengnya kaku dan lempeng-lempeng itu bergerak diatas astenosfer yang
lebih cair. Arus konveksi memindahkan panas melalui zat cair atau gas, yang
membuat lempeng-lempeng dapat bergerak, yang dapat menimbulkan getaran yang
terjadi dipermukaan bumi.
Pergerakan dan pembentukan senyawa kimia pada lapisan-lapisan tersebut
yang terjadi secara alamiah merupakan dasar utama pengembangan ilmu geokimia.
Dengan mengetahui jenis lapisan dan ketebalannya maka sudah dapat prakirakan
besaran potensi enerji, mineral dan gas yang tersedia di bumi.
Perkembangan geokimia, historisnya diawali dari sejarah perkembangan
geologi, dimana pengetahuan purbakala apa yang terjadi di muka bumi selalu
dihubungkan dengan kepercayaan tahyul. Misalnya peristiwa gempa bumi yang
terjadi di daerah pedalaman Afrika, bangsa Mozambigue beranggapan bahwa bumi
karena kedinginan dan demam. Demikian juga penduduk pedalaman di Peru
(Amerika Selatan) menduga gempa bumi yang terjadi karena dewa bumi sedang
menari. Semua anggapan-anggapan itu digugurkan dengan munculnya ahli geologi,
seperti Hution (1726-1729); Cuvier (1830) dan Lyell (1830). Para ahli geologi
menjabarkan secara jelas perkembangan evolusi bumi dan peristiwa di bumi adalah
akibat gerakan bumi yang mengelilingi matahari. Gerakan bumi ini berjalan lambat
tetapi dapat memisahkan pulau yang satu dengan yang lain.
Pengetahuan “geologi” menceritakan segala fosil-fosil sejak purbakala yang
mendiami bumi, fosil-fosil itu merupakan sedimen yang terendap dalam waktu lama
jutaan tahun silam, sehingga membentuk lapisan-lapisan keras sampai bisa
terbentuknya pebatuan/kerak. Sedimen tersebut dapat berasal dari bahan mineral yang
ada di atmosfir jatuh ke bumi dan ada juga makhluk hidup (flora dan fauna) yang
mati dan mengendap sejak ribuan tahun silam. Sehingga dalam geologi dikenal
lapisan strata menurut waktu pengendapan (periode). Seperti Prakambrium dan
Kambrium. Istilah “Kambrium” menunjukan batuan-batuan yang tertua yang
mengandung fosil berlimpah. Pembagian prakambrium dan kambrium, bertolak dari
waktu nol, yaitu dihitung dari tahun kelahiran Jesus Kristus (Isa Al-masih). Periode
prakambriun di asumsikan hanya satu lapisan batu tertua yang biasanya berada di
bawah lapisan batuan yang berfosil (Katili dan Marks, 1959).
Bertolak teori geologi pelbagai jenis pebatuan yang ada menurut stratifikasi,
pembentukan lapisan itu tidak lepas dari suatu reaksi kimia alam yang berlangsung
lama. Reaksi kimia menjadikan sedimen yang mengeras jadi batu dikarenakan
mengandung kapur (kalsium/Ca), silikat dan fosfat. Demikian pula karena fosil yang
mengendap dari mahkluk hidup maka di dalamnya ada unsur karbon, misalnya teori
minyak bumi menjelaskan bahwa minyak bumi itu terbentuk berasal dari fosil
plankton yang mengendap cukup lama di kerak bumi.
Karena pembentukan bebatuan, nodul (bongkahan) dan gas-gas yang ada di
bumi akibat interaksi kimia satu dengan yang lain membentuk senyawa baru yang
berfaedah bagi kehidupan, itulah pengetahuan geokimia. Oleh karenanya akar ilmu
geokimia (geochemistry) adalah geologi dan kimia, kemudian dikembangkan oleh
praktisi ilmuan, seperti Georg Bauer, Nicolas Steno dan beberapa ahli geologi.
Mereka mempelajari sifat elemen kimia dan mengembangkan daya nalarnya untuk
mengetahui proses reaksinya yang terjadi secara alamiah di bumi.
Akhir abad ke 18 pengetahuan geologi dan kimia moderen tumbuh secara
cepat, seorang ilmuan bernama Antoine Lavoisier menulis hasil risetnya dalam
sebuah buku yang menceritakan keberadaan kimia yang masuk ke laut, atmosfir,
tanah dan dipebatuan, dan terjadi modifikasi menjadi unsur kimia tertentu. Dasar
temuan itu ilmu geokimia dikembangkan oleh ilmuan kimia moderen, antara lain:
Humphry Davy dan John Dalton. Walaupun terjadi perdebatan serius oleh para
ilmuan geologi, akhirnya mereka coba mempelajari sifat dan struktur kimia kristal
serta timah dalam mineralogy.
Awal memperkenalkan terminologi Geokimia adalah kimiawan Swiss CF
Schonbein di tahun 1838, ilmu ini merupakan disiplin ilmu tersendiri yang dapat
dipakai untuk berbagai bidang, kini pengetahuan geokimia dipakai dimana-mana dan
telah menjadi cabang ilmu yang berfaedah pada pengetahuan ilmu alam. Hasil survey
beberapa laboratorium geofisika seperti : “Geological Survey” Amerika Serikat pada
tahun 1884; Carnegie Institution of Washington , DC , pada tahun 1904 dan di
beberapa negara Eropa ,terutama Norwegia dan Uni Soviet , antara sekitar 1910 dan
1925. Data-data hasil survey mereka membuka khazanah riset dan dipakai oleh ahli
geologi untuk memperkirakan komposisi rata-rata kerak lapisan bumi.
Abad kedua puluh , jalannya geokimia telah dipandu oleh beberapa kemajuan
teknologi . Yang pertama adalah penemuan dari seorang pakar bernama Max von
Laue di tahun 1912 dia membuktikan bahwa dalam kristal ada substansi atom dapat
berfungsi sebagai kisi difraksi untuk menyebarkan seberkas sinar - X . Bertolak hasil
temuan ini, ilmuan William L. Bragg mencoba membuktikan struktur kimia garam
yang ada dikarang . Selanjutnya di tahun 1920, Victor M. Goldschmidt dan rekan-
rekannya di University of Oslo berhasil menentukan struktur sejumlah besar mineral
umum , dan dari struktur ini , dirumuskan prinsip-prinsip tentang kimia dan distribusi
unsur-unsur dalam senyawa alami.
Pada dasarnya geokimia mempelajari unsur-unsur kimia yang terdapat dalam
alam semesta. Konsep modern tentang unsur-unsur telah diperkenalkan oleh
Lavoisier dalam bukunya “Traite elementaire ded Chemie “ pada tahun 1789.
Lavoiser telah memperkenalkan 31 jenis unsur, antara lain sebagai berikut: O, N, H,
S, P, Cl, E, B, Sb, Ag, As, Bi, Co, Cu, Sn, Fe, Mn, Hg, Mo, Ni, Au, Pt, Pb, W, Zn,
Ca, Mg, Ba, Al, Si, beberapa unsur lain sudah diketahui sejak zaman purba, antara
lain : Au, Ag, Cu, Fe, Pb, Sn, Hg, S, dan C.
Pada akhir abad ke-18 dikemukakan unsur-unsur : U, Zr, Ti, Y, Be, Cr, dan
Te. Penemuan unsur-unsur dalam abad ke-19 sebagai berikut:
1. 1800-1809 : Na, K, Nb, Rh, Pd, Ce, Ta, Os, Ir.
2. 1810-1819 : Li, Se, Cd, I.
3. 1820-1829 : Br, Th.
4. 1830-1839 : V, La.
5. 1840-1849 : Ru, Tb, Er.
6. 1850-1859 : -
7. 1860-1869 : Rb, In, Cs, Tl.
8. 1870-1879 : Sc, Ga, Sn, Ho, Tm, Yb.
9. 1880-1889 : Ge, Pr, Nd, Gd, Dy.
10. 1890-1899 : He, Ne, Ar, Kr, Xe, Po, Ra, Ac.
Pada tahun 1850-1859 tidak terdapat satu unsurpun dapat ditemukan. Dalam
tahun 1860 Bunsen dan Kerchoff telah memperkenalkan alat spektroskop untuk
mengenali unsure-unsur dengan alat tersebut antara lain Cs, Rb, Ti dan In. Pada tahun
1860-an dan 1880-an beberapa lanthanida ditemukan dan diperkenalkan oleh
Mendeleev, eka-aluminium (Ga), eka-boron (Sc) dan eka-silikon (Ge). Pada tahun
1894 ditemukan gas argon dan yang lain; Ne, He, Kr, Xe,. Penemuan keradioaktifan
oleh Becquel pada tahun 1896 sehingga pada tahun 1898 ditemukan Polonium dan
radium oleh Curies 1898 dan actinium 1899 oleh Debierne. Menjelang tahun 1900
unsur-unsur radioaktif lain ditemukan ; Eu (1901), Lu (1907), HN (1923) dan Re
(1925). Selama abad 19 data geokimia merupakan hasil samping kajian geologi dan
minerologi yang berasal dari bagian mineral, batuan, air dan gas.
Akhir-akhir ini banyak pengetahuan geokimia dimanfaatkan oleh ahli
perminyakan, tidak hanya digunakan untuk prediksi kandungan minyak dan gas tetapi
segi pemanfaatan produk itu lebih luas. Oleh karenanya mereka menggunakan istilah
geokimia petroleum. Geokimia petroleum (minyak dan gas bumi) adalah penerapan
prinsip-prinsip kimia yang mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi dan alterasi
dari petroleum, selain itu menerapkan konsep-konsepnya dalam rangka eksplorasi
petroleum yang lebih efektif.
Walaupun sebenarnya pengetahuan dan eksplorasi minyak dan gas bumi telah
berlangsung sejak zaman dahulu, namun begitu, seiring berkembangnya waktu, ilmu
semakin berkembang, dengan lahirnya teknologi-teknologi terbarukan sehingga
semakin memudahkan dalam eksplorasi minyak dan gas bumi untuk memenuhi
kebutuhan energi.
Dengan kemajuan teknologi , akhirnya pengetahuan geokimia mampu
menyelidiki dan prediksi kimia bagian lapisan bumi yang tidak dapat diakses, sampai
saat ini ilmu ini lebih banyak dipergunakan ketimbang geofisika. Geokimia laut objek
studinya yang lebih luas , termasuk penguraian elemen utama ; gas-gas terlarut,
organik, radionuklida, padatan tersuspensi, zat yang dikeluarkan dari gunung api di
dasar laut, sedimen dan mineral di dasar dan tanah dibawah laut.
Disamping itu geokimia diapliksaikan pada teknologi terapan radioaktif.
Perkembangan kimia nuklir (radio aktif isotop) bermula pada akhir abad kesembilan
belas, oleh Marie dan Pierre Curie. Oleh karena itu satuan mengukur radioaktif
menggunakan satuan curie. Peneliti bernama Alfred O.C. Nier dari Minnesota
universitas melakukan penelitian selama 3 tahun (1936-1939) telah menemukan
kandungan isotop dari 25 elemen, akhirnya di tahun 1947 isotop diaplikasikan pada
massa spektrometer. Sampai saat ini prinsip-prinsip dari pengetahuan geokimia masih
relevan pada penerapan isotop, seperti pada spektrofotometer dan radiologi
kedokteran, penggunaan kimia nuklir di pelbagai senjata yang mematikan manusia.
Bahkan sampai saat ini pengetahuan geokimia terus berkembang.
Masuk keabad dua puluh pengetahuan geokimia lebih khusus geokimia laut
makin berkembang pesat, terutama diaplikasikan pada eksplorasi kerak samudera
yang mengandung kobalt kaya akan manganese. Pebatuaan tersbut sangat tersohor
sebagai sumberdaya alam laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi , banyak diminati
oleh negara-negara maju. Sering mereka menyebut pebatuan Fe-Mn adalah pengganti
minyak bumi sebagai penghasil devisa negara.
Masyarakat dunia telah menyadari bahwa daratan kita semakin sempit,
dikarenakan adanya pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan pemukiman
serta aktifitas industri. Semua faktor ini mempengaruhi kegiatan ekonomi di daratan,
alternatif satu-satunya menggali atau memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di
laut dalam rangka mengisi devisa negara.

Anda mungkin juga menyukai