LP TB Paru Marta
LP TB Paru Marta
TB PARU
0
LAPORAN PENDAHULUAN
TB PARU
2. Etiologi
1
3. Tanda dan Gejala
1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Batuk bisa berlangsung terus menerus selama ≥ 3
minggu. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak,
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. Hal ini
sebagai upaya untuk membuang ekskresi peradangan berupa dahak
ataupun sputum.
2) Batuk darah
3) Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini
ditemukan apabila terjadi kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia dan lain-lain.
2
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala
nyeri dada ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena.
1) Demam
Hal ini bersifat berkepanjangan disertai rasa tidak enak badan, lemah,
lesu, pegal-pegal dan mudah lelah.
3
4. Patofisiologi
4
5. PATHWAY
Alveolus
Respon radang
Leukosit digantikan
Anoreksia, mual, BB Trakeobronkial
oleh makrofag
Defisit nutrisi
Makrofag mengadakan
Penumpukan sekret
infiltrasi
Bersihan jalan
Terbentuk Sel tuberkel napas tidak efektif Batuk
epiteloid
Granulasi
Gangguan pola tidur Resiko tinggi
penyebaran
Jaringan parut kolagenosa
infeksi
Intoleransi aktivitas
Gangguan
pertukaran
Gas
5
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyakit TB Paru
a. Faktor lingkungan
c. Status gizi
d. Umur
6
e. Jenis kelamin
7. Klasifikasi
Menurut Depkes (2007), klasifikasi penyakit TB paru, diantaranya adalah
sebagai berikut :
7
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks normal tidak menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
2. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien
buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
3. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu :
a.Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus Kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c.Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
8
8. Pencegahan penyakit Tuberkulosis Paru
9
g. Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang yang terindikasi. Perlu
dilakukan Tes Tuberkulin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara
ini menunjukkan hasil negative, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan
delama 3 bulan dan perlu penyelidikan intensif.
9. Pemeriksaan Diagnostik
3) Foto thorax : infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Pada tahap ini
tampak gambaran bercak-bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas. Dapat kavitasi bayangan, berupa cincin. Pada klasifikasi
tampak bayangan bercak- bercak padat dengan densitas tinggi.
10
10. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
1) Memonitor TTV
2) Zat gizi TKTP
3) Pemberian obat dan pengontrolan minum
4)Menganjurkan pasien jika pasien bersin atau batuk untuk menutup
mulut
5) Membuang sputum pada tempat khusus
b. Pengobatan Farmakologi
Obat-obat primer
Obat-obatan ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi
dapat menimbulkan resistensi dengan cepat bila digunakan sebagai obat
tunggal. Oleh karena itu, terapi ini selalu dilakukan dengan kombinasi
dari 2-4 macam obat untuk kuman tuberculosis yang sensitif. Berikut
obat anti tuberculosis yang termasuk obat-obat primer adalah (Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), 2017) :
11
menghentikan pertumbuhan bakteri. Indikasi dari pirazinamid
adalah tuberkulosis kombinasi dengan obat lain. Efek samping dari
pirazinamid adalah anoreksia, ikterus, anemia, mual, muntah, dan
gagal hati.
(4) Etambutol : adalah obat antibiotik yang dapat mencegah
pertumbuhan bakteri tuberculosis di dalam tubuh. Indikasi dari
etabutanol adalah tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain.
Efek samping penurunan tajam penglihatan pada kedua mata,
penurunan terhadap kontras sensitivitas warna serta gangguan
lapang pandang.
(5) Streptomisin : adalah antibiotik yang dihasilkan oleh jamur tanah
disebut Streptomyces griseus yang dapat digunakan untuk
mengatasi sejumlah infeksi seperti tuberculosis untuk menghambat
pertumbuhan mikroba. Saat ini streptomisin semakin jarang
digunakan kecuali untuk kasus resistensi. Efek samping dari
streptomisin adalah gangguang fungsi ginjal, gangguan
pendengaran, dan kemerahan pada kulit.
b. Obat-obat sekunder
Berikut yang termasuk obat sekunder adalah kaproemisin, sikliserin,
macrolide generasi baru (asotromisin dan klaritromisin), quinolone dan
protionamid.
12
b. Tahap lanjutan (4-7 bulan) : penderita mendapatkan jenis obat lebih
sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini
penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga dapat
mencegah terjadinya kekambuhan. Panduan obat yang digunakan terdiri
dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan
sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisipn, INH, Pirasinamid,
Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolode, dan Amoksisilin + Asan Klavulanat,
derivate Rifampisin/INH.
13
11. Komplikasi
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
a. Hemoptisis berat : perdarahan dari saluran nafas bawah yang dapat
mengakibatkan kematian karena shok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksibronchial
c. Bronkiektasis : pelebaran bronkus setempat dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat) pada proseas pemulihan atau reaktif pada paru
d. Pneumothorax : adanya udara di dalam rongga pleura, kolpas spontan
karena kerusaksan jaringan
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti : otak, tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya.
12. Prognosis
Kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati. Makin dini penyakit
ini didiagnosis dan diagnosis dan diobati, makin besar kemungkinan
pasien sembuh tanpa kerusakan serius yang menetap. Sayangnya pada 10-
30 % pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan
menetap.
14
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberkulosis
1. Pengkajian
a. Biodata :
Tuberculosis pada anak dapat terjadi di usia berapapun, namun usia
yang paling umum apada usia dalah antara 1-4 tahun. Anak-anak lebih
sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB
paru-paru yaitu dengan perbandingan 3:1. Tuberculosis luar paru-paru
adalah tuberculosis berat yang terutama ditemukan pada usia < 3
tahun. Angka kejadian atau prevalensi TB paru-paru pada usia 5-12
tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja dimana
TB paru-paru menyerupai kasus pada pasien dewasa.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan yang sering muncul adalah :
1) Demam (subfebris, febris biasanya hilang timbul\
2) Batuk : biasanya terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk
ini terjadi untuk membuang atau mengeluarkan produksi radang
yang dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulent
(menghasilkan sputum)
3) Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang
sampai setengah paru-paru.
4) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis
5) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun,
sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam.
6) Sianosis, sesak: merupakan gejala atelectasis. Bagian dada pasien
tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi
yang sakit. Pada foto thoraks, pada sisi yang sakit tampak
bayangan hitam dan diafragma menunjol ke atas.
c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita TB paru atau penyakit lain yang memperberat TB Paru.
15
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
e. Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang yang lingkungan
atau tempat tinggalnya padat dan kumuh karena kebanyakan orang yang
terkena TB Paru berasal dari lingkungan atau tempat tinggalnya padat
dan kumuh..
f. Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat
menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya itu. Kaji
tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan TB Paru
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku seperti halnya berhubungan
dengan aib dan rasa malu dan juga ada rasa kekhawatiran akan
dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya sehingga
dapat mengakibatkan orang tersebut menjauhkan diri dari semua orang.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
B1 (Breathing) :
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang klien
dengan TB Paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari Tb Paru seperti
adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrisan
rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. TB
Paru yang disertai etelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak
simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostal
space (ICS) pada sisi yang sakit.
16
Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukan-meskipun
tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atau paru. Pada TB Paru yang
disertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan mendorong
posisi trakhea kearah berlawanan dari sisi sakit.
TB Paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan
dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara kiri dan kanan.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang
dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon
bronkhial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama
pada bunyi konsonan.
Perkusi
Pada klien dengan TB Paru minimal tanpa komplikasi, biasanya
akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien TB Paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksaan untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya
ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbicara
disebut sebagai resonan vokal.
B2 (Blood)
Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB Paru
dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
17
B3 (Brain) : kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian
objektif, klien tampak dengan wajah mringis, menangis,merintih,
meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya
didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB Paru dengan hemoptoe
masif dan kronis, dan sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi
hati.
B4 (Bladder): pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan. Olek karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria
karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan
agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum
OBAT terutama rifampisin.
B5 (Bowel) : klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
B6 (Bone) : aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB
Paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia,
pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak teratur.
3. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Kultur sputum : mikobakterium tuberculosis positif pada tahap akhir
penyakit.
b. Tes tuberculin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi dalam 48-72 jam).
c. Foto thorax : infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Pada tahap ini
tampak gambaran bercak-bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas. Dapat kavitasi bayangan, berupa cincin. Pada klasifikasi
tampak bayangan bercak- bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru
karena TB paru.
e. Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometry : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
18
4. Diagnosa Keperawatan :
a. Hypertermia b.d dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses
penyakit (infeksi), ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan,
peningkatan laju metabolism, respon trauma, aktivitas berlebihan,
penggunaan inkubator
b. Defisit nutrisi b .d ketidakmampuan menelan/mencerna
/mengabsorbsi nutrient, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor
ekonomis (financial tidak mencukupi), faktor psikologis (stress,
keengganan untuk makan)
19
5. Perencanaan
DIAGNOSA
NO LUARAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
20
1. Manajemen Deman (I.03099)
Observasi
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Monitor intake dan output cairan
c. Monitor komplikasi akibat
demam
Terapiutik
a. Tutupi badan dengan selimut /
pakaian dengan tepat
b. Lakukan tepid sponge jika perlu
c. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan perbanyak minum
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit, antipiretik, antibiotik jika
perlu.
21
2. Pemantauan Nutrisi (I.03123)
Observasi
a. Identifikasi faktor yang
mempengaruhi asupan gizi
b. Identifikasi perubahan berat
badan dan pola makan
c. Identifikasi kemampuan menelan,
mual muntah dan kelainan
eliminasi
d. Monitor hasil laboratorium
Terapiutik
a. Timbang berat badan dan ukur
antropometri
b. Hitung perubahan berat badan
c. Atur interval waktu pemantauan
d. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
22
farmakologis fowler
b. Pasang perlak dan bengkok di
(anestesi)
pangkuan pasien
c. Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
b. Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir
mecucu selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk kuat langsung
setelah tarik napas dalam yg ke 3
Kolaborasi
Pemberian mukolitik atau
ekspektoran
23
LEMBAR PENGESAHAN
(………………………………) (…………………………………..)
Mengetahui,
Kepala Ruangan
(…………………………………..)
24