Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

TB PARU

NAMA : MARTANTRI ANGGARAWATI


NIM : 1824201031

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2020/2021

0
LAPORAN PENDAHULUAN
TB PARU

A. Konsep Dasar Tuberculosis Paru


1. Pengertian
Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis)
yang sebagian besar kuman Tuberkulosis menyerang paru-paru namun
dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Kuman tersebut berbentuk
batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil Tahan Asam
(BTA) dan cepat mati jika terpapar sinar matahari langsung namun dapat
bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab
(Muttaqin, 2012).

Tuberculosis (TBC) adalah infeksius kronik yang biasanya


mengenai paruparu yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis.
Bakteri ini ditularkan oleh droplet nucleus, droplet yang ditularkan
melalui udara dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk, bersin, berbicara
atau bernyanyi (Priscilla, 2012).

2. Etiologi

Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk batang


yang berukuran dengan panjang 1-4 mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm.
sebagian besar komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid
sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan dengan
zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu
menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis
senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang dimana terdapat kandungan
oksigen yang tinggi. Daerah tersebut menjadi daerah yang kondusif untuk
penyakit Tuberkulosis (Somantri, 2008).

1
3. Tanda dan Gejala

TB Paru sering dijuluki “the great imitator” yang artinya suatu


penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang
juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan
kadang-kadang asimtomatik (Muttaqin, 2012).

Gejala klinik yaitu:

a. Gejala Respiratorik, meliputi :

1) Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Batuk bisa berlangsung terus menerus selama ≥ 3
minggu. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak,
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. Hal ini
sebagai upaya untuk membuang ekskresi peradangan berupa dahak
ataupun sputum.

2) Batuk darah

Pada saat baruk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi,


mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah
terjadi karena pecahnya pembuluh darah akibat luka dalam alveoli
yang sudah lanjut. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah

3) Sesak nafas

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini
ditemukan apabila terjadi kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia dan lain-lain.

2
4) Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala
nyeri dada ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena.

b. Gejala Sistemik, meliputi :

1) Demam

Demam biasanya subfebris menyerupai demam influenza, namun


kadang-kadang panas bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat
ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk. Demam
merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore hari
dan malam hari mirip dengan deman influenza, hilang timbul dan
semakin lama semakin panjang serangannya sedangkan masa bebas
serangan semakin pendek.

2) Keringat dingin di malam hari

Keringat di malam hari bukanlah gejala pasti untuk penyakit TB paru,


umunnya baru timbul bila proses sudah lanjut dan terjadi meskipun
tanpa kegiatan.

3) Anoreksia dan penurunan berat badan

Keduanya merupakan manifestasi dari keracunan sistemik yang


timbul karena prodek bakteri atau adanya jaringan yang rusak
(toksemia), yang biasanya timbul belakangan dan lebih sering
dikeluhkan bila fase progresif.

4) Malaise (rasa lesu)

Hal ini bersifat berkepanjangan disertai rasa tidak enak badan, lemah,
lesu, pegal-pegal dan mudah lelah.

3
4. Patofisiologi

Penyakit TB paru ditularkan melalui udara secara langsung dari


penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain. Dengan demikian,
penularan penyakit tini terjadi melalui hubungan dekat antara penderita
dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan
tidur atau ruang kerja yang sama. Penyebaran penyakit ini sering tidak
mengetahui bahwa ia menderita sakit tuberculosis. Droplet yang
mengandung basil tuberculosis yang dihasilkan dari batuk dapat melayang
di udara sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung ada atau tidaknya
sinar matahari serta kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban. Dalam
suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari-hari
bahkan berbulan-bulan. Jika droplet terhirup oleh orang lain yang sehat,
maka droplet akan masuk ke system pernapasan dan terdampar pada
dinding system pernapasan. Droplet besar akan terdampar pada saluran
pernapasan bagian atas, sedangkan droplet kecil akan masuk ke dalam
alveoli di lobus manapun, tidak ada predileksi lokasi terdamparnya droplet
kecil. Pada tempat terdamparnya, basil tuberculosis akan membentuk suatu
focus infeksi primer berupa tempat pembiakan basil tuberculosis tersebut
dan tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi
tersebut akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah
limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang
macrofage, sehingga berkurang atau tidaknya jumlah kuman tergantung
pada jumlah macrophage. Karena fungsi dari macrofage adalah membunuh
kuman atau basil apabila prosesini berhasil dan macrofage lebih banyak
maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Apabila kekebalan tubuhnya menurun pada saat itu maka kuman tersebut
akan bersarang di dalam jaringan paruparu dengan membentuk tuberkel
(biji-biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan akan
bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama akan timbul
perkejuan di tempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis tersebut
dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah
pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe). (Djojodibroto, 2014).

4
5. PATHWAY

Invasi mycobacterium tuberculosis

Alveolus

Respon radang

Leukosit Hypertermia Pelepasan bahan tuberkel


memfagosit bakteri dari dinding kavitas
Reaksi sistemik

Leukosit digantikan
Anoreksia, mual, BB Trakeobronkial
oleh makrofag

Defisit nutrisi
Makrofag mengadakan
Penumpukan sekret
infiltrasi

Bersihan jalan
Terbentuk Sel tuberkel napas tidak efektif Batuk
epiteloid

Nekrosiskaseosa Nyeri droplet

Granulasi
Gangguan pola tidur Resiko tinggi
penyebaran
Jaringan parut kolagenosa
infeksi

Kerusakan membran Sesak


alveolar nafas

Intoleransi aktivitas
Gangguan
pertukaran
Gas

5
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyakit TB Paru

a. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam penularan penyakit


Tuberkulosis yaitu kaitannya dengan kondisi rumah, kepadatan hunian,
lingkungan perumahan, serta lingkungan dan sanitasi tempat bekerja
yang buruk.

b. Faktor sosial ekonomi

Pendapatan keluarga juga sangat mempengaruhi penularan penyakit


tuberculosis karena dengan pendapatan yang kecil membuat orang tidak
dapat hidup dengan layak seperti tidak mampu mengkonsumsi makanan
yang bergizi dan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

c. Status gizi

Kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dan lain-lain (malnutrisi),


akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, sehingga rentan
terhadap berbagai penyakit termasuk tertular penyakit TB paru.
Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara
miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

d. Umur

Penyakit tuberculosis paru ditemukan pada usia muda atau usia


produktif, dewasa, maupun lansia karena pada usia produuktif orang
yang melakukan kegiatan aktif tanpa menjaga kesehatan berisiko lebih
mudah terserang tuberkulosis. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi
demografi akan menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih
tinggi. Pada usia lanjut atau lebih dari 55 tahun, system imunologis
seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit
termasuk penularan penyakit tuberculosis.

6
e. Jenis kelamin

Menurut WHO penyakit tuberculosis lebih banyak di derita oleh laki-


laki dari pada perempuan, hal ini dikarenakan pada laki-laki lebih
banyak merokok dan minum alkohol yang dapat menurunkan sistem
pertahanan tubuh.

7. Klasifikasi
Menurut Depkes (2007), klasifikasi penyakit TB paru, diantaranya adalah
sebagai berikut :

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :


b. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
c. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.
1. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB Paru
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan kultur atau
biakan kuman TB positif.
4) satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

7
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks normal tidak menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
2. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien
buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
3. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu :
a.Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus Kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c.Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.

8
8. Pencegahan penyakit Tuberkulosis Paru

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjangkitnya


penyakit tuberculosis paru. Pencegahan-pencegahan berikut dapat
dilakukan oleh penderitaa, masyarakat, maupun petuhas kesehatan (Naga,
2014) :

a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup


mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak sembarangan tempat.

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan


meningkatkan ketahanan terhadap bayi yaitu dengan memberikan
vaksinasi BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan


memberikan penyuluhan tentang penyakit tuberculosis, yang meliputi
gejala, bahaya dan akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan
masyarakat pada umumnya.

d. Petugas kesehatan juga harus melaukan pengisolasian dan pemeriksaan


terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan
pengobatan khusus kepada penderita tuberculosis ini. Pengobatan
dengan cara menginap di rumah sakit hanya dilakukan oleh penderita
dengan katagori berat yang memerlukan pengobatan lebih lanjut.

e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melakukan


desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatiah
khusus terhadapmuntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit
penyakit tuberculosis (piring, tempat tidur, pakaian) dan menyediakan
ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.

f. Melakukan imunisasi pada orang-orang yang melakukan kontak


langsung dengan penderita, seperti keluarga perawat, dokter, petugas
kesehatan dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan
tindak lanjut bagi yang positif tertular.

9
g. Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang yang terindikasi. Perlu
dilakukan Tes Tuberkulin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara
ini menunjukkan hasil negative, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan
delama 3 bulan dan perlu penyelidikan intensif.

h. Dilakukan pengobatan khusus. Pada penderita dengan TBC aktif


diperlukan pengobatan yang tepat, yaitu obat-obatan kombinasi yang
telah ditetapkan oleh dokter untuk diminum dengan tekun dan teratur,
selama 6-12 bulan. Perlu diwaspadai adanya resisten terhadap obat-
obat, maka dilakukan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.

9. Pemeriksaan Diagnostik

1) Kultur sputum : mikobakterium tuberculosis positif pada tahap akhir


penyakit.

2) Tes tuberculin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm


terjadi dalam 48-72 jam).

3) Foto thorax : infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Pada tahap ini
tampak gambaran bercak-bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas. Dapat kavitasi bayangan, berupa cincin. Pada klasifikasi
tampak bayangan bercak- bercak padat dengan densitas tinggi.

4) Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru


karena TB paru.

5) Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

6) Spirometry : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

10
10. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
1) Memonitor TTV
2) Zat gizi TKTP
3) Pemberian obat dan pengontrolan minum
4)Menganjurkan pasien jika pasien bersin atau batuk untuk menutup
mulut
5) Membuang sputum pada tempat khusus
b. Pengobatan Farmakologi
Obat-obat primer
Obat-obatan ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi
dapat menimbulkan resistensi dengan cepat bila digunakan sebagai obat
tunggal. Oleh karena itu, terapi ini selalu dilakukan dengan kombinasi
dari 2-4 macam obat untuk kuman tuberculosis yang sensitif. Berikut
obat anti tuberculosis yang termasuk obat-obat primer adalah (Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), 2017) :

(1) Isoniazid : Isoniazid (INH) merupakan devirat asam isonikotinat


yang berkhasiat untuk obat tuberculosis yang paling kuat terhadap
Mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat
bakterisid terhadap basil yang tumbuh pesat. Efek samping dari
isoniazid adalah mual, muntah, demam, hiperglikemia, dan neuritis
optik.
(2) Rifampisin : adalah sebuah golongan obat antibiotik yang banyak
dipakai untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Rifampisin menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat
sistesis protein terutama pada tahap transkripsi. Efek samping dari
rifampisin adalah gangguang saluran cerna, terjadi gangguan
sindrim influenza, gangguan respirasi, warna kemerahan pada urine,
dan edema.
(3) Pirazinamid : adalah obat antibiotik yang digunakan untuk
mengobati infeksi bakteri Tuberkulosis dan bekerja dengan

11
menghentikan pertumbuhan bakteri. Indikasi dari pirazinamid
adalah tuberkulosis kombinasi dengan obat lain. Efek samping dari
pirazinamid adalah anoreksia, ikterus, anemia, mual, muntah, dan
gagal hati.
(4) Etambutol : adalah obat antibiotik yang dapat mencegah
pertumbuhan bakteri tuberculosis di dalam tubuh. Indikasi dari
etabutanol adalah tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain.
Efek samping penurunan tajam penglihatan pada kedua mata,
penurunan terhadap kontras sensitivitas warna serta gangguan
lapang pandang.
(5) Streptomisin : adalah antibiotik yang dihasilkan oleh jamur tanah
disebut Streptomyces griseus yang dapat digunakan untuk
mengatasi sejumlah infeksi seperti tuberculosis untuk menghambat
pertumbuhan mikroba. Saat ini streptomisin semakin jarang
digunakan kecuali untuk kasus resistensi. Efek samping dari
streptomisin adalah gangguang fungsi ginjal, gangguan
pendengaran, dan kemerahan pada kulit.
b. Obat-obat sekunder
Berikut yang termasuk obat sekunder adalah kaproemisin, sikliserin,
macrolide generasi baru (asotromisin dan klaritromisin), quinolone dan
protionamid.

Pengobatan tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu :


a. Tahap intensif (2-3 bulan) : penderita mendapatkan obat setiap hari dan
diawasi langsung unutuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua
OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya penderita yang menularkan penyakit
menjadi tidak menularkan penyakit dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita Tuberkulosis BTA positif menjadi BTA
negative (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat
dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat.

12
b. Tahap lanjutan (4-7 bulan) : penderita mendapatkan jenis obat lebih
sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini
penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga dapat
mencegah terjadinya kekambuhan. Panduan obat yang digunakan terdiri
dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan
sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisipn, INH, Pirasinamid,
Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolode, dan Amoksisilin + Asan Klavulanat,
derivate Rifampisin/INH.

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia :


a. Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia :
1) Kategori I : 2 (HRZE) / 4 (HR)3
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3
Disamping kedua kategori ini, disediakan panduan obat sisipan
(HRZE)
3) Kategori Anak : 2HRZ / 4HR
b. Panduan OAT kategori I dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Sedangkan untuk
kategori anak disediakan dalam bentuk kombipak. Tableo OAT-KDT ini
terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosis disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas untuk 1 pasien.
c. Paket Kombipak
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam 1 paket, yaitu : Isonisid,
Rifampicin, Pirazinamid dan Ethambutol. Panduan OAT ini disediakan
program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT-
KDT.
Panduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk 1 pasien dalam satu masa
pengobatan.

13
11. Komplikasi
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
a. Hemoptisis berat : perdarahan dari saluran nafas bawah yang dapat
mengakibatkan kematian karena shok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksibronchial
c. Bronkiektasis : pelebaran bronkus setempat dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat) pada proseas pemulihan atau reaktif pada paru
d. Pneumothorax : adanya udara di dalam rongga pleura, kolpas spontan
karena kerusaksan jaringan
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti : otak, tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya.
12. Prognosis
Kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati. Makin dini penyakit
ini didiagnosis dan diagnosis dan diobati, makin besar kemungkinan
pasien sembuh tanpa kerusakan serius yang menetap. Sayangnya pada 10-
30 % pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan
menetap.

14
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberkulosis
1. Pengkajian
a. Biodata :
Tuberculosis pada anak dapat terjadi di usia berapapun, namun usia
yang paling umum apada usia dalah antara 1-4 tahun. Anak-anak lebih
sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB
paru-paru yaitu dengan perbandingan 3:1. Tuberculosis luar paru-paru
adalah tuberculosis berat yang terutama ditemukan pada usia < 3
tahun. Angka kejadian atau prevalensi TB paru-paru pada usia 5-12
tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja dimana
TB paru-paru menyerupai kasus pada pasien dewasa.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan yang sering muncul adalah :
1) Demam (subfebris, febris biasanya hilang timbul\
2) Batuk : biasanya terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk
ini terjadi untuk membuang atau mengeluarkan produksi radang
yang dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulent
(menghasilkan sputum)
3) Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang
sampai setengah paru-paru.
4) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis
5) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun,
sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam.
6) Sianosis, sesak: merupakan gejala atelectasis. Bagian dada pasien
tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi
yang sakit. Pada foto thoraks, pada sisi yang sakit tampak
bayangan hitam dan diafragma menunjol ke atas.
c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita TB paru atau penyakit lain yang memperberat TB Paru.

15
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
e. Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang yang lingkungan
atau tempat tinggalnya padat dan kumuh karena kebanyakan orang yang
terkena TB Paru berasal dari lingkungan atau tempat tinggalnya padat
dan kumuh..
f. Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat
menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya itu. Kaji
tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan TB Paru
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku seperti halnya berhubungan
dengan aib dan rasa malu dan juga ada rasa kekhawatiran akan
dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya sehingga
dapat mengakibatkan orang tersebut menjauhkan diri dari semua orang.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
B1 (Breathing) :
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang klien
dengan TB Paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari Tb Paru seperti
adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrisan
rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. TB
Paru yang disertai etelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak
simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostal
space (ICS) pada sisi yang sakit.

16
Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukan-meskipun
tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atau paru. Pada TB Paru yang
disertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan mendorong
posisi trakhea kearah berlawanan dari sisi sakit.
TB Paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan
dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara kiri dan kanan.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang
dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon
bronkhial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama
pada bunyi konsonan.
Perkusi
Pada klien dengan TB Paru minimal tanpa komplikasi, biasanya
akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien TB Paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksaan untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya
ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbicara
disebut sebagai resonan vokal.
B2 (Blood)
Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB Paru
dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.

17
B3 (Brain) : kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian
objektif, klien tampak dengan wajah mringis, menangis,merintih,
meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya
didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB Paru dengan hemoptoe
masif dan kronis, dan sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi
hati.
B4 (Bladder): pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan. Olek karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria
karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan
agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum
OBAT terutama rifampisin.
B5 (Bowel) : klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
B6 (Bone) : aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB
Paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia,
pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak teratur.
3. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Kultur sputum : mikobakterium tuberculosis positif pada tahap akhir
penyakit.
b. Tes tuberculin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi dalam 48-72 jam).
c. Foto thorax : infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Pada tahap ini
tampak gambaran bercak-bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas. Dapat kavitasi bayangan, berupa cincin. Pada klasifikasi
tampak bayangan bercak- bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru
karena TB paru.
e. Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometry : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

18
4. Diagnosa Keperawatan :
a. Hypertermia b.d dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses
penyakit (infeksi), ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan,
peningkatan laju metabolism, respon trauma, aktivitas berlebihan,
penggunaan inkubator
b. Defisit nutrisi b .d ketidakmampuan menelan/mencerna
/mengabsorbsi nutrient, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor
ekonomis (financial tidak mencukupi), faktor psikologis (stress,
keengganan untuk makan)

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas,


hipersekresi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam
jalan nafas, adanya jalan nafas buatan, sekresi yang tertahan,
hyperplasia dinding jalan nafas, proses infeksi, respon alergi, efek
agen farmakologis (anestesi)

d. Gangguan pertukaran gas b. d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,


perubahan membran alveolus-kapiler

e. Nyeri Akut b.d agen pencendera fisiologis (inflamasi, iskemia,


neoplasma) / kimiawi (terbakar, bahan kimia iritan) / fidik (abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan)

f. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, gaya hidup
modern

g. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan (kelembapan


lingkungan sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau
tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan), kurang
kontrol tidur, kurang privasi, restraint fisik, ketiadaan teman tidur,
tidak familiar dengan peralatan tidur

19
5. Perencanaan
DIAGNOSA
NO LUARAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

1. Hypertermia b.d Termoregulasi 1. Manajemen Hipertermi (I.15506)


dehidrasi, terpapar membaik Observasi
lingkungan panas, (L.14134) a. Identifikasi penyebab hipertermia
proses penyakit b. Monitor suhu tubuh
(infeksi), Kriteria Hasil: c. Monitor kadar elektrolit dan
ketidaksesuaian haluaran urin
pakaian dengan  Suhu tubuh d. Monitor komplikasi akibat
suhu lingkungan,  Suhu kulit hipertermia
peningkatan laju  Pengisian kapiler Terapiutik
metabolism, respon  Takikardi
trauma, aktivitas a. Sediakan lingkungan yang dingin
 Bradikardi
berlebihan, b. Longgarkan pakaian
 Pucat
penggunaan c. Basahi dan kipasi permukaan
Tekanan darah
inkubator tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Ganti linen setiap hari
f. Berikan terapi oksigen jika perlu
Kolaborasi
Ajarkan tirah baring
Edukasi
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena jika perlu
2. Kompres Dingin (I.08234)
Observasi
a. Identifikasi kontraindikasi
kompres dingin dan kondisi kulit
yang akan di kompres
b. Periksa suhu alat kompres
c. Monitor iritasi kulit
Terapiutik

a. Pilih metode yang nyaman dan


mudah didapat
b. Pilih lokasi kompres
c. Balut alat kompres dingin dengan
kain pembalut
d. Lakukan kompres dingin pada
daerah yang cedera
Edukasi

Jelaskan prosedur penggunaan


kompres dingin

20
1. Manajemen Deman (I.03099)
Observasi
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Monitor intake dan output cairan
c. Monitor komplikasi akibat
demam
Terapiutik
a. Tutupi badan dengan selimut /
pakaian dengan tepat
b. Lakukan tepid sponge jika perlu
c. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan perbanyak minum

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit, antipiretik, antibiotik jika
perlu.

2. Defisit nutrisi b .d Status nutrisi 1. Manajemen Nutrisi (I.03119)


membaik Observasi
ketidakmampuan
(L.03030) a. Identifikasi status nutrisi
menelan/mencerna / b. Identifikasi adanya alergi /
Kriteria Hasil: intoleransi makanan
mengabsorbsi
c. Ident6tifikasi perlunya
nutrient,  Porsi makan penggunaan NGT
habis d. Monitor berat badan
peningkatan
 Berat badan / Terapiutik
kebutuhan IMT
a. Lakukan oral higiene sebelum
metabolisme, faktor makan
ekonomis (financial b. Sajikan makanan secara menarik
c. Berikan makanan dengan
tidak mencukupi), kandungan nutrien sesuai
faktor psikologis kebutuhan
d. Hentikan penggunaan NGT jika
(stress, keengganan asupan oral bisa ditoleransi
untuk makan) Edukasi

a. Anjurkan posisi duduk jika


b. memungkinkan
c. Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Dengan ahli gizi dalam menentukan
jumlah kalori dan nutrien yang
dibutuhkan

21
2. Pemantauan Nutrisi (I.03123)
Observasi
a. Identifikasi faktor yang
mempengaruhi asupan gizi
b. Identifikasi perubahan berat
badan dan pola makan
c. Identifikasi kemampuan menelan,
mual muntah dan kelainan
eliminasi
d. Monitor hasil laboratorium
Terapiutik
a. Timbang berat badan dan ukur
antropometri
b. Hitung perubahan berat badan
c. Atur interval waktu pemantauan
d. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi

a. Jelaskan tujuan prosedur


pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan

3. Bersihan jalan Bersihan jalan 1. Manajemen Jalan Napas (I.14509)


Observasi
nafas tidak efektif napas meningkat
(L.01001) a. Monitor pola napas dan bunyi
b.d spasme jalan napas tambahan
b. Monitor adanya sputum
nafas, hipersekresi Kriteria Hasil:
Terapiutik
jalan nafas,  Produksi sputum a. Pertahankan kepatenan jalan
 Ronchi napas
disfungsi
 wheezing b. Posisikan semi fowler atau fowler
neuromuskuler,  Batuk efektif c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada jika
benda asing dalam  Meconium (pada
bayi) perlu
jalan nafas, adanya RR e. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
jalan nafas buatan,
f. Berikan oksigen jika perlu
sekresi yang
tertahan,
hyperplasia
dinding jalan 2. Latihan Batuk Efektif (I.01006)
nafas, proses Observasi
a. Identifikasi kemampuan batuk
infeksi, respon b. Monitor adanya retensi sputum
alergi, efek agen Terapiutik
a. Atur posisi semi fowler atau

22
farmakologis fowler
b. Pasang perlak dan bengkok di
(anestesi)
pangkuan pasien
c. Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
b. Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir
mecucu selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk kuat langsung
setelah tarik napas dalam yg ke 3
Kolaborasi
Pemberian mukolitik atau
ekspektoran

3. Penghisapan Jalan Napas


(I.01020)
Observasi
a. Identifikasi kebutuhan
penghisapan
b. Monitor status oksigenasi,
neurologis dan hemodinamik
sebelum dan sesudah tindakan
penghisapan
Terapiutik
a. Gunakan teknik aseptik
b. Lakukan penghisapan sesuai
indikasi dan SPO

23
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dengan judul : TB PARU

Telah disahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(………………………………) (…………………………………..)

Mengetahui,
Kepala Ruangan

(…………………………………..)

24

Anda mungkin juga menyukai