Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan DM
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan DM
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DM TIPE 1
1. PENGERTIAN
2. EPIDEMIOLOGI
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja , salah satu
penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi dengan
berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes Mellitus.
Variasi siklik musiman dalam jangka lama terjadi pada insiden diabetes insipidus tergantung
insulin. Kasus yang baru diketahui tampak lebih sering pada bulan-bulan musim semi dan
musim dingin di belahan bumi uatara dan selatan.
3. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi
dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel
beta.
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :
Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.
1. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya
kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
fenomena ini.
2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang
juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto disease, Graves
disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen
HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang sering
ditemukan :
a) Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap
ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik
cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b) Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri,
sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c) Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan,
tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh
terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada
di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM
walaupun banyak makan akan tetap kurus
e) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak.
f) Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai
atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik.
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
• Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
• Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
• Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Renal glukosuria (Pada keadaan ini didapatkan glukosuria tanpa hiperglikemia maupun
ketosis)
· Feokromositoma (Pada keadaan ini didapatkan uji toleransi glukosa yang abnormal dan
glukosuria tanpa ketosis, yang disebabkan oleh peningkatan glikogenolisis dan
glukoneogenesis).
12 PENATALAKSAAN
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan
cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal
maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble),
menengah, panjang, dan campuran.
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini
terutama untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan
olahraga secara teratur
- Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
4. Mixed Insulin
Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang
sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon periode dan kemudian
meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat diperoleh,
diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin
kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen).
Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara
bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-80C.
o Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga
ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
o Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil
sebagai berikut :
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi
karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya,
kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis
seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.
Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar
Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68%
karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan
dengan diet A yang terdiri atas 40 – 50% karbohidrat, 30 – 35% lemak dan 20 – 25% protein.
Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol.
Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat
memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
- Alkohol
Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang memproduksi glukosa
(glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes minum minuman beralkohol pada
saat lambung kosong, maka kemungkinan terjadinya hipoglikemia akan meningkat.
Konsumsi alcohol yang berlebihan dapat menggganggu kemampuan seseorang untuk
mengidentifikasi serta mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat dan mengikuti rencana
makan yang sudah diresepkan untuk mencegah hipoglikemian.
3. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit yang
sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive Endurance Training).
Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda.
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi kadar
glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat
hipoglikemik.
a. Sulfonilurea
b. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan untuk
pasien gemuk.
5. Edukasi
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan
penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian
normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak
langsung (urin).
13 KOMPLIKASI
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
komplikasi akut dan komplikasi menahun.
a. Komplikasi Metabolik Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat,
penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis,
peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga
mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit
sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal
2) Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar
glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat
makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat
dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin.
Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi,
berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan
oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan
gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi
penurunan kesadaran dan koma.
b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun ke 5)
1. Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3
penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit.
Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari
arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang
dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi
jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal
dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—
sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa
mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan
fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat
menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
2. Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab
berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
b) Hiperlipoproteinemia
14 PROGNOSIS
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan seumur hidup. DM tipe
1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal
mungkin dengan mengusahakan control metabolic yang baik. Yang dimaksud control
metabolic yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal
atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk
meninggal lebih cepat. Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis
diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi
dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.
Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur dan baik
akan memberikan prognosis baik.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN DM TIPE 1
1. Pengkajian
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan tidur / istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda : a.Takikardi
d.Disritmia
c.Nyeri tekan
d.Diare lancar
b.Urine berkabut
b.Mual/muntah
d.Penurunan BB
c.Pembesaran tiroid
6. Neurosensori
b.Sakit kepala
d.Gangguan pengelihatan
8. Pernafasan
9. Keamanan
10. Seksualitas :
Resiko penyebaran penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun tubuh
sekunder terhadap DM
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi oral/ penurunan intake
oral ditandai dengan mengeluh mual-muntah, intake tidak adekuat, penurunan nafsu makan,
lemah, tonus otot menurun
Resiko infeksi berhubungan dengan hiperglikemia, penurunan fungsi leukosit dan perubahan
sirkulasi darah
Resiko tinggi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan zat kimia, endogen,
ketidaseimbangan elektrolit, glukosa dan insulin
1. Resiko penyebaran penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun tubuh
sekunder terhadap DM
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan inflamasi seperti panas, kemerahan, keluar nanah
Rasional : membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total, adanya proses infeksi
yang mengakibatkan demam dan hipermetabolik cairan hilang meningkat.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi / volume sirkulasi yang adekuat.
4. Berikan cairan yang paling sedikit 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi
5. Monitor intake dan output cairan, catat berat jenis urine
Rasional : Memperkirakan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari
terapi yang diberikan.
Rasional : Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motabilitas lambung yang seringkali
menimbulkan muntah dan secara potensial menimbulkan cairan menurun.
7. Kolaborasi pemberian cairan intravena sesuai indikasi pemasangan kateter, monitor
pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Kreatinin, Natrium dan Kalium)
Rasional : Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekuangan cairan, memberikan
pengukuran yang tepat / akurat terhdap pengukuran haluaran urine, mengkaji tingkat
dehidrasi dan seringkali meningkat akibat hemikonsentrasi yang terjadi setelah osmotic.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi oral/ penurunan
intake oral ditandai dengan mengeluh mual-muntah, intake tidak adekuat, penurunan nafsu
makan, lemah, tonus otot menurun (Doengoes Mariyln E, 1999 ; 374).
Intervensi :
b. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera jika
pasien dapat mentoleransinya melalui pemberian makanan melalui oral
Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik.
c. Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit dingin, nadi
cepat, sakit kepala dan pandangan berkurang-kunang.
Rasional : Karena metabolisme KH mulai terjadi gula darah akan berkurang dan sementara tetap
diberikan insulin maka hipoglikemia dapat terjadi, jika pasien dalam keadaan koma
hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran.
d. Kolaborasi pemeriksaan glukosa test, glukosa serum, aseton, pH, dan HCO3, kelola
pemberian insulin, konsul dengan ahli gizi.
Rasional : Analisa ditempat tidur terhadap gula darah lebih akurat, gula darah akan menurun
perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol, dengan pemberian insulin
dosis optimal glukosa kekemudian masuk ke dalam sel untuk sumber kalori
e. Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan metode I.V secara intermiten atau secara
kontinue
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat
membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan hiperglikemia, penurunan fungsi leukosit dan
perubahan sirkulasi darah (Doengoes, 1999; 734)
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan inflamasi seperti panas, kemerahan, keluar nanah
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan cuci tangan dan anjurkan kepada klien untuk cuci
tangan.
Rasional : kadar glukosa darah yang tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan
kuman
d. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase daerah tulang yang
tertekan
Rasional : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko
terjadinya kerusakan pada kulit atau iritasi kulit dan infeksi.
4. Resiko tinggi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan zat kimia,
endogen, ketidaseimbangan elektrolit, glukosa dan insulin
Intervensi :
Rasional : sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat
dapat mempengaruhi fungsi mental.
b. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat pasien.
Rasional : meningkatkan tidur, menurunkan letih dan dapat memperbaiki daya pikir
c. Lindungi pasien dari cidera (gunakan pengikat) ketika tingkat kesadaran terganggu
Rasioal : pasien mengalami disorientasi merupakan awal timbulnya cidera, terutama malam
hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi.
Rasional : edema / lepasnya retina, hemoragi, katarak atau paralysis otot extraokuler sementara
mengganggu pengelihatan yang memerlukan terapi korektif atau perawatan penyokong.
Intervensi :
a. Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktifitas, buat jadwal perencanaan dengan klien
dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
b. Berikan aktifitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup atau tanpa diganggu
c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum dan sesudah melakukan
aktivitas
e. Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi atau berpindah tempat
Rasional : pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan
akan energi pada setiap kegiatan.
f. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi dengan pasien.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Diabetes mellitus yaitu penyakit kronik sistemik yang dikarakteristikan oleh gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sebagai akibat tidak adekuat suplai insulin relatif
atau absolut (Ulrich, 1997).
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta
sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi
patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme. (Wikipedia, Ensiklopedia
Bebas).
1. Resiko penyebaran penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun tubuh
sekunder terhadap DM
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi oral/ penurunan intake
oral ditandai dengan mengeluh mual-muntah, intake tidak adekuat, penurunan nafsu makan,
lemah, tonus otot menurun
3. Resiko infeksi berhubungan dengan hiperglikemia, penurunan fungsi leukosit dan
perubahan sirkulasi darah
4. Resiko tinggi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan zat kimia,
endogen, ketidaseimbangan elektrolit, glukosa dan insulin
5. Kelemahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme energi, defisiensi
insulin