Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.UMUM
a. Berdasarkan hasil pengkajian tidak ada satupun penyebab kecelakaan lalu lintas
jalan yang tidak didahului dengan pelanggaran. Hal sedemikian juga terhadap
masalah terjadinya kemacetan lalu lintas pasti dikarenakan banyaknya para
pengemudi yang melakukan pelnggaran lalu lintas di ruas-ruas jalan tertentu.

b. Esensi dari tujuan Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan antara lain yang selamat, aman, cepat, lanacar, tertib dan
teratur. Kondisi lalu lintas yang sedemikian sangat diharapkan oleh masyarakat
khususnya para pemakai jalan.

c. Untuk dapat menciptakan situasi dan kondisi lalu lintas yang aman, tertib dan
teratur perlu ditunjang dengan Sistem Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas yang
efektif dan berdampak positif terhadap lalu lintas.

2.Maksud dan Tujuan


a.Maksud dari naskah Gadik ini disusun adalah sebagai pedoman bagi seluruh Unit
Organisasi pengembangan fungsi lalu lintas dalam mengimplementasikan
penindakan pelanggaran lalu lintas.

b. Tujuannya untuk menyamakan visi dan persepsi dalam menerapkan penindakan


pelanggaran lalu lintas yang berorientasi pada selektifitas dan priorita sasaran.

3.Dasar
a.UU No. 8 Tahun 1991 tentang KUHP
b. UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
c.UU No. 2 Tahun 2002 tentang Pokok-Pokok Kepolisian Negara RI.

1
d. Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Jaksa
Agung dan Kapolri tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu
Lintas Jalan Terentu Tanggal 19 Juni 1993.
e.Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Penyelesaian Perkara Lalu Lintas Jalan Tertentu
Tanggal 7 Juli 1993.
f. Petunjuk Lapangan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas berdasarkan SPPT
Tahun 2002.

4.Ruang Lingkup
Pendahuluan, Pengertian, Sistem Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dengan
prioritas jenis-jenis pelanggaran yang potensinya dapat menimbulkan kecelakaan,
kemacetan dan menimbulkan ketidaktertiban.

5.Tata Urut
BAB I Pendahuluan
BAB II Uraian Materi
BAB III Evaluasi
BAB IV Penutup

2
BAB II
URAIAN MATERI

1. Pengertian-pengertian.
a. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan.
b. Keamanan lalu lintas adalah suatu situasi lalu lintas yang menciptakan adanya
rasa aman (security), keselamatan (safety), kenyamanan / tenang (peacefull)
dan kepastian akan tidak terjadi sesuatu yang mengancam keselamatan jiwa
dan hak miliki (surety).
c. Ketertiban lalu lintas adalah suau situasi lalu lintas yang teratur, tertib, seluruh
peraturan dan perundang-undangan serta kelengkapan jaln dapat efektif
beroprasi atau mencapai daya guna dan hasil guna.
d. Kelancaran lalu lintas adalah situasi lalu lintas yang lancer, cepat dan dapat
sesuai dengan tingkat rencana pelayanan kecepatan (level of service) pada
suatu ruas / jarngan jalan tertentu.
e. Keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas (Kamtibcar Lantas) adalah
suatu situasi lalu lintas yang merupakan kinerja penyelenggaraan system lalu
lintas dan angkutan jalan yang harus diupayakan secara konsisten dan
berkesinambungan sehingga dapat menjamin kelancaran roda perekonomian,
memperkukuh persatuan dan kesatuan serta memantapkan stabilitas semua
aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegra.
f. Fungsi lalu lintas adalah merupakan salah satu fungsi tehnis kepolisian yang
menyelenggarakan segala usaha, kegiatan dan pekerjaan berkenaan dengan
pelaksanaan fungsi lalu lintas yang meliputi pembinaan ketertiban lalu lintas,
penegakan hokum lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi dan
kendaraan bermotor serta pengkajian masalah lalu lintas.
g. Pelanggaran lalu linas adalah penyimpangan perbuatan terhadap ketentuan
perundang-undangan yang berlaku (tercantum dalam KUHP)
h. Palanggran lalu lintas adalah perbuatan yang bertentangan dengan perundang-
undangan lalu lintas dan atau peraturan pelaksanaannya baik yang

3
menimbulkan atau tidak dapat menimbulkan kerugian jiwa atau benda tetapi
dapat mengganggu Kamtibcar Lantas.
i. Penindakan pelanggaran adalah tindakan yang ditujukan bagi para pelanggar
lalu lintas, baik yang dilakukan dengan cara pemeriksaan perkara pelangaran
lalu lintas (tilng), acara pemeriksaan singkat dan acara pemeriksaan biasa
yangn diatur dalam KUHP (UU No. 8 Tahun 1991).
j. Potensial adalah kemampuan : kekuatan, kesanggupan, daya yang
berpengaruh terhadap kmungkinan terjadinya sesuatu.
k. Point adalah nilai ; angka.
l. Target adalah sasaran besaran atau jumlah sebagai batas sebelum untuk
dicapai.
m. Sistem Potensial Point Target adalh langkah taktis dalam offensive selektif
penegakan hukum guna menurunkan angka kecelakaan lalu lintas dan
mengurangi korban fatal serta untuk meningkatkan kelancaran lalu lintas
dengan melaksanakan penindakan bagi para pelanggar lalu lintas. Berikut nilai
point pelanggaran lalu lintas :
1. Poensial Laka Lantas : 5 (Lima)
2. Potensial Kemacetan : 3 (Tiga)
3. Potensial Pelanggaran Lantas Lainnya : 1 (Satu)

2. Penggolongan dalam Sistem Potensial Pont Target ini digolongkan menjadi :


a. Penetapan Nilai Bobot.
b. Mekanisme Penentuan Point Target.
c. Prosedur pelaksanaan penindakan pelanggaran lalu lintas melalui potensial
point target.
3. Penetapan Nilai Bobot
a. Kriteria Nilai Bobot.
Nilai bobot terhadap jenis pelanggran lalu lintas nilainya tetap yaitu :
1) Jenis pelanggaran lalu lintas yang berpotensi menimbulkan kecelakaan
lalu lintas nilainya 5 (Lima)

4
2) Jenis pelanggaran lalu lintas yang berpotensi menimbulkan kemacetan
lalu lintas nilainya 3 (Tiga).
3) Jenis pelanggaran lalu lintas lainnya diluar dari yang tersebut no. 1)
dan no. 2) diatas nilainya 1 (Satu).
Yang dapt berubah adalah jenis-jenis pelanggarannya berdasarkan
analisa dari anatomi dari penyebab kecelakaan dan kemacetan (setiap
wilayah belum tentu sama jenis pelanggarannya yang dijadikan point
target).
b. Kriterian Pemberian Nilai.
Berdasarkan nilai potensial dari jenis-jenis pelanggaran lalu lintas yang dinilai
oleh Kastwil berpotensi dapatmenyebabkan kecelakaan dan kemacetan lalu
lintas. Penilaian bersifat dinamis mengacu hasil analis dan evaluasi
karakteristik kerawanan di bidang lalu lintas
c. Klasifikasi nilai bobot jenis – jenis pelanggaran lalu lintas jalan terlampir.

4. Mekanisme Penentuan Point Target.


Penentuan pont target mekanismenya dilakukan melalui tahapan :
a. Analisa dan evaluasi penyebab kecelakaan lalu lintas dan kemacetan lalu
lintas yang dilaksanakan setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan melibatkan satuan
fungsi operasional yang lain serta instansi terkait dalam masalah lalu lintas.
Forum tersebut untuk mendaptkan anatomi dari jenis-jenis pelanggaran;
pengguna jalan yang melakukan pelanggaran; lokasi dan tempat pelanggaran;
dan waktu pelanggaran lalu lintas tersebut.
b. Pengelompokan jenis pelanggaran lalu lintas yang ada pada periode tertentu
(triwulan ditetapkan sebagai potensial point target).
c. Pembagian tugas dari unit-unti organisasi disesuaikan dengan klasifikasi point
target yaitu :
1) Unit patroli dihadapkan dengan potensial laka lantas.
2) Unit Opsnal (Gatur) dihadapkan dengan potensial kemacetan lalu
lintas.

5
3) Dalam pelaksaannya tidak menutup kemungkinan kedua unit tersebut
menemukan pelanggaran lalu lintas yang berpotensi kecelakaan
maupun kemacetan lalu lintas.
d. Pembebanan tugas.
1) Setiap unit patroli atau setiap petugas diberikan pembebanan tugas
yang memadai dengan pertimbangan karakteristik kerawanan dibidang
lalu lintas. Dalam kurun waktu tertenu harus dapat mencapai hasil
yang ditetapkan oleh masing-masing Kasatwil / Kasat Lantas.
2) Didalam pemenuhan target Kasatwil / Kasat Lantas tetap
meningkatkan pengawasan dan pengendalian sehingga tidak terjadi
bentuk petugas di lapangan yang mencari-cari kesalahan kepada
pengguna jalan dalam memenuhi target.

5. Prosedur Pelaksanaan Penindakan Pelanggran melalui Potensial Point


Target.
Sebagai kegiatan yang diklasifikasikan dalam bentuk operasi rutin, pelaksanaan
penindakan pelanggaran lalu linta berdasarkan potensial point target dibagi dalam
3 (tiga) tahapan yaitu :
a. Tahap persiapan.
1) Melaksanakan kegiatan sosialisasi kepada para petuga pelaksana SPPT
sehingga memahami dengan benar hal mengenai SPPT.
2) Menentukan sasaran dengan menganalisa dan mengevaluasi data
kecelakaan lalu lintas dan kemacetan lalu lintas untuk menentukan
anatominya sebagai berikut :
(a) Jenis pelanggaran lalu lintas yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan lalu lintas atau kemacetan lalu lintas.
(b) Pengguna jalan / jenis kendaraan bermotor yang melakukan
pelanggaran lalu lintas berpotensi terjadinya kecelakaan lalu
lintas / kemacetan lalu lintas.
(c) Lokasi / tempat terjadinya kecelakaan lalu lintas dan kemacetan
lalu lintas.

6
(d) Wakt terjadinya pelanggaran yang berpotensi terhadap
kecelakaan lalu lintas dan kemacetan lalu lintas.
3) Menentukan kekuatan dan cara berindak serta target point bagi
pelaksana disesuaikan dengan spectrum ancamannya serta
karakteristik wilayah.
4) Menyusun rencana kegiatan bulanan / mingguan / harian.
5) Menunjuk Perwira / Bintara yang bertugas sebagai pengendalian
pelaksanaan SPPT, serta mencatat hasil prestasi bagi unit patroli mobil
atau petugas unit Opsnal.

b. Tahap pelaksanaan
1) Setiap unit yang mendapatkan tugas melaksanakan SPPT sebelum
menuju ke lokasi penugasan harus diberi APP yang jelas khususnya
mengenai sasarannya, cara bertindak dan target point yang harus
dicapai (pedoman Regident).
2) Setiap unit minimal 2 (dua) petugas yang dilaksanakan tidak hanya
oleh pengembang fungsi Sabhara samapi dengan tingkat Polsek.
3) Harus berkoordinasi dengan Polsek terdekat yang wilayahnya menjadi
sasaran kegiatan.
4) Pola penugasan :
(a) Secara stasioner untuk mendeeksi jenis-jenis pelanggaran yang
dijadikan target, bilamana menemukan pelanggaran segera
melakukan pengejaran dengan teknik dan taktik :
i. Memberi peringatan melalui publik address agar kendaraan
yang melanggar berhenti ke pinggir (dilakukan sampai 3
kali).
ii. Bilamana belum berhenti mengusahakan berjalan sejajar
dan memberikan isyarat memerintahkan untuk berhenti.
iii. Apabila pengemudi tetap tidak berhenti, dilaksanakan
pemaksaan dengan mendesak ke bahu jalan.

7
(b) Secara mobile dilakukan oleh unit patroli dengan pola
sebagaimana pelaksanaan penindakan dan pengejaran pada huru
(a) tersebut diatas.
5) Semua jenis pelanggaran system penindakannya secara represif
dengan tilang maupun BAP singkat.
6) Dalam pelaksanaan kegiatan tidak dibenarkan unit / anggota untuk
bertindak menjebak pelanggar.
c. Tahap pelaporan / Anev
Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksaan tugas setiap unit patroli
maupun unit Opsnal membuat laporan sebagai berikut :
1) Laporan setiap minggu sekali (setiap hari Senin) dengan materi
laporan sebagai berikut :
i. Jenis-jenis pelanggaran lalu lintas yang diprogram sebagai
point target.
ii. Nilai bobot masing-masing jenis pelanggaran dari jumlah
bobot yang harus dicapai(sesuai dengan Ren Giat).
iii. Pencapaian target, dikaitkan jumlah point target yang
berhasil dikumpulkan dengan target yang telah ditentkan.
iv. Persentase pencapaian target.
v. Permasalahan dan hambatan yang dihadapi.
2) Analisa pencapaian SPPT.
Untuk menentukan berhasil atau tidknya pelaksaan SPPT mka perlu
dilakukan anev sebagai berikut :
i. Selisih antara kumulatif penindakan dengan nilai bobot,
apabilakecil maka pelaksanaan SPPT belum maksimal
tetapi apabila lebih besr maka pelaksanaan SPPT sudah
sesuai dengan rencana.
ii. Jumlah kumlatif bobot nilai dbandingkan dengan data laka
lantas atau dibandingkan dengan lokasi rawan kemacetan
lalu lintas selama sebulan apakah ada penurunan.

8
3) Kaur Binops Lantas bertanggungjawab dalam penerimaan laporan dn
pembuatan anev.
4) Setiap bulan hasil anev dilaporkan secara berjenjang ke satuan atas :
i. Tingkat Polres / Polresta / Poltabes, Kasat Lantas melaporkan
setiap sebulan sekali pada minggu pertama kepada Kabag
Lantas / Kasat Lantas pada tingkat Polwil / Poltabes dan
Kadit Lantas pada tingkat Polda.
ii. Tingkat Polwil / Poltabes, Kabag Lantas / Kasat Lantas
melaporkan setiap sebulan sekali pada minggu kedua ke
Dir Lantas Polda.
iii. Tingkat Polda, Dir Lantas melaporkan setiap sebulan sekali
pada minggu ketiga ke Dir Lantas Babinkam Polri pada
tingkat Mabes Polri.

6. Komando dan Pengendalian Kegiatan penegakan Hukum terhadap Pelanggar


Lalu Lintas Jalan berdasarkan SPPT.
a. Komando dan pengendalian.
1) Komando dan pengendalian kegiatan pelaksanaan berada pada kepala
kesatuan kewilayahan masing-masing dan sehari-hari dilaksanakan
oleh Kasat / Kabag / Dr Lantas selaku penanggungjawab teknis di
masing-masing tingkatan.
2) Di tingkat Mabes polri ditunjuk Dir Lantas Polri dimana pelaksaan
sehari-hari ditunjuk Kasubdit Idik Lakagar selaku pelaksana harian.
b. Gelar operasional.
Gelar operasional kegiatan pelaksanaan penegakan hukum erdasarkan SPPT
pada masing-masing kesatuan diselenggarakan sebagai berikut :
1) Tingkat Polres / polresta / poltabes, secara ruin setiap seminggu
dipimpin oleh Kasat Lantas dengan peserta anggota para pelaksana.
2) Tingkatr Polwil / Poltabes, secara rutin setiap bulan dipimpin Kasat
Lantas / Kabag Lantas dengan pesera Kasat Kasat Lantas Polres /
Polresta da Kanit PJR yang bertugas di wilayah jajarannya.

9
3) Tingakat Polda, secara rutin setiap enam bulan dipimpin oleh Dir
Lantas dengan peserta Kabag / Kasat Lantas Polres / Polresta /
Poltabes / Polwil / Polwiltabes.
4) Tingkat Mabes, secara ruin setiap enam bulan dipimpin Dir Lantas
dengan peserta Kasubdit Idik Lakagar Lantas, Kasubdit PJR, Kasi Bin
Dakgar dan para Kasi, Kasubdit Idik Lakagar dan Subdit PJR.

7. administrasi Operasional
a. Pelaksanaan SPPT harus berdasarkan analisa karakterstik kerawanan daerah
yang diperoleh setiap pelaksanaan analisa dan evaluasi kecelakaan lalu lintas
dan pelanggaran lalu lintas yang dilaksanakan setiap bulan.
b. Penentuan jenis-jenis pelanggaran lalu lintas yang akan ditetapkan sebagai
point target bersifat fleksibel (dapat berubah-ubah).
c. SPPT harus diprogramkan dalm rencana kegiatan (bulanan, mingguan dan
harian).
8. Administrasi penindakan.
a. Pada prinsipnya semua jenis pelanggaran yan dijadikan point target harus
diinda dengan alternative I.
b. Terhadap jenis pelanggaran yang tidak termasuk dalam tilang menggunakan
BAP singkat.

9. Prosedur Penyitaan Barang bukti.


a. Pedoman pasal 52 UU No. 14 Tahun 1992.
b. Bilamana atas perimbangan lapangan diperlukan penyitaaan maka laksanakan
penyitaan dengan alternative salah satu alat bukti yang paling berpengaruh.

10. administrasi Laporan.


a. Laporan bulanan dalam bentuk format L 411 P sebagaimana terlampir.
b. Buku register laporan hasil pelaksanaan SPPT dalam bentuk kolom :
1) Kolom 1 : Nomor urut.
2) Kolom 2 : Waktu

10
3) Kolom 3 : Nama
4) Kolom 4 : Pangkat / NRP
5) Kolom 5 : Jumlah Dakgar Lantas.
6) Kolom 6 : Jumlah Bobot Nilai.
7) Kolom 7 : Selisih
8) Kolom 8 : Keterangan.

11

Anda mungkin juga menyukai