Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Meningitis dan Encephalitis

Meningitis adalah radang dari selaput otak yaitu lapisan aracnoid dan

piameter yang disebabkan oleh bakteri dan virus (Judha & Rahil, 2012).

Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput mengineal yang dapat

disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai adanya gejala

spesifik dari sistem saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsang

meningkat, gejala peningkatan tekanan intrakranial, & gejala defisit neurologi

(Widagdo, 2011)

Ensefalitis adalah infeksi intrakranial dapat melibatkan jaringan otak

atau lapisan yang menutupi otak yang disebabkan oleh bakteri, virus dan

jamur. Penyembuhannya dapat sembuh total atau komplit sampai pada

menimbulkan penurunan neurologis (Riyadi & Suharsono, 2010). Ensefalitis

adalah suatu peradangan pada otak, yang biasanya disebabkan oleh virus dan

dikenal sebagai ensefalitis virus. Penyakit ini terjadi pada 0.5 dari 100.000

penduduk, umumnya pada anak-anak usia 2 bulan sampai 2 tahun, orang tua,

dan individu yang mengalami gangguan sistem imun. Ensefalitis bisa

disebabkan berbagai macam mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur,

cacing, protozoa, dan sebagainya (Ayu, 2010).

Menurut Nurofik (2010) Meningitis dan encephalitis merupakan salah

bentuk dari infeksi Sistem Saraf Pusat. Meningitis adalah inflamasi atau

Risiko Kejang Ulang..., DEVIKA MELIANA OKTAVIANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
peradangan yang terjadi pada meningen atau selaput otak, sedangkan

Encephalitis sendiri merupakan suatu bentuk inflamasi yang terjadi pada

parenkim otak. Kedua bentuk penyakit ini terkadang muncul secara

bersamaaan dan disebut sebagai meningoencephalitis. Meningoencephalitis

yang seringkali disebabkan oleh infeksi virus, merupakan peradangan yang

mengenai meningen dan parenkim otak. Meningoencephalitis adalah

peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak yang disebabkan oleh

berbagai macam mikroorganisme.

Pada pasien meningoencephalitis ditegakkan secara klinis dengan

adanya keluhan demam, penurunan kesadaran, dan kejang. Kejang dialami

lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh

Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi

Meningococcus (Hidayah, 2012).

B. Konsep Kejang

1. Definisi kejang

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara

sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai

pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat

parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau

umum, melibatkan kedua hemisfer otak (Nirwanatjeh, 2008)


Kejang (konvulsi) didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak

tanpa disengaja paroksimal yang dapat nampak sebagai gangguan atau

kehilangan kesadaran, aktifitas motorik, abnormal, dan kelainan perilaku

(Wijayanti, 2008).

2. Jenis Kejang

Menurut Hidayat (2006) jenis kejang dibagi dalam dua kategori

besar yakni :

a. Kejang Parsial (fokal atau Lokal)

Kejang parsial terdiri atas dua yakni yang bersifat sederhana

dan kompleks. Kejang sederhana memiliki ciri sebagai berikut :

kesadarannya tidak terganggu, adanya tanda seperti kedutan pada

wajah, tangan, atau salah satu bagian sisi tubuh, biasanya disertai

dengan adanya muntah, berkeringat, muka merah, serta adanya dilatasi

pupil dan adanya tanda keseimbangan terganggu seperti mau jatuh, dan

adanya rasa takut.

Sedangkan gejala dari kejang parsial yang kompleks memiliki

ciri sebagai berikut : adanya gangguan kesadaran meskipun pada

awalnya sebagai gejala yang sederhana,adanya gerakan otomatis

seperti mengecap-ngecapkan bibir, gerakan mengunyah atau adanya

gerakan tangan.
b. Kejang umum (konvulsif dan nonkonvulsif)

Kejang umum terdiri dari :

1) Kejang mioklonik

Memiliki ciri kedutan pada daerah otot yang dapat terjadi

secara mendadak.

2) Kejang Tonik klonik

Ditandai dengan hilangnya kesadaran , kaku pada otot

ekstremitas, batang tubuh dan wajah, yang dapat terjadi kurang dari

satu menit, adanya gerakan klonik pada ekstremitas atas dan

bawah.

3) Kejang atonik

Dapat bterjadi kehilangan tonus secara mendadak sehingga

dapat menyebabkan kelopak mata menurun, kepala menunduk, dan

dapat jatuh ke tanah yang terjadi secara singkat tanpa adanya

peringatan.

4) Status epileptikus

Dapat didahului dengan kejang tonik- klonik umum secara

berulang, tidak sadar, dapat terjadi depresi pernafasan, hipotensi,

dan hipoksia
3. Patofisiologi Kejang Pada Meningoencephalitis

Infeksi mikroorganisme terutama bakteri dari golongan kokus

seperti streptokokus, stapilokokos, meningokokus, pnemokokus, dan dari

golongan lain seperti tersebut di atas menginfeksi tonsil, bronkus, dan

saluran cerna. Mikroorganisme tersebut mencapai otak mengikuti aliran

darah.

Di otak mikroorganisme berkembangbiak membentuk koloni.

Koloni mikroorganisme itulah yang yang mampu menginfeksi lapisan otak

(meningen). Mikroorganisme menghasilkan toksik dan merusak meningen.

Kumpulan toksik mikroorganisme, jaringan meningen yang rusak, cairan

sel berkumpul menjadi satu membentuk cairan yantg kental yang disebut

pustula. Karena sifat cairanya tersebut penyakit ini populer disebut

meningitis purulenta.

Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme melalui hematogen

sampai hipotalamus. Hipotalamus kemudian menaikkan suhu sebagai

tanda adanya bahaya. Kenaikkan suhu di hipotalamus akan diikuti dengan

peningkatan mediator kimiawi akibat peradangan seperti prostaglandin,

epinefrin, norepinefrin. Kenaikan mediator tersebut dapat merangsang

peningkatan metabolisme sehingga dapat terjadi kenaikkan suhu di seluruh

tubuh, rasa sakit kepala, peningkatan gastrointestinal yang memunculkan

rasa mual dan muntah.

Volume pustula yang semakin meningkat dapat mengakibatkan

peningkatan desakan di dalam intrakranial. Desakan tersebut dapat


meningkatan rangsangan di korteks serebri yang terdapat pusat pengaturan

gastrointestinal sehingga merangsang munculnya muntah dengan cepat,

juga dapat terjadi gangguan pusat pernafasan. Peningkatan tekanan

intrakranial tersebut juga dapat mengganggu fungsi sensorik maupun

motorik serta fungsi memori yang terdapat pada serebrum sehingga

penderita mengalami penurunan respon kesadaran terhadap lingkungan

(penurunan kesadaran). Penurunan kesadaran ini dapat menurunkan

pengeluaran sekresi trakeobronkial yang berakibat penumpukan sekret di

trakea dan bronkial. Kondisi ini berdampak pada penumpukan sekret di

trakea dan bronkus sehingga trakea dan bronkus menjadi sempit.

Peningkatan tekanan intrakranial juga dapat berdampak pada

munculnya fase eksitasi yang telalu cepat pada neuron sehingga

memunculkan kejang. Respon saraf perifer juga tidak bisa berlangsung

secara kondusif, ini yang secara klinis dapat memunculkan respon yang

patologis pada jaringan tersebut seperti munculnya tanda kernig dan

brudinsky. Kejang yang terjadi pada anak dapat mengakibatkan spasme

pada otot bronkus. Spasme dapat mengakibatkan penyempitan jalan nafas

(Riyadi & Suharsono, 2010).


Pathways :
Tonsilitis,bronkitis, typus abdominalis dan penyakit lain

Mikroorganisme secara hematogen sampai ke meningen

Meningitis

Mikrorganisme mensekresi toksik Kenaikan volume dan


peningkatan vikositas LCS
Toksemia
Penurunan penyerapan cairan

Peningkatan suhu oleh pengaturah


hipotalamus Peningkatan tekanan intrakranial

Hipertermi Depresi pada pusat kesadaran,


Peningkatan ekstensi
memori, respon, lingkungan luar neuron
Peningkatan output
cairan Penurunan sekresi Penurunan kesadaran Kejang
trakeobronkial

Resiko cedera fisik Spasme otot bronkus


Penumpukan sekret
di trakea, bronkus
Masa inkubasi
10-14 hari
Ketidakefektifan
bersihan jalan Penyempitan lumen trakea, bronkus
nafas Resiko
Kejan
Penurunan masukan oksigen g
Ulang
Penurunan oksigen

Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral
Gambar 2.1. Pathway meningitis (Riyadi & Sukarmin, 2009).
4. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan di Rumah Sakit

Menurut Riyadi dan Sukarmin (2009) penatalaksanaan yang

dilakukan saat pasien di rumah sakit antara lain :

1) Saat timbul kejang maka pasien diberikan diazepam intravena secara

perlahan dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari

10 kg dosisnya 0,5-0,7 mg/kgBB. Dosis rata-rata yang diberikan

adalah 0,3 mg/kgBB kali pemberian dengan maksimal dosis

pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun.

2) Pembebasan jalan nafas dengan cara kepala dalam posisi

hiperekstensi miring, pakaian dilonggarkan, dan penghisapan lendir.

Bila tidak membaik dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi.

3) Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.

4) Pemberian cairan intavena untuk mencukupi kebutuhan dan

memudahkan dalam pemberian terapi intavena.

5) Pemberian kompres air hangat pada daerah lipatan-lipatanPemberian

obat-obatan untuk mengurangi edem otak seperti dexametason 0,5-1

ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

6) Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca

pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan

dosis 50 mg pada anak usia 1-10 bulan.

7) Pengobatan penyebab untuk memilih jenis antibiotik yang cocok

diberikan pada pasien anak dengan kejang.


b. Penatalaksanan kejang di Rumah

Menurut Riyadi dan Sukarmin (2009) penyakit kejang demam sulit

diketahui kapan munculnya, maka orang tua atau pengasuh anak perlu

diberi bekal untuk memberikan tindakan awal pada anak yang

mengalami kejang. Tindakan itu antara lain :

1) Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang

aman di lantai yang di beri alas yang lunak tapi tipis, jauh dari benda

berbahaya seperti gelas, pisau.

2) Posisi kepala anak hiperekstensi, pakaian dilonggarkan. Kalau takut

lidah tergigit maka diberikan tong sendok yang di bungkus kasa atau

kain.

3) Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela dan pintu dibuka supaya

terjadi pertukaran oksigen lingkungan.

4) Kalau anak mulutnya masih dapat dibuka sebagai pertolongan awal

dapat diberikan antipiretik seperti aspirin dengan dosis 60

mg/tahun/kali (maksimal sehari 3x)

5) Kalau memungkinkan sebaiknya orang tua atau pengasuh di rumah

menyediakan diazepam (melalui dokter keluarga) per anus sehingga

serangan kejang anak dapat segera diberikan.

6) Kalau beberapa menit kemudian tidak membaik atau tidak

tersedianya diazepam maka segera bawa anak ke rumah sakit.


5. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kejang

Menurut Riyadi & Sukarmin (2009) pengkajian yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

a. Pengkajian

1) Riwayat kesehatan

Munculnya peningkatan suhu tubuh.

2) Keluhan utama

Peningkatan suhu tubuh yang kadang diikuti penurunan kesadaran

dan kejang.

3) Kondisi fisik

Kesadaran anak menurun, peningkatan denyut jantung yang

terkesan lemah, pernafasan yang meningkat, pada pengkajian

persyarafan di jumpai kaku kuduk.

4) Kebutuhan fungsional kebutuhan fungsional yang mungkin akan

terganggu pada anak dengan meningoencephalitis antara lain :

a) Kebutuhan rasa aman dan nyaman

b) Kebutuhan oksigenasi

c) Kebutuhan cairan dan elektrolit.

5) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak

Masalah pertumbuhan dan perkembangan antara lain akan terjadi

retardasi mental, gangguan kelemahan atau ketidakmampuan

menggerakan tangan maupun kaki.


b. Diagnosa keperawatan dan intervensi

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi

neuromuskular.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

bersihan jalan nafas efektif dengan Kriteria Hasil:

- Mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas yang

bersih, tdak ada sianosis dyspneu.

- Menunjukkan jalan nafas yang paten

- Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang

dapat mencegah jalan nafas.

Intervensi :

a) Buka jalan nafas, gunakan teknik chinlift atau jaw thrust bila

perlu.

b) Posisikan pasien untuk untuk memaksimalkan ventilasi.

c) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas

buatan.

d) Pasang mayo bila perlu.

e) Lakukan fisoterapi dada jika perlu.

f) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.

g) Berika bronkodilator jika perlu.

h) Monitor respirasi dan status O2. (NANDA, 2008)


2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

hipertermi dapat diatasi dengan Kriteria Hasil :

- Suhu tubuh dalam rentang normal

- Nadi dan RR dalam rentang normal.

- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada

pusing, merasa nyaman

Intervensi :

a) Monitor suhu sesering mungkin.

b) Monitor warna dan suhu kulit

c) Monitor tekanan darah, nadi dan RR.

d) Monitor penurunan tingkat kesadaran

e) Monitor intake dan output

f) Berikan antiperetik

g) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam

h) Selimuti pasien

i) Berikan cairan intravena

j) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila. (NANDA, 2008)


3) Resiko injuri berhubungan denagan kejang tonik klonik,

disorientasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien

terbebas dari resiko injuri dengan kriteria hasil :

- Klien bebas dari cedera.

- Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk

mencegah cidera

- Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari

lingkungan atau perilaku personal.

Intervensi :

a) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien

b) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien

c) Hindarkan lingkungan yang berbahaya.

d) Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih

e) Batasi pengunjung

f) Anjurkan keluarga untuk menemani pasien.

g) Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan.


4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi

dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :

- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan

tujuan.

- BB ideal sesuai dengan tinggi badan.

- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.

Intervensi :

a) Kaji adanya alergi makanan

b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori

dan nutrisi yang dibutukan pasien

c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.

d) Berikan substansi gula

e) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk

mencegah kostipasi

f) Berikan makanan yang terpilih

g) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian

h) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

i) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

j) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang

dibutuhkan. (NANDA, 2008)


5) Risiko kejang ulang berhubungan dengan infeksi.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperwatan diharapkan tidak

terjadi kejang dengan kriteria hasil :

- Tidak terjadi kejang ulang.

- Tidak ada peningkatan tekanan intrakranialtidak ada

tanda-tanda infeksi

Intervensi:

a) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah

menyerap keringat

b) Berikan kompres hangat

c) Berikan ekstra cairan

d) Observasi kejang dan TTV tiap 4 jam sekali

e) Batasi aktifitas selama anak panas

Anda mungkin juga menyukai