Anda di halaman 1dari 27

1.

Kerajaan samudra pasai

Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan
ini adalah ditemukannya makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di
dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan Samudera di desa Beuringin, kecamatan Samudera, sekitar
17 km sebelah timur Lhokseumawe. Di antara makam raja-raja tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-
Saleh, Raja Pasai pertama. Malik al-Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah ia masuk Islam, dan
merupakan sultan Islam pertama di Indonesia. Berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M). Kerajaan
Samudera Pasai merupakan gabungan dari Kerajaan Pase dan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-
Saleh.

Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi Pasai tahun 1346 M. ia
juga menceritakan bahwa, ketika ia di Cina, ia melihat adanya kapal Sultan Pasai di negeri Cina.
Memang, sumber-sumber Cina ada menyebutkan bahwa utusan Pasai secara rutin datang ke Cina untuk
menyerahkan upeti. Informasi lain juga menyebutkan bahwa, Sultan Pasai mengirimkan utusan ke
Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup luas
dengan kerajaan luar

Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi
oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama
adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas
yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan tersebut. Di samping sebagai pusat
perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam.

Seiring perkembangan zaman, Samudera mengalami kemunduran, hingga ditaklukkan oleh Majapahit
sekitar tahun 1360 M. Pada tahun 1524 M ditaklukkan oleh kerajaan Aceh.

SILSILAH
1. Sultan Malikul Saleh (1267-1297 M)
2. Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297-1326 M)
3. Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1326 ± 1345
4. Sultan Malik Az-Zahir (?- 1346)
5. Sultan Ahmad Malik Az-Zahir yang memerintah (ca. 1346-1383)
6. Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir yang memerintah (1383-1405)
7. Sultanah Nahrasiyah, yang memerintah (1405-1412)
8. Sultan Sallah Ad-Din yang memerintah (ca.1402-?)
9. Sultan yang kesembilan yaitu Abu Zaid Malik Az-Zahir (?-1455)
10.Sultan Mahmud Malik Az-Zahir, memerintah (ca.1455-ca. 1477)
11.Sultan Zain Al-‘Abidin, memerintah (ca.1477-ca.1500)
12.Sultan Abdullah Malik Az-Zahir, yang memerintah (ca.1501-1513)
13.Sultan Zain Al’Abidin, yang memerintah tahun 1513-1524

PERIODE PEMERINTAHAN
Rentang masa kekuasan Samudera Pasai berlangsung sekitar 3 abad, dari abad ke-13 hingga 16 M.
WILAYAH KEKUASAAN
Wilayah kekuasaan Pasai mencakup wilayah Aceh ketika itu.

STRUKTUR PEMERINTAHAN
Pimpinan tertinggi kerajaan berada di tangan sultan yang biasanya memerintah secara turun temurun.
disamping terdapat seorang sultan sebagai pimpinan kerajaan, terdapat pula beberapa jabatan lain,
seperti Menteri Besar (Perdana Menteri atau Orang Kaya Besar), seorang Bendahara, seorang
Komandan Militer atau Panglima Angkatan laut yang lebih dikenal dengan gelar Laksamana, seorang
Sekretaris Kerajaan, seorang Kepala Mahkamah Agama yang dinamakan Qadi, dan beberapa orang
Syahbandar yang mengepalai dan mengawasi pedagang-pedagang asing di kota-kota pelabuhan yang
berada di bawah pengaruh kerajaan itu. Biasanya para Syahbandar ini juga menjabat sebagai
penghubung antara sultan dan pedagang-pedagang asing.

Selain itu menurut catatan M.Yunus Jamil, bahwa pejabat-pejabat Kerajaan Islam Samudera Pasai terdiri
dari orang-orang alim dan bijaksana. Adapun nama-nama dan jabatan-jabatan mereka adalah sebagai
berikut:
1. Seri Kaya Saiyid Ghiyasyuddin, sebagai Perdana Menteri.
2. Saiyid Ali bin Ali Al Makaarani, sebagai Syaikhul Islam.
3. Bawa Kayu Ali Hisamuddin Al Malabari, sebagai Menteri Luar Negeri

KEHIDUPAN POLITIK
Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al- Saleh, sebagai raja
pertama yang memerintah tahun 1285 – 1297. Pada masa pemerintahannya, datang seorang musafir
dari Venetia (Italia) tahun 1292 yang bernama Marcopolo, melalui catatan perjalanan Marcopololah
maka dapat diketahui bahwa raja Samudra Pasai bergelar Sultan. Setelah Sultan Malik al-Saleh wafat,
maka pemerintahannya digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan Muhammad yang bergelar Sultan
Malik al-Tahir I (1297 – 1326). Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga
bergelar Sultan Malik al-Tahir II (1326 – 1348). Pada masa ini pemerintahan Samudra Pasai berkembang
pesat dan terus menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab. Bahkan
melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang utusan dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui
Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang penting dan istananya disusun dan diatur secara India dan
patihnya bergelar Amir. Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudra Pasai tidak banyak diketahui
karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III kurang begitu
jelas. Menurut sejarah Melayu, kerajaan Samudra Pasai diserang oleh kerajaan Siam. Dengan demikian
karena tidak adanya data sejarah yang lengkap, maka runtuhnya Samudra Pasai tidak diketahui secara
jelas. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah paham? Kalau sudah paham simak uraian materi
berikutnya.

KEHIDUPAN EKONOMI
Dengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan Maritim, dan bandar
transito. Dengan demikian Samudra Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka.
Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie,
Perlak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Tahir II.
Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batulah.
Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapurbarus dan emas. Dan untuk
kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas yang dinamakan
Deureuham (dirham).

KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA


Telah disebutkan di muka bahwa, Pasai merupakan kerajaan besar, pusat perdagangan dan
perkembangan agama Islam. Sebagai kerajaan besar, di kerajaan ini juga berkembang suatu kehidupan
yang menghasilkan karya tulis yang baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf
Arab yang dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang
kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut
adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP
menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu tersebut
kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya.

Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka.
Informasi di atas menceritakan sekelumit peran yang telah dimainkan oleh Samudera Pasai dalam
posisinya sebagai pusat tamadun Islam di Asia Tenggara pada masa itu.

Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Muhammad
Malikul Zahir (Sultan Malik al Tahir). Puncak kejayaan di bawah pimpinan Sultan Malik al Tahir ini
dikuatkan dalam catatan Ibnu Batutah, dimana dalam catatan tersebut diketahui bahwa Kerajaan
Samudera Pasai memiliki wilayah-wilayah dengan tanah yang subur, serta aktivitas bisnis dan
perdagangan kerajaan amat maju dengan penggunaan mata uang yang terbuat dari emas.

Dalam catatan Ibnu Batutah tersebut juga diketahui bahwa Sultan Malik al Tahir merupakan sosok
pemimpin yang memiliki semangat tinggi dalam mempelajari ilmu-ilmu Islam. Di puncak kejayaannya ini,
Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan internasional yang dikunjungi pedagang juga saudagar dari
berbagai belahan dunia, seperti Asia, Afrika, Cina, maupun Eropa.

Kerajaan Samudera Pasai juga menjadi pusat perkembangan agama Islam dan merupakan pemerintahan
pertama di Indonesia yang menganut ajaran Islam.
2.Kerajaan demak

Kerajaan Demak mulanya merupakan sebuah kadipaten yang berada di bawah kekuasaan dari
Kerajaan majapahit. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh, Demak lalu mulai memisahkan diri dari
Ibu Kota di Bintoro. Kerajaan Demak merupakan kerajaan islam pertama yang ada di Pulau
Jawa.

Kerajaan Demak pertama kali didirikan oleh Raden Patah. Kerajaan demak memiliki lokasi yang
sangat strategis karena terletak antara pelabuhan bergota dari kerajaan Mataram Kuno dan
Jepara, kedua tempat inilah yang telah membuat Demak menjadi kerajaan dengan pengaruh
sangat besar di Nusantara. 

Kerajaan Demak didirikan oleh raden Patah asal yang masih keturunan dari Majapahit dengan
seorang putri dari Campa.
Daerah kekuasaan dari Kerajaan Demak mencakup Banjar, Palembang dan Maluku serta bagian
utara pada pantai Pulau Jawa.

Kehidupan Politik Kerajaan Demak

Sunan Ampel.

Raja pertama dari Kerajaan Demak ialah Raden Patah yang bergelar Senapati Jumbung
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.

Pada tahun 1507, Raden Patah turun tahta dan digantikan oleh seorang putranya yang bernama
Pati Unus. Sebelum diangkat menjadi Raja, Pati Unus sebelumnya sudah pernah memimpin
armada laut kerajaan Demak untuk menyerang Portugis yang berada di Selat Malaka.

Sayangnya, usaha Pati Unus tersebut masih mengalami kegagalan. Namun karena keberaniannya
dalam menyerang Portugis yang ada di Malaka tersebut, akhirnya Pati unus mendapat julukan
sebagai Pangeran Sabrang Lor.
Lalu pada tahun 1521, Pati Unus wafat dan tahtanya digantikan oleh adiknya yang bernama
Trenggana. Pada masa inilah kerajaan Demak mencapai pusak kejayaannya.

Sejarah Kerajaan Demak

Setelah berkuasa, lalu Sultan Trenggana mulai melanjutkan upaya dalam menahan pengaruh dari
Portugis yang sedang berusaha untuk mengikat kerjasama bersama kerajaan Sunda atau
Pajajaran.

Kala itu, Raja Samiam yang berasal dari kerajaan Sunda sudah memberikan izin untuk
mendirikan kantor dagangnya di Sunda Kelapa. Oleh karena itu, Sultan Trenggana akhirnya
mengutus Fatahillah atau Faletehan untuk bisa mencegah supaya Portugis tidak dapat menguasai
wilayah Sunda Kelapa dan Banten.

Sunda Kelapa merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda. Pada waktu itu, Portugis
membangun benteng yang ada di Sunda Kelapa. Namun, kerajaan Demak tak senang dengan
adanya keberadaan orang-orang Portugis tersebut.

Akhirnya, Fatahillah lalu berhasil dalam mengalahkan Portugis. Banten dan Cirebon akhirnya
dapat dikuasai oleh Fatahillah bersama pasukannya.

Karena jasanya ini, untuk mengenang kemenangan tersebut maka Sunda Kelapa lalu diganti
namanya menjadi Jayakarta pada tanggal 22 Juni 1527. Kejadian itu membuat Sultan Trenggana
menjadi Raja terbesar yang ada di Demak.

Pasukan Demak mulai terus bergerak menaklukan pedalaman dan berhasil dalam menundukkan
sebagian wilayah yang berada di Timur.

Daerah-daerah yang masih memiliki kerajaan Hindu dan Buddha yang berada di Jawa Timur lalu
satu persatu dikalahkan yakni Wirosari dan Tuban pada tahun 1528, Madiun pada tahun 1529,
Lamongan, Blitar, Pasuruan dan Wirosobo pada tahun 1541 sampai dengan 1542.

Mataram, Madura dan Pajang pun akhirnya jatuh kedalam kekuasaan kerajaan Demak. Demi
dapat memperkuat kedudukannya maka Sultan Trenggana mengawinkan putrinya dengan
Pangeran Langgar yang menjabat Bupati Madura.

Selanjutnya, Putra Bupati Pengging yang bernama Tingkir juga diambil menjadi menantu Sultan
Trenggana dan ia diangkat menjadi Bupati di Pajang.

Pada tahun 1546, Sultan Trenggana menemui ajalnya di medan pertempuran ketika melancarkan
penyerangan di Pasuruan. Sejak Sultan Trenggana wafat, Kerajaan Demak dilanda persengketaan
dalam memperebutkan kekuasaan yang berada di kalangan keluarga kerajaan.

Pengganti Sultan Trenggana seharusnya ialah Pangeran Mukmin atau Pangeran Prawoto selaku
putra tertua dari Sultan Trenggana , namun kemudian Pangeran Prawoto dibunuh oleh Bupati
Jipang yaitu Arya Penangsang.
Kemudian, tahta kerajaan Demak akhirnya diduduki oleh Arya Penangsang. Namun keluarga
kerajaan ternyata tidak menyetujui atas naik tahtanya Arya Penangsang menjadi Raja. Lalu
akhirnya Arya penangsang berhasil dikalahkan oleh kerajaan Demak berkat bantuan dari Jaka
Tingkir. Sejak saat itu wilayah kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak

Kerajaan Demak telah menjadi salah satu pelabuhan terbesar yang ada di Nusantara, Demak
memegang peran yang sangat penting dalam aktivitas perekonomian antarpulau.

Demak memiliki peran yang penting karena memiliki daerah pertanian yang lumayan luas dan
menjadi penghasil bahan makanan seperti beras. Selain itu, perdagangannya juga semakin
meningkat. Barang yang banyak diekspor yaitu Lilin, Madu dan Beras.

Barang-barang tersebut lalu diekspor ke Malaka melalui Pelabuhan Jepara. Aktivitas


perdagangan Maritim tersebut telah menyebabkan kerajaan demak mendapat keuntungan sangat
besar. Banyak kapal yang melewati kawasan laut jawa dalam memasarkan barang dagangan
tersebut.

Kehidupan Sosial dan Budaya

Dalam kehidupan sosial dan budaya, rakyat kerajaan Demak sudah hidup dengan teratur. Roda
kehidupan budaya dan sosial masyarakat Kerajaan Demak sudah diatur dengan hukum Islam
sebab pada dasarnya Demak ialah tempat berkumpulnya para Wali Sanga yang menyebarkan
islam di pulau Jawa.
Adapun sisa peradaban dari kerajaan Demak yang berhubungan dengan Islam dan sampai saat
ini masih dapat kita lihat ialah Masjid Agung Demak. Masjid tersebut merupakan lambang
kebesaran kerajaan Demak yang menjadi kerajaan Islam Indonesia di masa lalu.

Selain memiliki banyak ukiran islam (kaligrafi), Masjid Agung Demak juga memiliki
keistimewan, yaitu salah satu tiangnya terbuat dari sisa sisa kayu bekas pembangunan masjid
yang disatukan.

Selain Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga adalah yang mempelopori dasar-dasar perayaan
Sekaten yang ada dimasa Kerajaan Demak. Perayaan tersebut diadakan oleh Sunan Kalijaga
dalam untuk menarik minat masyarakat agar tertarik untuk memeluk Islam.

Perayaan Sekaten tersebut lalu menjadi sebuah tradisi atau kebudayaan terus menerus dipelihara
sampai saat ini, terutama yang berada didaerah Cirebon, Yogyakarta dan Surakarta.
3.Kerajaan ternate tidore

Pada saat itu pula, berdirilah empat kerajaan islam di Maluku yang dulunya disebut Maluku Kie
Raha atau Maluku Empat Raja.

Maluku Kie Raha memiliki arti Kesultanan Ternate yang diperintah Sultan Zainal Abidin sejak
tahun 1486 hingga 1500.

Kesultanan Tidore yang diperintah oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang diperintah oleh
Sultan Sarajati, serta Kesultanan Bacan yang diperintah oleh Sultan Kaicil Buko.

Di masa kesultanan masih berkuasa, keberadaan masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar
hingga ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan juga Halmahera.

Pada waktu itu, kedudukan Kerajaan Ternate dan Tidore berada di Maluku Utara tepatnya di
sebelah Pulau Halmahera.

Disana juga terdapat dua kerajaan lain yang mempunyai peran penting dalam melawan kekuatan
asing yang mencoba untuk menguasai Maluku.

Seiring bertambahnya waktu, kedua kerajaan tersebut bersaing dalam memperebutkan hegemoni
politik yang ada di daerah Maluku.

Disamping itu, Kerajaan Ternate juga dikenal sebagai Kerajaan Gapi, yang sudah berdiri sejak
tahun 1257.

Salah satu dari keempat kerajaan tersebut didirikan oleh Baab Masyhur Mulamo yang sangat
berkuasa sejak tahun 1257 hingga 1272M.

Namun, dalam catatan sejarah tidak ada yang menceritakan secara jelas, apakah ia dan raja-raja
selanjutnya beragama islam.

Dan sebagai kerajaan islam tertua yang ada di Nusantara, Kerajaan Ternate mencapai puncak
kejayaan di awal abad ke-16. Berkat hasil dari perdagangan di sektor rempah-rempahnya yang
terkenal hingga Eropa.

Di wilayah Maluku bagian timur serta pantai yang berada di Irian Jaya atau Papua telah dikuasai
oleh Kerajaan Tidore.

Sementara itu, Kerajaan Ternate juga telah menguasai sebagian besar wilayah Maluku,
Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi, hingga Flores dan Mindanao.

Puncak kejayaan Kerajaan Ternate ada di masa kepemimpinan Sultan Baabullah.

Sementara puncak kejayaan Kerajaan Tidore ada pada masa kepemimpinan Sultan Nuku.
Kedua Kerajaan tersebut bersaing dalam bidang perdagangan, sehingga memunculkan dua
persekutuan dagang.

Dalam dua persekutuan tersebut terdapat pemimpin di dalamnya, diantaranya:

 Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) yang diketuai oleh Ternate meliputi Bacan,
Seram, Obi, serta Ambon.
Di masa itu, Sultan Baabulah memimpin Kerajaan Ternate hingga mencapai masa
keemasan serta  kekuasaannya mampu hingga meluas ke negara Filipina.

 Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) yang diketuai oleh Tidore meliputi


Halmahera, Jailalo hingga ke Papua.
Kerajaan Tidore mencapai puncak keemasan di bawah kepemimpinan Sultan Nuku.
Selain itu, juga terdapat kerajaan isalam lainnya yang juga berkembang pada saat itu,
yakni Kesultanan Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di
daerah bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i, Siak Sri Indrapura yang didirikan
oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.
Dan kerajaan islam kecil lainnya yang masih banyak di Indonesia.

Awal-Mula Berdirinya

Pada awal abad ke-13, para pedangan dan juga pelancong banyak yang berdatangan ke Pulau
Ternate.

Pada awalnya, penduduk asli Ternate merupakan warga eksodus dari Halmahera.

Dan pada saat itu, di dalam Pulau Ternate terdapat empat kampung yang masing-masing
dipimpin oleh seorang momole atau kepala marga.

Mereka pula yang pertama kali mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari
ke Maluku untuk mencari rempah–rempah.

Penduduk dari Pulau Ternate semakin bervariasi berkat kedatangan para pedagang yang
kemudian bermukin di Ternate yang rata-rata berasal dari Jawa, Arab, Tionghoa dan Melayu.
Semakin ramainya kegiatan berdagang, maka semakin bahaya pula ancaman yang datang dari
para perompak.

Sehingga kepala marga berinisiatif untuk membentuk suatu organisasi yang kuat serta
mengangkat seseorang pemimpin tunggal untuk dijadikan sebagai raja.

Kemudian, barulah ditahun 1257, Momole Ciko yang merupakan pemimpin dari Sampalu
terpilih menjadi seorang kolano atau raja dengan gelar pertamanya yakni Baab Mashur Malamo.

Ia memrintah sejak tahun 1257 hingga 1272.

Pada saat itu, Kerajaan Gapu berpusat di kampung Ternate. Seiring bertambahnya waktu, kondisi
kerajaan semakin besar.

Sehingga oleh penduduk setempat disebut sebagai Gam Lamo atau Gamalama dan atau kampung
besar.

Semakin populernya Kota Ternate, sehingga orang-orang lebih suka menyebutnya sebagai
Kerajaan Ternate dibandingkan dengan Kerajaan Gapi.

Dalam generasi penerusnya, Kerajaan Ternate tumbuh dan berkembang menjadi suatu kerjaan
yang kuat dan besar.

Dari awalnya yang hanya berkuasa di sebuah pulau kecil. Kemudian menjadi sebuah kerajaan
yang berpengaruh dan juga terbesar di wilayah bagian timur Indonesia khususnya kota Maluku.

Letak Kerajaan Ternate Tidore

Secara geografis, letak Kerajaan Ternate dan Tidore berada di daerah yang pentinga dalam dunia
perdagangan pada waktu itu.

Yaitu berapa di Kepuluan Maluku.

Sebab, di masa itu, Maluku merupakan daerah penghasil rempah-rempah terbesar, hingga
dijuluki sebagai “the Spice Island”.
Tak heran, jika rempah-rempah menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran perdagangan
pada masa itu.

Sehingga, banyak pedagang dari negara yang berbeda datang dengan tujuan untuk menemukan
sumber rempah-rempah yang melimpah.

Sehingga, munculan keinginan untuk menguasai wilayah penghasil rempah-rempah tersebut.

Keadaan tersebutlah yang memicu perubahan aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam
bidang politik, ekonomi, sosial, serta budaya.

Kehidupan di dalam Kerajaan Ternate dan Tidore

Kehidupan Politik

Seperti yang telah yuksinau.id sebutkan, bahwa di Kepulauan Maluku juga banyak terdapat
kerajaan kecil di dalamnya.

Diantaranya seperti Kerajaan Ternate sebagai pemimpin Uli Lima, yakni persekutuan lima
bersaudara dengan wilayahnya yang mencakup pulau-pulau Ternate, Obi, Bacan, Seram, serta
Ambon.

Sedangkan, Kerajaan Tidore dengan pimpinan Uli Siwa, yang memiliki arti persekutuan
sembilan bersaudara dengan wilayahnya yang mencakup pulau-pulau Makayan, Jahilolo atau
Halmahera, serta pulau-pulau di antara daerah itu sampai dengan Irian Barat.

Pada saat Portugis memasuki wilayah Maluku, pihak portugis langsung memihak sekaligus
membantu Ternate di tahun 1521.

Sebab, Portugis mengira bahwa Kerajaan Ternate memiliki kekuatan yang lebih besar waktu itu.

Tak hanya Portugis, bangsa Spanyol juga datang ke Maluku. Namun pihak Spanyol langsung
membantu pihak Kerajaan Tidore.
Sehingga, munculah perselisihan diatara kaum putih di daerah Maluku.

Untuk menghindari peperangan, Paus yang ada kala itu turun tangan dengan cara menentukan
garis batas antara kedua kerajaan wilayah timur dengan melalui Perjanjian Saragosa.

Dalam perjanjian Saragosa tersebut disebutkan bahwa pihak Spanyol harus pindah ke negara
Filipina,.

Sedangkan Portugis tetap dapat menguasai beberapa daerah di Maluku.

Untuk memperkuat kedudukannya, Sultan Hairun memerintah Portugis untuk mendirikan


benteng dan kemudian dinamakan Benteng Santo Paulo.

Namun, lama-kelamaan, tingkah dari Portugis tidak disukai oleh masyarakat bahkan oleh para
pejabat di dalam Kerajaan Ternate.

Sebagai penguasa Ternate, Sultan Hairun semakin bend atau anti dalam urusan melihat tindakan-
tindakan dan gerak-gerik bangsa Portugis.

Oleh sebab itu, Sultan Hairun secara terang-terangan menentang politik monopoli yang
dilakukan oleh pihak Portugis.

Setelah kematian Sultan Hairun, tahta kerajaan beralih ke Sultan Baabullah putra dari Sultan
Hairun, dan Kerajaan Ternate bangkit dalam melawan pihak Portugis.

Sehingga di tahun 1575 M, Portugis dapat dilumpuhkan serta diberikan kesempatan untuk
meninggalkan benteng.

Di tahun 1578 M, pihak Portugis juga menginginkan untuk mendirikan benteng ditanah Ambon.

Namun tak lama kemudian Portugis pindah ke daerah Timor Timur serta berkuasa di sana hingga
tahun 1976.

Seusai tahun 1976, wilayah Timor Timur muai berintegrasi ke dalam wilayah Republik
Indonesia sampai tahun 1999.

Namun, setelah melalui jejak pendapat di tahun 1999, rakyat Timor-Timur memilih untuk
merdeka secara mandiri.

Kehidupan Ekonomi

Kehidupan ekonomi di dalam Kerajaan Ternate dan Tidore bisa dibilang cukup sukses.

Sebab Kepulauan Maluku berupakan tempat yang subur serta ditumbuhi hutan rimba yang
banyak menghasilkan cengkeh dan juga pala.
Di abad ke 12 M, permintaaan rempah-rempah semakin meningkat, sehingga menyebabkan
rempah-rempah menjadi komoditi yang penting bagi Kerajaan Ternate.

Pesatnya perkembangan perdagangan yang terjadi hingga keluar Maluku menimbulkan


terbentuknya persekutuan yang positif.

Tak hanya itu ,mata pencaharian perikanan juga turut mendukung dalam perekonomian
masyarakat.

Kehidupan Sosial

Kedatangan Portugis ke wilayah Maluku bukan tanpa sebab, mereka ingin menjalin kerjasama
dalam hal perdagangan dan juga mendapatkan hasil dari rempah-rempahnya.

Selain itu, pihak Portugis juga memiliki tujuan untuk menyebarkan agama katholik.

Dan pada tahun 1534 M, agama khatolik memang sudah memiliki kedudukan yang kuat di
wilayah Halmahera, Ternate, serta Ambon, berkat kegiatan yang dilakukan oleh Fransiskus
Xaverius.

Namun, memang agama Islam menjadi agama dari sebagian besar masyarakat Maluku.

Oleh sebab itu, perbedaan agama ini tidak dimanfaatkan oleh Kerajaan Portugis untuk
memancing perselisihan diantara rakyat kerajaan.

Setelah masuknya pihak Belanda ke tanah Maluku, rakyat yang tadinya memeluk agama
Katholik harus berganti agama menjadi Protestan.

Hal tersebut sontak memicu permasalahan serius dalam kehidupan rakyat kerajaan.

Sebab rakyat kala itu merasakan tekanan  dan juga menimbulkan amarah yang teramat besar dari
rakyat Maluku kepada pihak Belanda.

Di Bawah pemerintahan Sultan Ternate, perang umum pun berkobar, namun perang tersebut
dapat dipadamkan oleh pihak Belanda.
 
Kehidupan rakyat Maluku pada waktu itu khusunya pada zaman adanya kompeni Belanda sangat
memprihatinkan. Sehingga menimbulkan gerakan untuk menentang pihak Belanda.

Kehidupan Budaya

Rakyat Kepualaun Maluku, yangpada waktu itu didominasi oleh aktivitas perekonomian
nampaknya tidak  begitu banyak memiliki kesempatan dalam hal menghasilkan karya-karya
dalam bentuk kebudayaan.
Jenis-jenis kebudayaan yang ada pada rakyat Maluku tidak begitu banyak,  kita hanya dapat
mengetahui sejak dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan
Tidore.

Masa Kejayaan Kerajaan Ternate dan Tidore

Seperti yang telah kita ketahui, letak dari Kerajaan Tidore berada di sebelah selatan Ternate.

Menurut catatan, raja pertama dai Kerajaan Ternata adalah Muhammad Naqal yang naik tahta
sejak tahun 1081 M.

Dan kemudian di tahun 1471 M, agama islam mulai masuk ke dalam Kerajaan Ternate yang
dibawa oleh Ciriliyah yang merupakan raja dari Kerajaan Tidore yang ke-9.

Ciriliyah juga dikenal sebagai Sultan Jamaluddin yang masuk ke dalam islam berkat dakwah
yang disampaikan oleh Syekh Mansur dari Arab.

Kerajaan Tidore memasuki puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku yang
memeintah sejak tahun 1780 hingga 1805 M.

Sultan Nuku pada waktu itu berhasil menyatukan Ternate dan Tidore berkat bantuan dari Inggris.

Sementara itu, pihak Belanda kalah dan kemudian diusir dari Tidore dan Ternate.

Sementara itu, pihak Inggris pun tidak mendapatkan apa-apa, hanya diperbolehkan dalam
hubungan perdagangan saja.

Sultan nuku pada waktu itu memang telah dikenal sebagai raja yang cerdik, berani, ulet, dan juga
waspada.

Pada saat itu pula, Kerajaan Ternate dan Tidore sudah tidak diganggu oleh pihak luar lagi, yakni
Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris.

Sehingga kehidupan rakyat kerajaan semakin makmur.


Pada masa pemerintahan Sultan Nuku, wilayah kekuasaan Kerajaan Ternate dan Tidore juga
meluas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, serta Papua.

Setelah masa pemerintahan Sultan Nuku berkahir, tahta kerjaan diturunkan kepada adiknya yang
bernama Zainal Abidin.

Zainal Abidin juga sama-sama giat dalam upaya menentang Belanda yang berniat untuk
menjajah kembali.

Keruntuhan Kerajaan

Kerjaan Ternate mulai mengalami kemunduran sejak adanya peristiwa adu domba yang
dilakukan oleh pihak asing yakni Portugis dan Spanyol yang tak lain ingin memonopoli daerah
penghasil rempah-rempah terbesar itu.

Kemudian, adu domba tersebut diketahui oleh Sultan Ternate dan Sultan Tidore, sehingga
mereka bergegas untuk bersatu dan kemudian mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan
Maluku.  

Namun sayang, kemenangan tersebut tidak berlangsung lama, sebab pihak VOC telah berhasil
menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku dengan cara menaklukkan Ternate dengan
menggunakan strategi serta tata kerja yang teratur, rapi dan juga terkontrol dalam bentuk
organisasi yang kuat.
4. kerajaan gowa tallo

Gowa dan Tallo adalah dua kerajaan yang berdiri di daerah Sulawesi Selatan. Tahun 1605, raja
Gowa yang bernama Daeng Manrabia dan raja Tallo yang bernama Karaeng Matoaya memeluk
agama Islam.

Kemudian keduanya menyatukan wilayah kedua kerajaan mereka dengan Daeng Manrabia
sebagai rajanya. Sementara, Karaeng Matoaya menjabat sebagai perdana menteri.

Daeng Manrabia mengganti namanya menjadi Sultan Alauddin dan Karaeng Matoaya mengganti
namanya menjadi Sultan Abdullah.

Sebagai penganut Islam, kedua penguasa kerajaan tersebut dimusuhi oleh himpunan pedagang
Belanda di Hindia Timur (Vereenigde Oost Indische Compagnie = VOC) yang ingin menguasai
perdagangan di kawasan tersebut.

Hingga wafatnya pada tahun 1639, Sultan Alauddin tidak pernah mau menerima kapal-kapal
Belanda di pelabuhan-pelabuhan milik Gowa–Tallo.

Sepeninggal Alauddin, tahta raja diduduki oleh Sultan Muhammad Said. Seperti halnya ayahnya,
Sultan Muhammad Said tidak pernah mau berdamai dengan Belanda yang menurutnya licik dan
suka memaksa.

Tahun 1653, Sultan Muhammad Said digantikan oleh putranya yang bernama Hasanuddin. Pada
masa pemerintahan Sultan Hasanuddin inilah perseteruan dengan VOC semakin memuncak.

Kondisi ini diperparah oleh terjadinya pemberontakan seorang bangsawan Bone yang bernama
Aru Palaka pada tahun 1660. VOC yang membenci Sultan Hasanuddin memberikan bantuan
pada Aru Palaka.

Gambar: Makam Sultan Hasanuddin


Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian yang mengakui monopoli VOC di
wilayah kerajaannya. Isi perjanjian Bongaya adalah sebagai berikut.

a. VOC memperoleh hak monopoli dagang di Makassar.

b. Belanda mendirikan benteng di pusat Kerajaan Makassar yang bernama Rotterdam.

c. Makassar melepas Bone dan pulau di luar wilayah Makassar.

d. Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.

Walaupun Sultan Hasanuddin mengalami kekalahan, VOC mengakui keberaniannya dalam


peperangan tersebut. VOC menyebut Sultan Hasanuddin dengan de Haan Van de Oosten (Ayam
Jantan dari Timur).

Sepeninggal Hasanuddin, Gowa–Tallo dipimpin oleh putranya yang baru berusia 13 tahun, yakni
Mappasomba. Dalam sebuah pertempuran, VOC mengalahkan Mappasomba dan menghapuskan
Kerajaan Gowa–Tallo.

Setelah itu, selain memonopoli perdagangan, VOC juga menjalankan pemerintahan langsung di
Gowa dan Tallo.

Sejarah Lengkap Kerajaan Gowa Tallo


Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses
yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar
yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi bagian selatan. Wilayah kerajaan ini
sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya.

Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu
melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang
dibantu oleh Kesultanan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa (dinasti) Suku Bugis dengan
rajanya, Arung Palakka.

Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan
Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar
adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya pada abad ke-17.

Sejarah Awal

Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate
Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa: Tombolo,
Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai
cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan
Gowa. Cerita dari para pendahulu di Gowa mengatakan bahwa Tumanurung merupakan pendiri
Kerajaan Gowa pada awal abad ke-14.
Abad ke-16

Tumapa’risi’ Kallonna

Memerintah pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa bertahta Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9,
bernama Tumapa’risi’ Kallonna. Pada masa itu salah seorang penjelajah Portugis berkomentar
bahwa “daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil”. Dengan melakukan perombakan besar-
besaran di kerajaan, Tumapa’risi’ Kallonna mengubah daerah Makassar dari sebuah konfederasi
antar-komunitas yang longgar menjadi sebuah negara kesatuan Gowa.

Dia juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah
yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka saling melawan (ampasiewai)
akan mendapat hukuman Dewata. Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan
dibuat, dan sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang
syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga dalam cerita
pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen bagus dan
penangkapan ikan banyak.

Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini mengalahkan negara
tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola ambisi imperial yang kemudian
berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa setelahnya pada abad ke-16 dan ke-17. Kerajaan-
kerajaan yang ditaklukkan oleh Tumapa’risi’ Kallonna diantaranya adalah Kerajaan Siang, serta
Kesultanan Bone, walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga.

5. kerajaan pajang

Berdirinya kerajaan Pajang pada akhir abad ke XVI M,


merupakan tanda berakhirnya kerajaan Islam yang berpusat
di pesisir Utara Jawa yang kemudian bergeser masuk ke daerah pedalaman dengan corak agraris.
Ketika berbicara mengenai kerajaan ini, maka erat kaitannya dengan keruntuhan kerajaan
Demak. Di akhir kekuasaan kerajaan Demak, terjadi peperangan antara Aryo Penangsang dan
Joko Tingkir (menantu Sultan Trenggono). Peperangan itu terjadi pada tahun 1546 M, ketika
sultan Demak telah meninggal dunia.
Pertempuran tersebut kemudian dimenangkan oleh Jaka Tingkir. ketika terjadi konflik antara
Aria Penangsang dan Joko Tingkir (Hadiwijaya), sebenarnya sunan Kudus kurang setuju dengan
Hadiwijaya. Namun hal tersebut kandas, ketika Jaka Tingkir berhasil memindahkan pusat
kerajaan Demak ke daerah Pajang. Pengesahan Joko Tingkir atau biasa disebut dengan
Hadiwijaya menjadi sultan pertama kerajaan ini dilakukan oleh Sunan Giri.

Sebelum resmi mendirikan kerajaan ini, Jaka Tingkir yang berasal dari daerah Pengging ini,
sudah memegang jabatan sebagai penguasa di daerah Pajang pada masa Sultan Trenggono.
Kerajaan ini juga dinilai sebagai pelanjut dan pewaris dari kerajaan Demak. Kerajaan Pajang
terletak di daerah Kertasura dan merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah
pedalaman pulau Jawa. Kerajaan Pajang ini tidak berusia lama, karena kemudian bertemu
dengan suatu kerajaan Islam besar yang juga terletak di Jawa Tengah yaitu kerajaan Mataram.

Pada awal berdirinya, wilayah kekuasaan Pajang hanya meliputi daerah Jawa Tengah. Hal itu
disebabkan karena setelah kematian Sultan Trenggono, banyak wilayah jawa Timur yang
melepaskan diri. Namun pada tanggal 1568 M, Sultan Hadiwijaya dan para Adipati Jawa Timur
dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam Kesempatan itu, para adipati sepakat
mengakui kedaulatan Pajang diatas negeri – negeri Jawa Timur, maka secara sah kerajaan Pajang
telah berdiri. Selanjutnya, kerajaan Pajang mulai melakukan ekspansi ke beberapa wilayah,
meliputi juga wilayah Jawa Timur.

Peta Kerajaan Pajang Credit to: lokajaya.blog.uns.ac.id

Berpindahnya kerajaan Islam dari Demak ke Pajang merupakan kemenangan Islam Kejawen atas
Islam ortodoksi. Setelah berkuasa beberapa waktu, kerajaan ini akhirnya mencapai masa
kejayaan pada masa raja pertama mereka, yaitu sultan Hadiwijaya. Namun pada
perkembangannya, kerajaan ini kemudian mengalami masa disintegrasi setelah sultan
Hadiwijaya meninggal pada tahun 1582 M.

Kemunduran dan Keruntuhan Kerajaan Pajang


Setelah sultan Hadiwijaya meninggal, terjadi perebutan kekuasaan antara penerus-penerusnya.
Kemudian ia digantikan oleh Aria Pangiri yang berasal dari Demak. Aria Pangiri kemudian
bertempat tinggal di keraton Pajang. Dalam menjalankan roda pemerntahannya, Arya Pangiri
banyak didampingi oleh orang-orang dari Demak. Selain itu, tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh Arya Pangiri juga banyak yang merugikan rakyat, sehingga menimbulkan rasa tidak senang
dari rakyat.

Sementara itu, seorang anak dari sultan Hadiwijaya yang bernama Benawa, dijadikan penguasa
di Jipang. Pangeran Benawa merasa tidak puas dengan jabatan yang didapatnya. Sehingga ia
meminta bantuan kepada senopati Mataram, Sutawijaya, untuk menyingkirkan Aria Pangiri.

Pada tahun 1586, Pangeran Benawa yang telah bersekutu dengan Sutawijaya, mengambil


keputusan untuk menyerbu Pajang. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berangkat untuk
menurunkan Arya Pangiri dari takhtanya.

Perang terjadi di kota Pajang. Pasukan Arya Pangiri yang terdiri atas 300 orang Pajang, 2000
orang Demak, dan 400 orang seberang dapat dikalahkan pasukan koalisi Benawa dan
Sutawijaya. Arya Pangiri sendiri tertangkap, tetapi diampuni nyawanya setelah Ratu Pembayun,
istrinya meminta ampunan.

Sutawijaya mengembalikan Arya Pangiri ke Demak, serta mengangkat Pangeran


Benawa sebagai raja baru di Pajang. Benawa kemudian berinisiatif untuk membalas budi kepada
kesultanan Mataram, ia kemudian berinisiatif untuk menyerahkan hak atas warisan ayahnya
kepada Senopati Mataram tersebut. Namun, senopati menolak.

Senopati tersebut kemudian meminta “Perhiasan emas intan kerajaan Pajang”. Dengan demikian,
pangeran Benawa dikukuhkan menjadi sultan di kerajaan Pajang, namun dibawah kekuasaan
Mataram. Sepeninggal sultan Benawa, terdapat beberapa orang sultan yang sempat memerintah.
Tetapi pada tahun 1617-1618 M, terjadi pemberontakan besar di Pajang yang dipimpin oleh
Sultan Agung. Pada tahun 1618 M, kerajaan Pajang mengalami kekalahan melawan Mataram.
Dengan demikian, runtuhlah kerajaan Pajang ini.

Raja-Raja Kerajaan Pajang

1. Jaka Tingkir/Hadiwijaya

Nama kecil Jaka Tingkir adalah Mas Krebet. Hal tersebut dikarenakan ketika kelahiran Jaka
Tingkir, sedang ada pertunjukan wayang beber di rumahnya. Saat remaja, ia memiliki nama Jaka
Tingkir. Nama itu dinisbatkan pada tempat dimana ia dibesarkan. Pada perkembangannya, Jaka
Tingkir menjadi menantu dari Sultan Trenggana (Sultan Kerajaan Demak). Setelah berkuasa di
Pajang, ia kemudian mendapat gelar “Hadiwijaya”. Jaka Tingkir berasal dari daerah Pengging, di
Lereng Gunung Merapi. Jaka Tingkir juga merupakan cucu dari Sunan Kalijaga yang berasal
dari daerah Kadilangun.

Melalui pemberontakan yang kemudian menjadi akhir dari kerajaan Demak, Jaka Tingkir
berhasil mendirikan kerajaan Islam baru. Meskipun tidak lama, namun bukan berarti kerajaan ini
tidak memberikan kontribusi apa-apa terhadap perkembangan Islam di Jawa Tengah, tepatnya di
daerah pedalam Jawa Tengah. Di bawah pimpinanya, kerajaan ini mengalami beberapa
kemajuan.

Salah satu kemajuannya adalah usaha ekspansi wilayah kekuasaan, seperti ekspansi ke daerah
Madiun. Selain itu, Pajang juga berhasil melakukan ekspansi ke daerah Blora pada tahun 1554 M
dan daerah Kediri tahun 1577 M. Pada tahun 1581 M, Jaka Tingkir berhasil mendapatkan
pengakuan dari seluruh adipati di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada masa pemerintahannya
jugalah mulai dikenal di daerah pesisir, yaitu kesusastraan dan kesenian dari keraton yang sudah
terkenal sebelumnya.

Kesusastraan dan kesenian keraton tersebut sebelumnya berkembang di Demak dan Jepara.
Selain itu, yang terpenting adalah pengaruh Islam yang kemudian menjalar cepat keseluruh
daerah pedalaman, dengan seorang tokoh pelopor yaitu Syekh Siti Jenar. Sedangkan di daerah
Selatan, Islam disebarkan oleh Sultan Tembayat.

Pada saat ini terdapat tulisan tentang sajak Monolistik Jawa yang dikenal dengan Nitti Sruti.
Diadakannya pesta Angka Wiyu. Selain itu, kesusastraan Jawa juga dihayati dan dihidupkan di
Jawa Tengah bagian Selatan. Dapat dikatakan bahwa pada masa inilah, kerajaan Pajang
mengalami masa kejayaan, sebelum akhirnya kerajaan ini mulai mengalami kemunduran setelah
kematian sultan Jaka Tingkir  atau Hadiwijaya (1582 M).

2. Arya Pangiri

Arya Pangiri merupakan raja kedua setelah Jaka Tingkir. Arya Pangiri berasal dari Demak.
Ayahnya bernama Sultan Prawoto yang merupakan raja ke-empat kerajaan Demak. Arya Pangiri
pernah menjabat sebagai bupati di Demak. Namun setelah sultan Hadiwijaya meninggal dunia, ia
kemudian menjadi raja Pajang menggantika sultan Hadiwijaya. setelah menjabat sebagai sultan
di kerajaan ini, ia kemudian bergelar sultan Ngawantipura.

Ia dikisahkan hanya peduli pada usaha untuk menaklukkan Mataram daripada menciptakan
kesejahteraan rakyatnya. Dia melanggar wasiat mertuanya (Hadiwijaya) supaya tidak membenci
Sutawijaya. Ia bahkan membentuk pasukan yang terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali,
Bugis, dan Makassar untuk menyerbu Mataram.

Arya Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap penduduk asli Pajang. Ia mendatangkan orang-
orang Demak untuk menggeser kedudukan para pejabat Pajang. Bahkan, rakyat Pajang juga
tersisih oleh kedatangan penduduk Demak.

Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah menjadi perampok karena kehilangan mata
pencaharian. Sebagian lagi pindah ke Jipang mengabdi pada Pangeran Benawa. Hingga akhirnya,
ia berhasil dikalahkan oleh Benawa, yang kemudian akan menjadi sultan kerajaan Pajang.
Setelah ia kalah, ia dipulangkan ke Demak.

3. Pangeran Benawa
Pangeran Benawa merupakan anak dari Sultan Hadiwijaya. ia bergelar Sultan Prabuwijaya.
Sejak kecil, ia sudah dipersaudarakan dengan Sutawijaya yang nantinya akan mendirikan
kerajaan Mataram. Pada perkembangannya, melalui garis keturunannya-lah nantinya akan
dilahirkan orang-orang besar dan pujangga-pujanga besar. Setelah Sultan
Prabuwijaya  meninggal pada tahun 1587, kerajaan Pajang menjadi negara yang tunduk
sepenuhnya terhadap Mataram. Hal ini disebabkan tidak adanya pengganti yang cukup cakap
untuk memegang kendali pemerintahan Pajang.

Keadaan Kerajaan Pajang Ditinjau dari Berbagai Aspek


Telah disebutkan sebelumnya bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan agraris. Sehingga
penghasilan utama masyarakatnya merupakan aspek-aspek pertanian. Selain itu, disebutkan pula
dalam sistem ekonomi, mereka sudah menggunakan uang dalam proses jual beli. Letak geografis
kerajaan ini, berada diantara 2 aliran sungai, yaitu sungai pepe dan dengke.

Keadaan tersebut mendukung kesuburan tanah wilayah Pajang dan menjadi faktor pendukung
berkembangnnya sistem Agraris di kerajaan ini.  Disebutkan bahwa sekitar abad ke 16-17 M,
kerajaan ini menjadi salah satu lumbung padi terbesar dan sudah meng-ekspor beras keluar
wilayah mereka. Secara politik, kerajaan Pajang masih mendapat nasihat besar dari para wali.
Selain itu, kekuasaan di kerajaan ini didapatkan melalui kekerasan, pedang dan perang.

6. kerajaan mataram islam

Kesultanan Mataram (Kerajaan Mataram Islam) merupakan kerajaan Islam di tanah Jawa yang
berdiri pada abad ke-17. Kesultanan ini dipimpin oleh dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki
Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai keturunan penguasa Majapahit. Asal-usul kerajaan
Mataram Islam berawal dari suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang, berpusat di 'Bumi
Mentaok' yang diberikan untuk Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasa yang
diberikannya. Raja berdaulat pertama adalah Sutawijaya (Panembahan Senapati), ia adalah putra
Ki Ageng Pemanahan.

Kerajaan Mataram Islam (Kesultanan Mataram)

Kerajaan Mataram Islam pada masa keemasannya pernah menyatukan tanah Jawa dan Madura.
Kerajaan ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk mencegah semakin berkuasanya VOC,
namun ironisnya Kerajaan ini malah menerima bantuan VOC pada masa akhir menjelang
keruntuhan.

Bendera Kerajaan Mataram Islam

Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian. Kerajaan ini meninggalkan beberapa


jejak sejarah yang dapat ditemui hingga kini, seperti kampung Matraman di Batavia/Jakarta,
sistem persawahan di Jawa Barat (Pantura), penggunaan hanacaraka, serta beberapa batas
administrasi wilayah yang masih berlaku sampai sekarang.

Masa awal
Setelah Sutawijaya merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya ia kemudian naik tahta
dengan gelar Panembahan Senopati. Pada masa itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah,
mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan Kesultanan Mataram berada di daerah
Mentaok, wilayah nya terletak kira-kira di selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang (timur
Kota Yogyakarta). Lokasi keraton pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah
ke Kotagede. Sesudah ia meninggal kekuasaan diteruskan oleh putranya, yaitu Mas Jolang yang
setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.

Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena dia wafat karena kecelakaan
saat sedang berburu di hutan Krapyak. Setelah itu tahta pindah ke putra keempat Mas Jolang
yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro memiliki penyakit syaraf
sehingga tahta nya beralih dengan cepat ke putra sulung Mas Jolang yang bernama Mas
Rangsang pada masa pemerintahan Mas Rangsang, Kerajaan Mataram mengalami masa
kejayaan.

7. kerajaan Cirebon
Sejarah Kerajaan Cirebon dan Timbulnya
Keempat Keraton di Cirebon

Kerajaan Cirebon merupakan sebuah kerajaan bercorak Islam ternama yang berasal dari Jawa
Barat. Kesultanan Cirebon berdiri pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Kesultanan Cirebon juga
merupakan pangkalan penting yang menghubungkan jalur perdagangan antar pulau. Kesultanan
Cirebon berlokasi di pantai utara pulau Jawa yang menjadi perbatasan antara wilayah Jawa
Tengah dan Jawa Barat, ini membuat Kesultanan Cirebon menjadi pelabuhan sekaligus
“jembatan” antara 2 kebudayaan, yaitu budaya Jawa dan Sunda.

Sehingga Kesultanan Cirebon memiliki suatu kebudayaan yang khas tersendiri, yaitu
kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi oleh kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.

SEJARAH KERAJAAN CIREBON

Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda dan Atja pada
naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon mulanya adalah sebuah dukuh kecil yang
awalnya didirkan oleh Ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah
perkampungan ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran).
Dinamakan Caruban karena di sana ada percampuran para pendatang dari berbagai macam suku
bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, latar belakang dan mata pencaharian yang berbeda. Mereka
datang dengan tujuan ingin menetap atau hanya berdagang.

Karena awalnya hampir sebagian besar pekerjaan masyarakat adalah sebagai nelayan, maka
berkembanglah pekerjaan lainnya, seperti menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang
pantai yang bisa digunakan untuk pembuatan terasi. Lalu ada juga pembuatan petis dan garam.

Air bekas pembuatan terasi inilah akhirnya tercipta nama “Cirebon” yang berasal dari Cai(air)
dan Rebon (udang rebon) yang berkembang menjadi Cirebon yang kita kenal sekarang ini.

Karena memiliki pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon akhirnya
menjadi sebuah kota besar yang memiliki salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa.

Pelabuhan sangat berguna dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan seluruh
Nusantara maupun dengan negara lainnya. Selain itu, Cirebon juga tumbuh menjadi salah satu
pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

PENDIRIAN DAN SILSILAH RAJA KERAJAAN CIREBON

Pangeran Cakrabuana (1430 – 1479) merupakan keturunan dari kerajaan Pajajaran. Ia adalah


putera pertama dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan istri pertamanya yang bernama
Subanglarang (puteri Ki Gedeng Tapa). Raden Walangsungsang(pangeran Cakra Buana) meiliki
dua orang saudara kandung, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang.

Sebagai anak laki-laki tertua, seharusnya ia berhak atas tahta kerajaan Pajajaran. Namun karena
ia memeluk agama Islam yang diturunkan oleh ibunya, posisi sebagai putra mahkota akhirnya
digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa (anak laki-laki dari prabu Siliwangi dan Istri
keduanya yang bernama Nyai Cantring Manikmayang).

Ini dikarenakan pada saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di Kerajaan Pajajaran adalah
Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha.

Pangeran Walangsungsang akhirnya membuat sebuah pedukuhan di daerah Kebon Pesisir,


mendirikan Kuta Kosod (susunan tembok bata merah tanpa spasi) membuat Dalem Agung
Pakungwati serta membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1430 M.
Dengan demikian, Pangeran Walangsungsang dianggap sebagai pendiri pertama Kesultanan
Cirebon.\Pangeran Walangsungsang, yang telah selesai menunaikan ibadah haji kemudian
disebut Haji Abdullah Iman. Ia lalu tampil sebagai “raja” Cirebon pertama yang memerintah
kerajaan dari keraton Pakungwati dan aktif menyebarkan agama Islam kepada penduduk
Cirebon.

Pendirian kesultanan Cirebon memiliki hubungan sangat erat dengan keberadaan Kesultanan
Demak.

SEJARAH TIMBULNYA KEEMPAT KERATON

Sejarah Cirebon dimulai dari kampung Kebon Pesisir, pada tahun 1445 dipimpin oleh Ki
Danusela.

Perkampungan itu mengalami perkembangan, selanjutnya muncul perkampungan baru yaitu


Caruban Larang dengan pemimpinnya bernama H. Abdullah Iman atau Pangeran Cakrabuwana.

Caruban Larang terus berkembang dan pada tahun 1479 sudah disebut sebagai Nagari Cerbon
yang dipimpin oleh Tumenggung Syarif Hidayatullah bergelar Susuhunan Jati. Susuhunan Jati
meninggal pada tahun 1568 dan digantikan oleh Pangeran Emas yang bergelar Panembahan
Ratu.

 Pada tahun 1649 Pangeran Karim yang bergelar Panembahan Girilaya, menggantikan
Panembahan Ratu. Panembahan Girilaya wafat pada tahun 1666, untuk sementara Pangeran
Wangsakerta diangkat sebagai Susuhunan Cirebon dengan gelar Panembahan Toh Pati.

Tahun 1677 Cirebon terbagi, Pangeran Martawijaya dinobatkan sebagai Sultan Sepuh bergelar
Sultan Raja Syamsuddin, Pangeran Kertawijaya sebagai Sultan Anom bergelar Sultan
Muhammad Badriddin. Sultan Sepuh menempati Kraton Pakungwati dan Sultan Anom
membangun kraton di bekas rumah Pangeran Cakrabuwana. Sedangkan Sultan Cerbon
berkedudukan sebagai wakil Sultan Sepuh. Hingga sekarang ini di Cirebon dikenal terdapat tiga
sultan yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Sultan Cirebon.

Keberadaan ketiga sultan juga ditandai dengan adanya keraton yaitu Keraton Kasepuhan,
Keraton Kanoman, dan Keraton Kacirebonan. Di luar ketiga kesultanan tersebut terdapat satu
keraton yang terlepas dari perhatian. Keraton tersebut adalah Keraton Gebang.

Menelusuri Cirebon dan kawasan pantai utara Jawa Barat memang akan banyak menjumpai
tinggalan yang berkaitan dengan sejarah Cirebon dan Islamisasi Jawa Barat. Beberapa bangunan
sudah banyak dikenal masyarakat seperti Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan,
Taman Sunyaragi, serta kompleks makam Gunung Sembung dan Gunung Jati.

Anda mungkin juga menyukai