Anda di halaman 1dari 6

KEHAMILAN LEWAT WAKTU

(ICD 10 – O.48)
No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/6

Tanggal terbit: Disusun oleh: Diperiksa oleh:


Panduan SMF Obstetri & Dir. Pelayanan Medik &
Praktis Ginekologi Keperawatan
Klinis

1. Wewanti  PPK ini dikembangkan untuk kehamilan lewat waktu.


 PPK ini memberikan rekomendasi serta dasar informasi pada proses
dalam manajemen kehamilan lewat waktu.
 Respon pasien terhadap prosedur diagnosis dan terapi bervariasi.
 PKK ini berlaku sejak tanggal diterbitkan hingga revisi berikutnya.
 PPK ini berisi panduan praktis, tidak berisi uraian lengkap tentang
penyakit.

2. Pengertian ‘Prolonged’, ‘post-term’ dan ‘post-dates’ merupakan istilah yang


sering digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu kehamilan sudah
melewati batas waktu normal. Definisinya bervariasi dari 41-43 minggu.
WHO mendefinisikan kehamilan lewat waktu sebagai kehamilan yang sudah
melebihi 42 minggu lengkap atau >294 hari sejak hari pertama haid terakhir
(HPHT).1,2,3,4,5
Insidensi kehamilan mencapai 42 minggu berkisar antara 4-14%.
Penyebab paling sering kehamilan lewat waktu adalah kesalahan dalam
menentukan tanggal perkiraan lahir.1 Meskipun ibu yakin dengan tanggal
HPHT, dapat terjadi variasi dalam usia kehamilan karena perkiraan 40
minggu didasarkan pada siklus haid “ideal” ±28 hari, dengan ovulasi terjadi
pada hari ke-14. Durasi fase folikular sering bervariasi antara 7-21 hari.
Ovulasi yang terlambat sering menjadi faktor ketidaksesuaian perhitungan
usia kehamilan berdasarkan HPHT.3,5 Pengukuran usia kehamilan secara
ultrasonografis pada kehamilan awal lebih akurat dan mengurangi insidensi
kehamilan lewat waktu.1,2

Faktor risiko terjadinya kehamilan lewat waktu:2


 Primigravida
 Riwayat kehamilan lewat waktu sebelumnya
 Riwayat kehamilan lewat waktu di keluarga
 Janin laki-laki
 Obesitas pada ibu
 Abnormalitas janin (anensefali, insufisiensi adrenal)

3. Anamnesis 1. Memastikan usia kehamilan, dengan menghitung dari HPHT


berdasarkan rumus Neagel telah melewati 294 hari atau 42 minggu.
2. Riwayat sikus haid sebelumnya:
 HPHT yakin atau tidak
 Teratur atau tidak
 Sikus haid (dihitung dari hari ke-1 haid hingga hari terakhir),
apakah ±28 hari, atau lebih pendek/panjang.
3. Anamnesis faktor risiko
4. Riwayat pemeriksaan antenatal sebelumnya, apakah teratur atau tidak.
5. Riwayat pemeriksaan USG pada kehamilan awal
6. Riwayat penyakit kronis sebelum dan sesudah hamil.
7. Waktu pertama kali ibu merasakan gerakan janin.
8. Waktu pertama kali ibu mengetahui kehamilannya.
9. Jumlah gerakan janin dalam sehari.
10. Apakah sudah mulai timbul kontraksi atau belum.
11. Apakah air ketuban sudah rembes atau belum.

4. Pemeriksaan Pemeriksaan umum


fisik  Keadaan umum
 Tanda-tanda vital
 Berat badan, kenaikan berat badan, tinggi badan, indeks massa
tubuh

Pemeriksaan rutin:
 Palpasi abdomen dengan manuver Leopold I-IV
 Mengukur tinggi fundus uteri (TFU)
 Pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ)
 Menilai adanya his
 Menghitung gerakan janin harian dengan kartu gerakan janin.
 Pemeriksaan bimanual untuk menilai kematangan serviks dengan
rumus skor Bishop

Skor Bishop6

0 1 2 3
Dilatasi (cm) 0 1-2 3-4 5-6
Penipisan (%) 0-30 40-50 60-70 80
Penurunan kepala -3 -2 -1 atau 0 +1,+2
Konsistensi keras sedang Lunak
Posisi posterior tengah anterior

5. Pemeriksaan 1. Ultrasonografi
penunjang  USG pada kehamilan awal cukup akurat untuk menentukan
usia kehamilan, dapat menurunkan insidensi kehamilan lewat
waktu hingga sekitar 10% dibandingkan dengan pengukuran
berdasarkan HPHT saja. USG memiliki kesalahan hingga ≤7
hari jika dikerjakan di trimester pertama, ±2 minggu pada
trimester kedua dan ±3 minggu pada trimester ketiga.1,2
 USG di trimester pertama (usia kehamilan antara 11-14
minggu) sebaiknya ditawarkan kepada semua ibu hamil untuk
menentukan usia kehamilan dengan tepat.2,3
 Bila terdapat perbedaan usia kehamilan lebih dari 5 hari
berdasarkan perhitungan hari pertama haid terakhir dan USG
trimester pertama, waktu taksiran kelahiran harus disesuaikan
berdasarkan hasil USG.3
 Ketika terdapat hasil USG trimester pertama dan kedua, usia
kehamilan ditentukan berdasarkan hasil USG yang paling awal.
 USG diperlukan saat pasien datang dengan kehamilan yang
diperkirakan lewat waktu untuk menilai profil biofisik dan
kesejahteraan janin, presentasi janin, taksiran berat janin (TBJ),
posisi dan kondisi plasenta dan volume air ketuban.1,4
 USG Doppler terhadap sirkulasi janin dan uteroplasenta, dapat
digunakan untuk melihat adanya insufisiensi uteroplasenta.1,4
 Pemeriksaan USG dapat dilakukan hingga 3 kali seminggu
untuk menilai volume air ketuban. Oligohidramnion
berhubungan dengan luaran janin yang lebih buruk pada
kehamilan lewat waktu. Berkurangnya perfusi plasenta akan
mengurangi juga perfusi pada ginjal janin, sehingga akan
terjadi pengurangan produksi urin dan bisa menyebabkan
oligohidramnion pada kehamilan lewat waktu.
Oligohidramnion didefinisikan jika amniotic fluid index (AFI)
<5 cm atau single deepest pocket (SDP) <2 cm.1,4

 Jika tidak ada USG, lakukan anamnesis yang baik untuk


menentukan hari pertama haid terakhir dan menghitung usia
kehamilan seakurat mungkin.
2. Profil biofisik1,2
 Mencakup NST dan USG untuk menilai gerakan, tonus, gerak
napas janin, dan volume air ketuban.
 Cukup memakan waktu dan membutuhkan ketrampilan
sonografer untuk penilaian gerakan, tonus dan gerak napas
janin.
3. Kardiotokografi1,2
 Pemeriksaan nonstress test (NST) dapat dilakukan hingga 3 kali
seminggu untuk menilai kesejahteraan janin.
 Pemeriksaan selama 20-40 menit merupakan metode yang cukup
populer untuk mengawasi kehamilan, termasuk pada kehamilan
lewat waktu.
3. Darah rutin: dikerjakan untuk persiapan tindakan atau persalinan.

6. Kriteria 1. Sesuai kriteria anamnesis.


diagnosis 2. Sesuai kriteria pemeriksaan fisik dan penunjang.
7. Diagnosis Kehamilan lewat waktu (ICD 10 – O48)

8. Diagnosis 1. Kehamilan cukup bulan


banding 2. Pertumbuhan janin terhambat

9. Tatalaksana  Dokter harus bisa memastikan dengan cermat usia kehamilan.


 Dokter mengetahui presentasi, posisi janin, TBJ, besaran biometri janin,
volume air ketuban dan kesejahteraan janin (profil biofisik) sebelum
memutuskan tindakan.
 Pilihan manajemen pada kehamilan lewat waktu adalah induksi
terencana (manajemen aktif) atau melanjutkan pengawasan janin dan
induksi dilakukan berdasarkan indikasi (manajemen ekspektatif).1,2,3,4

Induksi terencana
 Induksi terencana pada kehamilan setelah 41 minggu akan mengurangi
risiko kematian perinatal dan mengurangi risiko seksio sesarea. Hal ini
tidak berhubungan dengan paritas, keadaan serviks atau metode
induksi.1,4

 Ibu hamil sebaiknya ditawarkan untuk induksi pada usia kehamilan


41+0 hingga 42+0 karena akan mengurangi kematian janin tanpa
meningkatkan risiko seksio sesarea.3,4
 Sweeping/stripping selaput ketuban, yaitu memisahkan selaput ketuban
(menggunakan jari pemeriksa saat pemeriksaan dalam) dengan segmen
bawah rahim. Metode ini akan meningkatkan metabolit prostaglandin di
serviks dan memicu penipisan serviks. Cukup efektif jika dikerjakan
pada usia kehamilan 41 minggu.1,2,6 Risiko stripping selaput ketuban
adalah korioamnionitis, ketuban pecah dini, dan perdarahan akibat
plasenta previa yang tidak terdiagnosis.2
 Pematangan serviks akan diperlukan jika serviks belum matang (skor
Bishop ≤6). Misoprostol intravagina atau dilatasi mekanis menggunakan
kateter Foley dapat digunakan untuk metode pematangan serviks.6
 Jika serviks sudah matang (skor Bishop ≥6), induksi persalinan dapat
dilakukan menggunakan oksitosin. Dosis minimal sebaiknya
dipertahankan hingga tercapai fase aktif, peningkatan dosis dilakukan
dalam interval 30-60 menit.

Manajemen ekspektatif
 Manajemen ekspektatif dapat dilakukan dengan pengawasan janin yang
cukup ketat pada kehamilan tanpa komplikasi pada usia 41-42 minggu,
dan tanpa adanya tanda-tanda morbiditas atau mortalitas janin.1,2
 Pengawasan janin pada kehamilan lewat waktu lebih bertujuan untuk
mendeteksi adanya insufisiensi plasenta, bukan untuk mencegah hal
tersebut. Pengawasan ini juga tidak dapat mencegah morbiditas terkait
kehamilan lewat waktu, seperti aspirasi mekoneum, fetal distress, dan
makrosomia janin.1,2
 Prosedur yang digunakan untuk pengawasan janin:1,2,4
1. Kartu gerakan janin (dihitung harian)
2. Kardiotokografi (NST/CST)
3. Pengukuran volume air ketuban dengan USG
4. Profil biofisik
5. USG Doppler terhadap sirkulasi uteroplasenta.
 Minimal tes yang harus dikerjakan untuk menilai kesejahteraan janin
pada kehamilan 41-42 minggu mencakup NST (2-3 kali perminggu),
dan penilaian volume air ketuban (2 kali perminggu).3
 Jika penilaian kesejahteraan janin menunjukkan kondisi baik, maka
manajemen ekspektatif dapat dilanjutkan hingga usia kehamilan 42
minggu.4
 Jika kehamilan sudah mencapai 42 minggu maka induksi persalinan
lebih dianjurkan dibandingkan manajemen ekspektatif karena
meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas janin.1,2,3

10. Edukasi 1. Edukasi tentang kehamilan lewat waktu dan komplikasi yang mungkin
akan dihadapi.
2. Edukasi dan persetujuan tindakan yang akan dilakukan.

11. Prognosis Ad vitam : ad bonam


Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam

12. Indikator medis Kehamilan lewat waktu dirawat selama 2-3 hari dengan tanpa komplikasi.

Target:
80% kehamilan lewat waktu dirawat selama 2-3 hari dengan tanpa
komplikasi.

13. Syarat pulang Kondisi ibu baik pasca persalinan:


pasien rawat  24 jam pasca persalinan spontan
inap  48 jam pasca seksio sesarea

14. Penelaah kritis SMF Obstetri dan Ginekologi

15. Kepustakaan 1. Siozos C, Stanley KP. Prolonged pregnancy. Current Obstetric &
Gynaecology 2005;15:73-79
2. Simpson PD, Stanley KP. Prolonged pregnancy. Obstetric, Gynaecology
and Reproductive Medicine 2011;21(9): 257-262
3. Delaney M, Roggensack A. Guideline for the management of pregnancy
at 41+0 to 42+0 weeks. SOGC Clinical Practice Guideline 2008;
2014:800-810
4. Briscoe D, Nguyen H, Mencer M, Gautam N, Kalb DB. Management of
pregnancy beyond 40 weeks’ gestation. Am Fam Physician
2005;71:1935-42
5. Duke Evidence-based Practice Center. Managemet of prolonged
pregnancy. Evidence Report/Technology Assessment no 53. AHRQ
Publication 2002
6. Crane J. Induction of labour at term. SOGC Clinical Practice Guideline
2001;107:1-12

Anda mungkin juga menyukai