Anda di halaman 1dari 17

PREEKLAMSIA DAN EKLAMSIA

(ICD 10 – O14 dan O15)


No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/19

Tanggal terbit:
Panduan
Praktis
Klinis

1. Wewanti  PPK ini dikembangkan untuk memberikan panduan mengenai


tatalaksana preeklamsia dan eklamsia.
 PPK ini memberikan rekomendasi serta dasar informasi
mengenai penatalaksanaan preeklamsia dan eklamsia.
 PPK ini berlaku sejak tanggal diterbitkan hingga revisi
berikutnya.
 PPK ini berisi panduan praktis, tidak berisi uraian lengkap
tentang penyakit.

2. Pengertian  Preeklamsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang


ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal
terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan
koagulasi.1 Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan
adanya hipertensi dan proteinuria pada usia kehamilan >20
minggu,1,2,3,4 yang dapat juga dikaitkan dengan tanda dan gejala
lain seperti edema, gangguan penglihatan, nyeri kepala, dan
nyeri epigastrik.2
 Kriteria klasik preeklamsia adalah adanya hipertensi dan
proteinuria yang baru terjadi pada kehamilan (new onset
hypertension with proteinuria). Namun adanya hipertensi
disertai gangguan multisistem lain menunjukkan adanya kondisi
berat dari preeklamsia meskipun pasien tersebut tidak
mengalami proteinuria, sehingga pada keadaan tersebut juga
termasuk dalam kriteria preeklamsia.1 Jika tidak didapatkan
proteinuria, preeklamsia didiagnosis sebagai hipertensi yang
berhubungan dengan trombositopenia (<100.000/µL), gangguan
fungsi hepar (serum transaminase meningkat hingga 2 kali nilai
normal), insufisiensi renal yang baru muncul (kreatinin serum
>1,1 mg/dL atau nilainya 2 kali lipat tanpa adanya penyakit
ginjal lain), edema paru, atau munculnya gangguan serebral atau
visual yang baru.5
 Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sekurang-
kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada 2
kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama. Hipertensi dianggap berat jika tekanan darah mencapai
≥160 mmHg sistolik atau ≥110 mmHg diastolik. Beberapa
penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara
kuantitas protein urin terhadap luaran preeklamsia, sehingga
kondisi protein urin masif (>5 g) telah dieliminasi dari kriteria
pemberatan preeklamsia (preeklamsia berat). Kriteria terbaru
tidak lagi mengkategorikan preeklamsia ringan, karena setiap
preeklamsia merupakan kondisi berbahaya dan dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam
waktu singkat.1,5
 Eklamsia merupakan komplikasi berat dari preeklamsia,
didefinisikan sebagai kejang yang baru terjadi (new onset) pada
penderita preeklamsia, bersifat tonik klonik/grand mal yang bisa
terjadi sebelum, selama dan sesudah persalinan.2,4 Eklamsia
sering didahului dengan nyeri kepala hebat dan hiperrefleksia,
namun juga dapat muncul tanpa tanda bahaya apapun.5

Faktor risiko preeklamsia:1,5


 Umur ≥40 tahun
 Primipara
 Riwayat preeklamsia sebelumnya
 Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
 Interval kehamilan sebelumnya ≥10 tahun
 Riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan
 Kehamilan multipel
 Diabetes mellitus tipe 1 atau 2
 Hipertensi kronis
 Penyakit ginjal kronis
 Penyakit autoimun, seperti systemic lupus erythematosus
atau sindroma antifosfolipid (APS)
 Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau
embrio
 Obesitas sebelum hamil (IMT ≥35 kg/m2)
 Tekanan darah diastolik >80 mmHg
 Proteinuria dipstik ≥+1 pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6
jam atau secara kuantitatif 300 mg/24 jam

3. Anamnesis Pada ibu hamil dengan temuan hipertensi wajib ditanyakan:


 Hari pertama menstruasi terakhir, hari perkiraan lahir, usia
kehamilan.
 Onset munculnya hipertensi pertama kali saat hamil, rata-
rata tekanan darah selama hamil
 Riwayat tekanan darah sebelum hamil
 Riwayat pemeriksaan antenatal
 Riwayat obstetri – kehamilan sebelumnya, persalinan,
komplikasi selama hamil dan melahirkan
 Riwayat perkawinan
 Riwayat kesehatan sebelum dan selama hamil
 Keluhan nyeri kepala
 Gangguan penglihatan atau pandangan kabur, skotoma
 Nyeri pada perut kuadran atas, mual, muntah
 Bengkak yang terjadi dengan cepat
 BB sebelum hamil, kenaikan BB selama hamil
 Anamnesis faktor risiko

4. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum dan tanda vital


 Kesadaran
 Tampak edema atau tidak, di wajah atau bagian lain
 Tampak sesak napas atau tidak
 Tampak sianosis atau tidak
 Frekuensi pernapasan
 Frekuensi nadi
2. Tekanan darah
 Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik
atau 90 mmHg diastolik pada 2 kali pemeriksaan
berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
Hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah
sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik.1,2
 Tekanan darah diukur menggunakan tensimeter air
raksa atau setara yang sudah tervaliasi, dengan manset
yang sesuai.
 Ibu diberi kesempatan duduk tenang dalam 15 menit
sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah.
Pengukuran dilakukan pada posisi duduk, posisi manset
setingkat dengan jantung, dan tekanan diastolik diukur
dengan mendengar bunyi Korotkoff V (hilangnya
bunyi).1,4

 Pada ibu hamil dengan hipertensi kronis pemeriksaan


tekanan darah harus dilakukan pada kedua tangan,
dengan menggunakan hasil pemeriksaan tertinggi.1,6
3. Pengukuran berat badan
 Semakin besar IMT maka semakin besar risiko
preeklamsia. Obesitas meningkatkan risiko preeklamsia
sebanyak 2,47%. Ibu hamil dengan IMT sebelum hamil
>35 memiliki risiko preeklamsia 4 kali lipat.1,3
 Kenaikan berat badan yang cepat sering berkaitan
dengan preeklamsia.4
4. Auskultasi paru untuk mencari ronkhi (edema paru), terutama
jika pasien tampak sesak napas.
5. Palpasi pada area epigastrium. Adanya nyeri epigastrik
merupakan tanda pemburukan penyakit, dapat terjadi akibat
perdarahan/hematoma subkapsuler.1
6. Pemeriksaan kehamilan rutin
 Manuver Leopold I-IV.
 Mengukur tinggi fundus uteri (TFU). TFU lebih kecil
dari usia kehamilan mengindikasikan PJT atau
oligohidramnion. Jika TFU <10 persentil, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai amniotic
fluid index (AFI) dan pertumbuhan janin, termasuk
analisis Doppler a. umbilikalis.6
 Pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ).
 Kontraksi ada atau tidak.
7. Pemeriksaan bimanual dan inspekulo
Dilakukan bila ada indikasi, misalnya:
 Ada his yang teratur (untuk menentukan dalam
persalinan) atau his adekuat.
 Terdapat kecurigaan ketuban yang sudah pecah.
 Untuk menilai kematangan serviks sebelum dilakukan
induksi persalinan.
 Menilai keadaan dan posisi serviks, selaput ketuban,
adanya air ketuban yang mengalir (jika ada kecurigaan
ketuban sudah pecah), presentasi janin, bagian yang
menumbung, dan pembukaan.

5. Pemeriksaan 1. Urin rutin dan proteinurin


penunjang  Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin >300
mg dalam 24 jam (Esbach) atau tes urin dipstik ≥+1.
Hasil positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh
vagina, cairan pembersih dan urin yang bersifat basa.1,5

 Pengambilan sampel urin untuk pemeriksaan dipstik


sebaiknya mengambil urin pancar tengan (midstream).
Protein dalam urin-24 jam sebaiknya diperiksa jika
dijumpai hasil dipstik ≥+1.6
 Pemeriksaan rasio protein:kreatinin dapat memprediksi
proteinuria dengan lebih baik. Diagnosis proteinuria
signifikan ditegakkan jika rasio protein:kreatinin >30
mg/mmol.3,5
 Pemeriksaan proteinuria tidak perlu diulang bila
diagnosis preeklamsia sudah ditegakkan.5
2. Pemeriksaan darah lengkap2
 Peningkatan hemoglobin dan hematokrit, menunjukkan
adanya hemokonsentrasi. Kadar hematokrit yang terlalu
rendah menunjukkan adanya hemolisis.
 Trombositopenia
 Peningkatan Laktat Dehidrogenase (LDH) dapat
merupakan tanda adanya hemolisis.
 Apus darah tepi4
3. Pemeriksaan fungsi hati2
 Serum transaminasi (AST dan ALT) mungkin
meningkat, dan ini mengindikasikan adanya kerusakan
hepar.6
 Hiperbilirubinemia dapat terjadi bila ada hemolisis.
4. Pemeriksaan fungsi ginjal
 Serum kreatinin biasanya akan meningkat.1,2
 Kadar ureum serum yang tinggi dengan turunnya
klirens kreatinin mengindikasikan tahap lanjut
keterlibatan ginjal dan biasanya ditemukan dengan
kombinasi proteinuria yang signifikan.6
5. Asam urat merupakan penanda terbaik untuk menilai keparahan
dan progresivitas penyakit. Kadar asam urat akan meningkat
seiring bertambahnya usia kehamilan. Pada sebagian besar
pasien kadarnya meningkat dengan berkembangnya hipertensi
dan sebelum munculnya proteinuria.4,6
6. Pemeriksaan elektrolit3
7. Kadar albumin4
8. Profil koagulasi4,6
 aPTT, PPT dan fibrinogen.
 Hasil akan berpengaruh jika terdapat komplikasi DIC
(sebaiknya diperiksa pada keadaan perdarahan atau
terdapat kematian janin).6

9. Pemeriksaan USG dan Doppler velocimetry


 USG dikerjakan untuk menilai presentasi janin, taksiran
berat janin, volume air ketuban, keadaan plasenta, dan
kesejahteraan janin.5 Sonografi dasar dikerjakan pada
usia kehamilan 25-28 minggu untuk menilai
pertumbuhan janin pada ibu hamil dengan risiko
preeklamsia.4
 Pada preeklamsia sering disertai gangguan
uteroplasenta, seperti pertumbuhan janin terhambat
(PJT), oligohidramnion, atau didapatkan adanya absent
or reversed end-diastolic velocity (ARDV).1 Perlu juga
untuk menilai adanya tanda-tanda solusio plasenta.4,6
10. Kardiotokografi (pemeriksaan NST) dan/atau profil biofisik
untuk memantau kesejahteraan janin.1,5 Pada pasien yang sudah
terdiagnosis preeklamsia, penilaian NST atau profil biofisik
(atau keduanya) dikerjakan setiap minggu mulai dari saat
diagnosis ditegakkan.4,3 Pada pasien dengan hipertensi berat atau
preeklamsia, pemeriksaan KTG diulang jika:5
 Pasien merasa gerakan janin berkurang atau tidak
seperti biasanya
 Perdarahan vaginal
 Nyeri abdomen
 Perburukan kondisi ibu
11. Profil biofisik sebaiknya dikerjakan jika dijumpai:
 Hasil kardiotokografi yang abnormal
 Ukuran abdominal circumference (AC) janin <10
persentil
 AFI <5 cm, atau
 Indeks pulsasi Doppler a. umbilikalis >90 persentil.6
6. Kriteria diagnosis Kriteria minimal preeklamsia1,5
 TD sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg pada dua
kali pemeriksaan berjarak 15 menit, pada pasien dengan
tekanan darah normal sebelumnya; DAN
 Proteinuria >300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik ≥+1

Jika tidak didapatkan proteinuria, maka hipertensi dapat diikuti salah


satu dibawah ini:1,5
 Trombositopenia <100.000/µL
 Gangguan hepar: serum transaminase meningkat 2 kali
normal dan atau adanya nyeri epigastrik

 Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau


didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum dari
sebelumnya pada kondisi tidak ada kelainan ginjal lainnya
 Edema paru
 Gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus
 Gangguan sirkulasi uteroplasenta: oligohidramnion, Fetal
Growth Restriction (FGR), atau didapatkan adanya absent
or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Kriteria preeklamsia berat (preeklamsia dengan minimal satu gejala


berikut):1,2,5
 Tekanan darah sistolik ≥160 dan diastolik ≥110 mmHg pada
dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
 Trombositopenia <100.000/µL
 Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada
kondisi tidak ada kelainan ginjal lainnya
 Gangguan hepar: serum transaminase meningkat 2 kali
normal dan atau adanya nyeri epigastrik
 Edema paru
 Gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus
 Gangguan sirkulasi uteroplasenta: oligohidramnion, Fetal
Growth Restriction (FGR), atau didapatkan adanya absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV)

Kriteria eklamsia
Timbul kejang pada penderita preeklamsia

7. Diagnosis Preeklamsia (ICD 10 – O14)


Eklamsia (ICD 10 – O15)

8. Diagnosis banding Diagnosis banding preeklamsia:


1. Hipertensi gestasional
2. Hipertensi kronik
3. Superimposed preeclampsia
Diagnosis banding eklamsia:
Kejang oleh sebab lain, seperti epilepsi, ensefalitis, meningitis, tumor
serebral, dan lain-lain.

9. Tatalaksana Pencegahan preeklamsia


 Pada wanita dengan risiko tinggi terjadinya preeklamsia
direkomendasikan pemberian aspirin dosis rendah (60-80
mg/hari/oral), mulai kehamilan 12 minggu atau akhir
trimester I hingga menjelang persalinan.1,3,5 Penggunaan
aspirin dosis rendah berhubungan dengan penurunan risiko
preeklamsia, persalinan preterm, kematian janin atau
neonatus, dan berat badan lahir <2500 g.1
 Suplementasi kalsium 1-2 g/hari direkomendasikan terutama
pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah.1,5

Penanganan preeklamsia
1. Penanganan umum pasien rawat inap
 Pasang infus dengan jarum ukuran besar.
 Pasang kateter urin untuk memantau pengeluaran urin
dan mengukur protein urin dalam 24 jam. Ukur
keseimbangan cairan, jangan sampai berlebihan.
 Cairan pemeliharaan dijaga tidak lebih dari 80 ml/jam
kecuali terdapat kehilangan cairan yang banyak (misal
perdarahan). Jangan gunakan volume expansion untuk
cairan pemeliharaan.5
 Berikan antihipertensi untuk menjaga tekanan sistolik
<150 mmHg dan diastolik antara 80-100 mmHg.5
 Observasi ketat tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi,
frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, suhu, dan balans
cairan.8
 Observasi ketat denyut jantung janin.
 Pemberian magnesium sulfat sebagai antikonvulsan.
 Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin
(pada usia kehamilan <34 minggu).1
 Observasi ketat parameter biokimiawi (hematologi,
ginjal, metabolik dan respiratorik).8
 Pengawasan tanda dan gejala edema paru, seperti sesak
napas, ortopnea, agitasi, batuk, takikardia, takipnea,
timbul ronkhi pada auskultasi paru, suara abnormal
jantung, dan saturasi oksigen yang turun. Pemeriksaan
X-ray toraks, AGD, elektrokardiografi (EKG) dan
ekhokardiografi dapat membantu menegakkan
8
diagnosis.
 Persalinan harus diusahakan segera setelah pasien
stabil. Metode persalinan disesuaikan dengan kondisi
ibu dan janin.
2. Antihipertensi
 Pemberian antihipertensi pada preeklamsia
direkomendasikan jika tekanan darah sistolik ≥150
mmHg atau diastolik ≥100 mmHg, atau keduanya.3,5
 Indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada
kehamilan adalah untuk keselamatan ibu dalam
mencegah penyakit serebrovaskuler (stroke),
kardiovaskuler (gagal jantung kongestif dan iskemia
miokardium), renal (gagal ginjal), kemungkinan
eklamsia dan menurunkan risiko kematian.1,7
 Penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap,
tidak lebih dari 25% penurunan dalam waktu 1 jam. Hal
ini untuk mencegah terjadinya penurunan aliran darah
uteroplasenter. Target penurunan tekanan darah adalah
sistolik <160 mmHg dan diastolik <110 mmHg.1
 Pilihan antihipertensi yang dapat diberikan adalah:
a. Nifedipin:
 Terapi akut: 10-20 mg peroral,
diulang dalam 30 menit jika
diperlukan; kemudian 10-20 mg setiap
2-6 jam.5,6
 Terapi kronis: 30-120 mg peroral
dalam 3-4 dosis terbagi, atau dalam
bentuk preparat slow-release.5,6,7
b. Nikardipin: dosis awal yang dianjurkan melalui
infus yaitu 5 mg/jam, dapat dititrasi 2,5
mg/jam tiap 5 menit hingga maksimal 10
mg/jam atau hingga penurunan tekanan darah
arterial rata-rata sebesar 25% tercapai.1
c. Metildopa: dimulai pada dosis 500-3000 mg
peroral dalam 2-3 dosis terbagi.5,6
3. Pemberian magnesium sulfat (MgSO4)
 Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada
preeklamsia dengan gejala pemberat adalah untuk
mencegah dan mengurangi angka kejadian eklamsia,
serta mengurangi morbiditas dan mortalitas maternal
dan perinatal.1
 Efek samping minor yang bisa dijumpai adalah rasa
hangat, flushing, nasuea atau muntah, kelemahan otot,
mengantuk dan iritasi lokal di tempat injeksi.1

 Dosis MgSO4 yang direkomendasikan:


a. Dosis awal MgSO4 20% 4 g intravena selama
5-10 menit dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 1-2 g/jam selama minimal 24
jam.3,5
b. Pada pasien eklamsia, magnesium sulfat harus
dilanjutkan hingga 24 jam setelah kejang
terakhir.1,5
c. Pemberian ulang 2-4 g bolus selama 5 menit
dapat dilakukan bila kejang berulang.1,5
 Magnesium sulfat berimplikasi terhadap prosedur
anestesi, karena memperlama pengaruh obat-obatan
pelemas otot, namun sebaiknya tetap diberikan selama
operasi pada pasien yang menjalani operasi sesar karena
induksi anestesia dan stres persalinan dapat
menurunkan ambang risiko kejang. Waktu paruh
magnesium adalah 5 jam sehingga menghentikan
magnesium sulfat selama operasi berpotensi
meningkatkan kemungkinan kadar magnesium dibawah
level terapi dan menempatkan pasien preeklamsia pada
risiko terjadinya kejang postpartum.5
 Pemantauan produksi urin, refleks patella, frekuensi
napas dan saturasi oksigen penting dilakukan saat
memberikan magnesium sulfat.1,5
 Dosis yang direkomendasikan:
d. Dosis awal MgSO4 20% 4 g intravena selama
5-10 menit dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 1-2 g/jam selama minimal 24
jam.3,5
e. Pada pasien eklamsia, magnesium sulfat harus
dilanjutkan hingga 24 jam setelah kejang
terakhir.1,5
f. Pemberian ulang 2-4 g bolus selama 5 menit
dapat dilakukan bila kejang berulang.1,5
 Magnesium sulfat berimplikasi terhadap prosedur
anestesi, karena memperlama pengaruh obat-obatan
pelemas otot, namun sebaiknya tetap diberikan selama
operasi pada pasien yang menjalani operasi sesar karena
induksi anestesia dan stres persalinan dapat
menurunkan ambang risiko kejang. Meskipun demikian,
pemberian MgSO4 selama operasi sebaiknya
dikoordinasikan dengan bagian anestesi.

 Waktu paruh magnesium adalah 5 jam sehingga


menghentikan magnesium sulfat selama operasi
berpotensi meningkatkan kemungkinan kadar
magnesium dibawah level terapi dan menempatkan
pasien preeklamsia pada risiko terjadinya kejang
postpartum.5
 Pemantauan produksi urin, refleks patella, frekuensi
napas dan saturasi oksigen penting dilakukan saat
memberikan magnesium sulfat.1,5
 Hentikan pemberian MgSO4 jika:1
 Frekuensi napas <16 kali/menit, dan/atau
 Tidak diapatkan refleks tendon patella,
dan/atau
 Oliguria (produksi urin <0,5 ml/kgBB/jam)
 Jika terjadi toksisitas dapat diberikan kalsium glukonas
1 g (10 ml) intravena perlahan selama 10 menit.1,5
 Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan
untuk diberikan rutin pada seluruh preeklamsia, jika
tidak didapatkan gejala pemberatan (preeklamsia tanpa
gejala berat).1
 Magnesium sulfat direkomendasikan pemberiannya
selama intrapartum-postpartum pada pasien dengan
hipertensi kronis dan preeklamsia superimposed dengan
gejala pemberat.5
 Magnesium sulfat direkomendasikan diberikan selama
24 jam pada pasien yang datang pada periode
postpartum dengan hipertensi atau preeklamsia yang
disertai nyeri kepala hebat, gangguan penglihatan,
perubahan mental, nyeri ulu hati dan sesak napas.5
 Sebaiknya tidak menggunakan diazepam, fenitoin atau
lytic cocktail sebagai alternatif magnesium sulfat untuk
pasien preeklamsia.4
4. Pemberian kortikosteroid
 Pemberian kortikosteriod diberikan untuk pematangan
paru janin pada pasien preeklamsia dengan usia
kehamilan 24-34 minggu untuk menurunkan mortalitas
janin dan neonatal, respiratory distresss syndrome
(RDS), kebutuhan ventilasi mekanik/CPAP, kebutuhan
surfaktan dan perdarahan serebrovaskuler, necrotizing
enterocolitis (NEC), serta gangguan perkembangan
neurologis.1

 Pilihan kortikosteroid untuk pematangan paru janin


adalah Deksametason 6 mg/12 jam/IM sebanyak 4 kali.5

Manajememen ekspektatif
 Tujuan manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki
luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal
serta memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan
ibu.1
 Direkomendasikan pada kasus:1
1. Preeklamsia tanpa gejala berat dengan usia
kehamilan <37 minggu dengan evaluasi maternal
dan janin yang ketat.
2. Preeklamsia berat dengan usia kehamilan <34
minggu dengan syarat kondisi ibu dan janin stabil.
 Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus
preeklamsia tanpa gejala berat.1
 Pengawasan pasien hipertensi gestasional atau preeklamsia
tanpa pemberat di poliklinik:1,5
 Pemeriksaan tekanan darah setiap kunjungan.
 Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap
hari oleh pasien.
 Pada pasien dengan hipertensi gestasional,
proteinuria perlu untuk dievaluasi setiap kali
kunjungan antenatal, tetapi tidak perlu diulang bila
diagnosis preeklamsia sudah ditegakkan.
 Pemeriksaan laboratorium, termasuk darah
lengkap, jumlah trombosit, enzim hepar dan
kreatinin serum minimal 1 kali seminggu, namun
frekuensi dapat berubah berdasarkan temuan klinis.
 Pasien diminta untuk diet reguler tanpa pembatasan
garam.
 Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara
berkala.
 Jika didapatkan tanda PJT, evaluasi menggunakan
Doppler velocimetry terhadap a. umbilikalis
direkomendasikan.
 Setiap kunjungan perlu ditanyakan adanya gejala
preeklamsia berat (nyeri kepala berat, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrik, dan sesak napas).

 Edukasi untuk segera ke rumah sakit bila dijumpai


gejala menetap, nyeri abdomen, kontraksi,
perdarahan/bercak vaginal, ketuban pecah, atau
berkurangnya gerakan janin.
 Jika muncul gejala pemberat atau hipertensi berat
(tekanan sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥90
mmHg) atau didapatkan tanda PJT, maka sebaiknya
pasien dirawat inap.
 Jika muncul gejala pemberat atau hipertensi berat
(tekanan sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥90
mmHg) atau didapatkan tanda PJT, maka sebaiknya
pasien dirawat inap.
 Evaluasi terhadap ibu:5
 Tanda vital, asupan cairan dan urin harus dimonitor
setidaknya setiap 6-8 jam.
 Observasi gejala preeklamsia berat (nyeri kepala,
gangguan penglihatan, nyeri retrosternal, sesak
napas, mual dan muntah dan nyeri ulu hati).
 Adanya kontraksi, ketuban pecah, nyeri abdomen,
atau perdarahan sebaiknya diobservasi setidaknya
setiap 6-8 jam.
 Evaluasi hasil laboratorium (darah lengkap dan
angka trombosit, enzim hepar, dan kreatinin serum)
sebaiknya diperiksa setiap hari, atau bisa lebih
jarang bila hasilnya stabil dan pasien tetap
asimtomatik.
 Evaluasi terhadap janin:5
 Gerakan janin dan NST dengan monitor kontraksi
uterus sebaiknya dilakukan setiap hari.
 Penilaian profil biofisik secara berkala (1-2 kali
seminggu).
 Pemeriksaan serial untuk pertumbuhan janin
setidaknya setiap 2 minggu.
 Pemeriksaan Doppler velocimetry terhadap a.
umbilikalis setidaknya setidaknya setiap 2 minggu
jika dicurigai ada pertumbuhan janin terhambat.
 Pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk
1
membantu pematangan paru janin.
 Persalinan harus dipertimbangkan jika kehamilan sudah
mencapai 34 minggu dengan syarat kondisi ibu dan janin
stabil.5

Manajemen
Bagan 1. Manajeme ekspektatif
n Eks pektatifpreeklamsia
Pre eklampstanpa gejala
ia tanpa Geberat
jala Berat
4

P r e e k la m p s ia

• U s ia K e h a m ila n ≥ 3 7 m g g
a ta u
• U s ia ≥ 3 4 m g g d e n g a n : Ya
L akukan
- P e r s a lin a n a ta u k e tu b a n p e c a h
P e r sa lin a n
- P e r b u r u k a n k o n d is i I b u d a n J a n in
- P e r tu m b u h a n ja n in te r h a m b a t
- D id a p a tk a n s o lu s io p la s e n ta

T id a k

• U s ia K e h a m ila n < 3 7 m g g
• P e r a w a ta n p o lik lin is
- E v a lu a s i I b u 2 k a li d a la m
s e m in g g u
- E v a lu a s i k e s e ja h te r a a n ja n in ja n in
2 k a li d a la m s e m in g g u

• U s ia K e h a m ila n ≥ 3 7 m g g Ya
• P e r b u r u k a n k o n d is i ib u d a n ja n in
• P e r s a lin a n a ta u k e tu b a n p e c a h

Perawatan Ekspektatif Pada Preeklampsia Berat


REKOMENDASI:4,5
1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia berat dengan usia
Manajemen ekspektatif preeklamsia dengan gejala berat
Bagan 2. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Berat 4

P r e e k la m p s ia d e n g a n g e ja la b e r a t
• E v a lu a s i d i k a m a r b e rs a lin d a la m 2 4 – 4 8 ja m
• K o rtik o s te ro id u n tu k p e m a ta n g a n p a ru , M a g n e s iu m
s u lfa t p ro fila k s is , a n tiip e rte n s i
• U S G , e v a lu a s i k e s e ja h te ra a n ja n in , g e ja la d a n
p e m e rik s a a n la b o ra to riu m

K o n tr a in d ik a s i p e r a w a ta n • H T b e ra t, tid a k te rk o n tro l
e k s p e k ta tif : • G a w a t ja n in Iy a Lakukan
• E k la m p s ia • S o lu s io p la s e n ta P e r s a lin a n
• E d e m a p a ru • IU F D s e te la h s ta b il
• D IC • J a n in tid a k v ia b e l

K o m p lik a s i p e r a w a ta n te rh a m b a t • P e m b e r ia n
e k s p e k ta tif: • S e v e re o ly g o h y d r a m n io n Iy a K o r tik o s te r o id
• G e ja la p e rs is te n • R e v e r s e d e n d d ia s to lic flo w p em a ta n g a n p a r u
• S in d ro m H E L L P • K P P a ta u in p a rtu • P e r s a lin a n
• P e rtu m b u h a n ja n in • G a n g g u a n re n a l b e ra t s e te la h 4 8 ja m

P e r a w a ta n e k s p e k ta tif:
• T e rs e d ia fa s ilita s p e ra w a ta n m a te rn a l d a n n e o n a ta l
in te n s if
• U s ia k e h a m ila n : ja n in v ia b e l – 3 4 m in g g u
• R a w a t in a p
• S to p m a g n e s iu m s u lfa t d a la m 2 4 ja m
• E v a lu a s i Ib u d a n ja n in s e tia p h a ri

• U s ia k e h a m ila n ≥ 3 4 m in g g u
• K P P a ta u in p a rtu Iy a
Lakukan
• P e rb u ru k a n m a te rn a l - fe ta l
p e r s a lin a n
• A d a n y a s a la h s a tu g e ja la k o n tra in d ik a s i p e ra w a ta n
e k s p e k ta tif
Manajemen terminatif
 Sebaiknya tidak melakukan terminasi pada pasien dengan
hipertensi gestasional yang terkendali (tekanan darah
<160/110 mmHg, dengan atau tanpa antihipertensi), dan
pada pasien preeklamsia superimposed tanpa tanda
pemberat pada usia kehamilan <34 minggu.5
 Terminasi pada manajemen ekspektatif dilakukan jika ada
pemburukan pada ibu dan/atau janin (setelah satu seri
kortikosteroid – jika diperlukan) sudah selesai diberikan,
atau setelah kondisi ibu stabil.5
 Indikasi terminasi kehamilan pada preeklamsia berat:1,5
a. Indikasi ibu
 Hipertensi berat yang tidak terkontrol
 Gejala preeklamsia berat yang berulang
atau tidak berkurang (nyeri kepala,
pandangan kabur, dll)
 Penurunan fungsi ginjal progresif
(kreatinin serum >1,1 mg/dL atau nilainya
2 kali tanpa adanya gangguan ginjal lain)
 Trombositopenia persisten
(<100.000/mikroliter) atau HELLP
syndrome
 Enzim hepar abnormal persisten
(meningkat 2 kali nilai normal)
 Edema paru
 Curiga solusio plasenta
 Persalinan atau ketuban pecah
 Eklamsia
 Disseminated intravascular coagulation
(DIC)
b. Indikasi janin
 Usia kehamilan ≥34 minggu
 Pertumbuhan janin terhambat (taksiran
berat janin USG <5 persentil)
 Oligohidramnion persisten (SDP <2 cm
atau AFI <5 cm)
 Profil biofisik ≤4/10 pada minimal 2 kali
pemeriksaan berjarak 6 jam
 Deselerasi variabel persisten atau lambat
pada NST
 Doppler a. umbilikalis: reversed end
diastolic flow
 Kematian janin

Metode persalinan
 Persalinan vaginal dapat diupayakan, tetapi keberhasilannya
akan berkurang jika usia kehamilan semakin muda.
Kemungkinan seksio sesarea meningkat dengan semakin
mudanya usia kehamilan.5
 Metode persalinan ditentukan oleh usia kehamilan,
presentasi janin, keadaan serviks dan kondisi ibu-janin.5
 Apabila diperlukan induksi persalinan, preparat
prostaglandin lebih direkomendasikan daripada oksitosin.4

Perawatan postpartum
1. Pasien preeklamsia atau preeklamsia superimposed, tekanan
darah biasanya turun dalam 48 jam postpartum tetapi akan
naik lagi dalam 3-6 hari postpartum.5
2. Pada pasien preeklamsia dalam terapi antihipertensi,
monitor tekanan darah:4
 Minimal 4 kali sehari selama pasien masih rawat
inap.
 Setiap 1-2 hari hingga 2 minggu setelah pasien
pulang.
3. Pada pasien preeklamsia yang sebelumnya tidak
menggunakan antihipertensi, monitor tekanan darah:4
 Minimal 4 kali sehari selama pasien masih rawat
inap.
 Setidaknya sekali antara hari ke-3 dan ke-5
postpartum.
 Selang sehari hingga tekanan darah normal (jika
tekanan darah tidak normal pada hari ke 3-5
postpartum).
 Mulai terapi antihipertensi jika tekanan darah
≥150/100 mmHg.
4. Pemberian antihipertensi postpartum direkomendasikan jika
tekanan darah bertahan >150 mmHg (sistolik) atau >100
mmHg (diastolik), pada 2 kali pengukuran berjarak 4-6
jam.4
 Pertimbangkan untuk menurunkan dosis jika
tekanan darah <140/90 mmHg.
 Kurangi/hentikan antihipertensi jika tekanan darah
<130/80.
5. Antihipertensi yang digunakan antenatal tetap dilanjutkan,
kecuali metildopa – sebaiknya tidak digunakan postpartum
karena efek samping depresi.4,9,10

6. Pilihan antihipertensi untuk postpartum adalah:4,9,10


 Atenolol 25-100 mg per hari.
 Nifedipin (slow release) 10-40 mg 2 kali sehari.
 Amlodipin 5-10 mg sekali sehari.
 Enalapril 5-20 mg 2 kali sehari.
 Captopril 12,5-50 mg 2-3 kali sehari.
7. Pilihan antihipertensi yang relatif aman untuk ibu menyusui
adalah nifedipin, elanapril, captopril dan atenolol.
Sedangkan untuk amlodipin dan golongan ACE inhibitor
lain selain captopril masih belum diketahui.9
8. Evaluasi adanya keluhan nyeri kepala hebat dan nyeri
epigastrium setiap kali mengukur tekanan darah.4,5
9. Observasi tanda dan gejala edema paru, paling sering
muncul pada 48-72 jam postpartum. Jika terjadi edema paru
dapat diberikan injeksi furosemid 20-40 mg bolus IV selama
2 menit, dengan dosis ulangan 40-60 mg setelah 30 menit
kemudian jika belum ada respon diuretik yang adekuat
(dosis maksimal 120 mg).8

10. Edukasi  Edukasi tentang faktor risiko timbulnya preeklamsia, tanda-tanda


preeklamsia berat yang harus diwaspadai oleh pasien dan
komplikasi preeklamsia, baik jangka pendek atau jangka
panjang.
 Rutinnya pengawasan dan pengobatan akan membantu pasien
dalam mengurangi risiko dan komplikasi preeklamsia yang
mungkin terjadi.
 Edukasi timbulnya tanda-tanda pemberat selama periode masa
nifas, pasien diminta segera kontrol ke RS jika tanda pemberat
tersebut muncul.
 Edukasi untuk memantau tekanan darah selama periode masa
nifas.

11. Prognosis  Wanita dengan riwayat preeklamsia memiliki risiko penyakit


kardiovaskular, 4 kali peningkatan risiko hipertensi dan 2 kali
risiko.
 Penyakit jantung iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan
datang.1
 Risiko kematian pada wanita dengan riwayat preeklamsia lebih
tinggi, termasuk yang disebabkan oleh penyakit
serebrovaskular.1

12. Indikator medis Lama perawatan berbeda-beda pada setiap kasus, tergantung
perkembangan kondisi ibu, kesejahteraan janin dan pemberat yang
ada.

13. Syarat pulang pasien  Kondisi umum baik


rawat inap  Tidak ada gejala preeklamsia
 Tekanan darah, dengan atau tanpa terapi, <150/100 mmHg
 Mobilisasi baik
 BAB dan BAK normal
 Parameter laboratorium stabil atau membaik

14. Penelaah kritis SMF Obstetri dan Ginekologi

15. Kepustakaan 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan


Kedokteran Fetomaternal, 2016. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran: Diagnosis dan Tatalaksana Preeklamsia.
2. American College of Obstetricians and Gynecologists. Clinical
Management Guidelines for Obstetricians-Gynecologists:
Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia.
ACOG Practice Bulletin 2002;33(99)159-167
3. The Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, 2011.
Hypertension in Pregnancy: the management of hypertensive
disorders during pregnancy. NICE Clinical Guideline
4. Wagner LK. Diagnosis and management of preeclampsia. Am
Fam Physician 2004;70:2317-24
5. American College of Obstetricians and Gynecologist, 2013.
Hypertension in Pregnancy.
6. Moran P and Davison JM. Clinical management of established
pre-eclampsia. Bailliere’s Clinical Obstetrics and Gynecology
1999;13(1):77-93
7. Magee LA. Antihypertensive. Best practice & research clinical
obstetrics and gynaecology 2001;15(6):827-845
8. Dennis AT & Solnordal CB. Acute pulmonary oedema in
pregnant women. Anaesthesia 2012;67:646-659
9. Smith M, et al. Management of postpartum hypertension. The
Obstetricina & Gynecologist 2013;15:45-50
10. James PR and Nelson-Piercy. Management of hypertension
before, during and after pregnancy. Heart 2004;90:1499-1504

Anda mungkin juga menyukai