Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

ALAT DETEKSI PENGUKURAN RADIASI

DISUSUN OLEH :

NAMA : MULANGSARI FADZIA UMARDI


NIM : 011900017
PROGRAM STUDI : D-IV TEKNOKIMIA NUKLIR
JURUSAN : TEKNOKIMIA NUKLIR
JUDUL : GEIGER MULLER COUNTER
PEMBIMBING : MARIA CHRISTINA P
Tanggal Pengumpulan : KAMIS 22 OKTOBER 2020

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2020
“Geiger Muller Counter”

Dalam perkembangannya detektor nuklir dikelompokkan menjadi 4 yakni detektor isian


gas, detektor sintilasi, detektor semikonduktor dan detektor neutron. Detektor isian gas terdiri
dari detektor kamar ionisasi, detektor proporsional dan detektor Geiger-Mueller. Dalam
aplikasinya di lapangan detektor isian gas Geiger Mueller banyak digunakan, misalnya untuk
survey meter, monitoring lingkungan, mengetahui kebocoran pipa, pengelasan tangki minyak,
mengukur ketebalan bahan dan lain-lain.

1. Prinsip kerja detektor Geiger-Mueller

Prinsip kerja detektor Geiger-Mueller adalah memanfaatkan adanya proses ionisasi


sekunder yang berasal dari ionisasi primer akibat interaksi zarah radiasi dengan medium gas
isian detektor setelah diberi beda potensial tertentu. Adanya beda potensial pada anode dan
katode akan menimbulkan medan listrik sehingga pasangan ion-elektron mendapat tambahan
energi kinetik yang cukup besar, sehingga gerak ion-elektron dalam perjalanannya menuju
elektrode (ion menuju katode dan elektron ke arah anode) dapat mengionisasi gas isian sehingga
pasangan ion-elektron sekunder dan bila ion-elektron sekunder masih kelebihan energi akan
menumbuk gas isian lagi yang menyebabkan ionisasi tersier dan seterusnya, dan akhirnya akan
terjadi jumlah pasang ion-elektron yang banyak sekali atau sering disebut peristiwa avalanche.
Pengumpulan elektron pada anode selanjutnya dikeluarkan melewati tahanan sehingga timbul
denyut atau pulsa listrik yang besarnya sebanding dengan intensitas radiasi yang datang.
2. Cara menentukan daerah kerja Geiger Muller Counter

Pembagian daerah tegangan kerja tersebut berdasarkan jumlah ion yang terbentuk
akibat kenaikan tegangan yang diberikan kepada detektor isian gas. Adapun pembagian
tegangan tersebut dimulai dari tegangan terendah adalah sebagai berikut:
I. = daerah rekombinasi
II. = daerah ionisasi
III. = daerah proporsional
IV. = daerah proporsioanl terbatas
V. = daerah Geiger Muller

Kurva yang atas adalah ionisasi Alpha, sedangkan kurva bawah adalah ionisasi
oleh Beta. Kedua kurva menunjukkan bahwa pada daerah tegangan kerja tersebut, detektor
ionisasi dan detektor proporsional masih dapat membedakan jenis radiasi dan energi radiasi
yang datang. Dengan demikian, detektor ionisasi dan detektor proporsional dapat digunaknan
pada analisis spectrum energi. Sedangkan detektor Geiger Muller tidak dapat membedakan
jenis radiasi dan energi radiasi.

Tampak dari gambar tersebut bahwa daerah kerja detektor Geiger Muller terletak
pada daerah V. pada tegangan kerja Geiger Muller elektron primer dapat dipercepat
membentuk elektron sekunder dari ionisasi gas dalam tabung Geiger Muller. Dalam hal ini
peristiwa ionisasi tidak tergantung pada jenis radiasi dan besarnya energi radiasi. Tabung
Geiger Muller memanfaatkan ionisasi sekunder sehingga zarah radiasi yang masuk ke detektor
Geiger Muller akan menghasilkan pulsa yang tinggi pulsanya sama. Atas dasar hal ini, detektor
Geiger Muller tidak dapat digunakan untuk melihat spectrum energi, tetapi hanya dapat
digunakan untuk melihat jumlah cacah radiasi saja. Maka detektor Geiger Muller sering disebut
dengan detektor Gross Beta gamma karena tidak bisa membedakan jenis radiasi yang datang.

Besarnya sudut datang dari sumber radiasi tidak mempengaruhi banyaknya cacah
yang terukur karena prinsip dari detektor Geiger Muller adalah mencacah zarah radiasi selama
radiasi tersebut masih bisa diukur. Berbeda dengan detektor lain misalnya detektor sintilasi
dimana besarnya sudut datang dari sumber radiasi akan mempengaruhi banyaknya pulsa yang
dihasilkan.

3. Dead Time Geiger Muller Counter


Umur detektor Geiger-Mueller Umur detektor berbanding lurus dengan jumlah cacah
yang dihasilkan oleh detektor tersebut. Secara teori, umur detektor Geiger-Mueller ditentukan
oleh jumlah molekul gas pemadam. Bila tekanan gas pemadam rendah, berarti banyak terdapat
molekul gas utama (gas mulia) yang dapat diuraikan, sehingga umur detektor menjadi panjang.
Oetektor dikatakan mati bila di dalam daerah tegangan kerjanya telah timbul proses pelucutan
muatan, karakteristik detektor yang jelek yaitu plateau pendek dan slope besar serta telah
terjadi lucutan.

4. Faktor koreksi resolusi detektor Geiger-Mueller

Detektor Geiger-Mueller selama digunakan untuk mencacah radiasi mengalami waktu


mati (dead time) atau tidak respon terhadap radiasi yang datang, sehingga diperlukan faktor
koreksi untuk mengetahui nilai cacah yang sebenarnya (Nsb). Untuk menghitung faktor koreksi
digunakan persamaan [2]

F 𝜏 = 1 – (N × 𝜏)

Dengan : F 𝜏 = faktor koreksi

N = banyaknya cacah

T = resolving time
Apabila laju cacah pencacahan dalam suatu pengukuran diketahui No dan nilai resolving time
(T) diketahui, maka laju cacah sebenarnya (Nsb) adalah

N0
Nsb =
(1−N 0 × τ )

Anda mungkin juga menyukai