Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS JURNAL

“HEAD UP IN MANAGEMENT INTRACRANIAL FOR HEAD INJURY”

Oleh

ASNIA KAMBA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2020
ANALISIS JURNAL

“HEAD UP IN MANAGEMENT INTRACRANIAL FOR HEAD INJURY”

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kasus pasien dengan cedera kepala sering kita jumpai di pelayanan unit gawat
darurat setiap rumah sakit. Di Negara maju cedera kepala merupakan penyebab utama
kerusakan otak pada generasi muda dan usia produktif. Di Negara berkembang seperti
Indonesia. dengan meningkatnya pembangunan yang diikuti mobilitas masyarakat
yang salah satu segi diwarnai dengan lalu lintas kendaraan bermotor yang
mengakibatkan kecelakaan lalu lintas makin sering terjadi dan korban cedera kepala
makin banyak (Japardi, I, 2002). Ditlantas Polda Jawa Barat sendiri mencatat angka
kecelakaan lalu lintas tahun 2011 ada sebanyak 7.955 dengan korban meninggal dunia
sebanyak 3.119 jiwa. Dari survey tersebut 80% korban yang meninggal dunia
mengalami cedera kepala. Cedera tersebut berpotensi menyebabkan fraktur pada
tulang tengkorak, perdarahan di otak, memar otak, atau gangguan hubungan antar
nervus pada otak (Cristianto, 2011).
Otak yang beratnya 2% dari berat badan menerima 1/6 dari darah yang
dipompa oleh jantung dan menggunakan 20% oksigen yang diperlukan tubuh
merupakan pusat vital yang sangat peka terhadap keadaan hipoksia maupun trauma.
Kalau jaringan lain mampu mentolerir hipoksia selama satu jam tetapi jaringan otak
hanya dalam tiga menit. Begitu juga trauma sangat berpengaruh terhadap fungsi dari
otak itu sendiri sebagai pusat semua sistem didalam tubuh manusia. Salah satu
penyebab hipoksia otak dan trauma otak adalah kenaikan tekanan intrakranial yang
berlebihan.
Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis. Cedera
kepala (Head Injury) adalah jejas atau trauma yang terjadi pada kepala yang
dikarenakan suatu sebab secara mekanik maupun non- mekanik. Cedera kepala adalah
penyakit neurologis yang paling sering terjadi diantara penyakit neurologis lainnya
yang biasa disebabkan oleh kecelakaan, meliputi: otak, tengkorak ataupun kulit kepala
saja. (Brunner&Suddart,1987:2210). Jadi, cedera kepala (head Injury) atau trauma
atau jejas yang terjadi pada kepala bisa oleh mekanik ataupun non- mekanik yang
meliputi kulit kepala, otak ataupun tengkorak saja dan merupakan penyakit neurologis
yang paling sering terjadi, biasanya dikarenakan oleh kecelakaan (lalu lintas). Atau
ada berbagai klasifikasi yang dipakai dalam penentuan derajat trauma kepala. Head
injury ini akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial yang merupakan
kondisi bahaya dan harus segera ditangani. Ciri-ciri peningkatan tekanan intrakranial
adalah terjadi nyeri kepala yang hebat, muntah proyektil, hipertensi, bradikardi, pupil
anisokor, dan juga terjadi penurunan kesadaran.
Berbagai penanganan penatalaksanaan baik initial management dan
management penanganan setelah di unit emergency seperti dapat dilakukan sesuai
pedoman terstandard seperti pemberian terapi oksigen dalam bentuk hiperventilasi,
pemberian manitol, pemberian terapi cairan koloid yang awalnya bisa diberikan
cairan kristaloid terlebih dahulu, terapi barbiturate dan pemenuhan nutrisi melalui
NGT. Selain itu ada tindakan keperawatan yang juga berperan penting dalam
penatalaksanaan cedera kepala yaitu head up atau head elevation pada pasien cedera
kepala.
Posisi head up atau head elevation pada pasien cedera kepala diharapkan
supaya drainase vena ke otak tetap lancar. Hal itu dilakukan jika tidak ada
kontraindikasi bagi pasien untuk dilakukan head up. Beberapa tahun ini head
up menjadi bahan yang sering diperdebatkan terkait besarnya sudut yang baik untuk
dilakukannya posisi head up. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa posisi 15-30º
dapat menurunkan tekanan intracranial, Berdasarkan hal tersebutlah, tulisan ini kami
susun untuk mengetahui lebih jauh lagi terkaithead elevation pada pasien cedera
kepala, sehingga paper ini membahas tentang posisihead up yang direkomendasikan
untuk mendapatkan CPP yang optimal dengan penggunaan Intracranial Pressure
Pulse Amplitude (ICPPA) sehingga dapat mencegah kerusakan otak sekunder akibat
perluasan iskemia otak.

1.2. Tujuan
Untuk mengetahui Manfaat dari posisi kepala yang ditinggikan terhadap manajemen
intrakranial pada pasien cedera kepala.

1.3. Manfaat
1.3.1 Manfaat Praktis
Menambah ilmu pengetahuan perawat tentang “Head Up In Management
Intrakranial”

1.3.2 Manfaat Teoritis


Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pemberian intervensi
keperawatan

BAB II. METODE DAN TINJAUAN TEORITIS

1.1 Metode Pencarian


Analissi jurnal ini menggukan 2 (dua) media atau metode pencarian jurnal, yaitu
sebagai berikut :
1. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan alamat situs : www.pnri.go.id
2. Ebsco dengan alat situs : http://search.ebscohost.com

Kata Kunci Hasil Pencarian


Head Up In Management Intrakranial 28
Management Intrakranial 101
Elevasi Kepala 60
Cedera Kepala 118
Manajemen Intrakranial 78
Jurnal yang dipilih : head up in management intracranial for head injury

1.2 Konsep tentang Tinjauan Teoritis


A. Head Injury / Cedera Kepala
1) DEFINISI
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah
trauma kepala,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau
kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala (trauma
capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai
kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan
selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan
neurologis (Sugeng, 2012).

2) ETIOLOGI
Penyebab dari cedera kepala diantaranya yaitu : Kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja, trauma pada olahraga, kejatuhan benda, atau bahkan karena luka
tembak. Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang
muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam
menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi
aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:
a. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala
tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput
durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.
b. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif
kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera kepala.
 Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30
menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak,
tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma.
 Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
 Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau
hematoma intracranial

B. TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)


Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga kranial
dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak (Joanna Beeckler,
2006). Menurut Morton, et.al (2005), tekanan intrakranial normal adalah 0-15 mmHg.
Nilai diatas 15 mmHg dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau
peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu otak (sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan
darah (sekitar 10%) (Joanna Beeckler, 2006). Selama total volume intrakranial sama,
maka TIK akan konstan.
Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan
penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu volume
tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan
TIK (Morton, et.al, 2005). Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara
lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral
berkonstriksi menurunkan aliran darah otak (Joanna Beeckler, 2006).
Monitoring TIK paling sering dilakukan pada trauma kepala dengan situasi
(Thamburaj, Vincent, 2006) GCS kurang dari 8, Mengantuk/drowsy dengan hasil
temuan CT scan, Post op evakuasi hematoma, Klien risiko tinggi seperti usia diatas
40 tahun, tekanan darah rendah, klien dengan bantuan ventilasi. Tidak ada yang dapat
dicapai jika monitoring dilakukan pada klien dengan GCS kurang dari 3 (Thamburaj,
Vincent, 2006). Untuk mengetahui dan memonitor tekanan intrakranial, dapat
digunakan metode non invasif atau metode invasif. Metode non invasif diantaranya
(Thamburaj, Vincent, 2006) : Penurunan status neurologi klinis dipertimbangkan
sebagai tanda peningkatan TIK. Bradikardi, peningkatan tekanan pulsasi, dilatasi
pupil normalnya dianggap tanda peningkatan TIK.

C. HEAD UP POSITION
Posisi meninggikan kepala ( elevasi ) merupaka salah satu penatalaksanaan
penurunan peningkatan intra cranial. Dengan mengatur posisi kepala elevasi 15- 300
untuk meningkatkan venous drainage dari cerebral ke jantung. Disamping itu
tindakan elevasi kepala 15- 30 derajat tersebut juga diharapkan venous return (aliran
balik) ke jantung berjalan lebih optimal sehingga dapat mengurangi edema
intaserebral karena perdarahan. Selain itu, manfaat pemberian posisi kepala elevasi
15- 300 dapat memberikan kenyamanan pada pasien.

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN


1.1. Hasil

Author Judul Metode Hasil Source


Deni Head Up In Metode Kepala pasien dan tempat Ebscho
Wahyudi Management Review tidur diposisikan urutan
(2015) Intracranial Literatur dengan posisi elevasi Hasilnya
For Head Injury ada pola atau trend yang
menunjukkan bahwa kepala
pada tempat tidur yang
ditinggikan akan
meningkatkan vasospasme.
Sebagian kelompok , tidak ada
perbedaan yang signifikan
dalam pasien pada posisi yang
berbeda dari kepala yang
ditinggikan tempat tidurnya.
Kesimpulan secara umum,
elevasi kepala pada tempat
tidur tidak menyebabkan
perubahan berbahaya dalam
aliran darah di otak yang
berhubungan dengan
vasospasme.
Aditya Evaluasi Penelitian Hasil penelitian sebelum
Dwi Perubahan Eksperimen, dilakukan tindakan elevasi
Priasojo Gejala Dengan kepala menunjukan rata-rata
(2016) Peningkatan Pendekatan nilai 7,28 sedangkan setelah
Intracranial Pada cross dilakukan tindakan elevasi
Pasien Cedera sectional. kepala nilai rata-ratanya
Kepala Setelah
menjadi 1,89. Sedangkan pada
Dilakukan Posisi
uji statistik didapatkan nilai p
Elevasi 15-300 Di
IGD RSUD value 0,000 atau kurang dari
dr.Soedirman 0,005 maka dapat disimpulkan
Kebumen ada perbedaan tekanan
intrakranial sebelum dan
sesudah dilakukan elevasi
kepala 15-30 derajat.
Sumirah Effect of 30° Penelitian Hasil penelitian menunjukkan
Budi Head-Up Quasy p-value 0,010 (<0,05) pada
Pertami position on Eksperimen tingkat kesadaran dan p-value
intracranial with post test 0,031 (<0,05) pada mean.
(2017) pressure change only control
in patients with tekanan arteri, yang
head injury menunjukkan bahwa ada efek
signifikan secara statistik dari
posisi kepala ke atas 30 °
pada tingkat kesadaran dan
tekanan arteri rata-rata.
Kesimpulan: Ada pengaruh
yang signifikan posisi head up
30 ° terhadap perubahan
tekanan intrakranial

1.2. Pembahasan
Jurnal ini dipublikasikan oleh Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No.
1 Maret 2015, peneliti Deny Wahyudi (2015), Dalam penelitian ini bertujuan
untuk menentukan bagaimana ketinggian kepala pada tempat tidur dari 20o dan
45o mempengaruhi dinamika serebrovaskular pada pasien dewasa dengan
vasospasme ringan atau sedang setelah aneurisma subarachnoid hemorrhage dan
untuk menggambarkan respon vasospasme ringan atau sedang kepala pada tempat
tidur elevasi 20o - 45o terhadap variabel seperti kelas perdarahan subarachnoid dan
tingkat vasospasme. Metode penelitiannya pasien desain diulang dengan langkah
yang digunakan. Kepala pasien dan tempat tidur diposisikan urutan 0o - 20o - 45o -
0o - 20 o pasien dengan vasospasme ringan atau sedang antara hari 3 dan 14 setelah
aneurisma subarachnoid hemorrhage. Kontinyu transkranial Doppler rekaman
diperoleh selama 2 sampai 5 menit setelah membiarkan sekitar 2 menit untuk
stabilisasi dalam setiap posisi. Hasilnya ada pola atau trend yang menunjukkan
bahwa kepala pada tempat tidur yang ditinggikan akan meningkatkan vasospasme.
Sebagian kelompok , tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pasien pada
posisi yang berbeda dari kepala yang ditinggikan tempat tidurnya. Memanfaatkan
lain langkah analisis varians, nilai P berkisar 0,34-0,97, baik melampaui 05. Hal
tersebut menunjukan tidak ada kerusakan saraf terjadi. Kesimpulan secara umum,
elevasi kepala pada tempat tidur tidak menyebabkan perubahan berbahaya dalam
aliran darah di otak yang berhubungan dengan vasospasme.

Jurnal ini yang dipublikasikan oleh Porta Garuda, Jurnal Keperawatan tahun 2016
Peneliti Aditya Dwi Priasojo, melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui evaluasi perubahan gejala peningkatan intracranial pada pasien cedera
kepala setelah dilakukan posisi elevasi 15-300 di IGD RSUD Soedirman
Kebumen. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen, dengan
pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dengan tehnik accidental
sampling yang berjumlah 18 responden. Hasil uji menggunakan T test dan
pengambilan data menggunakan lembar observasi. Hasil yang diperoleh dari
penelitiannya yaitu : Hasil penelitian sebelum dilakukan tindakan elevasi kepala
menunjukan rata-rata nilai 7,28 sedangkan setelah dilakukan tindakan elevasi
kepala nilai rata-ratanya menjadi 1,89. Sedangkan pada uji statistik didapatkan
nilai p value 0,000 atau kurang dari 0,005 maka dapat disimpulkan ada perbedaan
tekanan intrakranial sebelum dan sesudah dilakukan elevasi kepala 15-30 derajat.
Dapat disimpulkan bahwa Ada pengaruh tindakan elevasi kepala terhadap penurunan
tekanan intracranial pada pasien cedera kepala di RSUD Dr. Soedirman Kebumen.

Penelitian oleh Sumirah (2017) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis


pengaruh 30 ° posisi head-up pada perubahan tekanan intrakranial pada pasien
dengan cedera kepala. Tekanan intrakranial digambarkan dalam hal tingkat
kesadaran dan maksud tekanan arteri. Menurut Sumirah (2017) Posisi kepala 30 °
bertujuan mengamankan pasien dalam pemenuhan oksigenasi untuk menghindari
hipoksia di pasien, dan tekanan intrakranial mungkin stabil dalam rentang normal.
Selain itu, posisi ini lebih efektif menjaga tingkat kesadaran karena itu
mempengaruhi posisi anatomi tubuh manusia yang kemudian mempengaruhi
hemodinamik pasien. Head-up 30 ° Posisi ini juga efektif untuk otak homeostasis
dan mencegah otak sekunder kerusakan oleh stabilitas fungsi pernapasan
mempertahankan perfusi serebral yang adekuat. Temuan penelitian ini juga
terungkap bahwa ada efek yang signifikan secara statistik posisi head-up 30 ° dan
15 ° di berarti tekanan arteri. Ini konsisten dengan penelitian sebelumnya
menunjukkan head-up itu posisi dalam kisaran 15-30 ° bisa menurun tekanan
perfusi serebral dan menstabilkan rerata tekanan arteri.

Berdasarkan hasil analisa penulis, Posisi head up 30 derajat atau posisi elevasi kepala
ini merupakan cara meposisikan kepala seseorang lebih tinggi sekitar 30 derajat
dari tempat tidur dengan posisi tubuh sejajar dan kaki lurus atau tidak menekuk.
Posisi head up 30 derajat bertujuan untuk menurunkan tekanan intrakranial pada
pasien cedera kepala. Selain itu posisi tersebut juga dapat meningkatkan oksigen
ke otak. Hal ini sesuai dengan Penelitian diatas juga menunjukkan bahwa posisi
elevasi kepala 30 derajat dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan
memaksimalkan aliran oksigen ke jaringan otak. Informasi yang dapat diperoleh
tentang efek atau manfaat posisi head up 30 derajat terhadap nyeri kepala pasien
cedera kepala ringan masih sangat sedikit, tetapi beberapa peneliti meyakini
bahwa posisi head up 30 derajat dapat berpengaruh terhadap penurunan nyeri pada
pasien cerdera kepala ringan serta dapat membantu menurunkan tekanan
intrakranial.
1.3 Implikasi Keperawatan
Terapi ini dapat dijadikan alternative dalam pemberian intervensi keperawatan
khususnya pada pasien dengan cedera kepala

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

1.1. Kesimpulan
Posisi meninggikan kepala ( elevasi ) merupaka salah satu penatalaksanaan
penurunan peningkatan intra cranial. Dengan mengatur posisi kepala elevasi 15- 300
untuk meningkatkan venous drainage dari cerebral ke jantung.
1.2. Saran

a. Bagi Perawat

Diharapkan literature review ini khususnya bagi perawat dapat melakukan


terapi akupresur dan pemberian tindakan keperawatan pada pasien dengan
cedera kepala

DAFTAR PUSTAKA

Aditya Dwi Priasojo. 2016. Evaluasi Perubahan Gejala Peningkatan Intracranial Pada
Pasien Cedera Kepala Setelah Dilakukan Posisi Elevasi 15-300 Di IGD RSUD dr.Soedirman
Kebumen

Blissitt, Patricia A. Mitchell, Pamela H. ; Newell, David W. ; et al. 2016.


Cerebrovascular dynamics with head-of-bed elevation in patients with mild or moderate
vasospasm after aneurysmal subarachnoid hemorrhage American Journal Of Critical Care
Deny, Wahyudi. 2015. Head up in management intracranial for head injury. Program
Magister Ilmu Keperawatan Konsentrasi Keperawatan Kritis Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran.

Supadi. 2011. Pengaruh elevasi posisi kepala pada klien stroke hemoragik terhadad
tekanan rata-rata arterial, tekanan darah dan tekanan intra kranial di rumah sakit margono
soekarjo purwokerto

Morton, P.G, dkk. 2013. Keperawatan Kritis. Vol 2. Ed-8. Jakarta: EGC Musliha.
2010. Keperawatan

Sumirah. 2017. Effect of 30° head-up position on intracranial ressure change in


patients with head injury in surgical ward of general hospital of dr. r.soedarsono pasuruan

Wolfe, T. J., & Torbey, M. T. 2009. Management of intracranial pressure. Current


Neurology and Neuroscience Reports, 9(6), 477-85. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s11910-
009-0070-1

Anda mungkin juga menyukai