Anda di halaman 1dari 18

STASE KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN


DENGAN RISIKO BUNUH DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA SOEROJO
MAGELANG

Disusun Oleh:

NURUL MUKAROMAH
203203055

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIV


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN


DENGAN RISIKO BUNUH DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA SOEROJO
MAGELANG

Telah disetujui pada dan oleh:


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

(.........................................) (............................................) (Nurul Mukaromah)

2
RISIKO BUNUH DIRI

A. Definisi
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan membinasakan
diri sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu
akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat.
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress. Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya:
1. Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari
suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/
tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan
idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu
menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang
keinginan untuk mati
2. Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah
melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
3. Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan
dan hasrat yang dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
4. Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif
yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya
mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada
umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau
menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena
individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak
berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk
hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik
mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu
ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
5. Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang
mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan

3
misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak
individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
6. Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah
didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang
yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah
melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini
merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk
mengatasi kesedihan yang mendalam.

B. Penyebab Bunuh Diri :


1. Faktor genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
2. Teori Sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik
(orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik
(Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide
karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi
dengan stressor).
3. Teori Psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri
merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
4. Penyebab lain
a. Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
b. Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan
ketidakberdayaan.
c. Tangisan untuk minta bantuan.
d. Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari
kehidupan yang lebih baik.

4
C. RENTANG RESPON PROTEKSI BUNUH DIRI
Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai
respon paling adaptif, sedangkan perilaku dekstruktif diri tidak langsung
pencederaan diri dan bunuh diri merupakan respon maladaptif
Rentang Respon “Self-Protective” Stuart (2004)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menghargai Berani ambil Tingkah laku Merusak


diri atau resiko dalam merusak diri diri Bunuh diri
meningkatk mengembang secara tidak
an diri kan diri langsung

Gambar 1. Rentang Respon Bunuh Diri

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Harapan : Putus Harapan :
 Yakin  Tidak berdaya
 Percaya  Putus asa
 Inspirasi  Apatis
 Tetap hati  Gagal dan kehilangan
 Ragu-ragu
 Sedih
 Depresi
 Bunuh diri
Gambar 2. Rentang Harapan-Putus Harapan (Rawlin’s, et.al, 1993)

Individu putus harapan menunjukkan perilaku yang tidak berdaya,


putus asa, apatis, kehilangan, ragu-ragu, sedih, depresi, serta yang paling
berat adalah bunuh diri.Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. Individu
tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena
merasa tidak mampu, seolah-olah koping yang biasa bermanfaat sudah
tidak berguna lagi. Harga diri rendah, apatis, dan tidak mampu
mengembangkan koping serta yakin tidak ada yang membantu.

5
Depresi. Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan
yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Banyak teori yang
menjelaskan tentang depresi dan semua sepakat keadaan depresi
merupakan indikasi terjadinya bunuh diri. Individu berfikir tentang
bunuh diri pada waktu depresi berat, namun tidak mempunyai tenaga
untuk melakukannya. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu
keluar dari keadaan depresi berat.

D. Faktor Predisposisi
Teori tingkah laku memberi kesan bahwa melukai diri adalah
dipelajari dan diperoleh dalam masa kanak-kanak atau dewasa,
perbedaannya teori psikologi memfokuskan pada kerusakan yang penting
dalam awal perkembangan ego, ini memberi kesan bahwa melukai diri
mulai tumbuh pada trauma awal hubungan interpersonal. Dan kecemasan
yang tidak diatasi bisa menimbulkan kelanjutan episode tingkah laku
melukai diri (Stuart, 2004).
Teori interpersonal mengemukakan bahwa melukai diri mungkin
sebagai hasil dari interaksi antara perasaan kehilangan, bersalah pada
waktu kecil dan perasaan tidak berharga. Perilaku menyimpang atau
incest mungkin menjadi presipitasi dari tingkah laku merusak diri jika
mempunyai persepsi yang negatif (Stuart, 2004).
Faktor predisposisi lain berhubungan dengan tingkah laku merusak
diri termasuk di dalamnya adalah :
1. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhannya dan
mengungkapkan perasaannya
2. Perasaan bersalah
3. Depresi dan depersonalisasi serta fluktuasi emosi
Lima dominan faktor predisposisi yang menunjang pemahaman
prilaku destruktif diri sepanjang siklus kehidupan adalah :
1. Diagnosis Psikiatri : lebih dari 90 % orang dewasa yang mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa. Tiga

6
gangguan jiwa yang membuat individu beresiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia
2. Sifat kepribadiaan :tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan
peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan
depresi.
3. Lingkungan psikososial : baru mengalami kehilangan, perpisahan atau
perceraian, kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga : Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh
diri merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif diri
5. Faktor Biokimia : Data menunjukkan bahwa proses yang dimediasi
serotonin, opiat , dan dopamin dapat menimbukan prilaku destruktif
diri.

E. Faktor Prespitasi / Stressor Pencetus


1. Perasaan stress yang berkelanjutan/berlimpah
2. Ansietas
3. Kehilangan kemampuan penilaian terhadap diri sendiri
4. Kehilangan harga diri
5. Isolasi sosial : menarik diri
6. Struktur sosial, Durkheim cit. Stuart dan Sundeen, 1998,
mengindikasikan tiga subkategori bunuh diri sebagai dasar motivasi
seseorang untuk bunuh diri :
a. Bunuh Diri Egoistic sebagai hasil interaksi yang tidak terintegrasi
dengan lingkungan (lemah dengan lingkungan).
b. Bunuh Diri Altruistic sebagai hasil kepatuhan dan kebiasaan adat.
c. Bunuh Diri Anomic ketika individu tidak dapat
mengatur/mengontrol lingkungan sosial tersebut.

7
F. POHON MASALAH

Effect Bunuh diri

Care Problem
Risiko Bunuh diri

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

Gambar 2. Pohon Masalah Resiko Bunuh Diri


Sumber : Nita Fitria (2010)

G. Manifestasi Klinis
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri
2. Mengungkapkan keinginan untuk mti
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4. Impulsif
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya
menjadi sangat patuh)
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian,
menanyakan tentang obat dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat,
panik, marah, dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai
orang yang depresi, psikologis dan menyalahgunakan alkohol).

8
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit
kronis atau terminal).

H. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa
dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan
seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara
perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang
dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi,
dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui
hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar
klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien
juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional,
serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya.
2. Terapi lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata
lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku
maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua
lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah
memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku
dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan
interaksi.
Dalam terapi lingkungan perawat harus memberikan
kesempatan, dukungan, pengertian agar klien dapat berkembang
menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Klien juga dipaparkan pada
peraturan-peraturan yang harus ditaati, harapan lingkungan, tekanan
peer, dan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Perawat

9
juga mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan, meningkatkan
harga diri, belajar keterampilan dan perilaku yang baru.
Bahwa lingkungan rumah sakit adalah lingkungan sementara di
mana klien akan kembali ke rumah, maka tujuan dari terapi
lingkungan ini adalah memampukan klien dapat hidup di luar lembaga
yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk
beralih dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya.
3. Terapi kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan
sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang
diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan
kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan
keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan
perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir
yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah
dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus auhan
adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini,
harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun
perubahan kognitif.
Ada tiga tujuan terapi kognitif meliputi:
a. Mengembangkan pola berfikir yang rasional. Mengubah pola
berfikir tak rasional yang sering mengakibatkan gangguan
perilaku menjadi pola berfikir rasional berdasarkan fakta dan
informasi yang actual.
b. Membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan realita dalam
menanggapi setiap stimulus sehingga terhindar dari distorsi
pikiran.
c. Membentuk perilaku dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi
dengan terlebih dahulu mengubah pola berfikir.

10
4. Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh
anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan
terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya.
Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang
mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang
dituntut oleh anggotanya.
5. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk
dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media
kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan
sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan
kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan
mengubah perilaku maladaptive.
6. Terapi perilaku
Terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat
proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari
dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang
digunakan dalam terapi jenis ini adalah:
- Role model
- Kondisioning operan
- Desensitisasi sistematis
- Pengendalian diri
- Terapi aversi atau releks kondisi
7. Psikofarmaka
Pasien dalam krisis karena kematian orang terdekat atau peristiwa
lain dengan perjalanan waktu yang terbatas akan berfungsi lebih baik
setelah menerima sedasi ringan seperlunya, terutama bila sebelum itu
tidurnya terganggu. Benzodiazepin merupakan obat terpilih dan
ramuan yang khas ialah lorazepam (ativan) 1 mg 1-3 x sehari untuk 2
minggu. Iritabilitas pasien mungkin meningkat dengan penggunaan

11
teratur benzodiazepin, dan iritabilitas ini merupakan satu resiko untuk
bunuh diri, maka benzodiazepin harus digunakan dengan hati-hati
pada pasien yang bersikap keras dan bermusuhan. Hanya sejumlah
kecil dari medikasi itu harus disediakan, dan pasien harus diikuti
dalam beberapa hari.

Antidepresiva merupakan terapi yang pasti bagi semua pasien yang


menampilkan diri dengan gagasan bunuh diri, tetpi tidak biasanya
untuk mulai memberikan antidepresiva di UGD. Bila diberi resep,
harus diadakan perjanjian untuk pemeriksa lanjutan, sebaiknya
keesokan hari nya.
I. Asuhan Keperawatan
1. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Resiko bunuh diri
b. Bunuh diri
2. Data yang perlu dikaji.
1) Riwayat masa lalu :
a) Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
b) Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c) Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan
skizofrenia

d) Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.


e) Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,
paranoid, antisosial
f) Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2) Riwayat psikososial
a) Perpisahan yang baru saja terjadi, perceraian atau kehilangan
pasangan hidup
b) Hidup sendiri
c) Tidak bekerja, perubahan pekerjaan atau kehilangan pekerjaan

12
d) Stress yang multipel/kompleks dalam kehidupan (baru
kehilangan, masalah-masalah sekolah, dll)
e) Penyakit medik kronik
f) Peminum berat atau penyalahgunaan obat
3) Faktor kepribadian/personality
a) Impulsif, agresif, bermusuhan
b) Kekakuan kognitif dan negatif
c) Keputusasaan
d) Harga diri rendah
e) Gangguan kepribadian anti social

J. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko Bunuh Diri

13
No Rencana Tindakan
Diagnosis Tujuan
. Tindakan (Pasien) Tindakan (Keluarga)
1 Risiko Bunuh Diri SP I
TUM : Tindakan Psikoterapeutik
1. Diskusikan masalah yg
Setelah dilakukan tindakan 1) Bina hubungan saling percaya.
dirasakan dalam merawat
keperawatan, diharapkan klien 2) Adakan kontak sering dan singkat
pasien.
tidak melakukan bunuh diri. secara bertahap.
2. Jelaskan pengertian, tanda
3) Observasi tingkah laku klien.
TUK: & gejala, dan proses
4) Tanyakan keluhan yang dirasakan
terjadinya risiko bunuh diri
Setelah melakukan interaksi klien.
(gunakan booklet).
dengan klien selama … s.d. 5) Lakukan strategi pelaksanaan
3. Jelaskan cara merawat
…. kali, diharapkan klien tidak psikoterapeutik :
risiko bunuh diri.
melakukan bunuh diri dengan SP I
4. Latih cara memberikan
kriteria hasil : 1. Identifikasi beratnya masalah risiko pujian hal positif pasien,
bunuh diri: isarat, ancaman, memberi dukungan
percobaan (jika percobaan segera pencapaian masa depan.
TUK SP 1: Klien dapat rujuk). 5. Anjurkan membantu pasien
membina hubungan saling 2. Identifikasi benda-benda berbahaya sesuai jadwal dan
percaya dengan perawat, klien dan mengankannya (lingkungan memberikan pujian.
dapat mengidentifikasi aman untuk pasien).
beratnya masalah risiko bunuh 3. Latihan cara mengendalikan diri
diri dan benda-benda yang dari dorongan bunuh diri: buat
berbahaya, klien dapat daftar aspek positif diri sendiri,
mencegah keinginan bunuh latihan afirmasi/berpikir aspek
diri dengan cara berpikir positif yang dimiliki.
positif tentang diri sendiri. 4. Masukan pada jadwal latihan
berpikir positif 5 kali per hari.

14
TUK SP 2 : Klien dapat SP II SP II
mempraktikan dan 1. Evaluasi kegiatan berpikir positif 1. Evaluasi kegiatan keluarga
memasukkan cara mencegah tentang diri sendiri, beri pujian. dalam memberikan pujian
keinginan bunuh diri dengan Kaji ulang risiko bunuh diri. dan penghargaan atas
berpikir positif tentang 2. Latih cara mengendalikan diri dari keberhasilan dan aspek
keluarga dan lingkungan dorongan bunuh diri: buat daftar positif pasien. Beri pujian.
dalam jadwal harian. aspek positif keluarga dan 2. Latih cara memberi
lingkungan, latih afirmasi/berpikir penghargaan pada pasien
aspek positif keluarga dan dan menciptakan suasana
lingkungan. positif dalam keluarga:
3. Masukkan pada jadwal latihan tidak membicarakan
berpikir positif tentang diri, keburukan anggota
keluarga dan lingkungan. keluarga.
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian.

TUK SP 3 : Klien dapat SP III SP III


mempraktikan dan 1. Evaluasi kegiatan berpikir positif 1. Evaluasi kegiatan keluarga
memasukkan cara mencegah tentang diri, keluarga dan dalam memberikan pujian
keinginan bunuh diri dengan lingkungan. Beri pujian. Kaji risiko dan penghargaan pada
berpikir positif tentang cara- bunuh diri. pasien serta menciptakan
cara mencapai harapan dalam 2. Diskusikan harapan dan masa suasana positif dalam
jadwal harian. depan. keluarga. Beri pujian.
3. Diskusikan cara mencapai harapan 2. Bersama keluarga

15
dan masa depan. berdiskusi dengan pasien
4. Latih cara-cara mencapai harapan tentang harapan masa depan
dan masa depan secara bertahap serta langkah-langkah
(setahap demi setahap). mencapainya.
5. Masukkan pada jadwal latihan 3. Anjurkan membantu pasien
berpikir positif tentang diri, sesuai jadwal dan berikan
keluarga dan lingkungan dan pujian.
tahapan kegiatan yang dipilih.

TUK SP 4 : Klien dapat SP IV SP IV


mempraktikan dan 1. Evaluasi kegiatan berpikir positif 1. Evaluasi kegiatan keluarga
memasukkan cara mencegah tentang diri, keluarga dan dalam memberikan pujian,
keinginan bunuh diri dengan lingkungan serta kegiatan yang penghargaan, menciptakan
berpikir positif tentang cara- dipilih. Beri pujian. suasana keluarga yang
cara mencapai masa depan 2. Latih tahap kedua kegiatan positif dan kegiatan awal
dalam jadwal harian. mencapai masa depan. dalam mencapai harapan
3. Masukkan pada jadwal latihan masa depan. Beri pujian.
berpikir positif tentang diri, 2. Bersama keluarga
keluarga dan lingkungan, serta berdiskusi tentang langkah
kegiatan yang dipilih untuk dan kegiatan untuk
persiapan masa depan. mencapai harapan masa
depan.
3. Jelaskan follow up ke
RSJ/PKM, tanda kambuh,
rujukan.
4. Anjurkan membantu pasien

16
sesuai jadwal dan
memberikan pujian.

17
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Nita. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta :
Salemba Medika.
Keliat Budi Anna, dkk. (2000). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Maramis, W. F. (2000). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Erlangga Universitas Press
Maslim, dr. Rusdi. (2003). Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Jakarta: Pt nuh jaya
Shives, R (2008). Basic concept of psychiatric and Mental Health Nursing, Mosby, St
Louis.
Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed.
Elsevier Mosby, Philadelphia

18

Anda mungkin juga menyukai