Anda di halaman 1dari 29

Interaksi Sinergisme Antara

Bakteri Antagonis Dalam


Pengendalian Penyakit Layu
Tanaman Kentang dan Pisang

EKOLOGI
MIKROBA
Anggota Kelompok
Siti Kholifah (18308141004)
Nuzul Juharoh Azizah Ulfah (18308141010)
Rizka Anisa Reynitasari (18308144012)
Thengku Indriyenni Maretha (18308141056)
01
TUJUAN
Mengetahui kemampuan
isolat bakteri antagonis
yang disinergikan dalam
mengendalikan penyakit
layu tanaman kentang
dan pisang
02
Our Services
Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan isolat bakteri antagonis yang disinergikan dalam
mengendalikan penyakit layu tanaman kentang dan pisang. Tahapan penelitian meliputi eksplorasi
bakteri antagonis dengan metode Schaad, identifikasi bakteri, uji in vitro dan in vivo, dan pengujian
sifat antagonis isolat bakteri NG02 (Clostridium sp), NS01 (Clostridium sp), G06 (Clostridium sp), dan
S06 (Clostridium sp) sebagai agens antagonis dalam menekan penyakit layu bakteri (R. solanacearum)
pada tanaman kentang. Hasil penelitian menunjukkan bakteri antagonis P. fluorescens dan B. subtilis
serta kombinasi dari bakteri tersebut dapat menghambat pertumbuhan koloni jamur patogen F.
Oxysporum penyebab penyakit layu fusarium pada pisang secara in vitro rata rata sebesar 70,2 % -
88.1. Perlakuan dengan kombinasi isolat NS01+S06+G06+R. solanacearum cenderung lebih efektif
menekan penyakit layu bakteri (R. solanacearum) 85%, meningkatkan jumlah umbi 162,5 biji dan
berat umbi 311,25 gram dibandingkan perlakuan lainnya.
Kata kunci: Tanaman Kentang, Tanaman Pisang, Bakteri Antagonis, R. Solanacearum, Pseudomonas
fluorescens, Bacillus subtilis, Fusarium
03
KAJIAN
PUSTAKA
Sinergisme adalah asosiasi atau hubungan hidup
antara kedua spesies yang mana mengadakan kegiatan
yang tidak saling menganggu satu sama lainnya. Akan
tetapi kegiatan masing-masing justru merupakan
urut-urutan yang saling menguntungkan. Sinergisme
bakteri merupakan interaksi antara genus atau
spesies bakteri yang satu dengan yang lainnya
bersinergi, serta berbagi sumber nutrisi yang sama
dalam media hidup yang sama (Asri, 2016).
Hubungan antara mikroorganisme dengan organisme lain yang
saling menekan pertumbuhannya disebut antagonisme. Biasanya
bentuk interaksi ini muncul karena ada beberapa jenis
miktororganisme yang menempati ruang dan waktu yang sama,
sehingga mereka harus memperebutkan nutrisi untuk tetap dapat
tumbuh dan berkembangbiak. Akhirnya dari interaksi semacam ini
memberikan efek beberapa mikroorganisme tumbuh dengan
optimal, sementara mikroorganisme lain tertekan
pertumbuhannnya (Kusnadi, 2003).
 Penyakit layu, contohnya Fusarium pisang disebabkan oleh
Fusarium oxysporum F.sp Cubense. Penyakit ini sangat
merugikan dan sulit di kendalikan baik dengan kultur tehnis
seperti rotasi tanam maupun secara kimiawi. Hal ini
dikarenakan patogen memiliki kemampuan untuk bertahan
dalam tanah (soil borne) dalam bentuk Klamidospora dan
memiliki kisaran inang yang luas (Sivamani dan
Gnanamanickam, 1997).
 Oleh karena itu perlu upaya pengendalian yang efektif dan
ramah lingkungan yaitu dengan memanfaatkan agens
pengendali hayati.
 Janisewics dan rotman ( 1988) menyatakan bahwa beberapa
bakteri antagonis jika dikombinasikan ternyata dapat
mengendalikan penyakit secara simultan dan sinergi,
sehingga makin efektif.
04
METODE
Alat dan Bahan
 Fusarium oxysporum  SPSS
 Pseudomonas fluorescens  NA (Nutrient Agar)
 Bacillus subtilis  Petridish
 Bibit pohon pisang

Cara Kerja
 Eksplorasi bakteri antagonis
 Perbanyakan mikroba pada media NA (Nutrient Agar)
 Mengidentifikasi bakteri yang ditemukan
 Uji efektivitas bakteri antagonis terhadap F.oxysporum
Pengujian Efektifitas Bakteri Antagonis secara in vitro
 Kultur murni patogen F. oxysporum diletakkan di tengah-
tengah petridish
 Pada bagian tepi digoreskan P. fluorescens dan B. subtilis
membentuk lingkaran dengan diameter 6 cm mengelilingi F.
oxysporum
 Diinkubasiakan selama 7 hari
 Pengamatan dilakukan dengan menghitung zona hambatan
 Menghitung presentase hambatan
Pengujian Efektivitas Antagonis secara In Vivo
 Inokulasi suspensi bakteri antagonis yang pertama
dilakukan bersamaan dengan penanaman bibit dengan
cara menyiramkan pada pangkal batang pisang.
 Melakukan pengamatan 60 hari setelah tanam
 Menghitung persen intensitas penyakit, dengan rumus :
05
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Penyakit layu Fusarium pisang disebabkan oleh Fusarium oxysporum F.sp
Cubense. Penyakit ini sangat merugikan dan sulit di kendalikan baik dengan kultur
teknis seperti rotasi tanam maupun secara kimiawi. Hal ini dikarenakan patogen
memiliki kemampuan untuk bertahan dalam tanah (soil borne) dalam bentuk
Klamidospora dan memiliki kisaran inang yang luas (Sivamani dan Gnanamanickam,
1997). Oleh karena itu perlu upaya pengendalian yang efektif dan ramah
lingkungan yaitu dengan memanfaatkan agens pengendali hayati di antara agens
hayati yang banyak dimanfaatkan adalah bakteri P. fluorescens dan Bacillus
subtillis.
Dan pada jurnal “Pengendalian Penyakit Layu pada Pisang dengan Bakteri
Antagonis Pseudomonas fluorescens dan Bacillus subtilis” oleh Paniman Ashna
MIHARDJO dan Abdul MAJID dilakukan pengujian sifat antagonis bakteri bakteri P.
fluorescens dan Bacillus subtillis dalam menghambat pertumbuhan Fusarium
oxysporum F.sp Cubense yang dapat menyebabkan penyakit layu, kerja kedua
bakteri ini secara sinergi menghambat perkembangan pathogen dengan
menggunakna mekanisme antibiotic maupun dengan cara mekanisme induksi
ketahanan terhadap penyakit.
PENGUJIAN ANTAGONISME SECARA IN VITRO DI LABOLATORIUM
• Bakteri antagonis P.. fluorescens dan B. subtillis
maupun kombinasi dari kedua tersebut ternyata
mampu menghambat pertumbuhan koloni jamur
F.oxysporum dalam cawan petri.
• Pada perlakuan P.fluorescens, B.subtillis dan
kombinasi P fluorescens dan B. subtillis mampu
menghambat patogen masing masing sebesar 70,2 %,
74,6% dan 88,1% sedangkan pad kontrol tidak terjadi
hambatan.
• Mekanisme penghambatan patogen oleh mikrobia
antagonis umumnya disebabkan karena proses
antibiosis, kompetisi nutrisi dan parasitisme. Menurut
Kurniawan ( 1996 ) aktifitas bakteri antagonis P.
fluorescens dalam menghambat pertumbuhan jamur
patogen dalam media biakan di sebabkan oleh
kemampuannya untuk mengambil unsur besi dari
media dengan membentuk komplek besi pigmen .
PENGUJIAN ANTAGONISME SECARA IN VIVO PADA POLYBAG DI RUMAH KACA
• Pada pengamatan 30 hari setelah inokulasi tanda –tanda
peningkatan insiden penyakit mulai terjadi. Padaperlakuan
aplikasi bakteri antagonis insiden penyakit rata rata lebih
rendah dibandingkan dengan kontrol. Pada Kontrol
insiden penyakit berkisar antara 21,0-26.4 % sedangkan
pada perlakuan dengan pemberian antagonis insiden
penyakit dapat ditekan , yaitu berkisar antara 7.9%-21.9 %.
• Pada tabel tersebut juga diketahui bahwa frekuensi
aplikasi bakteri antagonis dapat berpengaruh menurunkan
insiden penyakit dan menunjukkan perbedaan yang nyata
terutama antara aplikasi 1dan 2 kali bila dibandingkan
dengan aplikasi 3 dan 4 kali. Pada frekwensi aplikasi 1 dan
2 kali insiden penyakit berkisar antara 39.8 % -54.7 %.
Sedangkan pada frekwensi aplikasi 3 dan 4 kali insiden
penyakit lebih rendah yaitu berkisar antara 12.4 % - 25.2
%.
Penghambatan ini dimungkinkan oleh adanya efek sinergisme antara
agens antagonis tersebut. Mulya dkk. (2000) juga menyatakan bahwa peningkatan
efektifitas mikroorganisme antagonis dapat dilakukan dengan mengkombinasikan
beberapa jenis antagonis yang kompatibel.
Mekanisme penghambatan perkembangan patogen oleh bakteri antagonis
P. fluorescens dan B. subtilis di duga karena adanya antibiotik yang
dihasilkan oleh bakteri tersebut. Menurut Weller ( 1988) P. fluorescens
dapat memproduksi sejenis antibiotik dan siderofor. Antibiotik yang
dihasilkan oleh bakteri tersebut adalah Phenazine yang dapat menghambat
penyakit. Pada kondisi Fe rendah P. fluorescens dapat memproduksi
siderofor pyroverdine. Oleh karena itu apabila kondisi Fe terbatas dalam
Rizosfer akan dapat menghambat patogen. Bakteri B.subtilis dapat
memproduksi antibiotik piturin yang dapat memiliki kisaran yang luas dalam
menghambat baik bakteri maupun jamur (Phae et al., 1992). Jenis antibiotik
dari bakteri tersebut adalah bacilysin dan fengymycyn yang bersifat
antifungal (Loeffler et al.,1997)
Dan pada jurnal “Sinergisme Antar Isolat Bakteri Antagonis Dalam
Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum) Pada
Sistem Budidaya Aeroponik Tanaman Kentang Oleh Nurbaya, M. Danial
Rahim, Tutik Kuswinanti, Baharuddin dilakukan pengujian sifat antagonis
keempat isolat bakteri tersebut yaitu NG02 (Clostridium sp), NS01
(Clostridium sp), G06 (Clostridium sp), dan S06 (Clostridium sp) sebagai
agens antagonis dalam menekan penyakit layu bakteri (R. solanacearum)
pada tanaman kentang, kerja dari keempat bakteri ini secara sinergi
menghambat perkembangan patogen.
Rata-rata intensitas serangan
R. solanacearum tidak
mencapai 50% pada semua
perlakuan mikroba antagonis,
dan lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol.
Rendahnya rata-rata
intensitas serangan R.
solanacearum diduga karena
pada perlakuan mikroba
antagonis terjadi persaingan
dalam hal ruang dan nutrisi,
terutama apabila nutrisi
tersebut tidak tersedia dalam
jumlah yang cukup.
• Goto (1992) mengemukakan bahwa kompetisi terhadap ruang dan
nutrisi sangat mempengaruhi laju penghambatan patogen.
Terjadinya kompetisi ruang dan nutrisi dapat membentuk struktur
dorman yaitu endospora yang bersifat resisten.
• Efektivitas mikroba antagonis yang mampu menekan intensitas
serangan patogen tanaman dapat disebabkan karena isolat mikroba
antagonis tersebut mengandung nutrisi yang dapat menghasilkan
metabolik sekunder yang bersifat antibiotik (Soesanto, 2008).
Hubungan Intensitas Serangan, Jumlah dan Berat Umbi
Pada perlakuan kontrol (+) hari ke-42
setelah inokulasi intensitas serangan R.
Solanacearum mencapai 100% dengan
tanpa menghasilkan umbi, disisi lain
intensitas serangan pada perlakuan
dengan isolat NS01+S06+G06+R.
solanacearum hanya mencapai 15%
dengan jumlah umbi yang dihasilkan
sebanyak 162,5 biji dengan berat
311,25 gram. Kombinasi keempat
bakteri menekan bakteri pathogen
penyebab penyakit layu pada kentang
sehingga produktivitas tanaman lebih
tinggi.
• Kedua jurnal menunjukan hasil yang sama, dimana interaksi
sinergisme pada mikroorganisme yang kompetibel dapat
digunakan segabai agen antagonism dalam menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pathogen dengan
mengeluarkan metabolit sekundernya yang berupa antibiotik
ataupun pertahanan diri terhadap penyakit.

• Interaksi sinergisme seperti ini sangat menguntungkan karena


dapat memanfaatkan mikroorganisme bermanfaat sebagai
pengendali hayati yang ramah lingkungan dan tanpa
menimbulkan permasalahan berkelanjutan pada lingkungan.
04
KESIMPULAN
Perlakuan dengan kombinasi isolat NS01+S06+G06+R. solanacearum
cenderung lebih efektif menekan penyakit layu bakteri (R. solanacearum)
85%, meningkatkan jumlah umbi 162,5 biji dan berat umbi 311,25 gram
dibandingkan perlakuan lainnya. Bakteri antagonis P. fluorescens dan B.
subtilis serta kombinasi dari kedua bakteri tersebut dapat menghambat
pertumbuhan koloni jamur patogen F. Oxysporum penyebab penyakit layu
fusarium pada pisang secara in vitro rata rata sebesar 70,2 % -88.1.Interaksi
sinergisme pada mikroorganisme yang kompetibel dapat digunakan sebagai
agen antagonism dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme
pathogen dengan mengeluarkan metabolit sekundernya yang berupa
antibiotik ataupun pertahanan diri terhadap penyakit.Interaksi sinergisme
seperti ini sangat menguntungkan karena dapat memanfaatkan
mikroorganisme bermanfaat sebagai pengendali hayati yang ramah
lingkungan dan tanpa menimbulkan permasalahan berkelanjutan pada
lingkungan
05
DAFTAR
PUSTAKA
Asri, Anindya Citra dan Enny Zulaika. 2016. Sinergisme Antar Isolat Azotobacter
yang Di konsorsiumkan. Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol.5, No.2, (2016) 2337-
3520 (2301-928X Print).
Banana by Inoculation With Pseudomonas fluorescens. Plant & Soil. 107 : 3-9.
Goto, M., 1992. Fundamentals of Bacterial Plant Pathology. Academic Press. Inc, Tokyo.
Janisiewicz, W.J. and J. Roitman, 1988. Biological Control of Blue Mold and Gray Mold on Apple and Pear
with Pseudomonas capacia. Phytoppathology 78 : (12). 1697-1700pp.
Kusnadi; Yanti Hamdiyati; Ani Fitriani.2003. Mikrobiologi. Bandung: FMIPA Universitas Pendidikan
Indonesia.
Sivamani, E. dan S.S. Gnanamanickam. 1997. Biological Control of Fusarium oxysporum f.sp cubence in
Banana by Inoculation With Pseudomonas fluorescens. Plant & Soil. 107 : 3-9.
Sivamani, E. dan S.S. Gnanamanickam. 1997. Biological Control of Fusarium oxysporum f.sp cubence in
Soesanto, L,. 2008. Pengantar pengendalian Hayati Penyakit tanaman. Jakarta PT. RajaGrafindo Perkasa.
Weller, D.M. 1988. Bilogical control of soilborne plant pathogens in the rhizosphere with fluorescens
pseudomonas. Phytopath. 463-469.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai